Anda di halaman 1dari 12

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

MASALAH HARGA DIRI RENDAH SITUASIONAL

Dosen Pengajar :

Ns. Musiana, S.Kep,. M.Kes.

Disusun Oleh :

Mutiara Rizky Nurfitri (1914401100)

Tingkat I Reguler II

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

DIII KEPERAWATAN TANJUNG KARANG

TAHUN AJARAN 2019/2020


BAB I

KASUS

Ny. F seorang wanita lajang dengan suku Sunda yang merupakan mahasiswa di salah
satu fakultas negeri di Serang. Ny. F berusia 27 tahun tepatnya lahir 21 Januari 1993 ini
datang pada kamis, 11 Februari 2020, dengan mengeluhkan bahwa dirinya selalu
mengeluhkan bahwa dirinya selalu merasa bersalah menilai dirinya negative, menolak
pendapat positive tentang dirinya dari orang lain dan juga sulit berkonsentrasi. Beberapa
waktu terakhir ini klien menolak beberapa interaksi dengan orang lain, selalu berbicara
pelan dan lirih, kurang bergairah, dan sulit saat membuat beberapa keputusan.

A. IDENTITAS
1. Nama Klien : Ny.F
2. Usia : 21 Januari 1993 (27 tahun)
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Pekerjaan : Mahasiswa
5. Suku : Sunda
6. Dx. Medis :-
7. Tanggal Masuk RS : 11 Februari 2020
8. Tanggal Pengkajian : 11 Februari 2020

B. Pengkajian
1. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama : Klien mengeluhkan dirinya selalu merasa
bersalah menilai dirinya negative, menolak pendapat positive tentang dirinya
dari orang lain dan juga sulit berkonsentrasi
b. Riwayat Penyakit Sekarang : Klien mengatakan beberapa waktu terakhir ini
menolak beberapa interaksi dengan orang lain, selalu berbicara pelan dan
lirih, kurang bergairan, dan sulit saat membuat beberapa keputusan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :-
2. Tanda dan Gejala
a. Data Subjektif*
1) Klien selalu merasa bersalah*
2) Klien menilai dirinya negative*
3) Klien menolak pendapat positive tentang dirinya*
4) Klien mengeluh sulit berkonsentrasi*
b. Data Objektif
1) Klien terlihat berbicara pelan dan lirih
2) Klien tampak kurang bergairah

No. Data Masalah Keperawatan Etiologi


1. Ds : Harga Diri Rendah Perubahan citra
1. Klien selalu merasa bersalah* Situasional pada tubuh
2. Klien menilai dirinya negative*
3. Klien menolak pendapat
positive tentang dirinya*
4. Klien mengeluh sulit
berkonsentrasi*
Do :
1. Klien terlihat berbicara pelan
dan lirih
2. Klien tampak kurang bergairah

No Masalah Keperawatan Tujuan Interverensi


1. Harga Diri Rendah Harga Diri membaik Tindakan Observasi:
Situasional b.d Kriteria hasil : 1. Lakukan
Perubahan citra pada 1. Penilaian diri pemonitoran
tubuh membaik verbalisasi yang
2. Perasaan memiliki merendahkan diri
kemampuan positif sendiri
terhadap diri sendiri 2. Lakukan
membaik pemonitoran
3. Konsentrasi tingkat harga diri
meningkat setiap waktu,
4. Perasaan bersalah sesuai kebutuhan
menurun Tindakan Terapeutik :
5. Gairah aktivitas 3. Motivasi terlibat
meningkat dalam verbalisasi
positif untuk diri
sendiri
4. Motivasi
menerima
tantangan atau
hal baru
5. Diskusikan
pernyataan
tentang harga diri
6. Diskusikan
kepercayaan
terhadap
penilaian diri
7. Diskusikan
pengalaman yang
meningkatkan
harga diri
8. Diskusikan
persepsi negative
diri
9. Diskusikan alasan
mengkritik diri
atau rasa bersalah
10. Diskusikan
penetapan tujuan
realistis untuk
mencapai harga
diri yang lebih
tinggi
11. Diskusikan
bersama keluarga
untuk
menetapkan
harapan dan
batasan yang jelas
12. Berikan umpan
balik positif atas
peningkatan
capaian tujuan
13. Fasilitasi
lingkungan dan
aktivitas yang
meningkatkan
harga diri
Tindakan Edukasi :
1. Jelaskan kepada
keluarga pentingnya
dukungan dalam
perkembangan konsep
positif diri pasien
2. Anjurkan
mempertahankna
kontak mata saat
berkomunikasi dengan
orang lain
3. Anjurkan membuka
diri terhadap kritik
negative
4. Anjurkan
mengevaluasi perilaku
5. Latih peningkatan
tanggung jawab untuk
diri sendiri
6. Latih
pernyataan/kemampu
an positif diri
7. Latih cara berfikir dan
berperilaku positif
8. Latih meningkatkan
kepercayaan pada
kemampuan dalam
menangani situasi
BAB II

