Anda di halaman 1dari 17

KEPERAWATAN PASIEN STROKE

KOMPLIKASI STROKE DAN JENIS PENATALAKSANAANYA

Disusun Oleh :

Tingkat : 2B

Kelompok : IV

Agnes Monika

Angelina Kristin Nikolas

Dewi Livia Pabaru’

Friska Payung

Fristy C.M.L. Pietersz

Kristovorus Gepot

Margaret Kristianti Br. Silaban

Michelle E. Lilikwatil

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS MAKASSAR

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2020
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat, kasih, dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Komplikasi Pasien Stroke dan Jenis Penatalaksanaanya” ini tepat waktu.
Makalah ini disusun dengan bahan dari berbagai sumber termasuk buku, jurnal
penelitian dan ebook. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Pasien Stroke, selain itu adalah untuk
mengetahui dan memahami tentang bagaimana kita sebagai perawat memberikan
penanganan kepada pasien yang mengalami komplikasi akibat stroke.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna, sehingga membutuhkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca agar dapat lebih baik lagi kedepannya.

Makassar 2020

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar...............................................................................................................i

Daftar Isi.......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................1
C. Tujuan...............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................2

A. Pengertian Komplikasi......................................................................................2
B. Jenis-Jenis Komplikasi Pada Penyakit Stroke dan Penatalaksanaannya..........2
C. Komplikasi Jangka Pendek pada Stroke (1-14 hari).........................................4
D. Komplikasi Jangka Panjang pada Stroke (Lebih dari 14 hari).........................5
E. Penatalaksanaan Stroke Jangka Pendek............................................................5
F. Penatalaksanaan Stroke Jangka Panjang...........................................................7
Terapi Kompementer pada Komplikasi stroke.................................................9

BAB III PENUTUP....................................................................................................13

A. Kesimpulan.....................................................................................................13
B. Saran ..............................................................................................................13

Daftar Pustaka.............................................................................................................14

ii
BAB I

PEBDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang menjadi penyebab utama
kematian di Indonesia. Jumlah penderita stroke di seluruh dunia yang berusia
dibawah 45 tahun terus meningkat. Badan Kematian akibat stroke diprediksi akan
meningkat seiring dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker. Stroke
merupakan penyebab kematian tersering ketiga di Amerika dan merupakan
penyebab utama disabilitas permanen (Yunaidi, 2010).
Stroke dibagi menjadi 2, yaitu stroke hemoragik dan stroke non hemoragik.
Diperkirakan stroke non hemoragik (iskemik) mencapai 85% dari jumlah stroke
yang terjadi. Tujuan utama penatalaksanaan pasien stroke meliputi tiga hal, yaitu
mengurangi kerusakan neurologik lebih lanjut, menurunkan angka kematian dan
ketidakmampuan gerak pasien (immobility) dan kerusakan neurologik serta
mencegah serangan berulang (kambuh). Kebanyakan pasien stroke menerima obat
polifarmasi karena sebagian besar pasien stroke mengalami komplikasi. Untuk
mendapatkan outcome terapi yang baik pada pasien stroke yang menjalani
pengobatan diperlukan kerjasama multidisiplin ilmu antara dokter, perawat, farmasis
dan tenaga kesehatan lain, bahkan keluarga pasien (Fagan & Hess, 2005).

B. Rumusan Masalah
Beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai berikut :
1. Komplikasi apa saja yang dapat terjadi pada pasien stroke ?
2. Apa saja jenis penatalaksanaan untuk komplikasi stroke ?

C. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mebahas rumusan
masalah diatas.

1
BAB II

PEDAHULUAN

A. Pengertian Komplikasi
Menurut wikipedia komplikasi adalah sebuah perubahan tak diinginkan dari
sebuah penyakit, kondisi kesehatan atau terapi. Penyakit dapat menjadi memburuk
atau menunjukkan jumlah gejala yang lebih besar atau perubahan patologi, yang
menyebar ke seluruh tubuh atau berdampak pada sistem organ lainnya. Sebuah
penyakit baru juga dapat muncul sebagai sebuah komplikasi dari penyakit yang telah
ada sebelumnya. Pengobatan medis, seperti obat-obatan dan pembedahan dapat
menyebabkan masalah kesehatan baru dari penyakit itu sendiri.

