OLEH :
KELOMPOK 5 :
PRODI S1 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang mahakuasa, karena atas
rahmat dan karunianya saya dapat menyelesaikan karya tulis dengan tepat waktu.
Berikut ini kami menyusun sebuah makalah yang membahas tentang “APBN dan
peran pemerintah”, yang menurut kami dapat memberikan manfaat besar bagi kita
untuk mempelajari makalah ini.
Melalui kata pengantar ini saya terlebih dahulu memohon maaf dan
permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami
buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca semua, kami mohon maaf
yang sebesar- besarnya.
Dengan ini kami mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 2
1.3 Tujuan.............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Teoritis APBN....................................................................... 3
2.2. Potret APBN Indonesia...................................................................... 17
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 46
3.2 Saran.................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) merupakan rencana
keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat. APBN merupakan wujud dari pengelolaan keuangan negara yang
merupakan instrument bagi pemerintah untuk mengatur pengeluaran dan
penerimaan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintah
dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan
nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas
pembangunan secara umum.
Peran pemerintah di Indonesia diwujudkan melalui APBN. Agar peran
pemerintah dapat terwujud maka pemerintah harus menyelenggarakan beberapa
fungsi yaitu berupa fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi.
Fungsi alokasi berkaitan dengan tugas pemerintah untuk mengalokasikan
sumber daya yang ada dalam suatu negara agar ketersediaan barang terhadap
kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Fungsi distribusi merupakan tugas
pemerintah mengadakan penataan dan penyesuaian terhadap distribusi
pendapatan dan kekayaan masyarakat pada suatu keadaan yang adil dan merata.
Fungsi stabilisasi merupakan tugas pemerintah untuk menjaga kondisi
perekonomian yang stabil. Misalnya tingkat harga yang relatif stabil,
ketersediaan barang kebutuhan dan kesempatan kerja yang berimbang sesuai
dengan kebutuhan.
Sejak tahun 2000 struktur APBN terdiri dari tiga bagian besar yaitu:
pendapatan negara, belanja negara, dan pembiayaan. Hal ini karena Indonesia
masih menganut prinsip anggaran defisit sehingga diperlakukan pembiayaan
untuk menutup defisitnya.
APBN memiliki 2 sisi yaitu sisi penerimaan dan pengeluaran. Sisi
penerimaan bergantung pada ada/tidaknya perubahan upah/gaji. Sedangkan pada
sisi pengeluaran banyak dipengaruhi oleh perubahan harga barang dan jasa yang
dikonsumsi. APBN dalam suatu pemerintahan merupakan salah satu struktural
yang berperan sebagai tulang punggung dalam menopang kehidupan negara.
1
Tidak akan terjadi masalah apabila pengeluaran suatu negara lebih sedikit
daripada pendapatannya tetapi akan menjadi masalah besar apabila pengeluaran
jauh lebih banyak daripada pemasukan atau pendapatan.
Menurut menteri keuangan Sri Mulyani indrawati, ia memaparkan bahwa
defisit Indonesia tahun 2019 sebesar 2,2,% terhadap PDB atau sekitar Rp.353
triliun. Angka tersebut melampaui target APBN yang diterapkan sebesar Rp.
296 triliun atau 1,84% terhadap PDB. Namun, pada 19 Februari 2020 APBN
2020 sudah membukukan defisit. Realisasi belanja negara masih dibawah 6%
dari target, sementara penerimaan dibawah 5% per akhir januari 2020.
penerimaan negara tercatat Rp.103,7 triliun atau 4,6% dari target. Dibandingkan
dengan periode tahun sebelumnya, maka penerimaan negara turun 4,6%
Berdasarkan pemaparan diatas maka penulis akan membahas mengenai
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan peran pemerintah.
1.2. Rumusan Maslah
Dari latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.1.2 Fungsi APBN
APBN merupakan instrument untuk mengatur pengeluaran dan
pendapatan Negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan
pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian,
dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum. APBN
mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi,
dan stabiliasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang
menjadi kewajiban Negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan
dalam APBN. Surplus penerimaan Negara dapat digunakan untuk
membiayai pengeluaran Negara tahun anggaran berikutnya.
1. Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran Negara dapat
menjadi dasar untuk melaksanakan anggaran pendapatan dan belanja
pada tahun yang bersangkutan. Dengan demikian, pembelanjaan atau
pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
2. Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran dapat menjadi
pedoman bagi Negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun
tersebut. Jika pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka
Negara dapat membuat rencana untuk mendukung pembelanjaan
tersebut.
3. Fungsi pengawasan, yang berarti anggaran Negara harus menjadi
pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah
Negara sesuai dengan ketentuan yang telah diterapkan. Jadi, akan
mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah
menggunakan uang Negara bagi keperluan tertentu dibenarkan atau
tidak.
4. Fungsi alokasi, yang berarti bahwa anggaran Negara harus diarahkan
untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta
meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.
5. Fungsi distribusi, yang berarti bahwa kebijakan anggaran harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan.
4
6. Fungsi stabiliasi, yang memiliki makna bahwa anggaran pemerintah
merupakan alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan
fundamental perekonomian.
2.1.3 Prinsip-Prinsip APBN, Prinsip Penyusunan, dan Azas APBN
Sejak Orde Baru mulai membangun, APBN kita disusun atas dasar
tiga prinsip, yaitu prinsip berimbang (balance budget), prinsip dinamis,
dan prinsip fungsional. Berikut penjelasan dari masing-masing prinsip
tersebut.
