INFEKSI TROPIK
Oleh:
Andrew Halim 0510710011
Happy Kurnia P 0510710066
M. Dhanny I 0510710091
Rakhmawati Diyana 0510710106
Pembimbing:
2010
1
BAB I
PENDAHULUAN
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat ini, infeksi virus Dengue
“A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang
mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD,
khususnya pada anak. (Gibbon, 2002; WHO 2001) Data Departemen Kesehatan RI
jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case
fatality rate sebesar 1,01% (2007). (Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
pertama kali ditemukan di Filipina pada tahun 1953. Pada tahun 1956 serotipe virus
dengue yaitu DEN 1,2,3 berhasil diisolasi dari pasien DHF di Filipina, juga pada
1958 di Bangkok, thailand saat terjadi epidemik DHF. Selama tiga dekade berikutnya
DHF (dan juga DSS/Dengue shock Syndrome) juga ditemukan di Kamboja, Cina,
lingkungan yang buruk, perumahan yang minim, dan cadangan air yang tidak
2
memadai (WHO,2002). Berbagai faktor kependudukan berpengaruh pada
peningkatan dan penyebaran kasus DHF, antara lain, pertumbuhan penduduk yang
tinggi, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, Tidak efektifnya kontrol
vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan Peningkatan sarana transportasi.
nyamuk) harus terus diupayakan, di samping pemberian terapi yang optimal pada
penderita DBD, dengan tujuan menurunkan jumlah kasus dan kematian akibat
negara tropis dan sub-tropis di Asia Tenggara, Pasifik Barat, Latin, dan Amerika
Tengah. Diperkirakan seetiap tahun terdapat 500.000 kasus DHF yang membutuhkan
yang tepat, kasus kematian pada DHF dapat mencapai 20%, tetapi dengan terapi
suportif intensif modern angka tersebut dapat turun hingga kurang dari 1% saja
(WHO, 2006).
Sampai saat ini, belum ada terapi yang spesifik untuk DHF, prinsip utama
dalam terapi DBD adalah terapi suportif, yakni pemberian cairan pengganti.
secara efektif dan efisien. Oleh sebab itu penulis memilih DHF sebagai tema
responsi kasus ini, untuk lebih memahami diagnosa dan penatalaksanaan penyakit ini
3
1.2 Rumusan Masalah
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dengue Fever adalah gejala demam akut selama 2-7 hari (biasanya dengan 2
1. Nyeri kepala
3. Myalgia/arthralgia
4. Rash
6. Leukopenia
Pada anak-anak, DF biasanya ringan. Pada sebagian dewasa, DF dapat disertai nyeri
tulang yang sangat dan dalam proses penyembuhannya dapat berhubungan dengan
kecenderungan perdarahan yang terbukti oleh satu atau lebih dari hal-hal berikut ini:
3. Perdarahan dari mucosa (paling sering adalah epistaxis dan perdarahan gusi),
5
5. Trombositopenia (teombosit < 100.000/ul)
hematokrit awal
(WHO,1999).
Dengue Shock Syndrome (DSS) adalah semua kriteria DHF ditambah dengan
tanda-tanda kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan nadi yang cepat dan lemah,
pulse pressure yang sempit (≤ 20 mm Hg), hipotensi, kulit basah & dingin, dan
2.2 Epidemiologi
6
Dengue adalah penyakit virus yang ditularkan oleh nyamuk dengan
penyebaran yang paling cepat. Dalam 50 tahun terakhir insidennya terus meningkat
sebelumnya belum terjamah. Diperkirakan terdapat sekitar 50 juta infeksi dengue dan
pada tahun 2007 dilaporkan terjadi 150.000 kasus demam berdarah dengue
(merupakan angka tertinggi) dengan lebih dari 25.000 kasus berasal dari Jakarta dan
7
2.3 Etiologi
Arthropoda Borne Viruses (Arbovirosis). Virus dengue (DEN) adalah virus RNA
beruntai tunggal virus yang memiliki 4 serotipe (DEN-1 hingga DEN -4).
yaitu ;
dan yang terbanyak adalah type 2 dan type 3. Penelitian di Indonesia menunjukkan
Dengue type 3 merupakan serotype virus yang dominan menyebabkan kasus yang
mengandung banyak kopian dari 3 protein struktural, membran host, dan genom
RNA beruntai tunggal. Genom diikat oleh protease inang dan virus dalam 3 protein
Protein non Struktural (NS) (WHO, 2009). Genotipe yang berbeda (virus yang
sangat terkait dalam sekuens nukleotida) telah diidentifikasi dalam setiap serotipe,
menyoroti variabilitas genetik luas dari serotipe dengue, virus yang "cocok" untuk
kedua manusia dan vektor antara lain, "Asia" genotipe DEN-2 dan DEN-3 yang
sering dikaitkan dengan penyakit berat yang menyertai infeksi dengue sekunder.