B. Jenis-jenis Komplikasi Pada Penyakit Stroke dan Penatalaksanaanya


1. Edema Serebri (Cerebral edema)
Cerebral edema atau edema otak adalah keadaan patologis terjadinya
akumulasi cairan di dalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak.
Dapat terjadi peningkatan volume intraseluler (lebih banyak di daerah substansia
grisea) maupun ekstraseluler (daerah substansia alba), yang menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Stroke iskemik merupakan kondisi
neurologis penyebab terjadinya edema otak. Kejadian edema otak pada pasien
stroke ditandai dengan nyeri kepala hebat hingga gambaran papiledema pada
funduskopi dengan batas papil yng tidak tegas, serta cup and disc ratio lebih dari
0,2. Penatalaksanaan untuk edema otak adalah sebagai berikut :
a. Posisi kepala dan leher
Posisi kepala harus netral dan kompresi vena jugularis harus dihindari. Fiksasi
endotrachealtube (ETT) dilakukan dengan menggunakan perekat yang kuat
dan jika posisi kepala perlu diubah harus dilakukan dengan hati-hati dan
dalam waktu sesingkat mungkin. Untuk mengurangi edema otak dapat
dilakukan elevasi kepala 30°.
b. Ventilasi dan oksigenasi
Keadaan hipoksia dan hiperkapnia harus dihindari karena merupakan
vasodilator serebral poten yang menyebabkan penambahan volume darah otak
sehingga terjadi peningkatan TIK, terutama pada pasien dengan permebilitas
kapiler yang abnormal. Intubasi dan ventilasi mekanik diindikasikan jika
ventilasi atau oksigenasi pada pasien edema otak buruk.
c. Penatalaksanaan cairan
Osmolaritas serum yang rendah dan dapat menyebabkan edema sitotoksik
sehingga harus dihindari. Keadaan ini dapat dicegah dengan pembatasan ketat
pemberian cairan hipotonik (balans-200ml)
d. Penatalaksanaan tekanan darah
3

Tekanan darah yang ideal dipengaruhi oleh penyebab edema otak. Pada pasien
stroke dan trauma, tekanan darah harus dipelihara dengan cara menghindari
kenaikan tekanan darah tiba-tiba dan hipertensi yang sangat tinggi untuk
menjaga perfusi tetap adekuat. Tekanan perfusi serebral harus tetap terjaga di
atas 60-70 mmHg pascatrauma otak.
a. Pencegahan kejang, demam, dan hiperglikemi
Kejang, demam, dan hiperglikemi merupakan faktor-faktor yang dapat
memperberat sehingga harus dicegah atau diterapi dengan baik bila sudah
terjadi. Pengunaan antikonvulsan profilaktik seringkali diterapkan dalam
praktek klinis. Suhu tubuh dan kadar glukosa darah kapiler harus tetap diukur.
b. Analgesik, sedasi, dan zat paralitk
Nyeri, kecemasan, dan agitasi meningkatkan kebutuha metabolisme otak,
aliran darah otak , dan tekanan intrakranial. Oleh karena itu, analgesik dan
sedasi yang tepat diperlukan untuk pasien edema otak. Pasien yang
menggunakan ventilator atau ETT harus diberi sedasi supaya tidak
memperberat TIK.
Terapi Osmotik
a. Terapi osmotik dengan manitol dan salin hipertonik
1) Manitol
Dosis awal manitol 20% 1-1,5g/kgBB IV bolus, diikuti dengan 0,25-0,5
g/kgBB IV bolus tiap 4-6 jam. Efek maksimum terjadi setelah 20 menit
pemberian dan durasi kerjanya 4 jam.
Pemberian manitol ini harus disertai pemantauan kadar osmolaritas serum.
Osmolaritas darah yang terlalu tinggi akan meningkatkan resiko gagal
ginjal (terutama pada pasien yang sebelumnya sudah mengalami volume
depletion). Kadar osmolaritas serum tidak boleh lebih dari 320,Osmol/L.
2) Efek osmotik
3) Efek hemodinamik
4) Efek oxygen free radical scavenging
5) Salin hipertonik
Cairan salin hipertonik (NaCl 3%) juga dapat digunakan sebagai alternatif
pengganti manitol dalam terapi edema otak. Mekanisme kerjanya kurang
lebih sama dengan manitol, yaitu dehidrasi osmotik.
2. Hiperglikemia reaktif
Hiperglikemia reaktif pada stroke terjadi akibat adanya respon tubuh terhadap
stres. Hiperglikemia reaktif merupakam proses fisiologi tubuh yang bisa menjadi
patologis apabila tidak dikontrol dengan baik. Hiperglikemia reaktif terjadi pada
60% kasus stroke akut, dan dari 60% kasus stroke dengan hiperglikemia reaktif
tersebut, 12-52% tidak menderita diabetes. Studi menunjukkan hubungan yang
erat antara iperglikemia reaktif dan luaran stroke. Pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia reaktif. Gula darah dapat mencapai 350 mg dalam serum dan
kemudian berangsur-angsur kembali turun, terjadi gangguan regulasi darah
sebagai nonspesifik terhadap terjadinya kerusakan jaringan. Dalam keadaan stress
terjadi mekanisme system saraf otonom simpatis yang menyebbkan pelepasan
4