1. Prinsip Anggaran Berimbang, yang dimaksud anggaran berimbang
adalah sisi penerimaan sama dengan sisi pengeluaran, di mana defisit
anggaran ditutup bukan dengan mencetak uang baru melainkan dengan
bantuan/pinjaman/utang luar negeri (Official Development Assistance
= ODA), atau dalam APBN dikategorikan sebagai penerimaan
pembangunan.
2. Prinsip Anggaran Dinamis, ada dua pengertian mengenai prinsip
anggaran dinamis, yaitu anggaran dinamis absolut dan relatif.
Anggaran dinamis absolut diartikan sebagai peningkatan jumlah
tabungan pemerintah dari tahun ke tahun (peningkatan surplus
anggaran rutin), sehingga kemampuan menggali sumber dalam negeri
bagi pembiayaan pembangunan dapat tercapai. Indikator ini bisa
diukur melalui laju pertumbuhan tabungan pemerintah yang selalu
positif dalam perkembangannya. Sedangkan anggaran dinamis relatif
diartikan sebagai semakin kecilnya persentase ketergantungan
pembiayaan pada bantuan luar negeri atau pinjaman luar negeri.
3. Prinsip Anggaran Fungsional, bahwa fungsi dari bantuan luar negeri
hanya untuk membiayai anggaran belanja pembangunan (pengeluaran
pembangunan) dan bukan untuk membiayai anggaran rutin.
APBN disusun berdasarkan prinsip-prinsip (1) Intensifikasi
penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran, (2)
Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang Negara, dan (3)
Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita Negara dan
penuntutan denda. Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip
5
penyusunan APBN adalah (1) Hemat, efesien, dan sesuai dengan
kebutuhan, (2) Terarah, terkendali, dan sesuai dengan rencana program
atau kegiatan, serta (3) semaksimal mungkin menggunakan hasil
produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan atau
potensial nasional.
APBN disusun berdasarkan azas-azas (1) Kemandirian, yaitu
meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri, (2) Penghematan atau
peningkatan efesiensi dan produktivitas, (3) Penjamin prioritas
pembanguna, serta (4) Menitikberatkan pada azas-azas dan undang-
undang Negara.
6
dilakukan melalui rapat koordinasi yang dilakukan secara intensif antara
pihak pemerintah (Kementrian Keuangan, BAPPENAS, Kementrian
Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Pusat Statistik, dan Bank
Indonesia).
7
Beberapa contoh hibah adalah (1) hibah uang hibah uang tunai
dan uang untuk membiayai kegiatan, serta (2) hibah barang atau jasa
dan hibah surat berharga. Berdasarkan mekanisme pencairannya dibagi
menjadi dua hibah terencana dan hibah langsung. Sementara
berdasarkan sumbernya dibagi menjadi hibah dalam negeri dan luar
negeri.
b. Penerimaan Perpajakan
Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri dari
pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.
1. Pendapatan Pajak Dalam Negeri
Pendapatan pajak dalam negeri dibagi menjadi lima, yaitu:
a. Pendapatan pajak penghasilan (PPh), yang menurut UU Nomor 34
tahun 2008 PPh adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak
atau penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun
paja. Jenis-jenis pajak penghasilan (PPh) dalam APBN: PPh Migas,
yaitu PPh yang dipungut dari Badan Usaha atau Bentuk Usaha
Tetap atas penghasilan dari kegiatan usaha hulu minyak bumi dan
gas alam. PPh non-migas, yaitu PPh yang dipungut dari wajib pajak
orang pribadi, badan, dan bentuk usaha tetap dalam negeri atau
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak
selain penghasilan atas pelaksanaan hulu migas.
b. Pendapatan pajak pertambahan nilai dan jasa serta pajak penjualan
atas barang mewah, berdasarkan UU No. 42 tahun 2009 pasal 5
PPnBM, adalah pajak yang dikenakan terhadap penyerahan BKP
tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang
menghasilkan barang tersebut di daerah pabean dalam rangka
kegiatan usaha atau pekerjakannya, dan impor BKP yang tergolong
mewah.
c. Pendapatan pajak bumi dan bangunan (PBB) berdasarkan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang pajak dan bangunan
sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 12 tahun
1993 adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya
8
pajak tentang terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu
bumi/tanah atau bangunan. Sektor pedesaan,sektor perkebunan,
sektor perhutangan, serta sektor pertambangan Migas dan
pertambangan umum.
d. Pendapatan cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap
barang-barang yang mempunyai sifat atau karakteristik. Barang
kena cukai (BKC). Walaupun cukai dikategorikan sebagai pajak
tidak langsung, tetapi dalam prakteknya produsen ikut menanggung
beban cukai sehingga konsumen membayar cukai dalam jumlah
yang tidak seharusnya.
e. Pendapatan pajak lainnya merupakan jenis penerimaan perpajakan
yang tidak termasuk dalam kategori penerimaan pajak. Penerimaan
pajak lainnya terdiri dari: a) bea materai, b) pendapatan penjualan
benda materi, c) pajak tidak langsung lainnya, d) bunga penagihan
PPh,e) bunga penagihan PPN, f) bunga penagihan PPnBM, dan g)
bunga penagihan pajak, penerimaan bea material merupakan
penerimaan yang dominan dalam pajak lainnya. Bea materai adalah
pajak atas dokumen sesuai dengan UU Nomor 13 tahun 1985
tentang bea materai.
f. Pendapatan bea masuk adalah pungutan negara yang dikenakan
terhadap barang diimpor.(pasal 1 ayat 15 UU Nomor 17 tahun 2006
tentang perubahan atas UUNo.10 Tahun 1995 tentang kepebeanan).
