Anda di halaman 1dari 4

Nama : Riesky Maulana Ramadhan

NIM : 180511625558

No.absen : 37

Kelas-Off : D25-D25

Kuliah Rabu, 08 April 2020

Pendidikan Agama Islam (Pak Abdul Adzim)

Korupsi dan Upaya Pemberantasan Dalam Pandangan Islam

Kata korupsi tidak ada dalam al-Quran atau bahasa Arab. Kata korupsi berasal dari
bahasa Latin “corrumpere”, “corruptio”, “corruptus” yang berarti “jahat”, “rusak”, “curang”.
Korupsi diartikan sebagai tindak pemanfaatan dana publik yang seharusnya untuk kepentingan
umum dipakai secara tidak sah untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Inilah istilah korupsi yang
lazim dipakai dalam istilah sehari-hari (Hasibuan, 2012).

Dalam undang-undang negara Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 pasal 2 ayat 1
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan, korupsi adalah setiap orang yang
secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi (perusahaan atau badan usaha) yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara. Dengan pengertian tersebut praktik-praktik kecurangan yang termasuk
dalam kategori korupsi antara lain adalah manipulasi, penyuapan (uang pelicin), pungli
(pungutan liar), mark up (penggelembungan anggaran tidak sesuai dengan belanja riil), dan
pencairan dana publik secara terselubung dan bersembunyi di balik dalil-dalil konstitusi, dengan
niat untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar secara tidak sah dari apa yang seharusnya
diperoleh menurut kadar dan derajat pekerjaan seseorang.

Banyak istilah pelanggaran hukum dalam pandangan Islam yang dapat dikategorikan
sebagai korupsi. Bentuk-bentuk pelanggaran hukum tersebut antara lain :
1. Ghulul (Penggelapan)
Kata ghulul secara bahasa adalah “akhdzu syai wa dassuhu fi mata’ihi”
(mengambil sesuatu dan menyembunyikannya dalam hartanya). Ibnu Hajar al-„Asqalani
mengartikannya dengan al-khiyanat fil maghnam (pengkhianatan pada rampasan perang).
Lebih jauh, Ibnu Qutaybah (dalam Al-Zarqani, tt:37) menjelaskan bahwa perbuatan
khianat dikatakan ghulul karena orang yang mengambilnya menyembunyikannya pada
harta miliknya. Larangan penggelapan ini tertera dalam Q.S. Ali Imran:161.

2. Risywah (Suap)
Istilah ini berasal dari kata rasya, yarsyu, risywah yang berarti “menyuap” atau
“menyogok”. Orang yang menyuap disebut al-rasyi sedangkan orang yang mengambil
atau menerima suap disebut al-murtasyi. Sementara orang yang menjadi perantara antara
pemberi dan penerimanya dengan menambahi di suatu sisi dan mengurangi di sisi lain
disebut al-ra’isy.
Risywah merupakan perbuatan yang dilarang oleh al-Quran, hadis dan ijma‟
ulama. Larangan tersebut berlaku bagi yang memberi, menerima dan yang menjadi
penghubung di antara keduanya.
Nabi SAW bersabda: “Dari Abdullah bin Amr bin „Ash, dia berkata: Rasulullah
SAW melaknat orang yang menyuap dan orang yang menerima (minta) suap.” (HR. Abu
Dawud dan At- Tirmidzi)

3. Hadiyyah (Gratifikasi)
Hadiyyah (hadiah) dalam fikih Islam juga disebut hibah. Pada dasarnya
pemberian hadiah seperti ini merupakan hal yang diperbolehkan. Pemberian hadiah
menjadi haram hukumnya jika untuk kepentingan tertentu, seperti memberi hadiah
kepada pejabat, atasan, atau penguasa untuk mendapatkan keuntungan. Hadiah seperti ini
disebut juga dengan gratifikasi, yaitu uang hadiah kepada pegawai atau pejabat di luar
gaji yang telah ditentukan untuk memuluskan proyek dan sebagainya. Rasulullah SAW
melarang jenis hadiah (gratifikasi) seperti ini dengan menyatakan,
“Hadiah bagi para pekerja adalah ghulul (korupsi)” (HR. Ahmad).

4. Sariqah (Pencurian)
Sariqah berasal dari bahasa Arab saraqa-yasriqu yang berarti “mencuri”.
Termasuk dalam kategori mencuri adalah merampok, merampas, mencopet, dan
memalak. Dalam hukum Islam perbuatan mencuri termasuk dalam kategori dosa besar
yang dalam batas tertentu pelakukan harus dihukum dengan cara dipotong tangannya.

5. Khiyanah (Khianat/Kecurangan)
Khiyanah (khianat) adalah perbuatan tidak jujur, melanggar janji, melanggar
sumpah atau melanggar kesepakatan. Khianat ditujukan kepada orang yang mengingkari
amanat politik, ekonomi, bisnis, sosial dan pergaulan. Khianat adalah tidak menepati
amanah. Allah SWT sangat membenci dan melarang perbuatan khianat. Dalam sebuah
hadis disebutkan bahwa jika kita berbuat khianat, maka kita termasuk dalam golongan
orang munafik :
“Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga, sekalipun dia puasa, shalat, dan mengaku
sebagai Muslim: jika berbicara bohong, jika berjanji ingkar, dan jika dipercaya
khianat” (HR. Bukhari dan Muslim).

Korupsi memiliki bentuk dan tingkatan yang beragam. Namun semua kejahatan yang
berkaitan dengan tindak pidana korupsi merupakan dosa besar, karena dampak negatifnya bukan
hanya bagi pelaku yang bersangkutan tetapi juga menimpa pada bangsa dan negara. Dengan
demikian, hukuman bagi para koruptor disesuaikan dengan modus kejahatan yang dilakukan.
Misalnya, korupsi dengan modus mencuri atau menggelapkan dana negara, maka baginya
berlaku hukum potong tangan jika barang/uang yang digelapkan sudah mencapai satu nisab
pencurian, yaitu senilai 94 gram emas.
Hukuman lain bagi koruptor adalah ta’zir (hukuman), mulai yang paling ringan berupa
dipenjara, lalu memecatnya dari jabatan dan memasukkannya dalam daftar orang tercela
(tasyhir), penyitaan harta untuk negara, hingga hukuman mati.
Jika dilihat dari motifnya, korupsi disebabkan oleh motif internal dan atau motif
eksternal.
1. Motif Internal
Arti motif internal dalam hal ini adalah motif yang timbul dari diri seseorang yang
melakukan korupsi. Motif internal itu antara lain (1) sikap terlalu mencintai harta (hub
al-dunya), (2) sikap tamak dan serakah, (3) sikap konsumtif dan hedonis, (4) pemahaman
agama yang dangkal, dan (5) hilangnya nilai kejujuran.
2. Motif Eksternal
Selain motif internal, terdapat pula motif eksternal yang mempengaruhi seseorang
untuk melakukan korupsi. Motif eksternal itu antara lain: (1) adanya kesempatan dan
sistem yang rapuh, (2) faktor budaya, (3) faktor kebiasaan dan kebersamaan, dan (4)
penegakan hukum yang lemah.

Korupsi sangat berbahaya akibatnya bagi kehidupan manusia. Korupsi seumpama kanker
dalam darah, sehingga pemilik badan harus selalu melakukan “cuci darah” terus menerus jika ia
menginginkan tetap hidup.
Adapun upaya menumbuhkembangkan budaya anti-korupsi, seperti
1. Budaya anti mencontek, plagiasi, dan titip absen
2. Memegang teguh amanah

Anda mungkin juga menyukai