katekolamin yang mempunyai efek glikogenolisis dan glukoneogenesis di hati,


sehingga meningkatkan pelepasan glukkosa ke dalam sirkulasi. Dalam keadaan
stres, juga terjadi respon system cortisol releasing hormon, yang kemudian
merangsang glukoneogenesis di hati. Batas kadar gula darah yang dianggap masih
aman pada stroke akut iskemik lakunar ialah 100-200mg. Penatalaksanaan yang
dapat dilakukan pada pasien stroke dengan hiperglikemia reaktif adalah jika gula
darah meningkat, maka harus dilakukan pemberian dosis awal insulin intravena,
selanjutnya pengukuran gula darah dapat dilakukan tiap jam, dan dilanjutkan
setiap 2-4 jam sekali hingga glikemia terkendali dan kecepatan pemberian infus
tetap jangan diubah. Untuk mencegah hiperglikemia, pemberian infus yang
berisikan glukosa harus dihindari. Adanya infeksi dan demam harus dilakukan
pemberian terapi secara tepat.
3. Sindrom pseudobulbar (sindrom PBA)
Sindrom PBA atau disebut juga sindrom joker adalah penyakit yang membuat
penderitanya tertawa atau menangis tiba-tiba tanpa ada pemicunya. Berbeda
dengan orang normal, penderita PBA sering tertawa atau menangis pada situasi
yang tidak lucu atau sedih. Selain tertawa dan sedih berlebihan penderita PBA
juga seringkali merasa frustasi dan marah tersebut bila meledak-ledak, namun
hanya berlangsung selama beberapa menit. Belum diketahui secara pasti apa
penyebab PBA akan tetapi ada dugaan bahwa PBA disebabkan oleh kerusakan
pada bagian otak yang mengontrol emosi, serta adanya perubahan pada zat kimia
otak. Hal ini karena penyakit PBA biasanya muncul pada orang-orang yang
mengalami gangguan saraf seperti cedera kepala, stroke dan tumor otak.
Pengobatan PBA bertujuan untuk meredakan keparahan gejala dan mengurangi
frekuensi kemunculan emosi yang meledak-ledak. Sejumlah metode
pengobatannya adalah dengan pemberian obat seperti antidepresan,
dextromethrphan, atau quinidine.
4. Deep vein thrombosis
Deep vein thrombosis atau pengumpalan darah di tungkai yang mengalami
kelumpuhan. Deep vien thrombosis, kondisi ini terjadi akibat terhentinya gerakan
otot tungkai, sehinga aliran di dalam pembuluh darah vena tungkai terganggu dan
meningkan resiko untuk terjadinya pengumpalan darah, Deep vein thrombosis
dapat di obati dengan obat antikoagulan.
5. Hidrosefalus
Hindrocefalus adalah komplikasi yang terjadi akibat menumpuknya cairan otak di
dalam rongga otak (ventrikel).
6. Disfagia atau gangguan refleks otot saat menelan, akibatnya makanan dan
minuman beresiko masuk ke dalam saluran pernapasan.

C. Komplikasi Jangka Pendek pada Stroke ( 1 – 14 hari)


1. Pneumonia
Komplikasi medis yang paling sering trjadi pada saat perawatan stroke adalah
pneumonia atau disebut stroke-associated pneumonia (SAP), sebesar 5-26 %4 .
5

2. Infark miokard
Merupakan suatu penyumbatan aliran darah ke otot jantung. Serangan jantung
adalah keadaan darurat medis. Serangan jantung biasanya terjadi ketika gumpalan
darah menghalangi aliran darah ke jantung. Tanpa darah, jaringan kehilangan
oksigen dan mati
3. Emboli paru
Emboli paru merupakan suatu kondisi di mana satu atau lebih arteri paru-paru
menjadi terhalang oleh gumpalan darah. Emboli paru di sebabkan oleh
pembekuan darah yang berasal dari kaki atau bagian lain dari tubuh( trombosis
vena dalam).

D. Komplikasi Jangka Panjang pada Stroke ( Lebih dari 14 hari)


1. Stroke rekuren (Stroke berulang)
Stroke berulang (sekunder), merupakan salah satu komplikasi yang sering timbul
setelah pasien pulang dari perawatan dir umah sakit. Pasien yang pernah
menderita stroke memiliki resiko untuk terkena serangan stroke sekunder.
Serangan stroke sekunder ini bisa lebih fatal dari stroke pertama karena bertambah
luasnya kerusakan otak yang terjadi akibat serangan stroke sebelumnya
(Mulyatsih,2010)