Pada dasarnya, bea masuk berfungsi untuk a) mencegah kerugian
industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan
barang impor tersebut. b) melindungi pengembangan industri
barang sejenis dengan barang-barang impor dalam negeri, c)
mencegah terjadinya kerugian serius terhadap industri dalam negeri
yang memproduksi barang sejenis dan/ atau barang secara
langsung bersaing, d) melakukan pembalasan terhadap barang
impor yang berasal dari negara yang memperlakukan barang ekspor
indonesia secara diskriminaif.
9
g. Pendapatan bea keluar menyangkut kepabeanan terhadap barang
ekspor yang dikenakan kepadaa negara. Tujuan bea keluar terhadap
barang ekspor adalah : a) menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam
negeri, b) melindungi kelestarian sumber daya alam, c)
mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dan komoditi
ekspor tertentu di pasaran internasional dan d) menjaga stabilitas
harga komoditi tertentu di dalam negeri. Sedangkan barang ekspor
yang dikenakan bea keluar adalah rotan, kulit, kelapa sawit, serta
CPO dan produk turunannya.
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) merupakan salah satu
sumber pendapatan negara, di luar penerimaan perpajakan. PNPB
telah mengalami beberapa kali perubahan klasifikasi sejalan
dengan jumlah dan kontribusinya dalam pendpatan negara, PNB
terdiri dari:
a. Penerimaan Sumber Daya Alam
Penerimaan sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi
(SDA migas). Penerimaan SDA migas merupakan bagian
pemerintah atas kegiatan usaha hulu yang dilaksanakan
berdasarkan Kontrak Production Sharing (KPS), setelah
dikurangi faktor pengurang berupa pajak-pajak dan pungutan
lainnya.
Penerimaan sumber daya alam non-minyak bumi dan gas bumi
(SDA Non-Migas). Penerimaan SDA nonmigas merupakan
penerimaan yang berasal dari hasil pemanfaatan sumber daya
alam di luar minyak dan gas bumi. Sumber penerimaan SDA
nonmigas meliputi: pendapatan pertambangan umum,
pendapatan kehutanan, pendapatan perikanan, dan pendapatan
perkembangan panas bumi.
b. Pedapatan Bagian Laba BUMN
Pendapatan bagian laba dan BUMN perbankan dan pendapatan
laba BUMN non-perbankan.
10
c. Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya
Penerimaan negara bukan pajak lainnya terdiri dari
pendapatan bunga dan pendapatan pendidikan. Pendapatan bunga
adalah semua pendapatan negara yang berasal dari bunga atas
piutang pemerintah dan penerusan pinjaman, pendapatan kejaksaan
dan peradilan serta hasil tindak pidana korupsi semuanya adalah
pendapatan pemerintah yang berasal dari kasus-kasus pengadilan
yang ditangani pemerintah, seperti legalisasi penandatanganan,
denda/tilang, pengesahan surat di bawah tangan, ongkos perkara,
penjualan hasil lelang, tindak pidana korupsi dan lain-lain.
Pendapatan pendidikan adalah semua pendapatan negara
yang berasal dari jasa penyelenggaraan pendidikan yaitu
pendapatan uang pendidikan, uang ujian masuk, kenaikan tingkat,
akhir pendidikan, serta pendapatan uang ujian untuk menjalankan
praktik. Pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi adalah
semua pendapatan negara yang berasal dari hasil korupsi yang
telah ditetapkan menjadi milik negara . pendapatan iuran dan denda
adalah pendapatan negara yang berasal dari iuran badan usaha yang
bergerak di bidang penyediaan dan pendistribusian BBM, serta
pengangkutan gas bumi melalui pajak.
d. Pendapatan Badan Layanan Umum
Pendapatan atau penerimaan BLU adalah penerimaan yang
berasal dari kegiatan pelayanan masyarakat yang dilakukan oleh
Badan Layanan umum. Badan layanan umum adalah instansi di
lingkungan pemerintahan yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang/jasa yang
dijual tanpa mencari keuntungan dan dalam melakukan
kegiatannya, didasarkan pada prinsip efisiensi serta produktivitas.
Jenis pendapatan BLU antara lain : pendapatan jasa layanan umum,
pendapatan hibah badan layanan umum, pendapatan hasil kerja
sama BLUdan pendapatan BLU lainnya.
11
2.1.6 Belanja Negara
Belanaja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui
sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja negara ini terdiri atas
belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah. Besaran belanja negara
dipengaruhi oleh beberapa faktor, anatara lain kebutuhan penyelenggara
negara, kebijakan pembangunan, serta kondisi dan kebijakan lainnya.
Sebagai contoh, besaran belanja subsidi energi dipengaruhi oleh asumsi
ICP serta nilai tukar untuk menentukan target volume BBM bersubsidi.
1. Belanaja Pemerintah Pusat
Pengeluaran atau belanja negara adalah semua pengeluaran negara
untuk membiayai belanja pemerintah pusat dan belanja untuk daerah.
Belanja pemerintah pusat menurut jenisnya adalah:
a. Belanja pegawai adalah bentuk kompensasi baik dalam bentuk
uang atau barang, yang harus dibayarkan kepada pegawai
pemerintah baik di dalam maupun luar negeri sebagai imbalan atas
pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang
berkaitan dengan pembentukan modal. Pengeluaran rutin belanja
pegawai meliputi: gaji dan pensiun, tunjangan beras, uang makan
dan lauk pauk, lain-lain belanja pegawai dalam negeri, dan belanja
luar negeri.
Belanja barang: belanja barang dalam negeri dan luar
negeri.
Subsidi daerah otonomi: belanja pegawai dan belanja non-
pegawai.
Bunga dan cicilan utang:utang dalam negeri dan luar negeri.
Pengeluaran rutin lainnya: subsidi bahan bakar minyak dan
lain-lain.
b. Belanja barang dalam negeri dan luar negeri adalah pembelian
barang dan jasa yang digunakan untuk memperoduksi barang dan
jasa yang dipasarkan maupun tidak dipasarkan, termasuk biaya
pemeliharaan serta biaya perjalanan.
12
c. Belanja modal adalah pengeluaran/belanja yanhg dikeluarkan
dalam rangka pembentukan modal, yang terdiri dari tanah,
peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, belanja
modal lainnya, dan biaya modal non-fisik.
d. Pembayaran bunga utang adalah pembayaran atas biaya pinjaman
yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman.
e. Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan pemerintah kepada
perusahaan atau lembaga yang memproduksi, menjual,
mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa.
2. Transfer ke Daerah
Transfer ke daerah adalah bagian dari belanja negara dalam rangka
membiayai pelaksanaan desentralisasi fiskal dana perimbangan, dana
otonomi khusus, dan dana penyesuaian. Rincian anggaran transfer ke
daerah adalah:
a. Dana perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan ke daerah untuk mendanai kebutuhan
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri atas:
dana bagi hasil, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan ke daerah berdasarkan persentase tertentu demi
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi;dana alokasi umum, yang selanjuthya disebut DAU,
yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan ke daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuntungan antardaerah demi mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU tersebut dialokasikan
13
dalam bentuk block grant, yang penggunaannya diserahkan
sepenuhnya kepada daerah; dana alokasi khusus, yaitu dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan ke dareah
tertentu dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan daerah dan sesuai prioritas nasional.komponen
transfer ke daerah lainnya adalah dana otonomi khusus dan
penyesuaian, yang diatur dengan peraturan perundang-undangan di
luar UU perimbangan keuangan.
b. Dana otonomi khusus, yaitu dana yang dialokasikan untuk
membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah. Dana ini
dibatasi hanya 20 tahun, yang saat ini untuk provinsi Papua dan
Nanggroe Aceh Darusalam.
c. Dana penyesuaian, yaitu dana yang dialokasikan untuk membantu
daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan pemerintah pusat
dan membantu mendukung percepatan pembangunan daerah.
3. Pembiayaan
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang harus dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun anggaran berikutnya.
Besaran pembiayaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
asumsi dasar makroekonomi; kebijakan pembiayaan; serta kondisi dan
kebijakan lainnya.
a. Pembiayaan dalam negeri, yang meliputi (1) pembiayaan
perbankan dalam negeri yang bersumber dari sisa Anggaran lebih
(SAL), penerimaan cicilan pengembalian Subsidiry Loan
Agreement (SLA)/Rekening Dana Investasi (RDI), rekening
pembangunan hutan, dan rekening pemerintah lainnya. Sedangkan
pembiayaan non-perbankan dalam negeri bersumber dari
privatisasi, Hasil Pengelolaan Aset (HPA), penerbitan Surat
Berharga Negara (SBN), penarikan pinjaman dalam negeri, dana
investasi pemerintah dan Penyertaan Modal Negara (PMN), serta
dana pengembangan pendidikan nasional, dan (2) pembiayaan
14
nonperbankan dalam negeri; hasil pengelolaan aset;surat berharga
negara neto;pinjaman dalam negeri neto;dana inverstasi
pemerintah; dan kewajiban pinjaman.
b. Pembiyaan luar negeri yang meliputi (1) penarikan pinjaman luar
negeri, yang terdiri dari atas pinjaman program dan pinjaman
proyek, dan (2) penerusan pinjaman, serta pembayaran cicilan
pokok utang luar negeri, yang terdiri dari atas jatuh tempo dan
moratorium.
15
prioritas pembangunan dan analisis pemenuhan kelayakan serta
efisiensi indikasi.
Tahapan penganggaran dimulai dari (1) penyusunan kapasitas
fiskal yang menjadi bahan penetapan pagu indikatif,(2) penetapan
pagu indikatif,(3) penetapan pagu anggaran K/L,(4) penyusunan
Rencana Kerja dan Anggaran K/L (RKA-K/L), (5) penelaahan RKA-
K/L sebagai bahan penyusunan nota keuangan dan rancangan undang-
undaang tentang APBN, dan (6) penyampaian nota keuangan,
rancangan APBN, dan rancangan UU tentang APBN kepada DPR.
b. Penetapan / persetujuan APBN
Kegiatan penetapan/persetujuan ini dilakukan pada APBN t-1 yaitu
sekitar bulan Oktober-Desember. Kegiatan dalam tahap ini berupa
pembahasan rancangan APBN dan rancangan undang-undang APBN
serta penetapannya oleh DPR. Selanjutnya, berdasrkan persetujuan
DPR, rancangan UU APBN ditetapkan menjadi UU APBN, penetapan
UU APBN ini diikuti dengan penetapan Keppres mengenai rincian
APBN sebagai lampiran UU APBN dimaksud.
c. Pelaksanaan APBN
Jika tahapan ke-1 dan ke-2 dilaksanakan pada APBN t-1, kegiatan
pelaksanaan APBN dimulai pada 1 januari-31 desember tahub berjalan
(APBN t). dengan kata lain, tahun anggaran 2014 akan dilaksanakan
mulai 1 januarib 2014-31 desember 2014. Kegiatan pelaksanaan
APBN dilakukan oleh pemerintah dalamhal ini kementrian/lembaga
(K/L). K/L mengusul konsep daftar isian pelaksana anggaran (DIPA)
berdasarkan keppres mengenai rincian APBN dan menyampaikannya
ke kementrian keuangan untuk disahkan. DIPA adalah alat untuk
melaksanakan APBN, dan berdasarkan DIPA inilah para pengelola
anggaran K/L (pengguna anggaran, kuasa pengguna anggaran, dan
pembantu pengguna anggaran) melaksanakan beberapa kegiatan sesuai
tugas dan fungsi instansinya.
d. Pelaporan dan pencatatan APBN
16
Tahap pelaporan dan pencatatan APBN diaksanakan bersamaan
dengan tahap pelaksanaan APBN,yaitu 1 januari-31 Desember.
Laporan keuangan pemerintah dibuat melalui proses akuntansi, dan
disajikan sesuai dengan standar akuntansi keuangan pmenerintah yang
terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan laporan
Arus Kas, serta cacatan atas laporan keuangan.
e. Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban APBN
Tahap terakhir siklus APBN adalah tahap pemeriksaan dan
pertanggungjawaban ang dilaksanakan setelah tahap pelaksanaan
berakhir (APBN t+1), yaitu sekitar bulan januari-juli. Sebagai contoh,
jika APBN dilaksankan tahun 2013, tahap pemeriksaan dan
pertanggungjawabannya dilakukan pada tahun 2014. Pemeriksaan ini
dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Untuk
pertanggungjawaban pengelolaan dan pelaksanaan APBN secara
keseluruhan selama satu tahun anggaran,presiden menyampaikan
rancangan UU tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN
kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa BPK,
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
17
1999 42.582 44.581 -1.999
Porsi Penerimaan
Penerimaan Pajak
18
GAMBAR 6.1 Porsi Penerimaan Pajak Tahun 1998-2014
Porsi Pengeluaran
Belanja Pusat 72%
Transfer Daerah 28%
Berdasarkan Tabel 6.1 dan Gambar 6.2, terjadi penurunan yang sangat
drastis pada APBN tahun 1998-1999 akibat melandanya krisis ekonomi di
Indonesia yang mengakibatkan perekonomian turun drastis dan diperoleh dengan
kondisi negara yang sedang tidak stabil, sehingga dapat dikatakan bahwa pada
tahun tersebut perekonomian Indonesia sangatlah buruk dalam sejarah. Namun,
krisis ini masih berlanjut meskipun pemerintah terus berupaya memperbaiki pasca
krisis moneter pada tahun 2000-2008 karena terjadinya krisis global. Sementara
pada tahun 2009 terjadi penurunan penerimaan dari sektor pajak dan pada tahun
itu juga perekonomian Indonesia bisa disebut mulai pulih pasca krisis global dan
posisinya mulai membaik. Dari tahun 2010 terjadi perbaikan yang menuai tren
positif bagi perekonomian Indonesia hingga tahun 2013. Pada tahun 2014,
perekonomian cukup stabil namun APBN selalu mengalami defisit yang
menyebabkan Indonesia harus berutang banyak ke Lembaga Keuangan Dunia
yang membuat utang-utang tersebut semakin membengkak.
19
Potret perekonomian Indonesia ditinjau dari penerimaan pemerintah
pasca reformasidengan mengunakan analisis growth and share dapat dilihat
pada Tabel 6.2
20
GAMBAR 6.3 Posisi Kuadran Penerimaan Indonesia Tahun 1998-2014
21
krisis moneter sehingga dalam pengumpulan pajak pun pemerintah mengalami
kesulitan karena perekonomian sedang dalam keadaan lesu.
Tahun Pajak (Miliar Rupiah) Growth Pajak (%) Share Pajak (%)
22
2013 1.192.994 0,17 0,14
Total 8.739.864
Rata-Rata 0,33
23
4
24
Berdasarkan Gambar 6.4, tampak bahwa kondisi penerimaan dari sektor
perpajakan yang paling tinggi growth and share-nya adalah pada tahun 2008, yang
berada di kuadran 1. Kondisi ini diktatakan sebagai tahun terbaik bagi penerimaan
negara dari sektor pajak, karena pertumbuhan penerimaan pajak lebih besar dari
tahun-tahun sebelumnya. Dalam rentang 1998-2014, kontibusi dari penerimaan
pajak terus mengalami peningkatan walaupun tidak terlalu besar. Pertumbuhan
penerimaan dari sektor pajak pada tahun 2008 cukup besar dari tahun-tahun
sebelumnya sehingga sektor pajak menyumbang cukup besar bagi penerimaan
negara.
25
TABEL 6.5 Penerimaan Non-pajak Tahun 1998-2014
Penerimaan Sumber Daya Alam
26
Jumlah 1.399.788 560.973 154.764
Analisis Pengeluaran
Potret perekonomian Indonesia ditinjau dari pengeluaran APBN pasca
reformasi dengan menggunakan analisis growth and share dapat dilihat pada
Tabel 6.6
TABEL 6.6 Data Pengeluaran APBN Tahun 1998-2014
27
Total 13.148.839 562,62 100,04
28
Berdasarkan Gambar 6.7, tampak seperti kondisi pengeluaran belanja pusat
yang paling tinggi ghrowth dan share-nya adalah pada tahun 2008, yang berada di
kuadran I. Kondisi ini terjadi karena pada saat itu pemerintah mendapatkan Sisa
Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) yang tepat dengan defisit yang hampir
mendekati. Posisi terburu ada di kuadran III dengan pertumbuhan dan kontribusi
yang sangat rendah terjadi pada tahun 1999. Posisi ini disebabkan oleh APBN
Indonesia yang selalu defisit. Sejak Indonesia menggunakan prinsip APBN
defisit, sudah bisa dipastikan dari tahun ke tahun APBN akan mengalami defisit,
di mana pengeluaran selalu lebih besar ketimbang penerimaan. Oleh karena itu,
pada tahun 2000 sebenarnya jika dilihat dari nominal pengeluaran pemerintah
tahun sebelumnya (1999) mengalami kenaikan yang tinggi, serta dilihat dari
pertumbuhannya lebih dari 100% yaitu 451,18%. Hal ini karena pemetintah harus
mengcover pengeluaran negara, yakni dimulai dari yang paling besar untuk
pembiayaan utang ke luar negeri, diikuti oleh belanja pegawai dan yang terakhir
untuk subsidi dalam negeri. Hal tersebut berlanjut ke tahun-tahun selanjutnya
karena Indonesia selalu mengalami defisit anggaran.
29
Tahun Transfer ke Daerah (miliar) Growth Transfer ke Share Transfer
Daerah (%) Daerah (%)
30
otonomi daerah. Sedangkan kondisi pengeluaran daerah yang paling rendah
growth dan share-nya terjadi pada tahun 1999, 2002, 2003, 2004 dan 2005, yang
semuanya berada di kuadran III. Hal ini di pengaruhi oleh imbas dari
pemberlakuan otonomi daerah.
31
kelanjutan penurunan yang dilakukan pada 2008 sebagai respons atas tren
penurunan harga minyak dunia yang terjadi sejak semester II 2008.
Pemerintah harus memainkan peran yang jauh lebih luas dari sekedi
menyelenggarakan pemerintahan umum. Tugas-tugas pembangunan yang
meliputi berbagai aspek wajib diemban dan dilaksanakan. Tentu saja,
pembelanjaan (pembiayaan) juga berimplikasi menimbulkan masalah tambahan,
yang umumnya adalah kemampuan (sumber) untuk menyediakan dana. Ketika
krisis mulai melanda Indenesia pada pertengahan tahun 1997, kondisi keuangan
negara kita sebenarnya saat tidak terlalu buruk. Pada tahun 1996, APBN menurut
pembukuan GFS yang sejak tahun 2020 kita pakai surplus sebesar 1.9% dari PDB,
utang luar negeri pemerintah sevesae 550 miliar dollar AS atau sekitar 24% dari
PDB, sedangkan utang dalam negeri tidak ada. Krisis telah mengubah semuanya.
Defisit anggaran negara membengkak dan utang pemerintah meningkat tajam.
Pada tahun 1998, yaitu tahun paling kelabu, Indonesia mengalami kombinasi 2
penyakit ekonomi yang fatal yaitu sektor rill yang macet dan hiperinflansi. Tahun
itu PDB anjlok sekitar 13%, inflasi mencapai sekitar 78% dengan harga
meningkat lebih dari 2 kali lipat, kurs melonjak tidak menentu, dan anggaran
negara segera berubah dari surplus menjadi defisit 1,7% dari PDB.
1. Kebijakan BLBI
Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi situasi darurat berupa
kelangkaan likuiditas yang akut akibat arus dana keluar yang tidak
terbendung dan semakin memberati sistem perekonomian indonesia. Satu-
satunya sumber likuiditas yang ada dalam keadaan seperti ini adalah Bank
Indonesia sebagai Lender of last resort, yaitu fungsi yang lazimnya ada
32
pada setiap bank central untuk menghadapi kedaaan darurat. Dukungan
likuiditas dalam keadaan ini dikenal dengan bantuan likuiditas Bank
Indonesia (BLBI).