PENANGGULANAN RESIKO

Manajemen risiko merupakan perilaku da intervensi proaktif untuk mengurangi kemungkinan cedera
serta kehilangan. Dalam perawatan kesehatan manajemen risiko bertujuan untuk mencegah cedera
pada pasien dan menghindari tindakan yang merugikan profesi keperawatan yang bermutu tinggi
dan sistem pelaksanaan yang aman, merupakan kunci bagi manajemen risiko yang efektif dalam
keperawatan kedaruratan. Mayoritas cedera pada pasien dapat ditelusuri sampai kepada
ketidaksempurnaan sistem yang dapat menjadi penyebab primer cedera atau yang membuat
perawat melakukan kesalahan sehingga terjadi cederapada pasien. Begitu terjadi cedera manajemen
resiko harus menfokuskan perhatiannya pada upaya mengurangi akibat cedera tersebut untuk
memperkecil kemungkian diambilnya tindakan hukum terhadap petugas.

Berikut ini berbagai risiko yang dihadapi di ruangan perawatan;

a. Tidak dipasangnya side rail


b. Bel pasien tidak berfungsi
c. Bel pintu masuk berbunyi tidak ada yang peduli
d. Selang waktu antara panggilan/bel pasien dengan datangnya perawat lama
e. Tabung oksigen kosong
f. Kunjungan di luar waktu berkunjung yang telah ditentukan
g. Brankar tidak memiliki tabung O2
h. Pemberian obat tidak menerapkan prinsip pemberian obat yang banar
i. Kurang perhatian terhadap laporan penunggu pasien atau tenaga penunjang
j. Pemberian transfusi

Tujuan dari manajemen risiko :

a. Melakukan pengkajian dan mencari pemecahan masalah terhadap masalh potensial sebelum
masalah tersebut benar-benar terjadi.
b. Mengidentifikasi berbagai variabel kualitas asuhan yang membahayakan.
c. Mengkoreksi atau meminimalkan untuk mencegah terjadinya masalah.

Prinsip manajemen resiko dan pendokumentasiannya

1. Mengetahui dan mengikuti kebijakan setempat tentang tata cara pendokumentasian, baik
pendokumentasian pada kejadian biasa (rutinitas) ataupun kejadian yang luar biasa (KLB). Perawat
sebaiknya menggunaan format yang baku untuk pengisiannya. Tiap rumah sakit mempunyai format
baku dan cara pengisian yang berbeda, walaupun item dalam tiap format relatif sama.

2. Dokumentasikan seluruh data dasar secara lengkap dan komprehensif. Dokumentasi ini
merupakan dasar untuk memberikan pelayanan keperawatan yang tepat dan sesuai dengan
kebutuhan pasien. Data dasar ini meliputi pengkajian, pemeriksaan fisik, psikologis dan spiritual
serta data lain yang terkait.

3. Dokumentasikan semua faktor resiko dan data lain yang dapat mengakibatkan keterbatasan
fisik tertentu, seperti; alat bantu berjalan, protesa, kruk dll.

4. Dokumentasikan semua tindak lanjut secara akurat, lengkap, dalam waktu yang pasti dan
cara yang setepat mungkin. Ini merupakan cara yang baik untuk menunjukkan bahwa masalah telah
diidentifikasi dan pemecahan masalah telah dilakukan.

5. Deskripsi perilaku pasien secar objektif, terutama jika perilakunya menyimpang, obstrutif
dan destruktif. Sebagai contoh; pasien menolak untuk menebus setiap resep dokter yang diberikan
atau perilaku mengunci diri di kamar mandi selama waktu pemberian obat.

6. Jangan gunakan isi dokumen sebagai bahan pergunjingan atau bahan pertikaian. Ingatlah
bahwa dokumentasi tersebut adalah catatan perawatan dan perkembangan status kesehatan pasien
dan bukan bahan komentar staf.

7. Tulislah catatan tersebut dengan rapi, jelas dan gunakanlah tatabahasa yang benar. Biasanya
pernyataan yang panjang atau luas akan sulit dibaca atau dimengerti oleh orang lain, bahkan tidak
berguna. Tulislah yang tidak dapat dapat dibaca karena ejaan tidak jelas disebut sebagai data yang
tidak realibel dan validitasnya akan dapat dipertanyakan karena besarnya kemungkinan terjadinya
kesalahan.