E. Penatalaksanaan Komplikasi Stroke Jangka Pendek


1. Penatalaksanaan Terapi Stroke Iskemik
Stroke iskemik biasanya merupakan hasil dari emboli atau
mekanismetrombolitik.Seberapa parah cedera otak tergantung pada waktu
munculnya gejalahingga reperfusi, munculnya sirkulasi kolateral dan ukuran otak
yang terkenainfark (biasa disebutk nekrotik inti) dimana pasokan darah berkurang
secarasignifikan dan metabolisme dipertahankan dengan aliran kolateral (yang
disebutpenumbra). Prinsip dari manajemen stroke iskemik sangat sederhana,
yaitumengembalikan aliran darah pada daerah yang terjadi infark sesegera
mungkintanpa menyebabkan perdarahan intraserebral (Falluji et al, 2012).
Tujuan pengobatan jangka pendek untuk stroke iskemik adalah
denganmengurangi kerusakan otak sekunder dengan membangun kembali
danmempertahankan perfusi yang memadai untuk daerah iskemik marginal dari
otakdan melindungi daerah-daerah ini dari efek iskemia (yaitu, pelindung
saraf).Tujuan pengobatan jangka panjang untuk stroke iskemik adalah
denganpencegahan stroke berulang melalui pengurangan dan modifikasi faktor
risiko dandengan penggunaan yang sesuai perawatan (Susan et al, 2016).
a. Fase Akut :
1) Alteplase (t-PA, aktivator jaringan plasminogen) dimulai dalam 4,5 jam
gejalaonset , mengurangi kecacatan dari stroke iskemik. sedini mungkin
dalam 4,5jam onset mendapatkan CT scan untuk melihat jenis stroke .
Alteplase 0,9 mg /kg (maksimum 90 mg) diinfus IV lebih dari 1 jam,
dengan 10% diberikansebagai bolus awal lebih dari 1 menit. Hindari
terapi antikoagulan danantiplatelet selama 24 jam, dan pantau pasien
6

secara dekat untuk peningkatantekanan darah, respons, dan perdarahan


(Susan et al, 2016).
2) Aspirin 160 hingga 325 mg / hari dimulai antara 24 dan 48 jam setelah
selesai. Pemberian alteplase juga mengurangi kematian dan kecacatan
jangka panjang(Susan et al, 2016).
b. Pencegahan sekunder stroke iskemik:
1) Penggunaan terapi antiplatelet pada stroke noncardioembolik.
Aspirin,clopidogrel, dan extended-release dipyridamole plus aspirin
adalah penggunaan untuk lini pertama . Cilostazol juga merupakan agen
lini pertama,tetapi penggunaannya dibatasi karena kurangnya data. Batasi
kombinasiclopidogrel dan aspirin untuk pasien dengan infark miokard
atau stenosisintrakranial diberikan hanya dengan aspirin dosis rendah
untuk meminimalkanrisiko pendarahan (Susan et al, 2016).
2) Antikoagulan oral direkomendasikan untuk fibrilasi atrium dan jantung
yang diduga menjadi sumber emboli. Antagonis vitamin K (warfarin)
digunakan untuk lini pertama,tetapi oral antikoagulan lainnya (misalnya,
dabigatran)dapat direkomendasikan untuk beberapa pasien (Susan et al,
2016).Pengobatan BP tinggi setelah stroke iskemik mengurangi risiko
kekambuhan stroke. Pedoman pengobatan merekomendasikan
pengurangan TD pada pasienstroke atau TIA setelahnya periode akut (7
hari pertama) (Susan et al, 2016).
3) Statin mengurangi risiko stroke sekitar 30% pada pasien dengan penyakit
artericoroner dan peningkatan lipid plasma. Obati pasien stroke iskemik,
terlepasdari kolesterol, dengan terapi statin berintensitas tinggi untuk
mencapaipengurangan setidaknya 50% dalam LDL untuk pencegahan
stroke sekunder(Susan et al, 2016).
4) Heparin dengan berat molekul rendah atau heparin tak terfraksi subkutan
dosis rendah (5000 unit tiga kali sehari) direkomendasikan untuk
pencegahantrombosis vena pada pasien rawat inap dengan penurunan
mobilitas karenastroke dan harus digunakan dalamsemua tetapi stroke
yang paling kecil (Susan et al, 2016).
2. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik
a. Menurunkan kerusakan sistemik.
Dengan infark serebral terdapat kehilangan irreversible inti sentral jaringan
otak. Di sekitar zona jaringan yang mati mungkin ada jaringan yang masih
harus diselamatkan. Tindakan awal yang harus difokuskan untuk
menyelamatkan sebanyak mungkin area iskemik. Tiga unsur yang paling
penting untuk area tersebut adalah oksigen, glukosa dan aliran darah yang
adekuat. Kadar oksigen dapat dipantau melalui gas-gas arteri dan oksigen
dapat diberikan pada pasien jika ada indikasi. Hypoglikemia dapat dievaluasi
dengan serangkaian pemeriksaan glukosa darah.
b. Mengendalikan Hypertensi dan Peningkatan Tekanan Intra Kranial
Kontrol hypertensi, TIK dan perfusi serebral dapat membutuhkan upaya
dokter maupun perawat. Perawat harus mengkaji masalah-masalah ini,
7

mengenalinya dan memastikan bahwa tindakan medis telah dilakukan. Pasien


dengan hypertensi sedang biasanya tidak ditangani secara akut. Jika tekanan
darah lebih rendah setelah otak terbiasa dengan hypertensi karena perfusi yang
adekuat, maka tekanan perfusi otak akan turun sejalan dengan tekanan darah.
Jika tekanan darah diastolic diatas kira-kira 105 mmHg, maka tekanan tersebut
harus diturunkan secara bertahap. Tindakan ini harus disesuaikan dengan
efektif menggunakan nitropusid. Jika TIK meningkat pada pasien stroke, maka
hal tersebut biasanya terjadi setelah hari pertama. Meskipun ini merupakan
respons alamiah otak terhadap beberapa lesi serebrovaskular, namun hal ini
merusak otak. Metoda yang lazim dalam mengontrol PTIK mungkin dilakukan
seperti hyperventilasi, retensi cairan, meninggikan kepala, menghindari fleksi
kepala, dan rotasi kepala yang berlebihan yang dapat membahayakan aliran
balik vena ke kepala. Gunakan diuretik osmotik seperti manitol dan mungkin
pemberian deksamethasone meskipun penggunaannya masih merupakan
kontroversial.
c. Terapi Farmakologi
Antikoagulasi dapat diberikan pada stroke non haemoragik, meskipun
heparinisasi pada pasien stroke iskemik akut mempunyai potensi untuk
menyebabkan komplikasi haemoragik. Heparinoid dengan berat molekul
rendah (HBMR) menawarkan alternatif pada penggunaan heparin dan dapat
menurunkan kecendrungan perdarahan pada penggunaannya. Jika pasien tidak
mengalami stroke, sebaliknya mengalami TIA, maka dapat diberikan obat anti
platelet. Obat-obat untuk mengurangi perlekatan platelet dapat diberikan
dengan harapan dapat mencegah peristiwa trombotik atau embolitik di masa
mendatang. Obat-obat antiplatelet merupakan kontraindikasi dalam keadaan
adanya stroke hemoragi seperti pada halnya heparin.
d. Pembedahan
Beberapa tindakan pembedahan kini dilakukan untuk menangani penderita
stroke. Sulit sekali untuk menentukan penderita mana yang menguntungkan
untuk dibedah. Tujuan utama pembedahan adalah untuk memperbaiki aliran
darah serebral. Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki
peredaran darah otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga
menderita beberapa penyulit seperti hypertensi, diabetes dan penyakit
kardiovaskuler yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum
sehingga saluran pernapasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat
dipertahankan.

F. Penatalaksanaan Komplikasi Stroke Jangka Panjang


1. Breathing Exercise
Breathing exercise adalah salah satu bentuk latihan pernafasan yang
ditujukan untuk mencegah penurunan fungsional sistem respirasi. Tirah
baringyang cukup lama dan toleransi aktivitas yang menurun mengakibatkan
penurunanmetabolisme secara umum. Hal ini dapat menurunkan kapasitas
fungsional pada sistem tubuh dengan menifestasi klinis berupa
8

sindromaimobilisasi, salah satunyapada sistem respirasi yang berupa penurunan


kapasitas vital, penurunan ekspansisangkar thorak, penurunan ventilasi volunter,
gangguan mekanisme batuk (Saleem& Vallbona, 2001).Breathing exercise
dilakukan sebelum dan sesudah latihan diberikan kepadapasien. Metode yang
dipilih adalah deep breathing exercise.Deep breathingexercise adalah bagian dari
brething exercise yang menekankanpada inspirasimaksimal yang panjang yang
dimulai dari akhir ekspirasi dengantujuan untukmeningkatkan volume paru,
meningkatkan redistribusi ventilasi,mempertahankanalveolus agar tetap
mengembang, meningkatkan oksigenasi, membantumembersihkan sekresi
mukosa, mobilitas sangkar thorak, dan meningkatkankekuatan dan daya tahan
serta efisiensi dari otot-otot pernafasan (Levenson,1992).
2. Latihan dengan mekanisme reflek postur
Gangguan tonus otot (spastisitas) secara postural pada pasien stroke,
dapatmengakibatkan gangguan gerak. Melalui latihan dengan mekanisme reflek
posturdengan cara mengontrol spastisitas secara postural mendekati status normal,
makaseseorang akan lebih mudah untuk melakukan gerakan volunter dan
mengontrol spastisitas otot secara postural (Rahayu, 1992).Konsep dalam
melakukan latihan ini adalah mengembangkan kemampuangerak normal untuk
mencegah spastisitas dengan menghambat gerakan yangabnormal dan
mengembangkan kontrol gerakan (Rahayu, 1992). Dalam upayamelakukan
penghambatan maka perlu adanya penguasaan teknik pemegangan(Key Point of
Control) (Suyono, 1992). Bentuk latihannya antara lain :
a) Mobilisasi trunk
Menurut Davies (1990) salah satu latihan melalui mekanisme reflek
posturaladalah mobilisasitrunk seperti gerakan fleksi, ektensi, dan rotasi trunk.
Latihanmobilisasi trunk merupakan komponen keseimbangan serta akan
menghambatpola spastisitas melalui gerakan rileksasi dari trunk.. Salah
satunya adalah latihanrotasi trunk, gerak rotasi merupakan komponen gerak
yang sangat penting untukmenunjang fungsi tubuh (Suyono, 1992).
b) Latihan menghambat pola spastisitas anggota gerak atas dan bawah
Latihan menghambat pola spastisitas seperti latihan menghambat
spastisitaspada lengan dan tungkai serta latihan mengontrol tungkai. Latihan
ini bertujuanuntuk menurunkan spastisitas serta dapat melakukan gerakan
yang selektif hinggamenuju ke aktivitas fungsional seperti latihan
menghambat ektensor tungkaikhususnya pada kaki untukmempersiapkan
tungkai saat berjalan agar tidak terjadi droop foot (Davies, 1985).
3. Latihanweight bearing
Latihan weight bearing untuk mengontrol spastisitas pada ekstremitas
dalamkeadaan spastis. Melalui latihan ini diharapkan mampu merangsang
kembalifungsi pada persendian untuk menyangga. Latihan ini berupa
mengenalkankembali bentuk permukaan benda yang bervariasi kepada sisi yang
lumpuh agarkembali terbentuk mekanisme feed back gerakan yang utuh (Rahayu,
1992 ).Latihan weight bearing dapat dilakukan saat duduk dan berdiri.
Latihanweight bearing saat duduk bisa melakukan gerak menumpu berat badan
9