33
Tahun t N Y t² Yt
1998 -15 1 -16.200 225 243.000
1999 -13 2 -1.999 169 25.987
2000 -11 3 -16.132 121 177.452
2001 -9 4 -40.485 81 364.365
2002 -7 5 -23.652 49 165.564
2003 -5 6 -35.109 25 175.545
2004 -3 7 -23.810 9 71.430
2005 -1 8 -14.408 1 14.408
2006 1 9 -29.142 1 -29.142
2007 3 10 -49.844 9 -149.532
2008 5 11 -4.122 25 -20.610
2009 7 12 -88.619 49 -620.333
2010 9 13 -46.845 81 -421.605
2011 11 14 -84.399 121 -928.389
2012 13 15 -190.105 169 -2.471.365
2013 15 16 -153.338 225 -2.300.070
2014 17 17 1.660.692,3 289 28.231.769,1
Jumlah 1.659.874,091 1.649 28.231.763,396703
Rata - Rata 97.639.652 97 1.660.691.964.512,059
Sumber: Badan Pusat Statistik (Diolah)
= =
= 97.639,65241 = 17.120,53572
Y = 97.639,65241 + 17.120,53572
Y = 97.639,65241 + 1.352.522,322
34
Y = 1.450.161,974
Tahun t N Y t² Yt
1998 -15 1 156.470 225 -2.347.050
1999 -13 2 42.582 169 -533.366
2000 -11 3 205.335 121 -2.258.685
2001 -9 4 301.708 81 -2.709.702
2002 -7 5 298.528 49 -2.089/696
2003 -5 6 341.396 25 -1.706.980
2004 -3 7 403.367 9 -1.210.101
2005 -1 8 495.224 1 -495.224
2006 1 9 637.987 1 637.987
2007 3 10 707.806 9 2.123.418
2008 5 11 981.609 25 4.908.045
2009 7 12 848.763 49 5.941.341
2010 9 13 995.272 81 8.957.448
2011 11 14 1.210.600 121 13.316.600
2012 13 15 1.358.205 169 17.656.665
2013 15 16 1.529.673,1 225 22.945.096,5
2014 17 17 1.662.509 289 28.262.653
Jumlah 12.176.404 1.649 91.378.250
Rata - Rata 716.259,0588 97 5.375.191.176
Sumber: Badan Pusat Statistik (Data Diolah)
= =
= 716.259,0588 = 55.414,34203
35
Jadi, persamaan linearnya adalah
Y = 716.259,0588 + 55.414,34203 t
Y = 716.259,0588 + 437.773,302037
Y = 5.093.992,08
Tahun t N Y t² Yt
1998 -15 1 172.670 225 -590.050
1999 -13 2 44.581 169 -579.553
2000 -11 3 321.467 121 -2.436.137
2001 -9 4 341.563 81 -3.074.067
2002 -7 5 322.180 49 -2.225.260
2003 -5 6 376.505 25 -1.882.525
2004 -3 7 427.177 9 -1.281.531
2005 -1 8 509.632 1 -503.632
2006 1 9 667.129 1 667.129
2007 3 10 757.650 9 2.272.950
2008 5 11 985.731 25 4.928.655
2009 7 12 937.382 49 6.561.674
2010 9 13 1.042.117 81 9.379.053
2011 11 14 1.294.999 121 14.244.989
2012 13 15 1.548.310 169 20.128.030
2013 15 16 1.683.011 225 25.245.165
2014 17 17 1.876.900 289 31.907.300
Jumlah 13.209.004 1.649 100.726.190
Rata - Rata 777.000,2352 97 5.925.070
Sumber: Badan Pusat Statistik (Data Diolah)
36
= =
=777.000,2352 = 61.083,1959
Y = 777.000,2352 + 61.083,1959 t
Y = 777.000,2352 + 4.825.572,4761
Y = 5.602.572,7113
2.2.6 Proyeksi Total Penerimaan Pajak pada APBN Indonesia Tahun 2045
Potret perekonomian Indonesia ditinjau dari penerimaan pajak
pada APBN Indonesia pasca reformasi dengan menggunakan analisis
growth and share dapat dilihat pada Tabel 2.11 berikut ini: Tabel 2.11
Proyeksi Total Penerimaan Pajak pada APBN Indonesia Tahun 2045
Tahun t N Y t² Yt
1998 -15 1 102.395 225 -1.535.921
1999 -13 2 24.919 169 -323.942
2000 -11 3 115.913 121 -1.275.543
2001 -9 4 185.541 81 -1.669.343
2002 -7 5 210.088 49 -1.470.315
2003 -5 6 280.559 9 -841.571
2004 -3 7 347.031 1 -347.031
2005 -1 8 409.203 1 409.203
2006 1 9 490.989 9 1.472.967
37
2007 3 10 658.701 25 3.293.905
2008 5 11 619.922 49 4.339.454
2009 7 12 723.307 81 6.509.763
2010 9 13 873.874 121 9.612.614
2011 11 14 1.016.237 169 13.211.084,2
2012 13 15 1.192.994 225 17.894.911,5
2013 15 16 1.246.107 289 21.183.819
2014 17 17 8.739.864 1.649 69.252.973,4
Jumlah 514.109,65 79 4.073.704,31
Rata – Rata
Sumber: Badan Pusat Statistik (Data Diolah)
= =
=516.697,88 = 41.996,95
Y = 516.697,88 + 41.996,95 t
Y = 516.697,88 + 3.317.759,05
Y = 3.834.456,93
Artinya, jumlah penerimaan pajak APBN pada tahun 2045 adalah Rp.
3.834.456,93 miliar.
