Anda di halaman 1dari 2

Hukum Menerima Hadiah Koruptor

Dr. Abdul Adzim Lc. M.Pd

Korupsi memang menjadi bagian dari budaya pejabat bangsa Indonesia. Walaupun Presiden
serius membasmi.Tetap saja masih ada, karena ini warisan leluhur yang sahwat dunianya
tinggi kolaborasi dengan syetan. Gayus, Nazarudin, Nunun, Anas, baik di legislatif maupun
eksekutif, baik di pusat maupun daerah. Beberapa pejabat Negara berlomba-lomba mencuri
(maling),besar-besaran. Milyaran rupiah, bahkan mendekati triliunan rupiah diembat oleh
kedua para pejabat, tanpa merasa dosa sedikit-pun.

Malahan, sebagian pejabat yang korupsi lari sempat ngumpet keluar negeri, dan bernyanyi
merdu, dan menyewa pengacara kelas tinggi untuk membela diri. Begitu banyak uang mereka
yang dihamburkan…!Sementara rakyat miskin berebut, zakat hingga ada yang sekarat karena
terjepit saat antrean. Wajar jika Allah SWT menganalogikan manusia lebih rendah dari
hewan ketika rusak moralnya.

Bulan suci Ramadhan sebenatar lagi datang, merupakan momen paling penting dan sakral
bagi pejabat untuk memohon ampunan atas segala dosa-dosanya selama ini. Akan tetapi, dosa
yang terkait dengan uang rakyat, tidak begitu saja terhapus, kecuali meminta maaf kepada
rakyat Indonesia, atas pe-ngemplangan dana rayat tersebut. Sebab, rakyat selalu rutin
membayar pajak tepat waktu, sebagaimana yang di inginkan pemerintah.

Kasus demi kasus korupsi terus menghiasi media dan telivisi. Para pejabat seolah-olah sulit
sekali menghindari budaya paling buruk, sepertinya syetan sudah menjadi mitra kerja setia di
dalam melakukan aksinya. Perpajakan, kesehatan, agama, pendidikan, sudah terkontaminasi
dengan namanya korupsi. Seringkali syetan dikambinghitamkam manusia, hanya untuk
menutupi sahwat korupsi (kesarakahan) duniawi.

Walaupun syetan dibelenggu erat-erat pada bulan puasa ini, dengan tujuan tidak menganggu
manusia. Realitasnya, masih banyak mereka yang korupsi, karena sifat syetan sudah menyatu
pada diri mereka, dan menjelma menjadi manusia. Korupsi itu nafsu duniawi, setiap manusia
memilikinya tidak perduli apa-pun agamanya.

Cukup banyak pejabat yang sudah ketangkap dan dipenjara, namun masih banyak pejabat
yang bergaya suci, namun belum ketangkap, bahkan mungkin masih berkeliaran dalam dunia
per-syetanan ini. Tidak satupun keburukan kepada sesama, sudah pasti akan kembali kepada
pelakunya “jika kalian berbuat buruk, maka akan akan kembali kepadanya”, begitu juga
dengan kebaikan.

Ketika musim lebaran tiba semua juga ikut serta merayakan, bahkan membagi-
bagi angpao (galak gampil) kepada masyarakat sekitar, atau anak-anak. Angpao memang
sudah menjadi budaya bangsa Indonesia ketika merayakan lebaran Idul Fitri.Tetapi, apa
jadinya, jika angpao itu berasal dari hasil korupsi…..? atau perkejaan yang tidak jelas
(remang-remang) alias subhat.

KH Masduki ra, penggasuh Ponpes Nurul Huda- Malang, dalam sebuah acara tahlilan
meninggalnya KH Imam Hambali (Malang) menyampaikan sambutan,bahwa makan
(berbuka) dengan barang subhat saja, hakekat puasanya batal. Beliau menganggap bahwa
puasanya disebut dengan “kerja bakti’’ artinya tidak mendapatkan pahala. Apa jadinya, jika
mendapatkan angpao dari pejabat yang gemar korupsi? Padahal, pejabat yang korupsi itu
paling suka bagi-bagi, agar supaya aksinya bisa berjalan dengan lancar.

Hasil korupsi, jelas-jelas haram. Jika para agamawan, atau ustad mendapatkan udangan
berbuka puasa, kemudian mendapatkan hidangan dari pejabat yang tidak jelas, maka
puasanya batal, tetapi sah menurut fikih. Begitu ketatnya para ulama menyikapi korupsi,
dengan tujuan agar setiap umat islam berhati-hati dalam masalah memakan hak sesama.
Sebuah kejahatan korupsi kelak di ahirat tidak mendapatkan siksaan yang sangat
menyakitkan. Tetapi, jika mendapatkan undangan dari koruptor, maka berhati-hatilah, agar
puasanya tidak ikut batal juga, apalagi yang mengundang ngerti benar-benar seorang koruptor
yang memakan keringat rakyat. Jika tidak mengerti, maka tidak ada hukumnya alias tidak
berdosa.

Apabila, para koruptor itu memberi hadiah mukena, sarung, dan kopyah sementara yang
diberi itu tahu asal usulnya. Ibarat bersuci dengan musta’mal (terpakai), walaupun bersih
tetapi tidak sah.

Begitu juga angpau, parsel dan sejenisnya yang datang mereka, terlihat halal, tetapi justru
akan menjadikan hati semakin keras. Betul apa yang disampaikan Nabi Saw, seorang lelaki
dengan pakaian lusuh, compang-camping, rambutnya awut-awutan, lantas dia mengangkat
berdoa dengan mengangkat tanganya “Wahai tuhan….wahai tuhan….! pakaiannya haram,
makanannya haram, mengkonsumsi barang-barang haram, apa mungkin tuhan menjawab
do’a mereka’’.

Menyambut bulan Ramadahan yang berlanjut merayakan hari raya Idul Fitri, rasanya tidak
pantas mendapatkan barang-barang dari mereka. Barangkali, hidangan, seperti; makan,
minum, serta kue-kue yang dihidangkan di atas meja tamunya itu barang yang tidak jelas
(subhat) tercampur dengan uang korupsi.

Dengan demikian, sebagai bentuk solidaritas, hukuman sosial yang paling tepat bagi mereka,
tidak memakan apa yang mereka hidangkan, akan tetapi tetap menjalin silaturhami dengan
saling memaafkan atas kesalahan-kesalahan selama ini. Tetapi, wajib bagi koruptor, mulai
tingkat pusat (elit; pejabat legislative dan ekseutif) sampai tingkat (alit; kecamatan, desa,
hingga kelurahan) meminta maaf kepada rakyat Indonesia
Malang, 30/03/2020

Anda mungkin juga menyukai