Anda di halaman 1dari 79

LAPORAN CASE CONERENCE

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. K (69 tahun) dengan


PENYAKIT CKD e.c. HIPERTENSI on HD GEDUNG TERATAI LANTAI 6 SELATAN
Di RSUP FATMAWATI

Disusun oleh :

1. Nilna Camelia Rahmah


2. Nita Rahmawati
3. Nurhasanah
4. Novi Fitriani
5. Nurul Fadillah
6. Puji Astuti
7. Qisthi Qonia

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Alhamdulillahirabbil’alamin, Pertama tiada kata yang paling indah di ucapkan selain pujian
kepada Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayahnya sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan laporan case conference terkait Chronic Kidney Disease di
Lt.IV Selatan Gedung Teratai RSUP Fatmawati.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan propsal skripsi ini banyak mengalami kesulitan dan
tantangan yang tak terkira, namun berkat pertolonganMu Ya Allah serta bantuan dari berbagai
pihak sehingga proposal ini dapat di selesaikan dengan baik.
Saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Hj. Amany Lubis MA., selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Dr.Zilhadia, M.Si., Apt,. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
3. Ns.Yenita Agus, M.Kep., Sp. Mat., Ph.D., selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan.
4. Ratna Pelawati, M.Biomed selaku Sekertaris Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Ibu Ernawati, S.Kp,M.Kep.,Sp.KMB selaku Dosen Pembimbing, terima kasih sebesar-
besarnya untuk beliau yang telah membimbing selama proses pembuatan laporan.
6. Pihak Rumah Sakit yang telah memberikan kesempatan dan perizinan dalam melakukan
praktik klinik serta
7. Ns. Indida Leli, S.Kep selaku CI Gedung Teratai Lt. VI selatan, telah memberikan waktu
dan bimbingan dalam penyusunan laporan dan praktik klinik

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2

DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3

BAB I..........................................................................................................................................................4

LATAR BELAKANG.................................................................................................................................4

A. Latar Belakang........................................................................................................................................4

B. Rumusan Masalah...................................................................................................................................6

C. Tujuan.....................................................................................................................................................6

BAB II.........................................................................................................................................................7

PEMBAHASAN MATERI.........................................................................................................................7

A. Konsep Chronic Kidney Desease (CKD) atau Gagal Ginjal Konik........................................................7

B. Konsep Dasar Hipertensi......................................................................................................................25

BAB III.....................................................................................................................................................41

LAPORAN HASIL KELOLAAN.............................................................................................................41

BAB IV PEMBAHASAN.........................................................................................................................73

BAB V.......................................................................................................................................................77

PENUTUP.................................................................................................................................................77

A. Kesimpulan...........................................................................................................................................77

DAFTAR
PUSTAKA.........................................................................................................................................................
............................................................................................................................................................78

3
BAB I
LATAR BELAKANG
A. Latar Belakang
Gangguan ginjal kronis (GGK) merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia,
prevalensinya di dunia adalah 800 per juta populasi dan insidensi End-Stage Renal Disease
(ESRD) 150-200 per juta populasi (O’Callagan, 2007). Prevalensi gangguan ginjal kronis
berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,2%. Prevalensi paling tinggi di Sulawesi
Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4%.
Sementara Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Di
Yogyakarta, dan Jawa Timur masing– masing provinsi menunjukkan angka 0,3%. Prevalensi
gangguan ginjal kronis berdasarkan diagnosis dokter meningkat seiring dengan bertambahnya
umur, meningkat drastis pada umur 35-44 tahun 0,3%, diikuti rentang umur 45-54 tahun
0,4%, dan umur 55-74 tahun 0,5%, paling tinggi pada kelompok umur ≥75 tahun 0,6%.
Prevalensi pada laki-laki menunjukkan angka 0,3% lebih tinggi dari perempuan yaitu 0,2%,
prevalensi lebih tinggi pada masyarakat perdesaan 0,3%, tidak bersekolah 0,4%, pekerjaan
wiraswasta, petani/nelayan/buruh 0,3%, dan indeks kepemilikan terbawah dan menengah
bawah masing-masing 0,3% (Riset Kesehatan Dasar, 2013).

Jumlah kematian akibat PGK di dunia yaitu sekitar 850.000 orang setiap tahunnya.
Angka kematian PGK stadium V dapat mencapai 100% jika tidak dilakukan terapi pengganti
ginjal, sedangkan angka kematian PGK stadium V secara umum yang menjalani hemodialisis
pada tahun pertama yaitu sekitar 10%, dan meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Secara
fisiologis, mulai usia 50 tahun ginjal akan mengalami penurunan fungsi cukup signifikan
akibat berkurangnya jumlah nefron yaitu sekitar 20%. (prakash, 2009) . Selain itu adanya
penyakit degeneratif sebagai faktor risiko terkuat penyebab PGK stadium V yaitu hipertensi
dan diabetes mellitus paling banyak diderita pada kelompok usia 50 tahun ke atas.7 Jika
kejadian penyakit ginjal kronik terjadi pada usia yang lebih dini maka dimungkinkan karena
gaya hidup yang tidak sehat terutama yang berkaitan dengan kebiasaan konsumsi zat-zat
tertentu yang bersifat nefrotoksik.

Data klien dengan CKD banyak di temukan di RSUP Fatmawati, dari 21 pasien di
rawat di ruang 6 selatan gedung teratai di dapatkan kurang lebih 8 kasus dengan diagnosa
CKD, dan CKD on Hemodialisa rutin 3 orang. Fungsi ginjal yang menurun hal tersebut dapat

4
mengganggu aaktivitas sehari-hari dan dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien dengan
CKD, hal tersebut membuat kelompok tertarik mengambil kasus CKD.

Faktor kebiasaan konsumsi minuman atau zat tertentu yang diduga berhubungan
dengan kejadian CKD yaitu kebiasaan konsumsi kopi, minuman suplemen energi, suplemen
vitamin C, minuman bersoda/ soft drink, merokok, konsumsi obat AINS (Anti Inflamasi Non
Steroid), dan obat herbal. Belum banyak penelitian tentang faktor kebiasaan konsumsi
minuman atau zat tertentu terhadap kejadian PGK V pada kelompok usia kurang dari 50
tahun. Faktor tersebut merupakan faktor yang dapat dikendalikan untuk mencegah
progresivitas menuju CKD.

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan penyakit kronik yang progresif merusak
ginjal sehingga mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh yang berdampak pada
semua sistem tubuh.Mekanisme dasar terjadinya PGK adalah adanya cedera jaringan. Cedera
sebagian jaringan ginjal tersebut menyebabkan pengurangan massa ginjal, yang kemudian
mengakibatkan terjadinya proses adaptasi berupa hipertrofi pada jaringan ginjal normal yang
masih tersisa dan hiperfiltrasi. Namun proses adaptasi tersebut hanya berlangsung sementara,
kemudian akan berubah menjadi suatu proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih
tersisa. Pada stadium dini PGK, terjadi kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan dimana
basal laju filtrasi glomerulus (LFG) masih normal atau malah meningkat. Secara perlahan tapi
pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif. (Suwitra, 2014).

Pada sepertiga penderita CKD mengeluhkan gejala berupa kekurangan energi (76%),
pruritus (74%), mengantuk (65%), dyspnea (61%), edema (58%), nyeri (53%), mulut kering
(50%), kram otot (50%), kurang nafsu makan (47%), konsentrasi yang buruk (44%), kulit
kering (42%), gangguan tidur (41%), dan sembelit (35%).8 Pasien CKD dengan ureum darah
kurang dari 150 mg/dl, biasanya tanpa keluhan maupun gejala. Gambaran klinis akan terlihat
nyata bila ureum darah lebih dari 200 mg/dl karena konsentrasi ureum darah merupakan
indikator adanya retensi sisa-sisa metabolisme protein di dalam tubuh. (Aizara, 2018).
Uremia menyebabkan gangguan fungsi hampir semua sistem organ, seperti gangguan cairan
dan elektrolit, metabolik-endokrin, neuromuskular, kardiovaskular dan paru, kulit,
gastrointestinal, hematologi serta imunologi.(Aizara, 2018).Modifikasi faktor resiko CKD
dilakukan pada hipertensi, obesitas morbid, sindroma metabolik, hiperkolesterolemia, anemia,

5
dan rokok. Menurut KDIGO, PGK dengan tanda-tanda kegagalan ginjal (serositis, gangguan
keseimbangan asam-basa atau elektrolit, pruritus), kegagalan pengontrolan volume dan
tekanan darah, gangguan status gizi yang refrakter, dan gangguan kognitif membutuhkan
terapi hemodialisis. Pada penderita yang sudah mencapai CKD derajat IV (eGFR
<30mL/menit/1,73m2) juga harus dimulai terapi hemodialisis.(Aizara, 2018).

Salah satu pilihan terapi untuk pasien CKD adalah hemodialisis (HD). Hemodialisis
dilakukan untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah
manusia, seperti kelebihan ureum, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran
semipermeabel. Pasien CKD menjalani proses hemodialisis sebanyak dua sampai tiga kali
seminggu, dimana setiap kali hemodialis rata-rata memerlukan waktu antara empat sampai
lima jam (Rahman, Kaunang, & Elim, 2016). Hemodialisis dipercaya dapat meningkatkan
survival atau bertahan hidup pasien CKD (Widianti, Hermayanti, & Kurniawan, 2017).
Kemampuan bertahan hidup penderita CKD yang menjalani hemodialisis dipengaruhi oleh
berbagai faktor, seperti tingkat keparahan penyakit yang dialami, kondisi berbagai sistem
tubuh yang terganggu oleh racun akibat CKD, pengaturan intake cairan dan makanan, sampai
kepatuhan mengikuti jadwal hemodialisis (Wijayanti, Isroin, & Purwanti, 2017).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Chronic Kidney Disease?
2. Apa yang menyebabkan Chronic Kidney Disease?
3. Bagaimana tanda dan gejala Chronic Kidney Disease?
4. Bagaimana penatalaksanaan dari Chronic Kodney Disease?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada pasien Chronic Kodney Disease ?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Chronic Kodney Disease on HD?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Chronic Kidney Disease
2. Dapat mengetahui penyebab Chronic Kidney Disease
3. Mengetahui tanda dan gejala Chronic Kidney Disease
4. Dapat memahami bagaimana penatalaksanaan dari Chronic Kodney Disease
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada pasien Chronic Kodney Disease
6. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan pasien Chronic Kodney
Disease on HD

6
BAB II
PEMBAHASAN MATERI

A. Konsep Chronic Kidney Desease (CKD) atau Gagal Ginjal Konik


1. Pengertian
Gagal ginjal kronis disebut juga sebagai Chronic Kidney Desease (CKD). Perbedaan
kata kronis disini dibanding dengan akut adalah kronologis waktu dan tingkat fisiologis
filtrasit. Berdasarkan Mc Clellan 2006 dijelaskan bahwa gagal ginjal kronis merupakan
kondisi penyakit pada ginjal yang persisten (keberlangsungan ≥ 3 bulan dengan: 1)
kerusakan ginjal, dan 2) Kerusakan glomerular filtration rate (GFR) dengan angka GFR ≤
60 ml/menit/ 1,73 m2 (Prabowo & Eka, 2014).
Pada keadaan gagal ginjal kronik ini, terjadi penurunan fungsi ginjal yang lambat
dengan tanda dan gejala yang minimal. Banyak pasien yang tidak menyadari timbulnya
keadaan tersebut sampai fungsi ginjal hanya tinggal 25% (Agoes, 2010).Gagal ginjal
kronik merupakan penyakit yang terjadi dalam kurun waktu cukup lama sampai bertahun-
tahun serta tidak kunjung sembuh (Dharma, 2015).
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah kemunduran fungsi ginjal yang progesif dan
irreversibel dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh untuk mempertahankan
keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit yang mengakibatkan uremia atau azotemia
(Wijaya & Putri, 2013).
Jadi kesimpulannya, gagal ginjal kronik adalah penyakit ginjal tahap akhir yang terjadi
dalam kurun waktu lama dimana penurunan fungsi ginjal sampai 25% sehingga
menimbulkan beberapa gejala yang dapat menurunkan kualitas hidup penderita.
2. Etiologi
Ada beberapa penyakit yang memengaruh I tubuh secara keseluruhan, yang dapat
memicu timbulnya PKG, antara lain:
a. Diabetes
Bila mengalami diabetes, berarti tubuh tidak bisa optimal dalam hal mengubah makanan
menjadi energy yang dibutuhkan sehingga kadar gula darah dapat meningkat. Kondisi
gula darah yang meningkat berkepanjangan dapat merusak pembuluh darah ginjal. Bila

7
sudah meningkat, dapat menimbulkan gejala-gejala seperti: rasa haus meningkat,
penglihatan kabur, sering berkemih, beat badan menurun tanpa alasan yang jelas, luka
yang lama sembuh, merasa lapar dan lemah.
b. Tekanan darah tinggi (hipertensi)
Tekanan darah merupakan tekanan yang ditimbulkan pleh darah yang mengalir dalam
pembuluh darah arteri. Tekanan yang tinggi ini bila berlangsung terus-menerus dapat
merusak atau mengganggu pembuluh-pembuluh darah kecil dalam ginjal yang lama
kelamaan akan mengganggu kemampuan ginjal untuk menyaring darah. Pada
umumnya, bagi orang dewasa atau berusia 18 tahun ke atas tekanan darah 140/90
mmHg atau lebih, dapat dikatakan sebagai keadaaan hipertensi, sedangkan bagi anda
penderita diabetes dan penyakit ginjal kronik, tekanan darah 130/80 mmHg atau lebih
sudah dikatakan sebagai hipertensi. Dengan mengontrol tekanan darah akan membantu
memperlambat kerusakan ginjal. Untuk mengatasi masalah hipertensi, konsultasikan
dengan dokter anda.
c. Batu ginjal
Batu yang terbentuk diginjal terjadi akibat adanya proses presipitasi (kristalisasi bahan-
bahan yang terlarut) yang terkandung di dalam urine. Biasanya batu ini dapat berpindah
melalui ureter (saluran yang mengalirkan urine dari ginjal ke kandung kemih) dan
dikeluarkan lewat urine bila berukuran kecil.Namun kadangkala, batu yang berukuran
terlalu besar tidak bisa keluar begitu saja lewat urine. Bila hal ini terjadi maka
menimbulkan sara sakit dan mungkin dapat menimbulkan obstruksi akibat
terhambatnya aliran urine keluar.
Batu ginjal dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti infeksi, diet tertentu, obat-
obatan, dan kondisi tertentu akibat meningginya zat lain dalam urine, misalnya asam
urat. Gejala batu ginjal antara lain:
1) Rasa sakit pada bagian belakang atau sisi tubuh
2) Darah dalam urine
3) Muntah, demam, sering berkemih atau ingin berkemih
4) Rasa nyeri saat berkemih
Keluar/tidaknya batu ginjal dengan sendirinya, tergantung pada lokasi, besar, bentuk,
dan komposisi.Ukuran batu yang kecil dengan bentuk licin atau bulat, dapat keluar

8
dengan sendirinya.Namun, bila bentuknya bermacam-macam, misalnya, dengan tepi
yang tajam atau dengan ukuran yang terlalu besar, yang memenuhi seluruh bagian
ginjal, tentu memerlukan terapi tertentu guna mengeluarkannya.Bila batu ginjal
berpindah ke bagian pelvis ginjal, dapat menyumbat aliran urine dan ginjal pun dapat
bengkak sehingga mengganggu kerja gnjal.
d. Infeksi dan radang
Ainfeksi atau radang pada saluran kemih (ISK) dapat terjadi akibat adanya bakteri yang
masuk kesaluran kemih dan berkembangbiak.Saluran kemih terdiri dari kandung kemih,
uretra dan dua ureter, serta ginjal.Bakteri ini biasanya masuk melalui uretra dan masuk
ke kandung kemih.Kondisi ini dapat menyebabkan saluran kemih menjadi merah,
bengkak, dan rasa nyeri. Jika infeksi ini tidak diatasi dengan baik, bakteri dapat
memasuki ginjal sehingga menimbulkan jenis infeksi yang lebih serius, yaitu
pyelonefritis (peradangan pada ginjal yang dapat meluas mengenai unit penyaring dan
pembuluh darah) gejala ISK antara lain:

1) Keinginan berkemih, kadang urine hanya berbentuk sedikit atau menetes


2) Rasa seperti terbakar saat berkemih
3) Urine berwarna keruh atau bercampur darah
4) Bau urine sangat menyolok.
Bila infeksi ini sudah menyebar ke ginjal, dapat menyebabkan rasa sakit/ nyeri pada
punggung bagian bawah disertai dengan demam, mual, dan muntah.
e. Glomerulonefritis
Selain ISK, Glomerulonefritis yang tidak segera diatasi juga dapat mengganggu kerja
ginjal nantinya. Glomerulonefritis timbul akibat adanya peradangan yang merusak
bagian ginjal yang menyaring darah (glomerulus) sehingga glomerulurs ini tidak bisa
lagi menyaring zat-zat yang sudah tidak terpakai oleh tubuh dan cairan yang berlabih ke
dalam aliran darah untuk membentuk cairan urine.
Glomerulonefritis akut biasanya sering disebabkan oleh infeksi bakteri streptokokus
atau infeksi pada tenggorokan atau kulit.Glomerulonefritis yang ringan biasanya tanpa
gejala dan diagnosisnya ditegakkan melalui pemeriksaan darah dan urine di
laboratorium.Sementara yang sudah berat, dapat menimbulkan gejala fatigue (lelah),

9
mual, muntah, sesak napas, gangguan penglihatan, tekanan darah tinggi, bengkak
(terutama pada wajah, tangan, kaki dan pergelangan kaki), dan adanya darah/ protein
pada urine yang membuat warna urine menjadi kemerahan atau keruh.
f. Penyalahgunaan obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang dapat membahayakan kerja ginjal, yaitu:
1) Obat penghilang/ pereda rasa sakit. Ginjal dapat rusak bila anda mengkonsumsi obat
bebas ini dalam jumlah yang berlebih dalam jangka waktu lama, seperti aspirin,
asetaminofen, dan ibuprofen. Gunakan obat ini sesuai dengan anjuran dokter.
1) Antibiotika
2) Obat terlarang. Contoh obat jenis ini antara lain: heroin, kokain, ekstasi, bila
dikonsumsi secara berlebih dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, stroke, gagal
jantung dan bahkan kematian.
3) Alkohol.mengkonsumsi alcohol secara berlebihan dapat meningkatkan risiko
timbulnya gagal ginjal dan gagal fungsi hati (Mahdiana, 2010).
3. Klasifikasi
Ada atau tidaknya penyakit ginjal kronik ini dapat ditetapkan berdasarkan adanya
kerusakan ginjal atau tingkat fungsi ginjal, yaitu dengan mengukur laju filtrasi glomerulus
(Glumerular Filtration Rate/ GFR). Menurut Natinal Kidney Fondation Kidney Desease
Outcomes Quality Initiative (NKF-K/ DOQI), dapat dibagi menjadi (Mahdiana, 2010) :
a. Kerusakan ginjal dengan nilai GFR normal atau meningkat. Nilai GFR e” 90
mL/min/1,73 m2.
b. Kerusakan ginjal ringan dengan penurunan nilai GFR 60-89 mL/min/1,73 m2.
c. Kerusakan ginjal sedang dengan penurunan nilai GFR 30-59 mL/min/1,73 m2.
d. Kerusakan ginjal berat dengan penurunan nilai GFR 15-29 mL/min/1,73 m2.
e. Gagal ginjal terminal (stadium akhir), dengan nilai GFR <15 mL/min/1,73 m2.
4. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.Metode adaptif ini memungkinkan
ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak.Beban bahan yang harus dilarut

10
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai
poliuri dan haus.Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa.Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi
ginjal telah hilang 80% - 90%.Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu (Price dan Wilson, 2006).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat
(Corwin, 2009):
a. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang
sebenarnya dibersihkan oleh ginjal Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat
dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin.
Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan
menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah
(BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif
dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya
dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
b. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara normal
pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan
cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan
cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi.
Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama
keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan
untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode
muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk
status uremik.

11
c. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk
menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan
ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi.
d. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel
darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat
status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi
eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak
napas.
e. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme
kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling
timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat
dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum
menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal
tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
mengakibatkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang. Selain itu juga metabolit
aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal
menurun.
f. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.

12
5. Pathway

(NANDA NIC-NOC, 2013)

13
5. Manifestasi Klinis
Pada gagal ginjal kronik akan terjadi rangkaian perubahan. Bila GFR menurun 5-10 %
dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien akan menderita sindrom
uremik, yaitu suatu kompleks gejala yang diakibatkan atau berkaitan dengan retensi
metabolik nitrogen akibat gagal ginjal (Suhartono, 2009).
Manifestasi klinis sindrom uremik pada gagal ginjal kronis :
a. Biokimia
Asidosis metabolik (HCO3- serum 18-20 mEq/L), Azometemia (penurunan GFR
menyebabkan peningkatan BUN dan Kreatin), Hiperkalemia retensi Na,
Hipermagnesia, Hiperuresemia.
b. Saluran Cerna
Anoreksia mual, muntah, nafas bau amoniak, mulut kering, pendarahan mulut cerna,
diare, parotitis.
c. Perkemihan oliguria
Berlanjut menuju oliguri, lalu anuri. Nokturia BJ urin 1,010, proteinuri.
d. Metabolisme Protein
e. Sintesis abnormal, hiperglikmia, kebutuhan insulin menurun lemak peningkatan kadar
trigliserid.
f. Kardiovaskular
Hipertensi retinopati dan ensefalopati hipertensif, beban sirkulasi berlebih, edema,
gagal jantung kongestif, dan disritmia gangguan kalsium, hiperfosfatemia,
hipokalsemia, hiperparatiroidisme, deposit garam kalsium pada sendi, pembuluh darah
jantung dan paru-paru, Konjungtivitis (urenia mata merah).
g. Pernafasan
Kussmaul, dispnea, edema paru, pnumonitis, kulit pucat, pruritis, kristal uremia, kulit
kering, dan memar.
h. Hematologik,
Anemia, hemolisis, kecenderungan pendarahan, infeksi.
6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan gagal ginjal kronik adalah (Corwin,
2009):
a. Pada gagal ginjal progresif terjadi beban volume, ketidakseimbangan elektrolit, asidosis
metabolik, azotemia dan uremia.
b. Gagal ginjal stadium 5 terjadi azotemia dan uremia berat. Asidosis memburuk, yang
secara mencolok merangsang kecepatan pernapasan
c. Hipertensi, anemia, osteodiatrofi, hiperkalemia, ensefalopati uremik, dan pruritus
(gatal).

14
d. Penurunan pembentukkan eritropoietin dapat menyebabkan sindrom anemia
kardiorenal, suatu trias anemia yang lama, penyakit kardiovaskuler, dan penyakit ginjal
yang akhirnya menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas.
e. Gagal jantung kongestif
f. Koma dan kematian tanpa pengobatan
7. Pemeriksaan Penunjang (Price & Wilson, 2011)
a. Laboratorium
1) Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal : Ureum kreatinin, Asam urat serum.
2) Identifikasi etiologi gagal ginjal : Analisis urin rutin, Mikrobiologi urin, Kimia
darah, Elektrolit, Imunodiagnosis.
3) Identifikasi perjalanan penyakit : Progresifitas penurunan fungsi ginjal, Ureum
kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:

Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau
                   0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita    : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau
                 0,85 - 1,23 mL/detik/m2
b. Diagnostik
1) Etiologi CKD dan terminal : Foto polos abdomen, USG, Nefrotogram, Pielografi
retrograde, pielografi antegrade, Mictuating Cysto Urography (MCU).
2) Diagnosis pemburuk fungsi ginjal : RetRogram dan USG.
8. Penatalaksanaan
Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 tahap, yakni tindakan
konservatif, dialisis atau transplatansi ginjal (Suharyanto & Madjid, 2009).
a. Tindakan Konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau memperlambat
gangguan fungsi ginjal progresif (Suharyanto & Madjid, 2009).

15
1) Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan
a) Pembatasan protein
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi juga mengurangi
asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi produksi ion hidrogen yang berasal
dari protein. Pembatasan asupan protein telah terbukti menormalkan kembali
kelainan ini dan memperlambat terjadi gagal ginjal.
Pembatasan protein berdasarkan nilai GFR
GFR (ml/menit) Pembatasan protein (g)
10 40
5 25-30
3 atau kurang 20 20

b) Diet rendah kalium


Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal lanjut. Asupan
kalium yang dianjurkan adalah 40-80 mEq/hari.
c) Diet rendah natrium
Diet Na yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g Na).Asupan natrium yang
terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi cairan, edema perifer, edema paru,
hipertensi dan gagal jantung kongestif.
d) Pengaturan cairan
Asupan yang bebas dapat menyebabkan beban sirkulasi menjadi berlebihan,
edema. Sedangkan asupan yang terlalu rendah mengakibatkan dehidrasi,
hipotensi, dan gangguan fungsi ginjal. Aturan yang dipakai untuk menentukan
banyaknya asupan caian adalah :

Jumlah urin yang dikeluarkan selama 24 jam terakhir + 500 ml (IWL)

Misalnya : Jika jumlah urin yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam adalah 400ml,
maka asupan cairan total dalam sehari adalah 400 + 500 ml = 900ml (Suharyanto
& Madjid, 2009).
2) Pencegahan dan pengobatan komplikasi
a) Hipertensi
Apabila penderita sedang mengalami terapi hemodialisis, pemberian anti
hipertensi dihentikan karena dapat mengakibatkan hipotensi dan syok yang
diakibatkan oleh keluarnya cairan intravaskular melalui ultrasi, Pemberian
diuretik : furosemid (lasix).
b) Hiperkalemia

16
Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin intravena,
yang akan memasukan K+ ke dalam sel atau dengan pemberian Kalsium Glukonat
10 %.
c) Anemia
Pengobatannya adalah pemberian hormon eritropoeitin, yaitu rekombinan
eritropoeitin (r-EPO) (Eschbatch et al, 1987), selain dengan pemberian vitamin
dan asam folat, besi dan transfusi darah.
d) Asidosis
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali dengan HCO3- plasma turun
dibawah angka 15 mEq/l. Bila asidosis berat akan dikoreksi dengan pemberian
Na HCO3- (Natrium Bikarbonat) parenteral.
e) Pengobatan hiperuriesmia
Obat pilihan untuk mengobati hipeurismia pada penyakit ginjal lanjut adalah
pemberian alopurinol. Obat ini mengurangi kadar asam urat dengan menghambat
sebagian asam urat total yang hasilkan tubuh.
a. Dialisis dan Transplantasi
Dialisis dilakukan apabila kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada laki-laki
atau 4 mg/100 ml pada wanita, dan GFR kurang dari 4 ml/menit. Dialisis dapat
digunakan untuk mempertahankan penderita dalam keadaan klinis yang optimal sampai
tersedia donor ginjal (Suharyanto & Madjid, 2009).
1) Dialysis
a) Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergency, sedangkan dialysis yang bisa
dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD (Continues
Ambulatory Peritonial Dialysis).
Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh
penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang
disebutdialyzer.Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke aliran darah.Untuk
memenuhi kebutuhan ini, maka dibuat suatu hubungan buatan diantara arteri dan
vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan.Pada hemodialisa, darah
penderita mengalir melalui suatu selang yang dihubungkan ke fistula
arteriovenosa dan dipompa ke dalam dialyzer.Untuk mencegah pembekuan darah
selama berada dalam dialyzer maka diberikan heparin.Di dalam dialyzer, suatu
selaput buatan yang memiliki pori-pori memisahkan darah dari suatu cairan
(dialisat) yang memiliki komposisi kimia yang menyerupai cairan tubuh normal.
Tekanan di dalam ruang dialisat lebih rendah dibandingkan dengan tekanan di
dalam darah, sehingga cairan, limbah metabolic, dan zat-zat racun di dalam darah
disaring melalui selaput dan masuk ke dalam dialisat.Tetapi sel darah dan protein

17
yang besar tidak dapat menembus pori-pori selaput buatan ini.Darah yang telah
dicuci lalu dikembalikan ke dalam tubuh penderita.Dialyzer memiliki ukuran dan
tingkat efisiensi yang berbeda-beda.Mesin yang lebih baru sangat efisien, darah
mengalir lebih cepat dan masa dialisa lebih pendek (2-3 jam), sedangkan mesin
yang lama memerlukan waktu 3-5 jam.Sebagian besar penderita gagal ginjal
kronis perlu menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu.

Komplikasi Hemodialisa
Komplikasi Penyebab
Demam  Bakteri atau zat penyebab demam (pirogen) di
dalam darah
 Dialisat terlalu panas
Reaksi anafilaksis yg berakibat  Alergi terhadap zat di dalam mesin
fatal (anafilaksis)  Tekanan darah rendah
Tekanan darah rendah Terlalu banyak cairan yang dibuang
Gangguan irama jantung Kadar kalium dan zat lainnya yang abnormal dalam
darah
Emboli udara Udara memasuki darah di dalam mesin
Perdarahan usus, otak, mata atau Penggunaan heparin di dalam mesin untuk mencegah
perut pembekuan
2) Transplantasi ginjal

A. Konsep Hemodialisis
1. Pengertian Hemodialisis
Hemodialisis merupakan terapi untuk pasien gagal ginjal tahap akhir. Metode ini
menggantikan kerja yang biasanya dijalankan ginjal, yaitu pembersihan darah dari sisa
metabolisme, zat toksik, dan pengeluaran timbunan air dalam tubuh (Agoes, 2010)

18
Hemodialisis adalah proses pembuangan zat-zat sisa metabolisme, zat toksik lainnya
melalui membran semi permeabel sebagai pemisah antara darah dan dialisat yang sengaja
dibuat dalam dializer (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016).
Hemodialisis merupakan suatu tindakan yang digunakan pada klien gagal ginjal untuk
menghilangkan sisa toksik, kelebihan cairan dan untuk memperbaiki ketidakseimbangan
elektrolit dengan prinsip osmosis dan difusi dengan menggunakan sistem dialisis eksternal
dan internal (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016).
Jadi kesimpulannya, hemodialisis merupakan terapi pengganti fungsi ginjal untuk
proses pembersihan darah dari zat sisa-sisa metabolisme, toksik, dan timbunan elektrolit
lainnya di dalam tubuh.
2. Tujuan Hemodialisis
Tujuan dari terapi hemodialisis untuk pasien gagal ginjal kronik yaitu (Wijaya & Putri,
2013):
a. Membuang sisa produk metabolisme protein seperti : urea, kreatinin dan asam urat
b. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah dan
bagian cairan
c. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh
3. Indikasi Hemodialisis
Indikasi dilakukannya terapi hemodialisis adalah (Wijaya & Putri, 2013):
a. Pasien yang memerlukan hemodialisis adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara
sampai fungsi ginjalnya pulih ( laju filtrasi glomerulus < 5 ml).
b. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan terapi hemodialisis apabila terdapat
indikasi :
1) Hiperkalemia ( K+ darah 6 meq/l)
2) Asidosis Metabolik
3) Kegagalan terapi konservatif
4) Kadar ureum/ kreatinin tinggi dalam darah (Ureum > 200 mg%, kreatinin serum > 6
mEq/l
5) Kelebihan cairan
6) Mual dan muntah hebat
c. Indikasi obat dan zat kimia
d. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat. Sindrom hepatorenal dengan kriteria :
1) K+ pH darah < 7,10 asidosis
2) Oliguri/anuria > 5 hr
3) GFR < 5ml/menit/1,73 m2 pada GGK
4) Ureum darah > 200 mg/dl
4. Kontra Indikasi Hemodialisis

19
Selain indikasi hemodialisa juga kontraindikasi pada:
a. Hipertensi Berat ( TD > 200/ 100 mmHg )
b. Hipotensi ( TD<100 mmHg )
c. Adanya perdarahan hebat
d. Demam tinggi

5. Prosedur Pelaksanaan Hemodialisis


Prosedur pelaksanaan untuk proses terapi hemodialisis sebagai berikut (Wijaya & Putri,
2013):
a. Tahap Persiapan
1) Mesin sudah siap pakai
2) Alat lengkap 1 set Hemodialisis
3) Obat-obatan
4) Administrasi (surat persetujuan HD)
b. Tahap pelaksanaan
1) Penjelasan pada klien dan keluarga
2) Timbang berat badan
3) Atur posisi, observasi TTV
4) Siapkan sirkulasi mesin
5) Persiapan tindakan steril pada daerah punksi
6) Lakukan penusukan vena (out let dan in let) dengan AV fistula lalu tutup dengan
kasa steril
7) Berikan bolus heparin (dosis awal 50-100 IU/kg BB)
8) Memulai hemodialisis
9) Pencatatan dokumentasi selama proses dialisis
c. Tahap penghentian
1) Siapkan alat
2) Ukur TTV
3) Lepaskan outlet dan inlet punksi
4) Ukur TTV
5) Timbang berat badan
6) Analisa keluhan saat dan sesudah HD
1. Prinsip Hemodialisis
Prinsip pelaksanaan dari terapi hemodialisis itu meliputi (LeMone, Burke, & Bauldoff,
2016) :
a. Difusi

20
Dihubungkan dengan pergeseran partikel-partikel dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi
rendah oleh tenaga yang di timbulkan oleh perbedaan konsentrasi zat-zat terlarut di
kedua sisi membran dialisis, difusi menyebabkan pergeseran urea, kreatinin dan asam
urat dari kompartemen darah klien ke kompartemen dialisat.
b. Osmosis
Mengangkut pergeseran cairan lewat membran semipermeabel dari daerah yang kadar
partikel-partikel rendah ke daerah yang kadar partikel lebih tinggi, osmosis
bertanggung jawab atas pergeseran cairan dari klien terutama pada dialiser.
c. Ultrafiltrasi
Berpindahnya zat pelarut (air) melalui membrane semi permeable akibat perbedaan
tekanan hidrostatik pada kompartemen darah dan kompartemen dialisat.
d. Konveksi
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan akan mengambil
bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan tersebut.
Pendidikan bagi pasien hemodialisis sangat penting. Hal-hal yang penting dalam
program pendidikan bagi pasien hemodialisis mencakup (Suharyanto & Madjid, 2009) :
1) Alasan rasional dan tujuan terapi dialisis
2) Hubungan antara obat-obat yang diresepkan dan dialisis
3) Efek samping obat dan pedoman kapan harus memberitahukan ke dokter mengenai
efek samping tersebut.
4) Perawatan akses vaskuler : pencegahan, pendeteksian, dan penatalaksanaan
komplikasi yang berkaitan dengan akses vaskuler.
5) Dasar pemikiran untuk diet dan pembatasan cairan, konsekuensi akibat kegagalan
dalam mematuhi batasan ini.
6) Pedoman pencegahan dan pelaksanaan berlebihan volume cairan
7) Strategi untuk pendektesian, penatalaksanaan dan pengurangangan gejala pruritus,
neuropati serta gejala-gejaa kainnya.
8) Penatalaksanaaan komplikasi dialisis yang lain dan efek samping terapi (dialisis,
pembatasan diet, dan obat-obatan)
9) Strategi untuk menangani dan mengurangi kecemasan serta ketergantungan pasien
sendiri dan anggota keluarga mereka.
10) Pengaturan finansial untuk dialisis : strategi untuk mengindentifikasi dan
mendapatkan sumber-sumber finansial.
11) Strategi untuk mempertahankan kemandirian dan mengatasi kecemasan anggota
keluarga.

21
7. Pathway Hemodialisa

22
2. Akses Pembuluh darah
Akses pembuluh darah dalam pelaksanaan hemodialisis dibagi sesuai fungsinya
(Suharyanto & Madjid, 2009) :
a. Kateter Subklavia / Jugularis dan Femoralis
Akses segera ke dalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis darurat dicapai melalui
katerisasi subklavia untuk pemakaian sementara. Kateter femoralis dapat dimasukan ke
dalam pembuluh darah femoralis untuk pemakaian segera dan sementara.
b. Fistula (cimino shunt breschia)
Fistula yang telah permanen dibuat melalui pembedahan (biasanya dilakukan pada
lengan bawah) dengan cara menghubungkan atau menyambung (anastomosis)
pembuluh arteri dengan vena secara side to side ( dihubungkan antara ujung dan sisi
pembuluh darah). Fistula tersebut membutuhkan waktu 4 sampai 6 minggu untuk
menjadi “matang” sebelum siap digunakan. Waktu ini diperlukan untuk memberi
kesempatan agar fistula pulih dan segmen vena fistula berdilatasi dengan baik sehingga
dapat menerima jarum berlumen besar dengan ukuran 14-16. Jarum ditusukan ke dalam
pembuluh darah agar cukup banyak aliran darah yang akan mengalir melalui dialiser.
Segmen arteri fistula digunakan untuk memasukan kembali (reinfus) darah yang sudah
terdialisis.
c. Tandur
Dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum dialisis, sebuah tandur
dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong pembuluh arteri atau tandur vena safena
dari pasien sendiri. Baisanya tandur tersebut dibuat bila pembuluh darah pasien tidak
cocok untuk dijadikan fistula.
3. Komplikasi Hemodialisis
Komplikasi terapi dialisis dapat mencakup hal-hal sebagai berikut (Suharyanto & Madjid,
2009) :
a. Hipotensi, dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan
b. Emboli udara, merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat terjadi jika udara
memasuki sistem vaskuler pasien.
c. Pruritus, dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme
meninggalkan kulit.

23
d. Gangguan keseimbangan dialisat, terjadi karena perpindahan cairan serebral dan muncul
sebagai serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadinya lebih besar jika
terdapat gejala uremia yang berat.
e. Kram otot, terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan ruang
ekstrasel.
f. Mual dan muntah.
g. Anemia dan sakit kepala

B. Konsep Dasar Hipertensi


1. Definisi Hipertensi          
World Health Organization (WHO) dan The International Society of Hypertension (ISH)
menetapkan bahwa hipertensi merupakan kondisi ketika tekanan darah (TD) sistolik lebih besar
dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolic lebih besar dari 90 mmHg. Nilai ini merupakan hasil
rerata minimal dua kali pengukuran setelah melakukan dua kali atau lebih kontak dengan petugas
kesehatan hipertensi usia dewasa telah diklasifikasikan dalam Sixtth Report of The Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Preassure (INC VI)
pada tahun 1997. Hal ini dapat dilihat pada tabel:
Kategori TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik (mmHg)
Optimal <120
Normal <130
Tinggi-normal 130-139
Hipertensi
Derajat 1 140-159
Derajat 2 160-179
Derajat 3 >180
(Yasmara dkk, 2016).
2. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya, Hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
a. Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat
diketahui.Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi
primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas (keturunan).Kurang

24
lebih 90% penderita hipertensi tergolong Hipertensi primer sedangkan 10% nya
tergolong hipertensi sekunder.
b. Hipertensi sekunder
Jumlah Hipertensi sekunder hanya sekitar 5-10% dari kejadian hiertensi secara
keseluruhan.Hipertensi jenis ini merupakan dampak dari penyakit tertentu. Berbagai
kondisi yang bisa menyebabkan hipertensi antara lain penyempitan arteri renalis,
penyakit parenkim ginjal, hiperaldosteron maupun kehamilan. Selain itu obat-obatan
tertentu bisa juga pemicu jenis hipertensi sekunder.
Hipertensi primer maupun sekunder memiliki potensi untuk berkembang menjadi
hipertensi berat atau dengan pula sebagai krisis hipertensi. Penyebab hipertensi pada orang
dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-perubahan pada:
a) Elastisitas dinding aorta menurun
b) Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20
tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
d) Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
e) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
3. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor, pada medula di otak.Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis,
yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke
gangila simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui saraf simpatis ke gangila simpatis. Pada titik ini, neuron pregangilon
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembulu
darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembulu
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat
sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut

25
terjadi.Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokontriksi.Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan
vasokontriksi.
Konteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respon vasokontriktor pembulu darah.Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran
darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin.
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensi II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal.Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut
cendrung mencetus keadaan hipertensi.
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung
jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distesi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.
Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah.
Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang
sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga
tekanan darah juga meningkat.
HIPERTENSI MENYEBABKAN GANGGUAN PADA GINJAL
Penyakit hipertensi pada dasarnya adalah penyakit yang dapat merusak pembuluh darah,
jika pembuluh darahnya ada pada ginjal, maka tentu saja ginjalnya mengalami kerusakan.
Seseorang yang tidak mempunyai gangguan ginjal, tetapi memiliki penyakit hipertensi dan
tidak diobati akan menyebabkan komplikasi pada kerusakan ginjal, dan kerusakan ginjal yang
terjadi akan memperparah hipertensi tersebut. Kejadian ini menyebabkan tinkat terapi
hemodialismenjadi tinggi dan angka kematian akibat penyakit ini juga cukup tinggi. Hipertensi

26
menyebabkan rangsangan barotrauma pada kapiler glomerolus dan meningkatkan tekanan
kapiler glomerolus terebut, yang lama kelamaan akan menyebabkan glomerolusclerosis.
Glomerulusclerosis dapat merangsang terjadinya hipoksia kronis yang menyebabkan
kerusakan ginjal. Hipoksia yang terjadi menyebabkan meningkatnya kebutuhan metabolisme
oksigen pada tempat tersebut, yang menyebakan keluarnya substansi vasoaktif (endotelin,
angiotensin dan norephineprine) pada sel endotelial pembuluh darah lokal tersebut yang
menyebabkan meningkatnya vasokonstriksi. Aktivasi RAS (Renin Angiotensin Sistem)
disamping menyebabkan vasokontriksi, juga menyebakan terjadinya stres oksidatif yang
meningkatkan kebutuhan oksigen dan memperberat terjadinya hipoksia. Stresoksidatif juga
menyebabkan penurunan efesiensi transport natrium dan kerusakan pada DNA, lipid &
protein, sehingga pada akhirnya akan menyebakan terjadinya tubulointertitial fibrosis yang
memperparah terjadinya kerusakan ginjal.
Hipertensi dapat menyebabkan terjadinya penyakit ginjal di dalam darah antara lain
dialiri asupan-asupan lemak ke sel-sel pembuluh darah. Selanjutnya dinding pembuluh darah
yang makin tebal karena lemak tersebut bisa mempersempit pembuluh darah. Jika pembuluh
darahnya ada pada ginjal, tentu ginjalnya yang mengalami kerusakan. Belum lagi salah satu
kerja ginjal adalah memproduksi enzim angiotensin. Selanjutnya diubah menjadi angiotensin II
yang menyebabkan pembuluh darah mengkerut atau menjadi keras. Pada saat seperti inilah
terjadi hipertensi dan hipertensi bisa berakibat gagal ginjal kronis.Pada pasien gagal ginjal
kronis mempunyai karakteristik

27
4. Pathway

28
4. Manifestasi Klinis Hipertensi
Tanda dan gejala hipertensi dibedakan menjadi:
a. Tidak ada gejala: tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang
memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika arteri
tidak teratur.
b. Gejala yang lazim: sering dikatakan bahwa gejala yang lazim menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim
yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.Beberapa pasien
yang menderita hipertensi yaitu:
1) Mengeluh sakit kepala, pusing
2) Lemas, kelelahan
3) Sesak nafas
4) Gelisah
5) Mual, muntah
6) Epitaksis
7) Kesadaran menurun
8) Tengkuk terasa pegal, dan lain-lain.
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah kerusakan ginjal,
pendarahan pada selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di otak, serta
kelumpuhan.
5. Komplikasi Hipertensi
a. Retinopati hipertensi
b. Penyakit kardiovaskuler
c. Penyakit serebrovaskuler
d. Penyakit ginjal seperti nefrosklerosis ( Tagor, 2013)
6. Pemeriksaan Penunjang Hipertensi
a. Hemoglobin / hematocrit : mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor resiko seperti hipokoagulabilitas,
anemia.
b. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.

29
c. Glukosa: Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan
oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
d. Kalium serum: hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
e. Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.
f. Kadar nitrogen urea darah normal (normal = 5-25 mg/dL)2 atau meningkat > 20 mg/dL
dan kadar kreatinin serum normal (normal = 0,5-1,5 mg/dL)2 atau >1,5 mg/dL
menunjukkan penyakit ginjal.
g. Kolesterol dan trigeliserida serum : peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus
untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiofaskuler)
h. Pemeriksaan tiroid : hipertiroidisme dapat mengakibatkan vasikonstriksi dan hipertensi.
i. Kadar aldosteron urin dan serum : untuk menguji aldosteronisme primer (penyebab).
j. Urinalisa : darah, protein dan glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya
diabetes.
k. VMA urin (metabolit katekolamin) : kenaikan dapat mengindikasikan adanya
feokomositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat digunakan untuk pengkajian
feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
l. Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko terjadinya
hipertensi.
m. Steroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme, feokromositoma atau
disfungsi ptuitari, sindrom Cushing’s; kadar renin dapat juga meningkat.
n. IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi, seperti penyakit parenkim ginjal, batu
ginjal dan ureter.
o. Foto dada : dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub; deposit pada dan/
EKG atau takik aorta; perbesaran jantung.
p. CT scan : mengkaji tumor serebral, CSV, ensevalopati, atau feokromositoma.
q. EKG: dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi.
Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Non Farmakologis.

30
a. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan
tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan
kadar adosteron dalam plasma.
b. Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
bersepeda atau berenang.
Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian atau
pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
a. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
b. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal
c. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
d. Tidak menimbulakn intoleransi
e. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
f. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti golongan
diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,golongan penghambat konversi
rennin angitensin.
8. Komplikasi
Organ organ tubuh sering terserang akibat hipertensi anatara lain mata berupa perdarahan
retina bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan,gagal jantung, gagal ginjal, pecahnya
pembuluh darah otak.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Biodata
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, ras, agama, alamat, pekerjaan, pendidikan dll.
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 tahun), usia muda, dapat
terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.

31
b. Keluhan utama
Sesak napas, kencing sedikit bahkan tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan
(anoreksia), mual, muntah, kembung, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau
(ureum), gatal pada kulit.
c. Riwayat penyakit
1) Riwayat penyakit sekarang : diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi
anafilaksis, renjatan kardiogenik.
2) Riwayat penyakit dahulu : riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran
kemih, payah jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, benigna
prostatic hyperplasia, prostatektomi.
3) Riwayat penyakit keluarga : adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus atau
hipertensi.
d. Tanda vital : peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, napas cepat dan
dalam (kussmaul), dyspnea.
e. Body Systems :
1) Pernapasan (B 1 : Breathing)
Gejala : napas pendek, dispnea nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum,
kental dan banyak.
Tanda ; takhipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, batuk produktif dengan/tanpa
sputum, pernapasan cepat dan dalam, nyeri dada.
2) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala : riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi nyeri dada atau angina dan
sesak napas, gangguan irama jantung, edema.
Tanda : hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak
tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction rub
perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning kecenderungan perdarahan.
3) Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran : disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolet sampai koma.
edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas ureum.
4) Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)

32
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak
dapat kencing.
Gejala : penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen
kembung, diare atau konstipasi.
Tanda: perubahan warna urine (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
5) Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan diare,
adanya edema anasarka (ascites).
6) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala : nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat malam
hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda : pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimosis pada kulit,
fraktur tulang, defosit fosfat kalsium, pada kulit, jaringan lunak, sendi keterbatasan
gerak sendi.
f. Pola aktivitas sehari-hari
1) Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan manajemen
kesehatan karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal kronik
sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan
untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama.Oleh karena
itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake minum yang
kurang, dan mudah lelah.Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan
klien.
Gejala : peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan
(malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut (amonia)
Penggunaan diuretik.
Tanda : Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh.

33
3) Pola Eliminasi
Eliminasi urine :
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat sampai
tidak dapat kencing.
Gejala : penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen
kembung.
Tanda: perubahan warna urine (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
Eliminasi alvi : diare atau konstipasi.
4) Pola tidur dan istirahat
Gelisah, cemas, gangguan tidur.
5) Pola aktivitas dan latihan
Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas sehingga menyebabkan klien tidak
mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal.
Gejala : kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise.
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
6) Pola hubungan dan peran
Gejala : kesulitan menentukan kondisi (tidak mampu bekerja, mempertahankan
fungsi peran).
7) Pola sensori dan kognitif
Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati/mati rasa pada
luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.Klien mampu melihat dan
mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami disorientasi/tidak.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga (self esteem).
9) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun ereksi, serta
memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.

34
Gejala : penurunan libido, amenorhea, infertilitas.

10) Pola mekanisme koping


Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress, perasaan
tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain-lain dapat menyebabkan klien tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang konstruktif/adaptif.
Gejala : faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan
Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung, perubahan
kepribadian.
11) Pola nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta gagal ginjal
kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah maupun
mempengaruhi pola ibadah klien.
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
a) Kadar BUN (normal: 5-25 mg/dL) 2 , kreatinin serum (normal:0,5-1,5 mg/dL; 45-
132,5 µmol/L[unit SI]) 2 , natrium (normal: serum: 135-145 mmol/L; urine: 40-
22- mEq/L24 jam), dan kalium (normal: 3,5-5,0 mEq/L; 3-5,0 mmol/L[unit SI])
2
, meningkat.
b) Analisis gas darah arteri menunjukkan penurunan pH arteri (normal: 7,35-7,45) 2
dan kadar bikarbonat (normal: 24-28 mEq/L) 2.
c) Kadar hematokrit (normal: wanita= 36-46%, 0,36-0,46 [unit SI]; pria= 40-50%,
0,40-0,54 [unit SI]) 2 dan hemoglobin (normal: wanita+ 12-16 g/dL; pria = 13,5-
18 g/dL) 2 rendah; masa hidup sel darah merah berkurang.
d) Muncul defek trombositopenia dan trombosit ringan.
e) Sekresi aldosteron meningkat
f) Terjadi hiperglikemia dan hipertrigliseridemia
g) Penurunan kadarhigh density lipoprotein (HDL) (normal: 29-77 mg/dL).
h) Analisis gas darah (AGD) menunjukkan asidosis metabolic

35
i) Berat jenis urine (normal:1.0005-1,030) 2 tetap pada angka 1,010
j) Pasien mengalami proteinuria, glikosuria, dan pada urine ditemukan
sedimentasi, leukosit, sel darah merah, dan Kristal.
2) Pencitraan
Radiografi KUB, urografi ekskretorik, nefrotomografi, scan ginjal, dan arteriografi
ginjal menunjukkan penurunan ukuran ginjal.
3) Prosedur diagnostik
a) Biopsy ginjal memungkinkan identifikasi histologist dari proses penyakit yang
mendasari.
b) EEG menunjukkan dugaan perubahan ensefalopati metabolic
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan
serta natrium.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan
muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut.
c. Kerusakan integritas kulit b.d gangguan volume cairan,perubahan pigmentasi
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan curah jantung (beban jantung
yang meningkat)
e. Gangguan pertukaran gas b.d peningkatan beban jantung, tekanan vena pulmonalis,
edema paru.
f. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi, produksi sampah.

36
3. Intervensi Keperawatan
No. Tujuan Intervensi Rasional
Dx.
1 Tujuan: Setelah diberikan Mandiri : Mandiri :
asuhan keperawatan selama 1. Kaji TTV 1. Mengetahui keadaan umum
1x24 jam diharapkan kelebihan 2. Kaji adanya edema 2. Menunjukan adanya tanda-tanda letargi cairan yang
volume 3. Kaji status cairan (balance 2. Menambah kerja dari jantung dan menuju edema pulmoner
cairan teratasi dengan cairan) dan gagal jantung
kriteria hasil: 4. Monitor BUN, kreatinin, asam 3. Ketentuan batas cairan jika terjai oliguria
-Tidak ada edema urat (bila ada) 4. Fungsi ginjal diketahui dan peningkatan BUN lebih dari 25
-BB dan TTV stabil 5. Batasi pemasukan cairan mg/dl dan kreatinin lebih dari 1,5mg/dl
-Elektrolit dalam batas normal 5. Pemasukan cairan yang berlebiha dapat mengakibat kan
terjadinya penumpukan cairan.

37
2 Tujuan: Setelah diberikan Mandiri: Mandiri:
. asuhan keperawatan selama 1. Kaji anoreksia, nausea dan 1. Tanda dan gejala dari peningkatan azotemia.
2x24 jam diharapkan nutrisi muntah 2. Protein ditentukan dengan kegagalan ginjal dan tingkat BUN:
pasien terpenuhi dengan kriteria 2. Batasi protein 20-60 gram karbohidrat untuk mencegah lemak untuk menghancurkan
hasil: perhari, intake karbohidrat katabolisme jaringan.
a.   -tidak ada mual, muntah. 100 gram perhari 2000 kalori 3. Iritasi stomatistik meningkatkan nausea
-mukosa mulut lembab. perhari keseluruhan intake. 4. Protein komplek mengandung seluruh asam amino
-IMT normal. 3. Hindari minum berkafein,
juice makanan panas/berbau Kolaborasi:
4. Berikan intake ayam, ikan Bertugas untuk mengurangi muntah dengan menambah asam
sebagai sumber protein. gastrin
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian obat
anti emetik (metociropmid)
3. Tujuan: Setelah diberikan Intervensi Mandiri: Rasional Mandiri:
asuhan keperawatan selama 3x 1. Kaji gatal-gatal, pecah dalam 1. Gatal-gatal hasil dari kekeringan kulit kristalisasi urea pada
24 jam kerusakan integritas kulit, kemerahan pada titik kulit, tekanan konstan pada kulit menunjukan penurunan
kulit teratasi dengan tekanan pada jaringan dan pecahan
kriteria hasil: 2. Kaji mukosa oral adanya 2. Hasil dari peningkatan urea dan amonia dari pecahan bakteri
- Turgor kulit elastis. stomatitis dan pernafasan bau dan urea
-Tidak ada kemerahan pada amoni 3. Hasil dari retensi urine dan penurunan atau peningkatan

38
kulit. 3. Kaji apakah rambut mudah Iritasi kulit dapat disebabkan karena kuku.
-Pecah dan erosi kulit tidak ada rusak dan kuku pucat, serta 4. Karena menggaruk area yang gatal akan membuat luka pada
pada kulit akibat garukan warna pada kulit. kulit.
4. Ajari klien untuk menekan 5. Bahan kapas dapat meningkatkan gatal-gatal
area yang gatal Kolaborasi:
5. Anjurkan klien untuk Untuk menahan dingin sel,membentuk mikro organisme
menghindari pemakaian dari
bahan kapas.
Kolaborasi:
Pemberian obat anti biotik
(ampicilin)

39
BAB III
LAPORAN HASIL KELOLAAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

PENGKAJIAN DATA DASAR


Nama Mahasiswa : Kelompok 4
Tempat Praktek : Teratai 6 Selatan
Tanggal : 25-30 November 2019

Tanggal Pengkajian : 27 November 2019


Tanggal masuk RS : 25 November 2019
Ruang/Kelas : Teratai 6 Selatan/Kelas III
No Register : 01620885
Sumber Informasi : Pasien, keluarga dan rekam medik
Diagnosa Medis : CKD st V, Anemia

I. Identitas diri klien


Nama : Ny. K
TTL : Kuningan / 06/11/1950
Umur : 69 th 1 bl
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kuningan – Jawa Barat
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SLTA
Suku : Sunda
Pekerjaan : Bertani
Lama Bekerja : >10th
Keluarga terdekat yang dapat segera dihubungi (orang tua, wali, suami, istri dan lain-lain):
Tn. ER anak 085693870620, alamat bojongsari sawangan
II. Status Kesehatan saat ini

40
1. Alasan kunjungan/keluhan utama :
Pasien datang dengan keluhan sakit di bagian perut, sakit dibagian pinggang kanan, ulu hati nyeri,
sulit makan, mual dan muntah. BAB hitam
2. Faktor pencetus :
Terlalu banyak pikiran, kelelahan
3. Lamanya Keluhan :
2minggu SMRS
4. Timbulnya Keluhan : ( ) Bertahap
( √ ) Mendadak
5. Faktor yang memperberat :
Pola makan tidak teratur, kebiasaan makan kurang sehat, makan ikan asin, tidak suka susu, jarang
makan atau suka lupa makan
6. Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya sendiri :
Langsung dibawa ke rumah sakit
Oleh orang lain:
Tidak ada
7. Diagnosa Medik :
a. Anemia renal
b. CKD st IV
III. Riwayat kesehatan yang lalu
1. Penyakit yang pernah dialami
a. Kanak-kanak :Tidak ada
b. Kecelakaan : Tidak ada
c. Pernah dirawat :
Penyakit : Hipertensi, pengobatan hanya selama 2 bulan, saat ini tidak konsumsi obat
hipertensi, tidak cek TD setiap bulan.
Waktu : Awal November 2019
d. Operasi : Tidak ada
2. Alergi : Tipe Reaksi Tindakan
Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada
3. Imunisasi : Tipe Reaksi Tindakan

41
Tidak ada Tidak Ada Tidak Ada

IV. Pola Kebiasaan


POLA KEBIASAAN
HAL YANG DIKAJI Sebelum Sakit/Sebelum
Saat Di Rumah Sakit
di RS
1. Pola Nutrisi
a. Frekuensi makan:….x/hari Jarang makan +/- 1x/hari 3x/hari
b. Nafsu makan: baik/tidak Tidak baik, karena mual Kurang baik, masih mual, tapi
Alasan : mual/ muntah/ sariawan/ muntah tidak muntah
…lain-lain
c. Porsi makanan yang dihabiskan ½ porsi 3 sendok
d. Makanan yang tidak disukai
e. Makanan yang membuat alergi Susu Susu
f. Makanan pantangan
g. Makanan diet Tidak ada Tidak ada
h. Penggunaan obat-obatan sebelum
makan Tidak ada Garam tinggi, berlemak
i. Penggunaan alat bantu (NGT, dll) Tidak ada Rendah garam, rendah lemak
Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada


2. Pola Eliminasi
a. BAK:
1) Frekuensi : ……x/hari 2x/hari sedikit 2x/hari sedikit
2) Warna :…………….. Kuning Kuning
3) Keluhan :…………….. Tidak ada Tidak ada
4) Penggunaan alat bantu Tidak ada
(kateter,dll)
b. BAB:
1) Frekuensi :…..x/hari 2 hari sekali 1x/hari
2) Waktu :……………. Sore Pagi
3) Warna :…………….
4) Keluhan :……………. Coklat tua Coklat tua

42
5) Konsistensi :…………….
6) Penggunaan Laksatif (ya/tidak, Sulit bab, keras Bab masih keras
jika ya tuliskan nama obatnya)
Keras, padat Keras, padat
Tidak Ya
3. Pola Personal Hygiene
a. Mandi
1) Frekuensi :…………x/hari 2x/hari 2x/hari
2) Waktu :Pagi/Sore/Malam
b. Oral Hygiene Pagi dan sore Pagi dan sore
1) Frekuensi:…………x/hari
2) Waktu : Pagi/ Siang/ Setelah
makan/ Sebelum tidur 2x/hari 1x/hari
c. Cuci Rambut Pagi dan sore Pagi
Frekuensi :……………………

2x/minggu Belum selama di RS


4. Pola Istirahat dan Tidur
a. Lama Tidur siang : ….jam/ Tidak tdur siang 1 jam
hari
b. Lama Tidur malam: ….jam/ 3 jam sulit tidur 3 jam tidur gelisah
hari
c. Kebiasaan sebelum tidur: Tidak ada Tidak ada
…………..
5. Pola Aktiivitas dan Latihan
a. Waktu bekerja :Pagi/ Siang/ Pagi sampai sore Tidak ada
Malam
b. Olah raga: Ya/Tidak Tidak ada Tidak ada
c. Jenis Olah Raga: …………… Tidak ada Tidak ada
d. Frekuensi olah raga: ………..
x/mgg Tidak ada Tidak ada
e. Keluhan dalam beraktivitas
(pergerakan tubuh/mandi/ Cepat lelah , agak sesak Lemas
mengenakan pakaian/sesak setelah

43
beraktifitas dll)
6. Kebiasaan yang mempengaruhi
kesehatan
a. Merokok : Ya/Tidak Tidak ada Tidak ada
1) Frekuensi :………………
2) Jumlah :………………
3) Lama pemakaian
b. Minuman keras/NAPZA: Ya/Tidak Tidak ada Tidak ada
1) Frekuensi :……………..
2) Jumlah :……………..
3) Lama Pemakaian

V. Riwayat Keluarga
Genogram (tiga generasi dari klien)

Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga yg menjadi faktor resiko
Bapak pasien meninggal karena stroke disebabkan oleh darah tinggi

VI. Riwayat Lingkungan


Kebersihan : baik
Bahaya : tidak ada
Polusi : tidak ada

VII. Aspek psikososial


1. Pola fikir dan persepsi
a. Alat bantu yang digunakan :tidak ada

44
[ ] kaca mata
[ ] alat bantu pendengaran
b. Kesulitan yang dialami :
[√ ] sering pusing
[ ] menurunnya sensitifitas terhadap sakit
[ ] menurunnya sensitifitas terhadap panas / dingin
[ ] membaca / menulis
2. Persepsi diri
Hal yang sangat dipikirkan saat ini : ingin cepat sembuh
Harapan setelah menjalani perawatan : ingin cepat sembuh, kembali beraktifitas seperti
sedia kala.
Perubahan yang dirasa setelah sakit : cepat lelah, makin tidak bisa makan setalah sakit
karena mual muntah. Tidak bisaa bertani lagi
Suasana hati : biasa saja
Rentang perhatian :baik
3. Hubungan / komunikasi
a. Bicara bahasa utama indonesia
[√ ] jelas bahasa daerah sunda
[√ ] relevan
[√ ] mampu mengepresikan
[√ ] mampu mengerti orang lain
b. Tempat tinggal
[ ] sendiri
[√ ] bersama orang lain, yaitu anak bungsu
c. Kehidupan keluarga
- Adat istiadat yang dianut : tidak ada
- Pembuatan keputusan dalam keluarga : Musyawarah
- Pola komunikasi : baik
- Keuangan : [√ ] memadai
[ ] kurang

45
d. Kesulitan dalam keluarga : tidak ada
[ ] hubungan orang tua
[ ] hubungan sanak keluarga
[ ] hubungan perkawinan
5. Kebiasaan seksual
a. Gangguan hubungan seksual disebabkan kondisi sebagai berikut : tidak dikaji
[ ] fertilitas [ ] menstruasi
[ ] libido [ ] kehamilan
[ ] ereksi [ ] alat kontrasepsi
b. Pemahaman tehadap fungsi seksual : tidak dikaji
6. Pertahanan koping
a. Pengambilan keputusan
[ ] sendiri
[ √ ] di bantu orang lain, sebutkan : dibantu oleh anak-anaknya
b. Yang disukai tentang diri sendiri: semuanya suka
c. Yang ingin dirubah dari kehidupan : kebiasaan kuirang sehat, seperti minum the,
minum kopi, kurang minum air putih dan jarang makan
d. Yang dilakukan jika stress :
[√ ] pemecahan masalah
[ ] makan
[ ] tidur
[ ] makan obat
[√ ] cari pertolongan
[ ] lain-lain (misal : marah, diam, dll) sebutkan
……………………………………………………………………………………………
……………………………
Apa yang dilakukan perawat agar anda merasa aman dan nyaman : berprilaku baik, dan ramah serta
sopan
Sistem nilai-kepercayaan
a. Siapa atau sumber kekuatan : anak-anank
b. Apakah Tuhan, Agama, kepecayaan penting untuk anda
46
[√ ] ya [ ] tidak
c. Kegiatan agama atau kepercayaan yang dilakukan (macam dan frekuensi).
Sebutkan: sholat 5 waktu
d. Kegiatan agama atau kepercayaan yang ingin dilakukan selama di Rumah Sakit,
Sebutkan sholat 5 waktu, dan berdzikir
8. Tingkat perkembangan :
Usia : .........................................................................................................
Karakteristik : .........................................................................................................
VIII. Pengkajian Fisik
a. Pemeriksaan Fisik Umum
1. Berat badan : 40kg
2. Tinggi badan : 145cm
3. Tekanan Darah : 145/71mmHg
4. Nadi : 79x/menit
5. Frekuensi Nafas : 18x/menit
6. Suhu Tubuh : 37˚C
7. Keadaan Umum :[ ] Ringan [ √ ] Sedang [ ] Berat
8. Pembesaran kelenjar getah bening : [ √ ] Tidak
[ ] Ya, lokasi…………………………………………….
b. Sistem Penglihatan
1. Sisi mata : [√ ]Simetri [ ] Asimetris
2. Kelopak mata : [√ ]Normal [ ] Ptosis
3. Pergerakan bola mata : [√ ]Normal [ ] Abnormal
4. Konjungtiva :[ ]Merah Muda [√ ] Anemis [ ] Sangat Merah
5. Kornea : [ √ ]Normal [ ] Berkabut/keruh
6. Sclera : [ ]Ikterik [ √ ] Anikterik
7. Pupil : [√ ]Isokor [ ] Anisokor
[ ]Midriasis [ ] Miosis
8. Otot-otot mata : [ √ ]Tidak ada kelainan [ ] Juling keluar
[ ]Juling ke dalam [ ] Berada di atas