Langkah-langkah proses manajemen risiko;

1. Menetukan tujuan yang ingin dicapai.

2. Mengidentifikasi risiko-risiko yang dihadapi yang akan menimbulkan terjadinya

kerugian.

3. Menentukan besarnya risiko atau kerugian,

a. Frekuensi kejadian
b. Besarnya akibat kerugian tersebut terhadap keuangan (kegawatannya)

c. Kemampuan meramalkan besarnya kerugian yang akan timbul.

4. Mencari cara penanggulangan yang paling baik, tepat dan ekonomis.

5. Mengkoordinir dan melaksanakan keputusan untuk penanggulangan.

6. Mencatat, memonitor dan mengevaluasi langkah-langkah yang ditempuh.

Agar program penanggulangan risiko berjalan efektif;

a. Telaah secara berkala, apakah ada perubahan, dampak terhadap kerugian dan upaya
penggulangannya yang menyangkut biaya program keselamatan, pencegahan kerugian dan
sebagainya.
b. Dokumentasi kerugian harus diperiksa untuk mengetahui perkembangan.
 BAB III

ASPEK LEGAL BERDASARKAN KASUS

Beberapa aturan pencatatan yang perlu diikuti agar dokumentasi keperawatan yang dibuat sesuai
dengan standar hukum diantaranya :

1. Dokumentasi keperawatan yang dibuat memenuhi dan memahami dasar hukum terhadap
kemungkinan tuntutan malpraktek keperawatan.

Berdasarkan kasus yang dibuat, proses pendokumentasian berdasarkan hokum yang kuat yaitu
proses penentuan diagnose berdasarkan buku SDKI

2. Catatan keperawatan memberikan informasi kondisi pasien secara tepat meliputi proses
keperawatan yang diberikan, evaluasi berkala dan mencerminkan kewaspadaan terhadap
perburukan keadaan klien.

Catatan keperawatan juga berdasarkan keluhan yang dirasakan pasien dan juga yang kita amati,
semua itu tetap disamakan dengan data subjektif dan objektif pada buku SDKI

3. Memiliki catatan singkat komunikasi perawat dengan dokter dan intervensi perawatan yang telah
dilakukan.

Data-data diatas juga didapatkan dari komunikasi antara perawat dan pasien dan catatan juga
disesuaikan dengan buku SIKI

4. Memperhatikan fakta-fakta secara tepat dan akurat mengenai penerapan proses keperawatan.
Data tersebut mencakup anamnesis kesehatan, pengkajian data, diagnosis keperawatan,
menentukan tujuan dan kriteria hasil, membuat rencana tindakan keparawatan, melaksanakan
tindakan keperawatan, mengevaluasi hasil tindakan keperawatan, membubuhkan tanda tangan dan
nama terang perawat yang melaksanakan, membuat catatan keperawatan, membuat resume
keperawatan serta catatan pulang atau meninggal dunia.

Seperti kasus diatas sudah dilakukan pengkajian data, diagnosis keperawatan, menentukan tujuan
kriteria hasil, serta membuat rencana tindakan keperawatan.

5. Selalu memperhatikan situasi perawatan pasien dan mencatat secara rinci masalah kesehatan
pasien terutama pada pasien yang memiliki masalah yang kompleks atau penyakit yang serius.
BAB III

KESIMPULAN

Manajemen risiko merupakan perilaku da intervensi proaktif untuk mengurangi kemungkinan cedera
serta kehilangan. Dalam perawatan kesehatan manajemen risiko bertujuan untuk mencegah cedera
pada pasien dan menghindari tindakan yang merugikan profesi keperawatan yang bermutu tinggi
dan sistem pelaksanaan yang aman, merupakan kunci bagi manajemen risiko yang efektif dalam
keperawatan kedaruratan. Kasus yang dibuat diatas mengikuti dengan aspek legal yang ada, seperti
memenuhi standar hokum yang ada, catatan-catatan yang dituliskan juga berdasarakan informasi
yang didapatkan dari komunikasi klien dengan perawat maupun dokter, menggunakan dasar-dasar
yang jelas seperti buku – buku yang digunakan, menggunakan proses keperawatan yang sesuai
dalam proses pendokumentasian, dan melakukan pengawasan yang intensif kepada klien atau
pasien.
REFERENSI

http://vileppusdik.kemkes.go.id/poltekkestanjungkarang/pluginfile.php/31822/mod_resource/conte
nt/1/Modul%201.pdf

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). Jakarta.

Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai