Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH

APBN DAN PERAN PEMERINTAH

OLEH :

KELOMPOK 5 :

NI KADEK ANTARI WINDIDASARI (1717051060)


KOMANG ROSA LYANA (1717051090)
MADE NGURAH DUWIPANTARA (1717051364)
LUH KEWIK SUKRENI PUTRI (1717051397)
PUTU MELIANI (1717051363)
NI MADE SANISCARYANI KUNTI (1717051223)
I GUSTI AYU PUTRI ANGGRENI (1717051100)

PRODI S1 AKUNTANSI

JURUSAN EKONOMI DAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang mahakuasa, karena atas
rahmat dan karunianya saya dapat menyelesaikan karya tulis dengan tepat waktu.
Berikut ini kami menyusun sebuah makalah yang membahas tentang “APBN dan
peran pemerintah”, yang menurut kami dapat memberikan manfaat besar bagi kita
untuk mempelajari makalah ini.

Makalah ini di dalamnya membahas tentang konsep teoritis APBN dan


pemerintah dan potret APBN Indonesia.

Melalui kata pengantar ini saya terlebih dahulu memohon maaf dan
permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami
buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca semua, kami mohon maaf
yang sebesar- besarnya.

Dengan ini kami mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca.

Singaraja, 3 April 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 2
1.3 Tujuan.............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Teoritis APBN....................................................................... 3
2.2. Potret APBN Indonesia...................................................................... 17
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 46
3.2 Saran.................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) merupakan rencana
keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat. APBN merupakan wujud dari pengelolaan keuangan negara yang
merupakan instrument bagi pemerintah untuk mengatur pengeluaran dan
penerimaan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintah
dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan
nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas
pembangunan secara umum.
Peran pemerintah di Indonesia diwujudkan melalui APBN. Agar peran
pemerintah dapat terwujud maka pemerintah harus menyelenggarakan beberapa
fungsi yaitu berupa fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi.
Fungsi alokasi berkaitan dengan tugas pemerintah untuk mengalokasikan
sumber daya yang ada dalam suatu negara agar ketersediaan barang terhadap
kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Fungsi distribusi merupakan tugas
pemerintah mengadakan penataan dan penyesuaian terhadap distribusi
pendapatan dan kekayaan masyarakat pada suatu keadaan yang adil dan merata.
Fungsi stabilisasi merupakan tugas pemerintah untuk menjaga kondisi
perekonomian yang stabil. Misalnya tingkat harga yang relatif stabil,
ketersediaan barang kebutuhan dan kesempatan kerja yang berimbang sesuai
dengan kebutuhan.
Sejak tahun 2000 struktur APBN terdiri dari tiga bagian besar yaitu:
pendapatan negara, belanja negara, dan pembiayaan. Hal ini karena Indonesia
masih menganut prinsip anggaran defisit sehingga diperlakukan pembiayaan
untuk menutup defisitnya.
APBN memiliki 2 sisi yaitu sisi penerimaan dan pengeluaran. Sisi
penerimaan bergantung pada ada/tidaknya perubahan upah/gaji. Sedangkan pada
sisi pengeluaran banyak dipengaruhi oleh perubahan harga barang dan jasa yang
dikonsumsi. APBN dalam suatu pemerintahan merupakan salah satu struktural
yang berperan sebagai tulang punggung dalam menopang kehidupan negara.

1
Tidak akan terjadi masalah apabila pengeluaran suatu negara lebih sedikit
daripada pendapatannya tetapi akan menjadi masalah besar apabila pengeluaran
jauh lebih banyak daripada pemasukan atau pendapatan.
Menurut menteri keuangan Sri Mulyani indrawati, ia memaparkan bahwa
defisit Indonesia tahun 2019 sebesar 2,2,% terhadap PDB atau sekitar Rp.353
triliun. Angka tersebut melampaui target APBN yang diterapkan sebesar Rp.
296 triliun atau 1,84% terhadap PDB. Namun, pada 19 Februari 2020 APBN
2020 sudah membukukan defisit. Realisasi belanja negara masih dibawah 6%
dari target, sementara penerimaan dibawah 5% per akhir januari 2020.
penerimaan negara tercatat Rp.103,7 triliun atau 4,6% dari target. Dibandingkan
dengan periode tahun sebelumnya, maka penerimaan negara turun 4,6%
Berdasarkan pemaparan diatas maka penulis akan membahas mengenai
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan peran pemerintah.
1.2. Rumusan Maslah

Dari latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana konsep teoritis APBN dan Pemerintah?


1.2.2 Bagaimana potret Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)
Indonesia?
1.3. Tujuan

Adapun tujuan dibuatnya makalah ini yaitu:

1.3.1 Untuk mengetahui konsep teoritis APBN dan Pemerintah


1.3.2 Untuk mengetahui potret Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)
Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN

2. 1. Konsep Teoritis APBN Dan Pemerintah


2.1.1. Pengertian Dan Dasar Hukum APBN

Menurut UU No.17 Tahun 2003 APBN adalah rencana keuangan


tahunan pemerintah yang disetujui oleh dewan perwakilan rakyat. Dasar
hukum penyusunan APBN adalah :

1) UUD 1945 pasal 23 ayat 1 menyatakan anggaran pendapatan dan


belanja negara ditetapkan setiap tahun.
2) UU No. 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara.
3) UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah
pusat dan daerah

Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum yang paling


tinggi dalam struktur perundang-undangan di Indonesia. UUD 1945 telah
diamandemenkan sebanyak 4 kali sejak tahun 1999 hingga 2002, sehingga
pengaturan tentang keuangan Negara selalu didasarkan pada undang-
undang ini, khususnya dalam Bab VIII Undang-Undang Dasar 1945
Amandemen IV pasal 23 yang mengatur tentang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN). Bunyi pasal 23: ayat (1) : Angaran
pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan
Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan
secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat, ayat (2): Rancangan undang-undang anggaran
pendapatan dan belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas
bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Daerah, dan ayat (3) :“ Apabila Dewan Perwakilan
Rakyat tidak menyetujui rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara tahun lalu”.

3
2.1.2 Fungsi APBN
APBN merupakan instrument untuk mengatur pengeluaran dan
pendapatan Negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan
pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian,
dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum. APBN
mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi,
dan stabiliasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang
menjadi kewajiban Negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan
dalam APBN. Surplus penerimaan Negara dapat digunakan untuk
membiayai pengeluaran Negara tahun anggaran berikutnya.
1. Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran Negara dapat
menjadi dasar untuk melaksanakan anggaran pendapatan dan belanja
pada tahun yang bersangkutan. Dengan demikian, pembelanjaan atau
pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
2. Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran dapat menjadi
pedoman bagi Negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun
tersebut. Jika pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka
Negara dapat membuat rencana untuk mendukung pembelanjaan
tersebut.
3. Fungsi pengawasan, yang berarti anggaran Negara harus menjadi
pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah
Negara sesuai dengan ketentuan yang telah diterapkan. Jadi, akan
mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah
menggunakan uang Negara bagi keperluan tertentu dibenarkan atau
tidak.
4. Fungsi alokasi, yang berarti bahwa anggaran Negara harus diarahkan
untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta
meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.
5. Fungsi distribusi, yang berarti bahwa kebijakan anggaran harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan.

4
6. Fungsi stabiliasi, yang memiliki makna bahwa anggaran pemerintah
merupakan alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan
fundamental perekonomian.
2.1.3 Prinsip-Prinsip APBN, Prinsip Penyusunan, dan Azas APBN
Sejak Orde Baru mulai membangun, APBN kita disusun atas dasar
tiga prinsip, yaitu prinsip berimbang (balance budget), prinsip dinamis,
dan prinsip fungsional. Berikut penjelasan dari masing-masing prinsip
tersebut.
1. Prinsip Anggaran Berimbang, yang dimaksud anggaran berimbang
adalah sisi penerimaan sama dengan sisi pengeluaran, di mana defisit
anggaran ditutup bukan dengan mencetak uang baru melainkan dengan
bantuan/pinjaman/utang luar negeri (Official Development Assistance
= ODA), atau dalam APBN dikategorikan sebagai penerimaan
pembangunan.
2. Prinsip Anggaran Dinamis, ada dua pengertian mengenai prinsip
anggaran dinamis, yaitu anggaran dinamis absolut dan relatif.
Anggaran dinamis absolut diartikan sebagai peningkatan jumlah
tabungan pemerintah dari tahun ke tahun (peningkatan surplus
anggaran rutin), sehingga kemampuan menggali sumber dalam negeri
bagi pembiayaan pembangunan dapat tercapai. Indikator ini bisa
diukur melalui laju pertumbuhan tabungan pemerintah yang selalu
positif dalam perkembangannya. Sedangkan anggaran dinamis relatif
diartikan sebagai semakin kecilnya persentase ketergantungan
pembiayaan pada bantuan luar negeri atau pinjaman luar negeri.
3. Prinsip Anggaran Fungsional, bahwa fungsi dari bantuan luar negeri
hanya untuk membiayai anggaran belanja pembangunan (pengeluaran
pembangunan) dan bukan untuk membiayai anggaran rutin.
APBN disusun berdasarkan prinsip-prinsip (1) Intensifikasi
penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran, (2)
Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang Negara, dan (3)
Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita Negara dan
penuntutan denda. Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip

5
penyusunan APBN adalah (1) Hemat, efesien, dan sesuai dengan
kebutuhan, (2) Terarah, terkendali, dan sesuai dengan rencana program
atau kegiatan, serta (3) semaksimal mungkin menggunakan hasil
produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan atau
potensial nasional.
APBN disusun berdasarkan azas-azas (1) Kemandirian, yaitu
meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri, (2) Penghematan atau
peningkatan efesiensi dan produktivitas, (3) Penjamin prioritas
pembanguna, serta (4) Menitikberatkan pada azas-azas dan undang-
undang Negara.

2.1.4 Asumsi Dasar Makro APBN


Asumsi dasar makro adalah indikator utama ekonomi makro yang
digunakan sebagai acuan dalam menyusun postur APBN. Asumsi dasar
makro disusun dengan mengacu pada sasaran-sasaran pembangunan
jangka menengah yang ada pada Rencana Kerja Pemerin tah ( RKP).
Selain itu, asumsi dasar makro APBN juga disusun dengan
mempertimbangkan perkembangan ekonomi domestik maupun global
agar asumsi yang digunakan dapat mempresentasikan kondisi
perekonomian terkini.
Asumsi dasar makroekonomi sangat berpengaruh terhadap besaran
komponen dalam struktur APBN. Asumsi dasar makroekonomi terdiri
atas 7 indikator utama yaitu (1) Pertumbuhan ekonomi, (2) Inflasi, (3)
Nilai tukar rupiah terhadap dolar US, (4) Suku bunga SPN 3 bulan, (5)
Harga minyak mentah Indonesia, (6) Lifting minyak Indonesia, dan (7)
Lifting gas. Besaran angka setiap jenis pendapatan Negara, belanja
Negara, dan pembiayaan anggaran dihitung berdasarkan indikator asumsi
dasar makrorkonomi yang terkait serta parameter mendukung lainnya.
Perumusan asumsi dasar ekonomi makro dalam rangka
penyusunan RAPBN melibatkan berbagai pihak sebagai pemangku
kepentingan, baik dari sisi (1) Pemerintah maupun (2) Bank Indonesia
sebagai otoritas moneter. Proses perumusan asumsi dasar ekonomi makro

6
dilakukan melalui rapat koordinasi yang dilakukan secara intensif antara
pihak pemerintah (Kementrian Keuangan, BAPPENAS, Kementrian
Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Pusat Statistik, dan Bank
Indonesia).

2.1.5 Sumber Penerimaan Negara


Secara garis besar faktor penentu besarnya penerimaan negara adalah
sebagai berikut :

a. Pendapatan Negara dan Hibah


Pendapatan Negara dan Hibah adalah semua penerimaan negara yang
berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara non-pajak,
serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri. Pengertian
pendapatan hibah adalah setiap penerimaan pemerintah pusat dalam
bentuk uang,barang,jasa,dan surat berharga yang diperoleh dari
pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali yang berasal dari
dalam negeri, yang atas pendapatan hibah tersebut pemerintah
mendapat manfaat secara langsung untuk digunakan untuk mendukung
tugas dan fungsi negara. Besaran pendapatan negara dipengaruhi oleh
beberapa faktor,antara lain:
a) Indikator ekonomi makro yang tercemin pada asumsi dasar makro
ekonomi.
b) Kebijakan pendapatan negara.
c) Kebijakan pembangunan ekonomi.
d) Perkembangan pemungutan.
e) Kondisi kebijakan lainnya.
Sebagai contoh,target penerimaan negara dari SDA migas
dipengaruhi oleh besaran asumsi lifting minyak bumi, lifting gas.
Indonesia Crude Price (ICP), dan asumsi nilai tukar. Target
penerimaan perpajakan ditentukan oleh target inflasi serta kebijakan
pemerintah terkait perpajakan seperti perpajakan seperti perubahan
besaran pendapatan tidak kena pajak (PTKP), upaya ekstensifikasi
peningkatan jumlah wajib pajak, dan lainnya.

7
Beberapa contoh hibah adalah (1) hibah uang hibah uang tunai
dan uang untuk membiayai kegiatan, serta (2) hibah barang atau jasa
dan hibah surat berharga. Berdasarkan mekanisme pencairannya dibagi
menjadi dua hibah terencana dan hibah langsung. Sementara
berdasarkan sumbernya dibagi menjadi hibah dalam negeri dan luar
negeri.

b. Penerimaan Perpajakan
Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri dari
pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.
1. Pendapatan Pajak Dalam Negeri
Pendapatan pajak dalam negeri dibagi menjadi lima, yaitu:
a. Pendapatan pajak penghasilan (PPh), yang menurut UU Nomor 34
tahun 2008 PPh adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak
atau penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun
paja. Jenis-jenis pajak penghasilan (PPh) dalam APBN: PPh Migas,
yaitu PPh yang dipungut dari Badan Usaha atau Bentuk Usaha
Tetap atas penghasilan dari kegiatan usaha hulu minyak bumi dan
gas alam. PPh non-migas, yaitu PPh yang dipungut dari wajib pajak
orang pribadi, badan, dan bentuk usaha tetap dalam negeri atau
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak
selain penghasilan atas pelaksanaan hulu migas.
b. Pendapatan pajak pertambahan nilai dan jasa serta pajak penjualan
atas barang mewah, berdasarkan UU No. 42 tahun 2009 pasal 5
PPnBM, adalah pajak yang dikenakan terhadap penyerahan BKP
tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang
menghasilkan barang tersebut di daerah pabean dalam rangka
kegiatan usaha atau pekerjakannya, dan impor BKP yang tergolong
mewah.
c. Pendapatan pajak bumi dan bangunan (PBB) berdasarkan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang pajak dan bangunan
sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 12 tahun
1993 adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya

8
pajak tentang terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu
bumi/tanah atau bangunan. Sektor pedesaan,sektor perkebunan,
sektor perhutangan, serta sektor pertambangan Migas dan
pertambangan umum.
d. Pendapatan cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap
barang-barang yang mempunyai sifat atau karakteristik. Barang
kena cukai (BKC). Walaupun cukai dikategorikan sebagai pajak
tidak langsung, tetapi dalam prakteknya produsen ikut menanggung
beban cukai sehingga konsumen membayar cukai dalam jumlah
yang tidak seharusnya.
e. Pendapatan pajak lainnya merupakan jenis penerimaan perpajakan
yang tidak termasuk dalam kategori penerimaan pajak. Penerimaan
pajak lainnya terdiri dari: a) bea materai, b) pendapatan penjualan
benda materi, c) pajak tidak langsung lainnya, d) bunga penagihan
PPh,e) bunga penagihan PPN, f) bunga penagihan PPnBM, dan g)
bunga penagihan pajak, penerimaan bea material merupakan
penerimaan yang dominan dalam pajak lainnya. Bea materai adalah
pajak atas dokumen sesuai dengan UU Nomor 13 tahun 1985
tentang bea materai.
f. Pendapatan bea masuk adalah pungutan negara yang dikenakan
terhadap barang diimpor.(pasal 1 ayat 15 UU Nomor 17 tahun 2006
tentang perubahan atas UUNo.10 Tahun 1995 tentang kepebeanan).
Pada dasarnya, bea masuk berfungsi untuk a) mencegah kerugian
industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan
barang impor tersebut. b) melindungi pengembangan industri
barang sejenis dengan barang-barang impor dalam negeri, c)
mencegah terjadinya kerugian serius terhadap industri dalam negeri
yang memproduksi barang sejenis dan/ atau barang secara
langsung bersaing, d) melakukan pembalasan terhadap barang
impor yang berasal dari negara yang memperlakukan barang ekspor
indonesia secara diskriminaif.

9
g. Pendapatan bea keluar menyangkut kepabeanan terhadap barang
ekspor yang dikenakan kepadaa negara. Tujuan bea keluar terhadap
barang ekspor adalah : a) menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam
negeri, b) melindungi kelestarian sumber daya alam, c)
mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dan komoditi
ekspor tertentu di pasaran internasional dan d) menjaga stabilitas
harga komoditi tertentu di dalam negeri. Sedangkan barang ekspor
yang dikenakan bea keluar adalah rotan, kulit, kelapa sawit, serta
CPO dan produk turunannya.
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) merupakan salah satu
sumber pendapatan negara, di luar penerimaan perpajakan. PNPB
telah mengalami beberapa kali perubahan klasifikasi sejalan
dengan jumlah dan kontribusinya dalam pendpatan negara, PNB
terdiri dari:
a. Penerimaan Sumber Daya Alam
 Penerimaan sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi
(SDA migas). Penerimaan SDA migas merupakan bagian
pemerintah atas kegiatan usaha hulu yang dilaksanakan
berdasarkan Kontrak Production Sharing (KPS), setelah
dikurangi faktor pengurang berupa pajak-pajak dan pungutan
lainnya.
 Penerimaan sumber daya alam non-minyak bumi dan gas bumi
(SDA Non-Migas). Penerimaan SDA nonmigas merupakan
penerimaan yang berasal dari hasil pemanfaatan sumber daya
alam di luar minyak dan gas bumi. Sumber penerimaan SDA
nonmigas meliputi: pendapatan pertambangan umum,
pendapatan kehutanan, pendapatan perikanan, dan pendapatan
perkembangan panas bumi.
b. Pedapatan Bagian Laba BUMN
Pendapatan bagian laba dan BUMN perbankan dan pendapatan
laba BUMN non-perbankan.

10
c. Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya
Penerimaan negara bukan pajak lainnya terdiri dari
pendapatan bunga dan pendapatan pendidikan. Pendapatan bunga
adalah semua pendapatan negara yang berasal dari bunga atas
piutang pemerintah dan penerusan pinjaman, pendapatan kejaksaan
dan peradilan serta hasil tindak pidana korupsi semuanya adalah
pendapatan pemerintah yang berasal dari kasus-kasus pengadilan
yang ditangani pemerintah, seperti legalisasi penandatanganan,
denda/tilang, pengesahan surat di bawah tangan, ongkos perkara,
penjualan hasil lelang, tindak pidana korupsi dan lain-lain.
Pendapatan pendidikan adalah semua pendapatan negara
yang berasal dari jasa penyelenggaraan pendidikan yaitu
pendapatan uang pendidikan, uang ujian masuk, kenaikan tingkat,
akhir pendidikan, serta pendapatan uang ujian untuk menjalankan
praktik. Pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi adalah
semua pendapatan negara yang berasal dari hasil korupsi yang
telah ditetapkan menjadi milik negara . pendapatan iuran dan denda
adalah pendapatan negara yang berasal dari iuran badan usaha yang
bergerak di bidang penyediaan dan pendistribusian BBM, serta
pengangkutan gas bumi melalui pajak.
d. Pendapatan Badan Layanan Umum
Pendapatan atau penerimaan BLU adalah penerimaan yang
berasal dari kegiatan pelayanan masyarakat yang dilakukan oleh
Badan Layanan umum. Badan layanan umum adalah instansi di
lingkungan pemerintahan yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang/jasa yang
dijual tanpa mencari keuntungan dan dalam melakukan
kegiatannya, didasarkan pada prinsip efisiensi serta produktivitas.
Jenis pendapatan BLU antara lain : pendapatan jasa layanan umum,
pendapatan hibah badan layanan umum, pendapatan hasil kerja
sama BLUdan pendapatan BLU lainnya.

11
2.1.6 Belanja Negara
Belanaja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui
sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja negara ini terdiri atas
belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah. Besaran belanja negara
dipengaruhi oleh beberapa faktor, anatara lain kebutuhan penyelenggara
negara, kebijakan pembangunan, serta kondisi dan kebijakan lainnya.
Sebagai contoh, besaran belanja subsidi energi dipengaruhi oleh asumsi
ICP serta nilai tukar untuk menentukan target volume BBM bersubsidi.
1. Belanaja Pemerintah Pusat
Pengeluaran atau belanja negara adalah semua pengeluaran negara
untuk membiayai belanja pemerintah pusat dan belanja untuk daerah.
Belanja pemerintah pusat menurut jenisnya adalah:
a. Belanja pegawai adalah bentuk kompensasi baik dalam bentuk
uang atau barang, yang harus dibayarkan kepada pegawai
pemerintah baik di dalam maupun luar negeri sebagai imbalan atas
pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang
berkaitan dengan pembentukan modal. Pengeluaran rutin belanja
pegawai meliputi: gaji dan pensiun, tunjangan beras, uang makan
dan lauk pauk, lain-lain belanja pegawai dalam negeri, dan belanja
luar negeri.
 Belanja barang: belanja barang dalam negeri dan luar
negeri.
 Subsidi daerah otonomi: belanja pegawai dan belanja non-
pegawai.
 Bunga dan cicilan utang:utang dalam negeri dan luar negeri.
 Pengeluaran rutin lainnya: subsidi bahan bakar minyak dan
lain-lain.
b. Belanja barang dalam negeri dan luar negeri adalah pembelian
barang dan jasa yang digunakan untuk memperoduksi barang dan
jasa yang dipasarkan maupun tidak dipasarkan, termasuk biaya
pemeliharaan serta biaya perjalanan.

12
c. Belanja modal adalah pengeluaran/belanja yanhg dikeluarkan
dalam rangka pembentukan modal, yang terdiri dari tanah,
peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, belanja
modal lainnya, dan biaya modal non-fisik.
d. Pembayaran bunga utang adalah pembayaran atas biaya pinjaman
yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman.
e. Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan pemerintah kepada
perusahaan atau lembaga yang memproduksi, menjual,
mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa.

f. Belanja hibah adalah transfer rutin/ modal yang sifatnya tidak


wajib dari pemerintah pusat kepada negara lain dan kepada negara
organisasi internasional.
g. Bantuan sosial adalah transfer uang/barang yang diberikan kepada
masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko
sosial.

2. Transfer ke Daerah
Transfer ke daerah adalah bagian dari belanja negara dalam rangka
membiayai pelaksanaan desentralisasi fiskal dana perimbangan, dana
otonomi khusus, dan dana penyesuaian. Rincian anggaran transfer ke
daerah adalah:
a. Dana perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan ke daerah untuk mendanai kebutuhan
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri atas:
dana bagi hasil, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan ke daerah berdasarkan persentase tertentu demi
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi;dana alokasi umum, yang selanjuthya disebut DAU,
yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan ke daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuntungan antardaerah demi mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU tersebut dialokasikan

13
dalam bentuk block grant, yang penggunaannya diserahkan
sepenuhnya kepada daerah; dana alokasi khusus, yaitu dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan ke dareah
tertentu dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan daerah dan sesuai prioritas nasional.komponen
transfer ke daerah lainnya adalah dana otonomi khusus dan
penyesuaian, yang diatur dengan peraturan perundang-undangan di
luar UU perimbangan keuangan.
b. Dana otonomi khusus, yaitu dana yang dialokasikan untuk
membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah. Dana ini
dibatasi hanya 20 tahun, yang saat ini untuk provinsi Papua dan
Nanggroe Aceh Darusalam.
c. Dana penyesuaian, yaitu dana yang dialokasikan untuk membantu
daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan pemerintah pusat
dan membantu mendukung percepatan pembangunan daerah.
3. Pembiayaan
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang harus dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun anggaran berikutnya.
Besaran pembiayaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
asumsi dasar makroekonomi; kebijakan pembiayaan; serta kondisi dan
kebijakan lainnya.
a. Pembiayaan dalam negeri, yang meliputi (1) pembiayaan
perbankan dalam negeri yang bersumber dari sisa Anggaran lebih
(SAL), penerimaan cicilan pengembalian Subsidiry Loan
Agreement (SLA)/Rekening Dana Investasi (RDI), rekening
pembangunan hutan, dan rekening pemerintah lainnya. Sedangkan
pembiayaan non-perbankan dalam negeri bersumber dari
privatisasi, Hasil Pengelolaan Aset (HPA), penerbitan Surat
Berharga Negara (SBN), penarikan pinjaman dalam negeri, dana
investasi pemerintah dan Penyertaan Modal Negara (PMN), serta
dana pengembangan pendidikan nasional, dan (2) pembiayaan

14
nonperbankan dalam negeri; hasil pengelolaan aset;surat berharga
negara neto;pinjaman dalam negeri neto;dana inverstasi
pemerintah; dan kewajiban pinjaman.
b. Pembiyaan luar negeri yang meliputi (1) penarikan pinjaman luar
negeri, yang terdiri dari atas pinjaman program dan pinjaman
proyek, dan (2) penerusan pinjaman, serta pembayaran cicilan
pokok utang luar negeri, yang terdiri dari atas jatuh tempo dan
moratorium.

2.1.7. Siklus APBN


Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah
serangkaian kegiatan dalam proses penganggaran yang dimulai ketika
anggaran negara mulai disusun hingga perhitungan anggran disahkan
dengan undang-undang, ada 5 tahapan pokok dalam siklus APBN di
Indonesia. Dari kelima tahapan itu, tahapan ke-2 dan ke-5 dilaksanakan
oleh pemerintah,di mana tahap kedua yaitu penetapan/persetujuan APBN
dilaksanakan oleh DPR (lembaga legislatif, sementara tahap kelima yaitu
pemeriksaan dan pertanggungjawaban dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK). Semua tahapan lainnya dilaksankan oleh pemerintah.
Tahapan kegiatan dalam siklus APBN adalah sebgai berikut:

a. Perencanaan dan Penganggaran APBN


Tahapan ini dilakukan pada tahun sebelum anggaran dilaksanakan
(APBN t-1) seperti untuk APBN tahun 2014 dilakukan pada tahun
2013 yang meliputi dua kagiatan ,yaitu perencanaan dan
penganggaran. Tahap pertama dimulai dari (1) menetapkan arah
kebijakan dan prioritas pembangunan nasional. (2) kementrian
negara/lembaga (K/L) melakukan evaluasi atas pelaksanaan program
dan kegiatan pada tahun berjalan, menyusun rencana inisiatif baru, dan
mengindikasikan kebutuhan anggaran, (3) kementrian perencanaan dan
kementrian keuangan mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan
yang sedang berjalan serta mengkaji usulan inisiatif baru berdasarkan

15
prioritas pembangunan dan analisis pemenuhan kelayakan serta
efisiensi indikasi.
Tahapan penganggaran dimulai dari (1) penyusunan kapasitas
fiskal yang menjadi bahan penetapan pagu indikatif,(2) penetapan
pagu indikatif,(3) penetapan pagu anggaran K/L,(4) penyusunan
Rencana Kerja dan Anggaran K/L (RKA-K/L), (5) penelaahan RKA-
K/L sebagai bahan penyusunan nota keuangan dan rancangan undang-
undaang tentang APBN, dan (6) penyampaian nota keuangan,
rancangan APBN, dan rancangan UU tentang APBN kepada DPR.
b. Penetapan / persetujuan APBN
Kegiatan penetapan/persetujuan ini dilakukan pada APBN t-1 yaitu
sekitar bulan Oktober-Desember. Kegiatan dalam tahap ini berupa
pembahasan rancangan APBN dan rancangan undang-undang APBN
serta penetapannya oleh DPR. Selanjutnya, berdasrkan persetujuan
DPR, rancangan UU APBN ditetapkan menjadi UU APBN, penetapan
UU APBN ini diikuti dengan penetapan Keppres mengenai rincian
APBN sebagai lampiran UU APBN dimaksud.
c. Pelaksanaan APBN
Jika tahapan ke-1 dan ke-2 dilaksanakan pada APBN t-1, kegiatan
pelaksanaan APBN dimulai pada 1 januari-31 desember tahub berjalan
(APBN t). dengan kata lain, tahun anggaran 2014 akan dilaksanakan
mulai 1 januarib 2014-31 desember 2014. Kegiatan pelaksanaan
APBN dilakukan oleh pemerintah dalamhal ini kementrian/lembaga
(K/L). K/L mengusul konsep daftar isian pelaksana anggaran (DIPA)
berdasarkan keppres mengenai rincian APBN dan menyampaikannya
ke kementrian keuangan untuk disahkan. DIPA adalah alat untuk
melaksanakan APBN, dan berdasarkan DIPA inilah para pengelola
anggaran K/L (pengguna anggaran, kuasa pengguna anggaran, dan
pembantu pengguna anggaran) melaksanakan beberapa kegiatan sesuai
tugas dan fungsi instansinya.
d. Pelaporan dan pencatatan APBN

16
Tahap pelaporan dan pencatatan APBN diaksanakan bersamaan
dengan tahap pelaksanaan APBN,yaitu 1 januari-31 Desember.
Laporan keuangan pemerintah dibuat melalui proses akuntansi, dan
disajikan sesuai dengan standar akuntansi keuangan pmenerintah yang
terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan laporan
Arus Kas, serta cacatan atas laporan keuangan.
e. Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban APBN
Tahap terakhir siklus APBN adalah tahap pemeriksaan dan
pertanggungjawaban ang dilaksanakan setelah tahap pelaksanaan
berakhir (APBN t+1), yaitu sekitar bulan januari-juli. Sebagai contoh,
jika APBN dilaksankan tahun 2013, tahap pemeriksaan dan
pertanggungjawabannya dilakukan pada tahun 2014. Pemeriksaan ini
dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Untuk
pertanggungjawaban pengelolaan dan pelaksanaan APBN secara
keseluruhan selama satu tahun anggaran,presiden menyampaikan
rancangan UU tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN
kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa BPK,
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

2.2. Potret Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia


2.2.1 Potret Data Penerimaan dan Pengeluaran APBN Indonesia Tahun
1998-2014

Potret perekonomian Indonesia ditinjau dari penerimaan dan


pengeluaran APBN Pemerintah pasca orde reformasi dengan menggunakan
analisis growth and share dapat dilihat pada Tabel 6.1

TABEL 6.1 Data Penerimaan dan Pengeluaran APBN Indonesia Tahun


1998-2014

Tahun Penerimaan Pengeluaran Defisit/Sutplos

(Miliar Rupiah) (Miliar Rupiah) (Miliar Rupiah)

1998 156.470 172.670 -16.200

17
1999 42.582 44.581 -1.999

2000 205.335 221.467 -16.132

2001 301.078 341.563 -40.485

2002 298.528 322.180 -23.652

2003 341.396 376.505 -35.109

2004 403.367 427.177 -23.810

2005 495.224 509.632 -14.408

2006 637.987 667.129 -29.142

2007 707.806 757.650 -49.844

2008 981.609 985.731 -4.132

2009 848.763 937.382 -88.619

2010 995.272 1.042.117 -46.845

2011 1.210.600 1.294.999 -84.399

2012 1.358.205 1.548.310 -190.105

2013 1.529.673,1 1.683.011 -153.337,9

2014 1.635.400 1.876.900 -241.500

Jumlah 12.149.295,1 13.209.004 -906.371

Rata-Rata 7.146.644,2 777.000,2 -53.315,9

Porsi Penerimaan
Penerimaan Pajak

18
GAMBAR 6.1 Porsi Penerimaan Pajak Tahun 1998-2014
Porsi Pengeluaran
Belanja Pusat 72%
Transfer Daerah 28%

GAMBAR 6.2 Grafik Penerimaan dan Pengeluaran

Berdasarkan Tabel 6.1 dan Gambar 6.2, terjadi penurunan yang sangat
drastis pada APBN tahun 1998-1999 akibat melandanya krisis ekonomi di
Indonesia yang mengakibatkan perekonomian turun drastis dan diperoleh dengan
kondisi negara yang sedang tidak stabil, sehingga dapat dikatakan bahwa pada
tahun tersebut perekonomian Indonesia sangatlah buruk dalam sejarah. Namun,
krisis ini masih berlanjut meskipun pemerintah terus berupaya memperbaiki pasca
krisis moneter pada tahun 2000-2008 karena terjadinya krisis global. Sementara
pada tahun 2009 terjadi penurunan penerimaan dari sektor pajak dan pada tahun
itu juga perekonomian Indonesia bisa disebut mulai pulih pasca krisis global dan
posisinya mulai membaik. Dari tahun 2010 terjadi perbaikan yang menuai tren
positif bagi perekonomian Indonesia hingga tahun 2013. Pada tahun 2014,
perekonomian cukup stabil namun APBN selalu mengalami defisit yang
menyebabkan Indonesia harus berutang banyak ke Lembaga Keuangan Dunia
yang membuat utang-utang tersebut semakin membengkak.

2.2.2 Potret Penerimaan Pemerintah Indonesia Tahun 1998-2014

19
Potret perekonomian Indonesia ditinjau dari penerimaan pemerintah
pasca reformasidengan mengunakan analisis growth and share dapat dilihat
pada Tabel 6.2

TABEL 6.2 Data Penerimaan Indonesia Tahun 1998-2014

Tahun Penerimaan Growth Penerimaan (Persen) Share Penerimaan (Persen)

1998 156.470 - 1,28

1999 42.582 -72,79 0,34

2000 205.335 382,21 1,68

2001 301.078 46,63 2,47

2002 298.528 -0,85 2,45

2003 341.396 14,36 2,8

2004 403.367 18,15 3,31

2005 495.224 22,77 4,06

2006 637.987 28,83 5,23

2007 707.806 10,94 5,81

2008 981.609 -38,68 8,06

2009 848.763 -13,53 6,97

2010 995.272 17,26 8,17

2011 1.210.600 21,64 9,94

2012 1.358.205 12,19 11,15

2013 1.529.673 12,62 12,56

2014 1.662.509 8,68 13,65

Jumlah 12.176.404 547,79 99,93

Rata-Rata 716.259 34,236875 5,878235294

20
GAMBAR 6.3 Posisi Kuadran Penerimaan Indonesia Tahun 1998-2014

Secara umum, perkembangan penerimaan mengalami fluktuasi dari tahun


ke tahun, di mana tahun “The Best” adalah tahun 2008. Dalam periode 2005-2008
realisasi pendapatan negara dan hibah mengalami pertumbuhan rata-rata 22,77%,
yang didukung oleh peningkatan penerimaan dalam negeri dan hibah yang
masing-masing tumbuh rata-rata 22,77% dan 4,06%. Penerimaan dalam negeri
terutama berasal dari sektor perpajakan yang memberikan kontribusi rata-rata
68,9% dengan pertumbuhan rata-rata 15,6%, sedangkan penerimaan negara bukan
pajak (PNBP) memberikan kontribusi rata-rata 31,1% dengan pertumbuhan rata-
rata 11,5%. Peningkatan realisasi pendapatan negara dan hibah dalam periode
2005-2009 tersebut tidak terlepas dari pengaruh perkembangan ekonomi baik
global maupun nasional, serta keberhasilan dari pelaksanaan kebijakan
Pemerintah di bidang pendapatan negara dan hibah. Pada tahun 1999, terjadi
penurunan dari masing-masing sektor penerimaan sehingga tahun itu disebut
sebagai “The Bad”. Pada tahun 1999 juga sedang dilakukan pemulihan pasca

21
krisis moneter sehingga dalam pengumpulan pajak pun pemerintah mengalami
kesulitan karena perekonomian sedang dalam keadaan lesu.