47
9. Fungsi penglihatan : [√ ]Baik [ ] Kabur
[ ]Diplopia
10. Tanda-tanda radang : tidak ada
11. Pemakaian kacamata : [ √ ] Tidak [ ]Ya,
jenis………………………..
12. Pemakaian lensa kontak; tidak ada
13. Reaksi terhadap cahaya: baik
c. Sistem Pendengaran
1. Daun telinga : [√ ]Normal [ ]Tidak, kanan/kiri……………
2. Karakteristik serumen (warna, konsistensi, bau) : tidak ada
3. Kondisi telinga tengah : [√ ]Normal [ ]Kemerahan
[ ]Bengkak [ ]Terdapat lesi
4. Cairan dari telinga : [√ ]Tidak [ ]Ada,……………………….
[ ]Darah, nanah dll……………………………………
5. Perasaan penuh di telinga : [√ ]Tidak [ ]Ada
6. Tinnitus : [ √ ]Tidak [ ]Ada
7. Fungsi pendengaran : [ ]Kurang [ √ ]Normal
8. Gangguan keseimbangan : [ √ ]Tidak [ ]Ya,…………………..........
9. Pemakaian alat bantu : [√ ]Tidak [ ]Ya
d. Sistem Wicara : [√ ]Normal [ ]Tidak,……………………………………
[ ]Aphasia [ ]Aphonia
[ ]Dysaritria [ ]Dysphasia
[ ]Anarthia
e. Sistem Pernafasan
1. Jalan nafas : [ √ ] Bersih
[ ] Ada Sumbatan,……………………………………………
2. Pernafasan : [√ ] Tidak Sesak [ ] Sesak,…………………………
3. Menggunakan alat bantu pernafasan : [√ ]Tidak [ ]Ya
4. Frekuensi : 18x/menit
5. Irama : [√ ]Teratur [ ]Tidak teratur

48
6. Jenis pernafasan : spontan .(spontan, kausmull, cheynestoke, biot,dll)
7. Kedalaman : [√ ]Dalam [ ] Dangkal
8. Batuk : [√ ]Tidak [ ]Ya……………..(produktif/tidak)
9. Sputum : [√ ]Tidak [ ]Ya……………..(putih/kuning/hijau)
10. Konsistensi : [ ]Kental [√ ]Encer
11. Terdapat darah : [√ ]Tidak [ ]Ya
12. Palpasi dada : krepitasi (-), benjolan (-)
13. Perkusi dada : sonor dikedua lapang paru
14. Suara nafas : [√ ]Vesikuler [ ]Ronkhi
[ ]Wheezing [ ]Rales
15. Nyeri saat bernafas : [√ ]Tidak [ ]Ya
f. Sistem Kardiovaskuler
1. Sirkulasi Perifer
a. Nadi : 79x/menit [√ ]Teratur [ ]Tidak teratur
Denyut : [ ] Lemah [√ ] Kuat
b. Tekanan darah : 145/71.mmHg
c. Distensi vena jugularis : Kanan : [ √ ]Tidak [ ]Ya
Kiri : [ √ ]Tidak [ ]Ya
d. Temperature kulit : [√ ] Hangat [ ]Dingin
e. Warna kulit : [ √ ] Pucat [ ]Sianosis [ ]Kemerahan
f. Pengisian kapiler : <2detik
g. Edema : [ ]Ya,……………… [ √ ]Tidak
2. Sirkulasi Jantung
a. Kecepatan denyut jantung apical :79x/menit
b. Irama : [ √ ]Teratur [ ]Tidak teratur
c. Kelainan bunyi jantung : [ ]Murmur [ ] Gallop
d. Sakit dada : [√ ]Tidak [ ]Ya
Timbul saat : ................................................................................................
Karakteristik : ................................................................................................
Skala nyeri : ................................................................................................

49
g. Sistem Hematologi
Gangguan Hematologi :
1. Pucat :[ ]Tidak [ √ ]Ya
2. Perdarahan : [√ ]Tidak [ ]Ya
[ ]Peteki [ ]Purpura [ ]Mimisan
[ ]Perdarahan gusi [ ]Ekimosis
h. Sistem Syaraf Pusat
1. Keluhan sakit kepala : terkadang
2. Tingkat kesadaran : composmentis
3. Glasgow Coma Skale (GCS) : E4 M6 V5
4. Tanda-tanda peningkatan TIK: [√ ]Tidak []Ya,…………………………
5. Gangguan sistem persyarafan: [ ]Kejang [ ]Pelo
Tidak ada [ ] Mulut mencong [ ]Disorientasi
[ ]Polinueritis/kesemutan
[ ]Kelumpuhan ekstremitas (kanan/kiri/atas/bawah)
6. Pemeriksaan reflex:
a. Refleks fisiologis : [√ ]Normal [ ]Tidak,……………………………
b. Refleks Patologis : [ √ ]Tidak [ ]Ya,……………………………
i. Sistem Pencernaan
Keadaan Mulut:
1. Gigi :[ ]Caries [√ ]Tidak
2. Penggunaan gigi palsu : √[ ]Tidak [ ]Ya
3. Stomatitis : [ √ ]Tidak [ ]Ya
4. Lidah Kotor : [ √ ]Tidak [ ]Ya
5. Saliva : [ √ ]Normal [ ]Abnormal
6. Muntah : [ √ ]Tidak [ ]Ya
a. Isi : ...................................................................................
b. Warna : ...................................................................................
c. Frekuensi : ..........................................................................x/hari
d. Jumlah : ...............................................................................ml
7. Nyeri daerah perut :[ ]Tidak [ √ ]Ya

50
8. Skala nyeri :3
9. Lokasi dan karakteristik nyeri :dekat ulu hati, seperti ditindih
10. Bising usus :12x/menit
11. Diare : [ √ ]Tidak [ ]Ya,………………………..
a. Lamanya : ………………………......…………………………………….
b. Warna feces : ………………………….......………………………….............
c. Konsistensi feces : …………………..…….....…………………………………..
12. Konstipasi : [ ]Tidak [√ ]Ya,lama 2hari
13. Hepar : [ ]Teraba [√ ]Tidak teraba
14. Abdomen : [ √ ]Lembek [ ]Kembung
[ ]Asites [ ]Distensi
j. Sistem Endokrin
Pembesaran kelenjar tiroid : [ √ ]Tidak [ ]Ya
[ ]Exoptalmus [ ]Tremor
[ ]Diaporesis
Nafas berbau keton : [√ ]Tidak [ ]Ya
[ ]Poliuri [ ]Polidipsi [ ]Poliphagi
Luka gangrene : [√ ]Tidak [ ]Ya,lokasi
Kondisi luka : ………………………………………….......………………………..
k. Sistem Urogenital
Balance cairan : Intake 650 ml, Output 250 ml
Perubahan pola kemih :[ ]Retensi [ ]urgensi [√] Oliguria
[ ]Tidak lampias [ ]Nocturia [ ] Inkontinensia
BAK : warna: [ ]Kuning jernih [ √ ] kuning kental/coklat
Distensi/ketegangan kandung kemih: [ √ ]Tidak [ ]Ya
Keluhan sakit pinggang : [ ]Tidak [ √ ]Ya
Skala nyeri :2
l. Sistem integument
Turgor kulit : [ √ ]Baik [ ]Buruk
Temperature kulit : ……………………………………………………………………..
Warna kulit : [√ ]Pucat [ ]Sianosis [ ] Kemerahan

51
Keadaan Kulit : [√ ]Baik [ ]Lesi [ ] Ulkus
[ ]Luka, lokasi…………………………………………………..
[ ]Insisi operasi, lokasi………………………………………
Kondisi………………………………………………………
[ ]Gatal-gatal [ ]Memar/lebam
[ ]Kelainan Pigmen
[ ]Dekubitus, lokasi……………………………………………
Kelainan Kulit : [√ ]Tidak [ ]Ya
Kondisi kulit daerah pemasangan infuse: Tidak ada plebitis
Keadaan rambut : Tekstur : [√ ]Baik [ ]Tidak [ ]Alopesia
Kebersihan: [ ]Tidak [ √ ]Ya
m. Sistem Muskuloskeletal
1. Kesulitan dalam pergerakan :[ ]Ya [√ ]Tidak
2. Sakit pada tulang, sendi, kulit :[ ]Ya [ √ ]Tidak
3. Fraktur :[ ]Ya [√ ]Tidak
4. Lokasi :………………………………………………………………………….
5. Kondisi :………………………………………………………………………….
6. Kelainan bentuk tulang sendi : [ ]Kontraktur [ ]Bengkak
[ ]lain-lain, sebutkan……………………….
7. Kelainan struktur tulang belakang : [ ]Skoliasis [ ]Lordosis [ ]Kiposis
8. Keadaan tonus otot : [ √ ]Baik [ ] Hipotoni
[ ]Hipertoni [ ]Atoni
9. Kekuatan otot : 5555 5555
5555 5555

Data Tambahan (Pemahaman klien tentang penyakit):


Klien memahami bahwa penyakitnya datang karena pola hidup yang kurang sehat, kerap mengkonsumsi
the dan kopi lalu sangat kurang untu meminum air putih. Anak klien mengatakan bahwa kondisi

52
penyakitnya diperparah karena klien merupakan seorang yang memikirkan hal-hal kecil sehingga mudah
stress.

Data Penunjang (Pemeriksaan diagnostic yang menunjang masalah: Lab, Radiologi, Endoskopi dll)
1. Laboratorium
Tanggal Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
25-11-2019 HEMATOLOGI
-Hb 5,8 11,7-15,5 g/dL
-Ht 19 33-45 %
-Leukosit 11,3 5.0-10.0 Ribu/uL
-Eritrosit 2,34 3,80-5.20 Juta/uL
ELEKTROLIT
DARAH 119 135-147 mmol/l
-Natrium (Darah) 5,61 3.10-5.10 mmol/l
-Kalium (Darah) 94 95-108 mmol/l
-Klorida (Darah)
FUNGSI GINJAL
-Ureum (Darah) 310 20-40 mg/dl
-Kreatinin (Darah) 13,4 0,6-1,5 mg/dl
26-11-2019 ELEKTROLIT
DARAH 0,91 Dewasa: 1-1,15 mmol/l
-Calcium Ion 107 95-108 mmol/l
-Klorida (Darah)
28-11-2019 Post HD dan Transfusi
HEMATOLOGI
-Hb 11,6 11,7-15,5 g/dL
-Leukosit 15,8 5.0-10.0 ribu/uL
-Trombosit 121 150-440 ribu/uL
FUNGSI GINJAL
-Ureum darah 49 20-40 mg/dl
-Kreatinin darah 3.9 0,6-1,5 mg/dl
-Ureum darah 180 20-40 mg/dl
-Kreatinin darah 9.1 0,6-1,5 mg/dl

ELEKTROLIT
DARAH 132 135-147 mmol/l
-Natrium (Darah) 7,96 3.10-5.10 mmol/l
-Kalium (Darah) 97 95-108 mmol/l
-Klorida (Darah)

2. USG Abdomen

Kesan : Chronic Parankimal kidney disease (grade III), multipel simpel cyst pada ginjal kiri,
nefrolithiasis kiri, sludge pada kandung empedu, efusi pleura kanan minimal

53
3. Balance Cairan
4.
Tanggal 26/11 27/11 28/11

Peroral/NGT 650 650 650

Parenteral/Transfusi 500 500 0

Jumlah 1150 1150 650

Feses

Urine 300 400 100

Muntah/NGT

Drain/darah

IWL 500 500 500

Jumlah 300 400 100

Balance cairan +350 +250 +50

Penatalaksanaan (Therapi/pengobatan termasuk diet)


- Hemodialisa 2x/minggu (senin dan kamis)
- Transfusi PRC 2 kantong
- Pembatasan input cairan
- Kolaborasi pemberian farmakologi diuretik bila edema +
Resume (Ditulis sejak klien masuk rumah sakit sampai dengan sebelum pengkajian dilakukan meliputi:
data fokus, masalah keperawatan, tindakan keperawatan mandiri serta kolaborasi dan evaluasi secara
umum) :
Klien datang dengan keluhan nyeri perut di ulu hati, agak sesak, mual dan muntah serta sulit masuk
makanan. Sebelum ke RS Fatmawati, klien sudah datang ke RS di daerah Kuningan dan RS Elsyifa.
Kemudian di rujuk ke RS Fatmawati. Klien juga mengatakan pinggang bagian kanan belum lama ini
juga dirasakan nyeri dengan skala 3, Pusing (+). Saat dirumah klien mengatakan cepat lelah bila
beraktifitas biasa, kebiasaan makan ikan asin, sayur asem, dan sambal. Tidak suka susu. Saat dirumah,
kaki klien penah bengkak namun anak klien membatasi cairan yang masuk sehingga bengkak teratasi.

54
Datang pertama kali di IGD lalu di cek darah. Hasil lab darah menunjukkan abnormality pada
hematologi dan fubgsi ginjal serta elektrolit darah. Riwayat hipertensoi sejak 20 tahun yang lalu,
pengobatan ht hanya 2 bulan dilaksanakan teratur oleh pasien. Sejak saat itu dan sampai sekarang,
pasien tidak engkonsumsi obat hipertensi dan tidak rutin cek kesehatan di pelayanan kesehatan terdekat.