kebelakang, depan dansamping kanan serta kiri. Sedangkan latihan weight


bearingsaat berdiri bisa melakukan gerakan menumpu berat badan kedepan dan
belakang.Latihan weight bearing saat berdiri bertujuan untuk mempersiapkan
latihanberjalan agar tidak ada keraguan dalam melangkah karena adanya
spastisitas(Davies, 1985).
4. Latihan keseimbangan dan koordinasi
Latihan keseimbangan dan koordinasi pada pasien stroke stadium
recoverysebaiknya dilakukan dengan gerakan aktif dari pasien dan dilakukan pada
posisiterlentang, duduk dan berdiri. Latihan aktif dapat melatih keseimbangan
dankoordinasi untuk membantu pengembalian fungsi normal serta melalui
latihanperbaikan koordinasi dapat meningkatkan stabilitas postur atau
kemampuanmempertahankan tonus ke arah normal (Pudjiastuti, 2003). Latihan
keseimbangandan koordinasi pada pasien stroke non haemoragik stadium
recovery dapatdilakukan secara bertahap dengan peningkatan tingkat kesulitan
dan penambahan banyaknya repetisi.
Latihan keseimbangan dapat dilakukan pada posisi duduk dan berdiri.
Latihan ini merupakan latihan untuk meningkatkan reaksi
keseimbanganequilibrium berbagai keadaan serta merupakan komponen dasar
dalamkemampuan gerak untuk menjaga diri, bekerja dan melakukan berbagai
kegiatandalam kehidupan sehari-hari (Davies, 1985). Latihan keseimbangan
dankoordinasi merupakan latihan yang saling berkaitan yang dapat menimbulkan
gerak volunter (Rahayu, 1992).
5. Latihan fungsional
Pada pasien stroke non haemoragik stadium recovery terjadi gerak
anggotatubuh yang lesi dengan total gerak sinergis sehingga dapat membatasi
dalam gerakuntuk aktivitas fungsional dan membentuk pola abnormal (Rahayu,
1992).Latihan fungsional dimaksudkan untuk melatih pasien agar dapat
kembalimelakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri tanpa menggantungkan
penuhkepada orang lain.
Latihan fungsional berupa latihan yang berhubungan
dengankehidupansehari-hari. Jika latihan fungsional dilakukan berulang – ulang
akanmenjadikan pengalaman yang relatif permanen atau menetap dan akhirnya
akanmenjadi sebuah pengalaman gerak yang otomatis (Suyono, 1992).Latihan
fungsional seperti latihan briging, latihan duduk ke berdiri danlatihan jalan.
Latihan briging untuk mobilisasi pelvis agar dapat stabil danmenimbulkan
gerakan ritmis saat berjalan (Johnstone, 1987). Latihan duduk ke berdiri
merupakan latihan untuk memperkuat otot-otot tungkai danmempersiapkan
latihan berdiri (Davies, 1985). Latihan jalan merupakankomponen yang sangat
penting agar pasien dapat melakukan aktivitas berjalandengan pola yang benar
(Davies, 1985)

Terapi Komplementer
10

Selain penatalaksanaan medis dan keperawatan diatas, ada beberapa terapi


komplementer yang dapat diberikan pada pasien dengan komplikasi strok. Terapi
komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan dalam pengobatan
modern. Terapi komplementer juga ada yang menyebutnya dengan pengobatan
holistic , pendapat ini didasari oleh bentuk terapi yang mempengaruhi individu secara
menyeluruh yaitu sebuah keharmonisan individu untuk mengintegrasikan pikiran,
badan dan jiwa dalam kesatuan fungsi. Pendapat lain menyebutkan terapi k
omplementer dan alternative sebagai semua domain luas dalam sumberdaya
pengobatan yang meliputi system kesehatan, modalitas, praktik dan ditandai dengan
teori dan keyakinan, dengan cara berbeda dari system pelayanan kesehatan yang
umum di masyarakat atau budaya yang ada . terapi komplementer dan alternative
termasuk didalam seluruh praktik dan ide yang didefenisikan oleh pengguna sbagai
pencegahan atau pengobatan penyakit atau promosi kesehatan dan kesejahteraan.