Analisis Penerimaan Pajak


Perpajakan masih menjadi primadona bagi pendapatan negara, dimana
lebih dari 72% penerimaan negara berasal dari sektor perpajakan. Penerimaan dari
sektor perpajakan selalu meningkat tiap tahunnya sehingga pendapatan negara
Indonesia juga meningkat. Penerimaan pajak negara terdiri pajak dalam negeri
dan pajak perdagangan internasional. Pada tahun 1998 penerimaan pajak negara
adlah Rp.102.395 miliar, namun pada tahun 1999 penerimaan negara dari sektor
perpajakan mengalami penurunan menjadi Rp.24.919 miliar akibat terjadinya
krisis ekonomi di Indonesia.

TABEL 6.3 Penerimaan dari Sektor Perpajakan Tahun 1998-2014

Tahun Pajak (Miliar Rupiah) Growth Pajak (%) Share Pajak (%)

1998 102.395 0,01

1999 24.919 -0,76 0,00

2000 115.913 3,65 0,01

2001 185.541 0,50 0,02

2002 210.088 0,13 0,02

2003 242.048 0,15 0,03

2004 280.559 0,16 0,03

2005 347.031 0,24 0,04

2006 409.203 0,18 0,05

2007 490.989 0,20 0,06

2008 658.701 0,34 0,08

2009 619.922723. -0,06 0,07

2010 723.307 0,17 0,08

2011 873.874 0,21 0,10

2012 1.016.273 0,16 0,12

22
2013 1.192.994 0,17 0,14

2014 1.246.107 0,04 0,14

Total 8.739.864

Rata-Rata 0,33

Share Rata-Rata 0,06

TABEL 6.4 Penerimaan Sektor Pajak dalam Negeri Tahun 1998-2014

Pajak dalam Negeri Pajak Perdagangan Internasional

Tahun PPh PPN PBB BPHTB Cukai Pajak Bea Pajak


Lainnya Masuk Ekspor

1998 25.846 28.940 3.411 - 7.756 540 5.495 943

1999 8.021 8.224 839 - 2.215 315 2.574 121

2000 57.615 31.525 3.136 688 10.62 1.014 6.116 338

2001 92.767 55.841 4.800 1.489 17.622 1.670 9.828 720

2002 103.314 67.800 6.031 1.500 22.469 1.455 11.839 305

2003 122.448 75.863 8.874 1.850 26.114 1.753 11.333 236

2004 135.853 86.706 10.21 3.182 28.292 1.838 11.788 337


2

2005 180.253 102.671 13.37 3.661 32.245 2.198 16.591 980


5

2006 213.698 132.876 18.15 4.386 38.523 2.590 13.583 1.244


4

2007 251.748 152.057 22.02 3.966 42.035 2.720 14.418 3.042


6

2008 305.016 195.464 25.26 5.431 45.718 3.354 17.821 11.158


6

2009 340.209 203.084 23.86 6.980 54.545 3.250 18.624 1.400

23
4

2010 362.219 262.963 25.31 7.156 59.266 3.842 17.107 5.455


9

2011 431.977 298.441 29.05 - 68.075 4.194 21.501 25.439


8

2012 513.650 336.057 29.68 - 83.267 5.632 24.738 23.206


8

2013 538.760 423.708 27.34 - 104.73 5.402 30.812 17.609


4 0

2014 591.621 518.879 25.54 - 114.28 5.980 33.937 19.978


1 4

Jumlah 4.275.0 2.981.0 276.9 40.289 757.78 47.747 268.10 112.511


15 99 38 8 5

Rata- 251.471 175.359 16.29 2.370 44.576 2.809 15.771 6.618


Rata 0

Berdasarkan Tabel 6.4 dari tahun 1998-2014 ternyata kontribusi


pernerimaan pajak terbesar berasal dari pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak
penghasilan (PPh) dari berbagai jenis pajak. Pada tahun 1998-1999, kontribusi
terbesar berasal dari PPN (Pajak pertambahan nilai) sedangkan dari tahun 2000-
2014 kontribusi terbesar berasal dari PPh. Dilihat dari perkembangan penerimaan
negar dari sektor perpajakan, baik itu pajak dalam negeri maupun pajak dari
perdagangan internasional, dari tahun ke tahun pertumbuhan penerimaan dari
sektor perpajakan terus mengalami peningkatan. Peningkatan penerimaan dari
sektor pajak yang besar terjadi pada tahun 2000 yaitu sebesar 365%. Akan tetapi,
perlu diperhatikan bahwa juga terjadi penurunan penerimaan dari sektor pajak,
yaitu pada tahun 1999 sebesar 76% dan pada tahun 2009 sebesar 6%.

24
Berdasarkan Gambar 6.4, tampak bahwa kondisi penerimaan dari sektor
perpajakan yang paling tinggi growth and share-nya adalah pada tahun 2008, yang
berada di kuadran 1. Kondisi ini diktatakan sebagai tahun terbaik bagi penerimaan
negara dari sektor pajak, karena pertumbuhan penerimaan pajak lebih besar dari
tahun-tahun sebelumnya. Dalam rentang 1998-2014, kontibusi dari penerimaan
pajak terus mengalami peningkatan walaupun tidak terlalu besar. Pertumbuhan
penerimaan dari sektor pajak pada tahun 2008 cukup besar dari tahun-tahun
sebelumnya sehingga sektor pajak menyumbang cukup besar bagi penerimaan
negara.

Analisis Penerimaan Non-pajak


Sebagaimana diketahui bahwa tren pemulihan ekonomi dunia dari krisis
keuangandan resesi global yang terjadi sejak tahun 2008 masih menjadi perhatian
dunia. Akan tetapi, hingga pertengahan tahun 2012 fase pemulihan tersebut tidak
berjalan secepat yang diinginkan. Hal ini terjadi karena berlarut-larutnya
penyelesaian krisis fiskal dan utang di Eropa, yang diperkirakan masih akan
menjadi tantangan yang harus dihadapi di tahun 2013. Tingginya beban utang
dapat menjadi hambatan bagi upaya-upaya stimulus yang dibutuhkan oleh negara-
negara di kawasan tersebut.