8
2.3.2 Vektor
Berbagai serotipe dari virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes yang terinfeksi, terutama Aedes aegypti. Nyamuk ini merupakan
spesies tropis dan subtropis didistribusikan secara luas di seluruh dunia, kebanyakan
di antara lintang 35° LU dan 35° LS. Batas geografis ini kira-kira sesuai untuk musim
dingin isoterm dari 10° C. Aedes aegypti relatif jarang di atas 1.000 meter, karena
suhu yang lebih rendah. Tahapan yang belum dewasa ditemukan di habitat yang
berisi air, terutama di wadah buatan manusia erat berkaitan dengan tempat tinggal
AedesAegypti betina dapat menghabiskan masa hidup mereka di dalam atau di sekitar
dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai dasar hitam dengan
bintikbintik putih pada bagian badan, kaki, dan sayapnya. Nyamuk Aedes aegypti
jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya.
Sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah
manusia dari pada binatang. Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang
hari. Aktivitas menggigit biasanya pagi (pukul 9.00-10.00) sampai petang hari
(16.00- 17.00. Aedes aegypti mempunyai kebiasan mengisap darah berulang kali
untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat
infektif sebagai penular penyakit. Setelah mengisap darah , nyamuk ini hinggap
(beristirahat) di dalam atau diluar rumah. Tempat hinggap yang disenangi adalah
9
benda-benda yang tergantung dan biasanya ditempat yang agak gelap dan lembab.
permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari
setelah terendam air. Jentik kemudian menjadi kepompong dan akhirnya menjadi
nyamuk dewasa.
memiliki ekologi tertentu, perilaku dan distribusi geografis. Pada dekade belakangan
ini Aedes albopictus telah menyebar dari Asia ke Afrika, Amerika dan Eropa,
didepositkan ketika ban-ban berisi air hujan. Telur dapat tetap bertahan selama
2.4 Patogenesis
Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah orang yang
sakit Demam Berdarah Dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus
sumber penularan penyakit demam berdarah. Virus dengue berada dalam darah
selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit
nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam lambung
nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan
10
tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah
mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain
(masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk
sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes Aegypti yang telah mengisap
virus dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi
mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang diisap tidak
membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang
Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi dengue
11
Gambar 2.3 Hipotesis infeksi sekunder
Menurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte, sebagai akibat
infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik
limfosit juga menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini
dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti
langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai
risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi herterolog yang
telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi
Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang
2.5 Diagnosis
12
Infeksi keempat serotipe virus dengue (DEN 1, 2, 3 and 4) dapat
asimptomatik, menuju ke dengue fever (DF), atau dengue haemorrhagic fever (DHF)
dengan plasma leakage yang dapat menimbulkan syok hipovolemik, dengue shock
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal
ini terpenuhi:
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
melena.
jenis kelamin.
hiponatremia.
13
2. Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdaran
lain.
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di
4. Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
14
DHFgrade Gejala Laboratoris
I Demam, dengan dua atau lebih gejala: Trombositopenia < 100.000
myalgia/arthralgia. 20%
positif.
II Demam, dengan dua atau lebih gejala: Trombositopenia < 100.000
myalgia/arthralgia. 20%
myalgia/arthralgia. 20%
kelemahan).
IV Shock dengan tekanan darah yang Trombositopenia < 100.000
20%
15
Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit,
jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif
disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia umumnya
dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai
dijumpai mulai hari ke 3 demam. Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan
hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang
dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin (Chen, dkk. 2009).
pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga
jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai gold standart adalah metode isolasi virus.
Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama
(lebih dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan ini,
seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler dengan deteksi materi
(RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih
cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal
serta mudah mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif
yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM
16
sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG
mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi
(NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue.