Defenisi tersebut menunjukan terap komplementer sebagai pengembangan terapi


tradisional da nada yang diintegrasikan dengan terapi modern yang mempengaruhi
keharmonisan individu dari aspek biologis, psikologis dan spiritual. Hasil terapi yang
diintegrasikan tersebut ada yang telah lulus uju klinis sehingga sudah di samakan
dengan obat modern kondisi ini sesuai dengan prinsip keperawatan yang memandang
manusia sebagai mahkluk yang holistic (bio,psiko,social,dan spiritual).
(widyatuti,2008)

Jenis jenis terapi komplementer untuk pasien stroke:

1. Aroma terapi
Terapi komplementer yang diberikan pada pasien stroke ialah aroma terapi
lavender, minyak esensial ini dapat mempengaruhi aktifitas fungsi kerja otak
melalui system syaraf yang berhubungan dengan indra penciuman. Respon ini
akan merangsang peningkatan produksi masa penghantar syaraf otak
(neurotransmitter) yaitu yang berkaitan dengan pemulihan kondisi psikis
( seperti emosi, perasaan, pikiran dan keinginan). Lavender diketahui efektif
terhadap kecemasan, stress dan depresi sebagai sebuah obat penenang yang
kuat, memulihkan kelelahan otot dan membantu sirkulasi darah.
Terapi ini diberikan pada pasien stroke yang mengalami stress atau beban
pikiran agar pasien lebih rileks dan mengurngi rasa sakit. Rosemary, lavender,
dan peppermint adalah aroma yang umum dipakai oleh mereka yang
kesehatannya bermasalah akibat stroke.

2. Akupuntur
Akupuntur adalah menusuk dengan jarum. Dengan kata lain akupuntur
merupakan teknik penusukan jarum berdasarkan ilmu pengobatan timur dan
ilmu kedokteran barat yang sesuai dengan prinsip pemijatan dengan titik
utama dua di leher, di perut dan dua di tungkai bawah.
Dengan rangsangan akupuntur pada beberapa titik akupuntur akan membuka
pembuluh darah dan memperbaiki aliran darah. Selain itu akupuntur dapat
11

memfasilitasi perbaikan sistem segmental sel saraf yang masih hidup untuk
membuka jalan baru,efektif,spinal, lokal, regenerasi saraf, membantu sel
melewati saraf yang rusak dari otak sehhingga terjadi perbaikan kondisi tubuh
pada pasien stroke yang ditandai dengan peningkatan kekuatan otot. ( pratama
N K ; Alvian N G . 2019). Dengan demikian terapi ini biasanya dilakukan
pada pasien yang mengalami gejala kelemahan otot.

3. Akupresure
Terapi akupresure bermanfaat dalam memperbaiki fungsi etermitas atas
dengan melancarkan pergerakan aliran qi (energy vital) didalam tubuh,
meningkatkan aktivitas sehari sehari hari, dan mengurangi depresi pada
pasien stroke.Akupresure merupakan metode non-invasive berupa penekanan
pada titik akupuntur tanpa menggunakan jarum, biasanya hanya menggunakan
jari atau benda tertentu yang dapat memberikan efek penekanan sehingga lebih
bisa di terima dan ditoleransi oleh pasien dibandingkan akupuntur yang
menggunakan jarum.

4. Terapi air
Terapi air dapat membantu seseorang dalam proses penyembuhan saraf yang
terganggu atau bahkan rusak,seperti penderita stroke proses penyembuhan
dalam air ini merangsang saraf sensorik lalu merangsang sel sel otak. Didalam
air tekanan tubuh menjadi ringan, sehingga bisa menguatkan tekanan otot
anggota tubuh di dalam air akan lebih mudah digerakkan dan dilatih
kelenturannya untuk menguatkan otot-otot dan sendi-sendi tubuh karna
hilangnya gravitasi tubuh.
Manfaat terapi air bagi penderita stroke adalah ketersediaan oksigen dalam
tubuh menjadi baik, sehingga meningkatkan daya kerja otot dan oksigenasi
otak, memperlancar sirkulasi darah dan meningkatkan penyerapan oksigen
kedalam jaringan saraf, mengurangi kekakuan otot, membuat jaringan sendi
menjadi lentur, menurunkan rasa nyeri, merangksang saraf sensorik,
memberikan efek relaksasi, dan meningkatkan kemampuan gerak anggota
tubuh. (prasetyo yudik.2009). Terapi ini dapat membantu dalam melakukan
ROM pada pasien yang mengalami kaku pada ektermitas, selain itu manfaat
terapi ini yaitu melancarkan sirkulasi darah,merelaksasi otot,meningkatkan
kualitas tidur sehingga cocok untuk pasien yang mengalami gangguan tidur.