ANALISA DATA
Nama Klien : Ny. K

55
Ruang Rawat : 6 Selatan
Diagnosa Medis : CKD st V

Data masalah kesehatan Masalah Etiologi


Kesehatan
Data subjektif: Intoleransi - Ketidakseimb
Aktivitas angan antara suplai
Klien mengatakan merasa lemas, lelah jika turun
dan kebutuhan
dari tempat tidur
oksigen
Data objektif: - kelemahan
- Tampak bed rest
- Riwayat HT
- HB ; 5,8g/dl
- HT : 19%
- Lekosit : 11.3 ribu/ul
- CTR >2 det
- Cardiomegali +
Sesudah aktifitas:
- TD 165/95, N: 79xpm,
- RR: 24xpm
Sebelum aktifitas
- TD 145/71 N, 67xpm
- RR:20xpm
Data Subjektif : Risiko Faktor Resiko:
Ketidakseimbangan Disfungsi Ginjal
Klien mengatakan pernah bengkak kaki saat
elektrolit
SMRS
Data Objektif :
 Minum dibatasi 650 ml/hari
 BAK 2x/hari sedikit
 Edema (-), Pucat (+)
 Natrium :119
 Kalium : 5,61

56
 Klorida : 94
 Hasil usg abdomen: chronic parenkimal
kidney disease, multiple simple
Data subjektif : Defisit Nutrisi Kurang terpapar
informasi
Klien tidak memahami tentang penyakit yang
diderita apa penyebabnya dan gejala yang
ditimbulkan
Data Objektif :
 Klien usia 69 tahun
 Tidak pernah diberi informasi terkait
penyakit
 Menunjukkan perilaku tidak sesuai
anjuran, tidak patuh

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


Nama Klien : Ny. K
Ruang Rawat : 6 Selatan
Diagnosa Medis : CKD st V

No. Diagnosa keperawatan

1 Risiko Ketidakseimbangan elektrolit

57
2 Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen serta
kelemahan

3 Defisit Pengetahuan b.d kurang terpapar informasi

58
RENCANA KEPERAWATAN

Tgl Dx. Kep Tujuan & Kriteria Hasil Rencana Intervensi


26-11- Resiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 Manajemen Cairan
2019 ketidakseimbangan x 24 jam, diharapkan risiko ketidakseimbangan Observasi
elektrolit elektrolit tidak terjadi dengan kriteria hasil: 1. Monitor status hidrasi (frekuensi nadi,
 Keseimbangan asam basa : akral, turgor kulit, kelembaban mukosa)
1. keseimbangan elektrolit dan asam-basa klien Terapeutik
dapat kembali seimbang 1. Catat intake output
- Na (135-147) 2. Berikan cairan intravena
- K (3.10-5.10) Kolaborasi
- Cl ( 95-108) Kolaborasi pemberian diuretik
2. kadar kalsium serum pasien dapat membaik (1-
1,15) Pemantauan Elektrolit
3. Status pernafasan: Pertukaran gas klien tidak Observasi
terganggu, frekuensi nafas (16-20), irama 1. Identifikasi penyebab
(regular) ketidakseimbangan elektrolit
 Status Cairan 2. Monitor kadar elektrolit serum
1. TTV dalam batas normal (120/80-140/90) 3. Monitor mual muntah dan diare
2. Intake output balance 4. Monitor kehilangan cairan, jika perlu
3. Turgor kulit elastis 5. Catat intake dan output secara akurat
6. Pantau tanda-tanda vital klien

59
4. Edema anasarka (-), edema perifer (-) Edukasi
5. Suhu tubuh normal (36,5 - 37,5) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

Manajemen Elektrolit
Terapeutik
1.Berikan Cairan
2. Pasang akses intravena
3. Anjurkan pasien dan keluarga untuk
modifikasi diet
Edukasi
1. jelaskan jenis penyebab dan
penanganan ketidakseimbangan elektrolit
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian suplemen elektrolit

Manajemen Hemodialisa
Observasi
1. identifikasi kesiapan hemodialisa
(TTV, BB kering, kelebihan cairan dan
kontraindikasi pemberian heparin
2. Monitor TTV pre dan post HD , tanda2
perdarahan dan respon selama dialysis

60
Terapeutik
1. Siapkan peralatan HD
2. Lakukan HD dengan prinsip asepptik
3. Atur filtrasi sesuai kebutuhan
penarikan kelebihan cairan
Edukasi
1. Jelaskan tentang prosedur HD
2. Ajarkan pembatasan cairan,
penanganan insomnia, pencegahan
infeksi akses HD, dan perburukan kondisi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian heparin pada
blood line sesuai indikasi

Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama3 Manajemen Energi


b.d x 24 jam, masalah intoleran aktivitas dapat teratasi Observasi
ketidakseimbangan dengan kriteria hasil: 1.Identifikasi penyebab kelelahan
antara suplai dan  Toleransi Aktivitas (misalnya, perawatan, nyeri dan
kebutuhan oksigen 1. TTV dalam batas normal pengobatan)
2. Kemudahan dalam melakukan aktivitas 2. Monitor pola dan jam tidur
3. Toleransi dalam berjalan dan menaiki 3. Pantau respon oksigen pasien
tangga misalnya, denyut nadi, irama jantung,

61
4. kekuatan tubuh bagian atas dan bawah dan frekuensi pernapasan terhadap
membaik aktifitas perawatan diri atau aktifitas
5. Pasien tidak mengeluh lelah dan lemah keperawatan
6. Dispneu saat aktivitas (-) Terapeutik
1. Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus (cahaya, suara,
kunjungan)
2. Lakukan latihan rentang gerak pasif
atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,
jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
1. Anjurkan Tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
3. Anjurkan memanggil perawat apabila
gejala kelelahan tidak berkurang
Kolaborasi
1.Kolaborasi dengan ahli gizi tentang

62
cara meningkatkan asupan makanan
Defisit Pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Edukasi Proses Penyakit
b.d kurang terpapar 3x 24 jam, masalah intoleran aktivitas dapat Observasi
informasi teratasi dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
 Tingkat Pengetahuan menerima informasi
1. perilaku sesuai anjuran Terapeutik
2. kemampuan menjelaskan pengetahuan 1. Sediakan materi dan media pendidikan
tentang suatu topik kesehatan
3. kemampuan menggambarkan 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
pengalaman sebelumnya sesuai topik kesepakatan
 Proses Informasi 3 Berikan kesempatan untuk bertanya
1. memahami kalimat Edukasi
2. menyampaikan pesan yang koheren 1. Jelaskan penyebab dan faktor resiko

 Tingkat kepatuhan penyakit

1. perilaku menjalankan anjuran 2. Jelaskan proses patofisiologi

2. verbalisasi kemauan mematuhi program munculnya penyakit


perawatan atau pengobatan 3. Jelaskan tanda dan gejala yang
ditimbulkan penyakit
4. Jelaskan kemungkinan terjadinya
komplikasi
5. Ajarkan cara meredakan atau
mengatasi gejala yang dirasa dan

63
meminimalkan efek samping dari
intervensi dan pengobatan
6. Informasikan kondisi pasien saat ini

64
IMPLEMENTASI

Nama Klien : Ny. K


Ruang Rawat : 6 Selatan
Diagnosa Medis : CKD st V

Tgl No Dx Paraf &


IMPLEMENTASI
keperawatan nama
26/11 I - Mengidentifikasi mual dan muntah:
Mual (+) muntah (-) klien tidak suka susu
- Melakukan pemantauan elektrolit serum
Na:119 (nilai kritis), Kalium:5,61* (nilai kritis),
Klorida:94* (nilai kritis)
- Menghitung input dan output:
Intake oral: 650 ml/ 24 jam
Output urine : 50 ml/ 8 jam
- Melakukan pengambilan specimen darah
II
vena untuk periksa kadar elektrolit darah
- Kolaborasi pemberian cairan elektrolit Nacl/
8 jam
Kelompok
- Memonitor TTV TD: 118/80mmHg N: 4
80x/menit RR: 20x/menit S: 36
III
- Memantau respirasi: frekuensi nafas RR:
20x/menit dan irama nafas: teratur
- Mengkaji pola istirahat dan jam tidur: tidur
siang 4 jam, malam 6-8 jam
- Menganjurkan pasien untuk bed rest
- Menganjurkan pasien untuk latihan fisik
secara bertahap dengan pantauan keluarga
- Memberikan O2 NK 4 lpm
- Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan
klien dan keluarga untuk menerima informasi:
klien dan keluarga bersikap terbuka siap dan
mampu menerima informasi

65
- Menyediakan materi pendidikan kesehatan
terkait HD, aktifitas dan istirahat dan kesehatan
lainnya
- Melakukan edukasi terkait penyakit dan
pelaksaan HD: klien dan keluarga paham dan
bersedia u/ HD
27/11 I - Melakukan pemantauan elektrolit serum Na,
Kalium, dan Klorida: tunggu hasil
- Mengidentifikasi mual dan muntah: mual ada
muntah (-)
- Mengkaji turgor kulit: turgor kulit baik, akral
hangat, pucat (+)
- Menghitung input dan output:
Intake oral: 650 ml/ 24 jam Kelompok
Output urine : 100 ml/ 8 jam 4
- Kolaborasi pemberian farmakologi:
ondansentron 2 mg
II - Memberikan tranfusi PRC 500 cc

- Memonitor TTV TD: 139/71 mmHg N:


89x/menit RR: 20x/menit S: 36
- Memantau respirasi: frekuensi nafas RR:
III 20x/menit dan irama nafas: teratur
- Mengkaji aktivitas pasien: Mandi dan makan
dibantu
- Mengkaji pola istirahat dan jam tidur: tidur
siang 4 jam, malam 6-8 jam
- Menganjurkan pasien untuk aktivitas
bertahap
- Melakukan evaluasi kepada klien terkait
penyakit dan kepatuhan dalam program
pengobatan

66
28/11 I - Melakukan pemantauan hasil lab Kelompok
Hb/Ht/Lekosit/Trom/Eritrosit : 4
11,6*/35/15,8*/121*/4,16
Na/K/Cl : 132/7,96/97
Ur/Cr: 49*/3,9*
- Memonitor intake output: intake 650 ml/ 24
jam, output 100 ml/ 8 jam
- Mengkaji turgor kulit, pucat (-), akral: hangat
- Mempersiapkan pasien HD ;
- Hb:11,6
- TTV TD: 147/70 N:90 x/menit RR: 19x/menit
- TB: 145 cm BB: 40 kg

II - Memonitor TTV TD: 129/81 mmHg, N


82x/menit, RR 18x/menit S: 36,6
- Mendampingi pasien untuk berpindah dari
tempat tidur ke kursi samping tempat tidur
- Membantu personal hygiene: memandikan

CATATAN PERKEMBANGAN

67
Nama Klien : Ny. K
Ruang Rawat : 6 Selatan
Diagnosa Medis : CKD st V

Tgl No Dx Paraf &


SOAP
keperawatan nama
26/11 I S = Klien mengatakan tidak nafsu makan, mual, Kelompok
muntah (-)
O = mual (+), muntah (-), edema (-), intake oral: 650
ml, urine pershift 50ml,
Hasil lab tgl 25/11/19
Na: 119 (nilai kritis),
Kalium:5,61* (nilai kritis),
Klorida:94* (nilai kritis)

A = Resiko ketidakseimbangan Elektrolit belum


teratasi
P = Lanjutkan intervensi
- Pemantauan elektrolit
II - Pantau status hidrasi
- R/ terapi HD

S = Klien mengatakan lemas, tidak mampu turun dari


tempat tidur
O = klien tampak lemas, pucat (-), tampak posisi
III fowler, terpasang O2 NK 4lpm, pola tidur : siang 4
jam, malam : 6-8 jam
A = Intoleransi aktivitas belum teratasi
P = Lanjutkan intervensi
- Latihan aktivitas secara bertahap

S = Klien dan keluarga siap menerapkan hidup sehat


dan mengikuti program pengobatan
O = - klien tampak mendengarkan edukasi dengan

68
seksama,
- masih ada yang tidak dipahami
- klien siap mematuhi program pengobatan yang
direncanakan
A = Defisit Pengetahuan belum teratasi
P = Lanjutkan Intervensi
- Intervensi edukasi program pengobatan

69
27/11 I S = Klien mengatakan mual muntah (-), minum susu mual,
intake minum harus diingatkan keluarga

O=
- input dan output pershift
Intake oral: 650 ml
Output urine : 100 ml
- mual dan muntah: mual(-) muntah (-)
- turgor kulit: turgor kulit baik, akral hangat, pucat
(+), CRT < 2 det
- diberikan ondansentron 2 mg
- Menunggu hasil lab
- Post transfuse 500cc
A = Resiko Ketidakseimbangan elektrolit
P = Lanjutkan Intervensi
- Pantau hasil elektrolit

S = klien mengatakan masih lemas


O = - ADL dibantu
- TTV TD: 139/71 mmHg N: 89x/menit RR:
II
20x/menit S: 36
- respirasi: frekuensi nafas RR: 20x/menit dan irama
nafas: teratur
A = Intoleransi aktivitas belum teratasi
P = Intervensi lanjut
- manajemen energy
- terapi aktivitas