Masih terdapat perbedaan dalam berbagai literatur mengenai berapa lama antigen
NS1 dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan mencatat dengan metode
ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai
hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi
sekunder Dengue. Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena
sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer (Chen, dkk. 2009).
dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks
kanan dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua
hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG (Chen, dkk.
2009).
Pada demam fase awal, diferensial diagnosis yang didapat diantaranya adalah
akibat infeksi virus, bakteri, ataupun parasit. Yang sulit dibedakan dengan DHF
17
adalah demam Chikungunya. Pada hari ketiga atau keempat, pemeriksaan laboratoris
harus telah dilakukan untuk dapat menegakkan diagnosis sebelum timbul gejala syok.
Bila syok terjadi, maka otomatis akan mengugurkan diferensial diagnosis demam
dengan penyakit lain seperti syok karena endotoksin dari infeksi bakteri atau
(WHO,2002)
1,5 0,0
- Perdarahan gusi
11,8 0,0
- Hematemesis/melena
Hepatomegali 90,0 75,0
Syok 35,2 0,0
18
2.8 Penatalaksanaan
Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah
terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses
kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke
intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain
pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah cukup atau kurang,
pleura ataupun asites yang masif perlu selalu diwaspadai (Chen, dkk. 2009).
trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan kandung-an gizi yang
cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna.
Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat
dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi
19
1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok (gambar 2.3)
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat (gambar 2.4)
Gambar 2.6 Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
20
Gambar 2.7 Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
21
Gambar 2.8 Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa
22
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya
pada penatalaksanaan demam berdarah dengue: pertama adalah jenis cairan dan
kedua adalah jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena tujuan terapi
dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan salin) maupun koloid
dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan standar pada
terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih mudah didapat dan
lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya dibutuhkan dalam
penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular, aman dan
relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan memiliki
efektif. Beberapa efek samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid
perbandingan 1:3, sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu jam hanya 5
ml yang tetap berada dalam ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam ruang
penggunaan kristaloid antara lain mudah tersedia dengan harga terjangkau, komposisi
23
yang menyerupai komposisi plasma, mudah disimpan dalam temperatur ruang, dan
yaitu: pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma
(intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang
jaringan lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih stabil. Beberapa kekurangan yang
dan biaya yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid terbukti memiliki efek
samping koagulopati dan alergi yang rendah (contoh: hetastarch). Penelitian cairan
koloid dibandingkan kristaloid pada sindrom syok dengue (DSS) pada pasien anak
hasil sebanding pada kedua jenis cairan.17,18 Sebuah penelitian lain yang menilai
efektivitas dan keamanan penggunaan koloid pada penderita dewasa dengan DBD
derajat 1 dan 2 di Indonesia telah selesai dilakukan, dan dalam proses publikasi
plasma yang terjadi serta seberapa jauh proses tersebut masih akan berlangsung. Pada
(maintenance) dan untuk mengganti cairan akibat kebocoran plasma. Secara praktis,
kebutuhan rumatan pada pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, adalah sebanyak
kurang lebih 2000 ml/24 jam; sedangkan pada kebocoran plasma yang terjadi seba-
nyak 2,5-5% dari berat badan sebanyak 1500-3000 ml/24 jam. Jadi secara rata-rata
24
kebutuhan cairan pada DBD dengan hemodinamik yang stabil adalah antara 3000-
5000 ml/24 jam. Namun demikian, pemantauan kadar hematokrit perlu dilakukan
untuk menilai apakah hemokonsentrasi masih berlangsung dan apakah jumlah cairan
awal yang diberikan sudah cukup atau masih perlu ditambah. Pemantauan lain yang
perlu dilakukan adalah kondisi klinis pasien, stabilitas hemodinamik serta diuresis.
Pada DBD dengan kondisi hemodinamik tidak stabil (derajat 3 dan 4) cairan
diberikan secara bolus atau tetesan cepat antara 6-10 mg/kg berat badan, dan setelah
hemodinamik stabil secara bertahap kecepatan cairan dikurangi hingga kondisi benar-
benar stabil (lihat protokol pada gambar 6 dan 7). Pada kondisi di mana terapi cairan
25
BAB III
3.1 Identitas
Umur : 19 tahun
Telp : 085230149xxx
Pekerjaan :-
Pendidikan : SMA
Etnis/suku : Jawa
Agama : Islam
Pasien mengeluh demam sejak 4 hari sebelum MRS. Demam datang secara
tiba-tiba pada malam hari, disertai menggigil dan berkeringat. Demam dirasakan
26
Pasien juga mengeluh mual setiap kali mencoba makan dan minum, perut
kembung, dan nyeri, sehingga nafsu makan pasien turun. Mual dan muntah terjadi
hingga 15x. 3 hari setelah MRS nafsu makan sudah mulai meningkat.