38
growth and share dapat dilihat pada Tabel 2.12 berikut ini: Tabel 2.12
Proyeksi Total Penerimaan Non-pajak pada APBN Indonesia Tahun 2045
Tahun t N Y t² Yt
1998 -15 1 54.013 225 -810.195
1999 -13 2 169 0
2000 -11 3 89.422 121 -983.642
2001 -9 4 115.059 81 -1.035.531
2002 -7 5 85.440 49 -619.080
2003 -5 6 98.880 9 -494.400
2004 -3 7 122.546 1 -367.638
2005 -1 8 146.888 1 -145.888
2006 1 9 226.950 9 226.950
2007 3 10 215.120 25 645.360
2008 5 11 320.605 49 1.603.025
2009 7 12 227.174 81 1.590.218
2010 9 13 268.942 121 2.420.478
2011 11 14 331.472 169 3.646.192
2012 13 15 341.142,6 225 4.434.853,8
2013 15 16 332.195,4 289 4.982.931
2014 17 17 175.226,4 1.649 2.978.848,8
Jumlah 3.100.114,4 79 26.986.230,6
Rata – rata 182.339,67 1.587.425,32
Sumber: Badan Pusat Statistik (Data Diolah)
= =
=182.359,67 = 16.365,21
Y = 182.359,67 + 16.365,21 t
39
Y = 182.359,67 + 1.292.851,59
Y = 1.475.211,26
Tahun t N Y t² Yt
1998 -15 1 146.020 225 -2.190.300
1999 -13 2 36.092 169 -469.195
2000 -11 3 188.392 121 -2.072.312
2001 -9 4 260.508 81 -2.344.572
2002 -7 5 223.976 49 -1.567.832
2003 -5 6 256.191 9 -1.280.955
2004 -3 7 297.464 1 -892.392
2005 -1 8 361.155 1 -361.155
2006 1 9 440.032 9 440.032
2007 3 10 504.623 25 1.513.869
2008 5 11 693.356 49 3.466.780
2009 7 12 628.812 81 4.401.684
2010 9 13 697.406 121 6.276.654
2011 11 14 883.722 169 9.720.942
2012 13 15 1.069.534 225 13.903.942
2013 15 16 1.154.381 289 17.315.215
2014 17 17 1.280.387 1.649 21.766.579
Jumlah 9.122.051 79 67.627.463
Rata – rata 536.591,24 3.978.087,23
Sumber: Badan Pusat Statistik (Data Diolah)
40
= =
=536.591,24 = 41.011,21
Y = 536.591,24 + 41.011,21 t
Y = 536.591,24 + 3.239.885,59
Y = 3.776.476,83
Artinya, jumlah pengeluaran belanja pusat pada APBN pada tahun 2045
adalah Rp. 3.776.476,83 miliar.
Tabel 2.14 Proyeksi Total Pengeluaran Transfer Daerah pada APBN Indonesia Tahun
2045
Tahun t N Y t² Yt
1998 -15 1 26.650 225 -399.750
1999 -13 2 8.490 169 -110.370
2000 -11 3 33.075 121 -363.825
2001 -9 4 81.054 81 -729.486
2002 -7 5 98.204 49 -687.428
2003 -5 6 120.314 9 -601.570
2004 -3 7 129.723 1 -389.169
2005 -1 8 150.464 1 -150.464
2006 1 9 226.180 9 226.180
2007 3 10 253.263 25 759.789
41
2008 5 11 292.434 49 1.462.170
2009 7 12 308.585 81 2.160.095
2010 9 13 344.728 121 3.102.552
2011 11 14 411.325 169 4.324.575
2012 13 15 478.776 225 6.224.088
2013 15 16 528.630 289 7.929.450
2014 17 17 596.504 1.649 10.140.568
Jumlah 4.088.399 79 33.097.405
Rata – rata 240.494,05 1.945.906,17
Sumber: Badan Pusat Statistik (Data Diolah)
= =
=240.494,05 = 20.071,19
Y = 240.494,05 + 20.071,19 t
Y = 240.494,05 + 1.585.624,01
Y = 1.826.118,06
Artinya, jumlah pengeluaran transfer daerah pada APBN pada tahun 2045
adalah Rp.1.826.118,06 miliar.
42
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
43
Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah
serangkaian kegiatan dalam proses penganggaran yang dimulai ketika
anggaran negara mulai disusun hingga perhitungan anggran disahkan dengan
undang-undang, ada 5 tahapan pokok dalam siklus APBN di Indonesia yaitu :
Perencanaan dan Penganggaran APBN, Penetapan / persetujuan APBN,
Pelaksanaan APBN, Pelaporan dan pencatatan APBN, dan Pemeriksaan dan
Pertanggungjawaban APBN
Terakhir adalah Potret perekonomian Indonesia yang mana telah
dijelaskan perkembangan potret perekenomian Indonesia dari periode-periode
pasca tahun 1998-2045 ditinjau dari penerimaan dan pengeluaran APBN
dengan menggunakan analisis growth and share.
3.2 Saran
Anggaran pendapatan dan belanja negara,merupakan instrumen yag
penting dalam pembangunan suatu negara. Penyusunan APBN serta
kebijakan pemerintah yang baik akan menghasilkan peningkatan yang di
harapkan ,begitupun sebaliknya.Bagi para penyelenggara negara sebagai
pengelola anggaran negara hendaknya menghindarkan diri dari praktek-
praktek KKN karena KKN secara materiil akan sangat merugikan
wargamasyarakat.
Penyusun berharap dengan adanya data– data dalam makalah ini,dapat
menambah wawasan dan cara fikir kritis kita akan APBN dan semoga
makalah ini dapat berguna di kalangan para pembaca yang budiman.
44
Daftar Pustaka
Julita Sembiring Lidya.2020. Bersyukurlah Indonesia, Lihat Nih Kondisi APBN
Negara Sebelah.
https://www.cnbcindonesia.com/market/20200107112514-17-
128196/bersyukurlah-indonesia-lihat-nih-kondisi-apbn-negara-sebelah.
Diakses pada 31 Maret 2020.
Julita Sembiring Lidya.2020. Masih Januari, APBN 2020 Sudah Defisit Rp 36,1T.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20200219181445-4-
139113/masih-januari-apbn-2020-sudah-defisit-rp-361-t. Diakses pada
31 Maret 2020.
Machmud, Amir.1996. Perekonomian Indonesia Pasca Reformasi. Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Rismayani Maya. 2017. APBN dan Peran Pemerintah.
https://www.scribd.com/document/367699018/APBN-Dan-Peran-
Pemerintah-Th. Diakses pada 31 Maret 2020.
Wikipedia. 2020. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia.
https://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran_Pendapatan_dan_Belanja_Negar
a_Indonesia. Diakses pada 31 Maret 2020
45