S = klien dan keluarga mengatakan paham terkait edukasi


III
yang diberikan
O = - pasien dapat menjelaskan kembali terkait penyakitnya
dan program pengobatan yg akan dilakukan

70
Diit rendah garm dan pembatasan cairan 650ml/ hari
A = defisit pengetahuan teratasi
P = Intervensi dihentikan
28/11 I S = klien mengatakan setelah HD merasa lebih baik tidak kelompok
lemas 4

0 = - pucat (-), CRT < 2det, mual muntah (-)

- klien tampak bed rest


- post HD
- hasil lab Hb/Ht/Lekosit/Trom/Eritrosit :
11,6*/35/15,8*/121*/4,16. Ur/Cr: 49*/3,9*
Na/K/Cl : 132/7,96/97
A = Resiko ketidakseimbangan elektrolit belum teratasi

P = intervensi lanjutkan

- pantau elektrolit
- R/ HD

S = klien mengatakan sudah lebih baik dari kemarin

O = - klien tampak antusias saat diajak bicara

II - posisi duduk/ fowler


- TTV TD: 129/81 mmHg, N 82x/menit,
- RR 18x/menit S: 36,6
- dapat berpindah dari tempat tidur ke kursi disamping
tempat tidur namun masih lemah
- ADL dibantu : mandi, berpakaian dan makan

A = Intoleransi aktivitas belum teratasi

P = lanjutkan intervensi

- Manajemen energy
- Terapi aktivitas bertahap

71
BAB IV
PEPEMBAHAN

Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit

Pada klien Ny.K didapat data subyektif yaitu klien menagatakan kaki pernah
bengkak saat SMRS dan saat ini merasa mual namun tidak muntah. Diagnosa objektif

72
yang didapat adalah minum dbatasi 650ml/hari, BAK 2x/hari sedikit, kalium 7,96 (nilai
kritis), natrium 132, Cl 107, hasil USG abdomen chronic parenkimal kidney disease,
multiple simple. Dari data subyektif dan objektif tersebut kelompok menegakkan
diagnosa keperawatan resiko ketidakseimbangan elektrolit dengan faktor resiko
disfungsi ginjal. Menurut Brunner & Suddarth (2001), gagal ginjal kronis atau penyakit
renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible.
Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah
nitrogen lain dalam darah).

Intervensi yang dilakukan oleh kelompok pada hari pertama adalah


mengidentifikasi mual muntah, melakukan pemantauan elektrolit serum, menghitung
input dan output, melakukan pengambilan specimen darah vena untuk periksa kadar
elektrolit darah, kolaborasi pemberian cairan elektroit Nacl/8 jam. Pada hari pertama
resiko ketidakseimbangan elektrolit belum teratasi karena klien mengatakan tidak nafsu
makan dan terasa mual, hal ini merupakan gangguan metabolisme protein dalam usus
yang menyebabkan anoreksia, nausea maupun vomitus yang menimbulkan perubahan
nutrisi. Urine pershift 50ml, Na 119, kalium 5,61, Cl 94 hal ini disebabkan kareana Pada
penyakit ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara
normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit.

Intervensi yang dilakukan pada hari ke-2 adalah melakukan pemantauan elektrolit
serum, mengidentifikasi mual muntah, menkaji turgor kulit, menghitung input dan
output, memberikan tranfusi PRC 500cc. Setelah dilakukan implementasi di hari kedua
resiko ketidakseimbangan elektrolit masih belum teratasi karena masih menunggu hasil
lab elektrolit serum, pasien tampak pucat, intake cairan dibatasi. Pengawasan dan
pengaturan secara ketat terhadap konsumsi cairan pada pasien gagal ginjal tahap akhir
perlu diawasi, karena tingginya rasa haus akan menyebabkan pasien tidak mampu
melaksanakan pembatasan cairan yang telah ditetapkan. Menurut Smeltzer & Bare
(2008) mengungkapkan banyaknya asupan cairan ditentukan dengan jumlah urine yang
dikeluarkan selama 24 jam + 500ml (IWL). Sedangkan menurut Baughman (2000), cairan
yang diperbolehkan pada pasien gagal ginjal tahap akhir adalah 500-600ml/24 jam atau
lebih dari pengeluaran urine 24 jam. Asupan cairan yang terlalu banyak dapat

73
menyebabkan beban sirkulasi menjadi berlebihan, edema dan intosikasi air (Price &
Wilson, 2003).

Intervensi keperawatan yang kelompok berikan dihari ke-3 adalah melakukan


pemantauan hasil lab darah lengkap, memonitor intake output, mengkaji turgor kulit,
mempersiapkan pasien HD. Resiko ketidakseimbangan elektrolit belum teratasi karena
pasien baru melakukan HD dan hasil lab post HD didapatkan Hb 11,6 g/dl, Ht 35,
Leukosit 15,8, Trombosit 121 ribu/ul, Na 132 mmol/l, K 7,96 mmol/l. Pada Ny.K terjadi
peningkatan kalium hingga 7,96 mmol/o (Hiperkalemia) karena ginjal mengekskresikan
urin < 600ml perhari, kalium akan terakumulasi dalam cairan intravaskuler sehingga
terjadi keadaan hiperkalemia (Kee, 2007). Setelah hari ke-3 dilakukan intervensi
kelompok telah selesai dinas diruangan, sementara masalah keperawatan masih belum
teratasi, planning yang kelompok rencanakan kepada Ny. K untuk hari berikutnya adalah
pantau elektrolit, rencanakan terapi HD.

Intoleransi Aktivitas Berhubungan Dengan Ketidakseimbangan Antara Suplai dan


Kebutuhan Oksigen dan Kelemahan

Pada klien Ny.K didapat data subyektif yaitu Klien mengatakan merasa lemas, lelah
jika turun dari tempat tidur. Data objektif pada Klien Ny. K adalah klien tampak bed rest,
Riwayat HT, HB ; 5,8g/dl, HT : 19%, Leukosit : 11.3 ribu/ul, CTR >2 det, Cardiomegali +,
terjadi peningkatan tekanan darah dan nadi setelah beraktifitas. Dari data subyektif dan
obyektif tersebut kami menegakkan diagnosa intoleransi aktifitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen dan kelemahan. Intoleransi
aktifitas adalah suatu keadaan dimana seorang individu tidak cukup mempunyai energi
fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktifitas
sehari-hari yang diinginkan. Dengan batasan karakteristik ketidaknyamanan atau
dispnoe yang membutuhkan pergerakan tenaga, melaporkan keletihan / kelemahan
secara verbal, denyut jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai respon terhadap
aktifitas (Wilkinson, 2007).

74
Intervensi keperawatan yang dilakukan di hari pertama adalah memonitor TTV,
Mengkaji pola istirahat dan jam tidur, menganjurkan pasien untuk bed rest,
menganjurkan pasien untuk latihan fisik secara bertahap, memberikan O2 nasal kanul 4
lpm. Setelah dilakukan intervensi dari hari pertama hingga ketiga masalah keperawatan
intoleransi aktivitas belum teratasi dikarenakan klien mengatakan lemas, ADL dibantu,
tekanan darah mengalami peningkatan setelah melakukan aktivitas yang ringan. Pada
pasien gagal ginjal akibat penurunan fungsi ginjal maka produksi eritropotin menurun
yang menyebabkan penurunan pembentukan eritrosit sehingga pasien mengalami
anemia dengan Hb 5,8 g/dl. Ketika kadar hemoglobin rendah, maka oksigen yang diikat
dan ditranspor ke otak menjadi sedikit, itulah yang menyebabkan seseorang mudah
lelah dan terjadi intoleransi aktivitas.

Defisit Pengetahuan Berhubungan Dengan Kurang Terpapar Informasi

Pada Ny.K Kelompok menegakkan diagnose yang ketiga dengan data subyektif
klien mengatakan tidak memahami tentang penyakit yang diderita apa penyebabnya
dan gejala yang timbul. data objektif yang didapat adalah klien berusia 65 tahun, tidak
pernah diberi informasi terkait penyakit, menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran,
sebelum masuk RS klien hobi makan ikan asin. Dari data subyektif dan obyektif tersebut
kelompok menegakkan diagnose keperawatan defisit pengetahuan berhubungan
dengan kurang terpapar informasi.

Intervensi yang dilakukan kelompok pada hari pertama adalah melakukan edukasi
terkait penyakit dan pelaksanaan HD. Hari pertama defisit pengetahuan belum teratasi
namun pada hari kedua setelah dilakukan evaluasi kepada klien dan keluarga terkait
penyakit dan kepatuhan dalam program pengobatan pasien dan keluarga memahami
edukasi yang diberikan sehingga pada hari kedua masalah keperawatan defisit
pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi sudah teratasi.

Menurut Notoatmodjo menyatakan bahwa sumber informasi akan mempengaruhi


bertambahnya pengetahuan seseorang dan sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh dari penglihatan dan pendengaran. Menurut Azwar usia dan pengalaman juga

75
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Karena dengan usia yang semakin
matang mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang, sehingga pengetahuan
yang diperolehnya semakin membaik. Sedangkan pengalaman sebagai sumber
pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan
cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang
dihadapi masalalu (Kurniawati, 2018).

BAB V
PENUTUP

76
A. Kesimpulan
Diagnose pada Ny. K ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Apabila dilihat dari gejala klinis yang timbul, gejala dari Ny. K
seperti sakit di bagian perut, sakit dibagian pinggang kanan, ulu hati nyeri, sulit makan,
mual dan muntah dapat mendukung ke arah penyakit CKD. Komplikasi yang dialamin
pada Ny. K adalah anemia yang dibuktikan dengan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang
yang menunjukkan keadaan pasien mengalami anemia.

Penyakit CKD tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka panjangnya


buruk, kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan medis yang dilakukan oleh
Ny. K saat ini, hanya bertujuan untuk mencegah progresifitas dari CKD itu sendiri.Selain
itu, CKD sering terjadi tanpa diketahui dan disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan
menimbulkan gejala, sehingga penanganannya seringkali terlambat.

DAFTAR PUSTAKA

77
1. Agoes, A., Agoes, A., & Agoes, A. (2010). Penyakit di Usia Tua. Jakarta: EGC.
2. Aizara. Azmi. Yanni. 2018 .Gambaran Klinis Penderita Penyakit Ginjal Kronik yang
Menjalani Hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang . Jurnal Kesehatan Andalas.
2018; 7(1)
3. Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revis 3. Jakarta : EGC

4. Dharma, P. S. (2015). Penyakit Ginjal; Deteksi Dini dan Pencegahan. Yogyakarta:


CV Solusi Distribusi.
5. International Society of Nephrology. Annual Data report. Kidney International
Supplements (2015) 5,1; doi:10.1038/kisup. 2015
6. Nurarif, Nurul Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC Jilid 1.
Yogyakarta: MediAction
7. O’Callagan C. 2007. Chronic kidney disease and renal bone diseases. At a glance:
Sistem Ginjal (2nd ed). Jakarta: Erlangga,; 92-3.
8. Prakash S, O’Hare AM. Interaction of Aging and CKD. Semin Nephrol.2009. p.497-
503
9. Price, S.A. & Wison, L.M. (2003). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: EGC.
10. Rahman, M., Kaunang, T., & Elim, C. (2016). Hubungan antara lama menjalani
hemodialisis dengan kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisis di Unit
Hemodialisis RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado. e-CliniC, 4(1).
11. Riset Kesehatan Dasar. 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan.
12. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Brunner anda Suddarth’s Texbook Of Medical
Surgical Nursing. Lippincott: Philadelphia.
13. Suhartono, Toto. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan.Jakarta : CV. Trans info Media.
14. Suwitra K. Penyakit ginjal kronik. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata
M, Setiyohadi B, Syam AF (eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 1. Edisi ke-6.
Jakarta: Interna Publishing; 2014.
15. Tagor GM. 2013. Buku ajaran Kardiologi. Editor Lily IS., Faisal B., Santosa KK.,
Poppy SR. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

78
16. Widianti, A.T., Hermayanti, Y., & Kurniawan, T. (2017). Pengaruh latihan kekuatan
terhadap restless legs syndrome pasien hemodialisis. Jurnal Keperawatan Padjadjaran,
5(1), 47-56.

17. Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah,
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.
18. Wijayanti, W., Isro’in, L., & Purwanti, L.E. (2017). Analisis perilaku pasien
hemodialisis dalam pengontrolan cairan tubuh. Indonesian Journal for Health
Sciences, 1(1), 10-16.
19. Yasmara, Deni dkk. 2016.Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah: Diagnosis
NANDA-I 2015-2017 Intervensi NIC hasil NOC. Jakarta: EGC.
20. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku saku patofisiologis. Jakarta: EGC.
21. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2008). Brunner anda Suddarth’s Texbook Of Medical
Surgical Nursing. Lippincott: Philadelphia
22. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Brunner anda Suddarth’s Texbook Of Medical
Surgical Nursing. Lippincott: Philadelphia
23. Price, S.A. & Wison, L.M. (2003). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta: EGC.

79

Anda mungkin juga menyukai