5. Terapi musik
Terapi musik disini yang dimaksudkan ialah latihan range of motion sambil
disertai dengan terapi music klasik. Penggunaan teknik relaksasi seperti
music juga dapat di terapkan pada pasien stroke yang dapat memberikan efek
emosional positif dan terlihat kooperatif dalam menjalankan program
rehabilitasi hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang di lakukan oleh
Nayak,et al, (2000). Yang menunjukan bahwa pemberian terapi music dapat
12

memperbaiki mood, emosi dan interaksi social, dan pemulihan yang lebih
cepat oleh pasien stroke.
Terapi musik klasik dengan stimulasi gelombang suara melalui auditorydinilai
lebih efektif, murah dan mudah di gunakan. Penelitian terbaru menyarankan
penggunaan music mungkin berkontribusi terhadap plastisitas otak, dimana
restorasi fungsi otak dapat diingatkan secara alami. Alternmuler menjelaskan
bahwa terapi berbasis music pada pasien stroke dapat meningkatkan fungsi
motoric yang dihubungkan dengan membaiknya jaringan kortikal akibat
perubahan neurofisiologi atau peningkatan aktivitasi pada korteks motorik itu
sendiri. Rangsangan musik juga mengaktivasi jalur jalur spesifik didalam
otak,seperti system limbic yang berhubungan langsung dengan perilaku
emosional, system limbic ini teraktivasi , pasien akan menjadi rileks, maka
otot otot dalam tubuh akan terstimulus menjadi relaksasi yang mengakibatkan
ketegangan pada otot dapat menurun . terjadinya penurunan ketengangan pada
otot diharapkan mampu membuat pasien stroke menjalani rehabilitasi dengan
normal. (Wijanarko,Mochamad Oktavianto Adi;Dody Setyawan;Muslim Argo
Bayu Kusuma . 2017)
Nada dan ritme musik dipercaya dapat menurunkan tekanan darah, denyut
jantung, dapat meningkatkan kemampuan mengingat, belajar, dan berpikir.
Musik juga berpengaruh pada suasana hati atau mood seseorang dan dapat
memberi efek relaksasi. Oleh karena itu, musik terapi dapat dilakukan pada
pasien stroke dengan gejala bradikardi ataupun hipertensi.

6. Yoga
Peneliti studi dari roudebush VA Medical Cente, berpendapat bahwa, yoga
dapat meningkatkan kekuatan, ketahanan, dan fleksibilitas karena membantu
control neuromuscular ( hasilnya para penderita stroke yang mengikuti kelas
yoga memiliki keseimbangan yang lebih baik dan tidak takut jatuh. Mereka
juga akan merasa mandiri dan jauh lebih bahagia dari kelompok yang tidak
melakukan yoga. Kombinasi gerakan dan latihan pernafasan dalam yoga
berperan melatih kemampuan otak, memulihkan keseimbangan pasien stroke).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit Stroke adalah penyakit pembuluh darah otak yang ditandai dengan
rusaknya jaringan otak . Ada 2 macam penyakit stroke, yaitu kerusakan jaringan otak
akibat penyumbatan pembuluh darah di otak (iskemik) dan akibat ruptur pembuluh
darah otak (hemoragik stroke).Penyakit stroke dapat menimbulkan banyak komplikasi
baik jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Penanganan komplikasi stroke
disesuaikan dengan jenis komplikasi yang muncul, yang diutamakan adalah
meminimalkan resiko komplikasi ke penyakit yang lebih berbahaya.
B. Saran
Bagi teman-teman mahasiswa, setelah mempelajari materi ini sebagai
tambahan pengetahuan kita semoga kita senantiasa dapat memberikan pelayanan yang
sesuai pada pasien seperti diatas. Karena menjadi seorang perawat yang profesional
adalah suatu tantangan yang berat maka kita perlu belajar dengan giat untuk
mencapainya. Sub materi diatas hanyalah sebagian kecil dari pelajaran itu namun
akan sangat berarti jika kita menyimaknya dengan baik. Semoga kita semua bisa
menjadi perawat dan tenaga medis yang mengutamakan kesehatan pasien dengan
mengaplikasikan penatalaksanaan untuk komplikasi pada pasien stroke seperti diatas
dan tak lupa memprioritaskan keselamatan diri sendiri terlebih dahulu. Salam sehat.

13
Daftar Pustaka

Dewanto,george dkk (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf.
Jakarta : EGC

https://www.scribd.com/doc/65907528/hiperglikemia-reaktif diunduh pada 13 April 2020


pukul 10.43

https://jurnal.ugm.ac.id diunduh pada 13 April 2020 pukul 22.27

https://journal.unnes.ac.id diunduh pada 13 April 2020 pukul 22.39

14

Anda mungkin juga menyukai