MASA DEPAN
Pendangkalan Kekejian
Kengerian akan 1965-66, ketika jutaan
manusia Indonesia dianggap oleh
manusia Indonesia yang lain sebagai
binatang atau setan, yang karenanya
dapat dan harus diperlakukan dengan
kejam dan tidak memperdulikan segala
hukum yang berlaku, mempunyai banyak
konsekuensi berat pada saat ini. Sebuah
kebiasaan telah terbangun di kalangan
militer dimana jika menyangkut persoalan
”keamanan”, setiap aspek kesusilaan
dari manusia dapat disingkirkan dan
mereka dibekali dengan impunitas yang
mutlak –disediakan oleh “atasan” yang
memberi mereka perintah. Konsekuensi
politiknya menjadi semakin jelas melihat
25
pada peristiwa “aneksasi”17 Timor-
Timur sesudah 1975. Sudah menjadi
rahasia umum bahwa antara tahun
1977 dan 1980, sekitar sepertiga dari
populasi daerah bekas koloni Portugis
mati dengan cara yang tidak wajar
–ditembak senjata api, dibakar dengan
napalm,18 dibiarkan mati kelaparan di
‘kamp pengungsian”, atau korban dari
penyakit menular yang menyebar cepat
akibat kondisi pemukiman yang tidak
manusiawi. Penyiksaan menjadi standar
prosedur kerja (SOP –Standard Operating
Procedure), belum lagi berbagai macam
pemerkosaan dan pembunuhan. Jika kita
menggunakan presentase diatas untuk
pulau Jawa, maka ini berarti kematian
tak wajar paling tidak 25 juta jiwa dalam
waktu tiga tahun. Menakutkan? Jelas!
Kejahatan tingkat tinggi? Apakah masih
ada yang meragukannya?
Perjoeangan Kita
-Soetan Sjahrir
Dalam perjuangan
membebaskan diri dari
penjajahan, negara,
yang dalam hal ini
adalah negara Republik
Indonesia, dipakai sebagai
alat bukan tujuan. Soetan
Sjahrir menginginkan
hal itu dipertajam
agar perjuangan untuk
mengatasi kolonialisme
tidak menggunakan cara-cara fasis. Revolusi yang
dilaksanakan bukan revolusi fasis tetapi revolusi
kerakyatan. Dengan demikian semangat revolusi
kerakyatan tidak sama dengan fasis sebab tujuan
utamanya adalah kebebasan dan kemerdekaan
demi kesejahteraan rakyat.
Benedict R. O’G. Anderson
Dapat diunduh di www.anjinggalak.tk
39