Pasien juga mengalami konstipasi 3 hari sebelum MRS, setelah 1 hari MRS
pasien dapat BAB sebanyak 2x dengan feces yang keras. 2 hari setelah MRS pasien
diare 3x/hari, dengan volume + 200cc (1 gelas), warna coklat, cair lebih banyak
daripada ampas. BAK pasien sering, hingga 15x/hari, volume sedikit-sedikit, warna
kuning.
Pasien juga mengeluh sakit (tidak nyaman) pada daerah belakang mata, dan
mata menjadi merah dan berair. Mata merah dan berair mereda 3 hari setelah MRS.
Terdapat riwayat perdarahan gusi berdarah saat mulai MRS, epistaxis tidak
ada.
3 hari setelah MRS pasien juga mengeluh kulit menjadi kemerahan dan sedikit
menonjol yang merata pada daerah lengan dan tungkai, namun tidak panas dan tidak
gatal.
Riwayat keluarga atau tetangga yang mengalami gejala sakit serupa disangkal.
yang dibeli bebas, setelah minum obat, panas turun tetapi tidak pernah normal. Pasien
27
pergi ke Puskesmas 4 hari setelah demam, periksa laboratorium, kemudian langsung
Riwayat alergi
Pasien mengalami alergi terhadap telur, mie instan, dan ayam. Manifestasi
alergi berupa benjolan-benjolan (bisul) dan gejala gatal-gatal yang timbul pada wajah,
Riwayat imunisasi
Riwayat Pribadi
Olahraga : Basket
Kebiasaan makan : Tahu, tempe, daging, mie instan, telur, ayam (walaupun
28
3.3 Pemeriksaan Fisik
Gizi : Cukup
Berat badan : 65 kg
Kesadaran : Composmentis
GCS : 456
RR 20 x/mnt
Tax 39,20C
Kulit : Rash berwarna merah (+) pada tangan dan kaki, merata
Stem fremitus D = S
29
s/s v/v -/- -/-
RHM ~ SL dextra
LHM ~ iktus
-/-
Neurologi : Berdiri dan gaya berjalan dbn, tremor (-), kelemahan (-)
30
3.4.1 Darah Lengkap
2010
Leukosit 2200 2400 2300 2600 3200 2900 2700
Hb 15,2 13,9 13,0 12,8 13,0 13,0 10,4
PCV 47,0 41,3 37,7 37,1 37,6 34,5 30,2
Trombosi 45.000 36.000 43.000 49.000 68.000 65.000 250.000
t
GDA 143
Ureum 18,5
Creatinin 0,94
PPT 11,4
(12,7)
APTT 38,9
(27,4)
Dengue (+) (+)
IgG
Dengue (+) (+)
IgM
Natrium 123 132
Kalium 3,99 3,14
Chlorida 96 107
22 februari 2010
pH 9
BJ 1.015
Protein -
Nitrit -
31
Darah -
Epitel +
Silinder -
Leukosit 0-1/lpb
Eritrosit 0-2/lpb
Kristal -
Bakteri -
3.5 Penatalaksanaaan
500cc RL 20 tpm
- Observasi tanda-tanda
perdarahan
32
dengue (besok) 2 jam (300 cc/jam) asses VS,
tanda overload KU
- Paracetamol 3x500 mg po
iv
pMo:
- DL serial/8 jam
- Tanda-tanda bleeding
21 Februari - DL/8 jam - IVFD RL 30 tpm
S: kembung,
mual
22 Februari - Urine lengkap - IVFD RL 30 tpm
- Paracetamol 3x500 mg po
33
- Omeprazole 2x20 mg po
pMo:
- Tanda-tanda bleeding
23 Februari - SGOT/SGPT - IVFD RL 30 tpm
iv
- Paracetamol 3x500 mg po
- Omeprazole 2x20 mg po
- Surface cooling
- Rencana KRS
34
BAB IV
PEMBAHASAN
35
BAB V
PENUTUP
36
DAFTAR PUSTAKA
37