25
TABEL 6.5 Penerimaan Non-pajak Tahun 1998-2014
Penerimaan Sumber Daya Alam

Tahun Minyak Bumi Gas Alam Sumber Daya Lainnya

1998 32.909 16.803 -

1999 12.522 2.847 -

2000 44.892 14.727 -

2001 60.038 21.847 4.774

2002 47.679 16.347 3.987

2003 41.679 18.685 4.627

2004 63.864 23.784 4.315

2005 102.196 36.364 5.801

2006 122.964 36.825 5.906

2007 78.235 29.484 7.334

2008 149.111 33.836 9.843

2009 91.491 36.257 10.905

2010 112.515 39.205 13.007

2011 123.051 50.116 18.809

2012 150.847 47.464 18.848

2013 129.339 51.271 23.120

2014 36.456 85.471 23.499

26
Jumlah 1.399.788 560.973 154.764

Rata-Rata 82.340 32.998 9.104

Berdasarkan Tabel 6.5, dari tahun 1998-2014 kontribusi penerimaan non-


pajak yang terbesar berasal dari Minyak Bumi dengan nilai tertinggi pada tahun
2013 yang menyumbang sebesar 129.339.

Analisis Pengeluaran
Potret perekonomian Indonesia ditinjau dari pengeluaran APBN pasca
reformasi dengan menggunakan analisis growth and share dapat dilihat pada
Tabel 6.6
TABEL 6.6 Data Pengeluaran APBN Tahun 1998-2014

Tahun Pengeluaran (miliar) Ghrowth Pengeluaran (%) Share Pengeluaran (%)

1998 172.670 1,31

1999 44.581 -74,18 0,34

2000 221.457 396,77 1,68

2001 341.563 54,23 2,59

2002 322.180 -5,67 2,53

2003 376.505 16,86 2,86

2004 427.177 13,46 3,25

2005 509.632 19,30 3,87

2006 667.129 30,90 5,07

2007 757.650 13,57 5,76

2008 985.731 30,10 7,49

2009 937.382 -4,90 7,13

2010 1.042.117 11,70 7,92

2011 1.294.999 24,27 9,85

2012 1.548.310 19,56 11,77

2013 1.683.001 8,70 12,80

2014 1.816.735 7,95 13,82

27
Total 13.148.839 562,62 100,04

Rata-Rata 0,77 33,0 5,88

Berdasarkan Gambar 6.6, tampak bahwa kondisi pengeluaran APBN secara


umum mengalami fluktuasi dari tahun ke tahunnya, Sementara itu, kondisi yang
paling tinggi growth dan share-nya tidak begitu signifikan, karena jika dilihat
secara rata-rata tidak begitu besar perkembangannya. Kondisi pengeluaran APBN
yang paling rendah growth dan share-nya terjadi pada tahun 1999. Pada saat itu,
APBN dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah secara besar-besaran, terutama
pada sektor perbankan, contoh memulihkan kondisi pascakrisis yang dialami
negara pada tahun 1998.

Analisis Pengeluaran Belanja Pusat


Potret perekonomian Indonesia ditinjau dari pengeluaran belanja pusat
pasca reformasi dengan menggunakan analisis growth and share dapat dilihat pada
Gambar 6.7

28
Berdasarkan Gambar 6.7, tampak seperti kondisi pengeluaran belanja pusat
yang paling tinggi ghrowth dan share-nya adalah pada tahun 2008, yang berada di
kuadran I. Kondisi ini terjadi karena pada saat itu pemerintah mendapatkan Sisa
Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) yang tepat dengan defisit yang hampir
mendekati. Posisi terburu ada di kuadran III dengan pertumbuhan dan kontribusi
yang sangat rendah terjadi pada tahun 1999. Posisi ini disebabkan oleh APBN
Indonesia yang selalu defisit. Sejak Indonesia menggunakan prinsip APBN
defisit, sudah bisa dipastikan dari tahun ke tahun APBN akan mengalami defisit,
di mana pengeluaran selalu lebih besar ketimbang penerimaan. Oleh karena itu,
pada tahun 2000 sebenarnya jika dilihat dari nominal pengeluaran pemerintah
tahun sebelumnya (1999) mengalami kenaikan yang tinggi, serta dilihat dari
pertumbuhannya lebih dari 100% yaitu 451,18%. Hal ini karena pemetintah harus
mengcover pengeluaran negara, yakni dimulai dari yang paling besar untuk
pembiayaan utang ke luar negeri, diikuti oleh belanja pegawai dan yang terakhir
untuk subsidi dalam negeri. Hal tersebut berlanjut ke tahun-tahun selanjutnya
karena Indonesia selalu mengalami defisit anggaran.

Pengeluaran Transfer Daerah


Potret perekonomian Indonesia ditinjau dari pengeluaran daerah
pasca reformasi dengan menggunakan analisis growth and share dapat
dilihat pada Tabel 6.7. TABEL 6.7 Data Pengeluaran Daerah Tahun 1998-
2014

29
Tahun Transfer ke Daerah (miliar) Growth Transfer ke Share Transfer
Daerah (%) Daerah (%)

1998 26.650 - 0,65

1999 8.490 -68,14 0,2

2000 33.075 289,57 0,8

2001 81.054 145,06 1,98

2002 98.204 21,16 2,4

2003 120.314 22,51 2,94

2004 129.723 7,82 3,17

2005 150.464 15,99 3,68

2006 226.180 50,32 5,53

2007 253.263 11,97 6,2

2008 292.434 15,47 7,15

2009 308.585 5,52 7,55

2010 344.728 11,71 8,44

2011 411.325 19,32 10,07

2012 478.776 16,4 11,72

2013 528.630 10,41 12,94

2014 592.552 12,09 14,5

Total 4.084.447 587,18 99,92

Rata-Rata 240.262 36,69875 5,877647059

Berdasarkan Gambar 6.8 di halaman 142, tampak bahwa kondisi pengeluaran


daerah yang tidak ada yang paling tinggi grwoth dan share-nya adalah pada tahun
2008, yang berada di kuadran II. Pengeluaran negara didominasi oleh pengeluaran
untuk transfer daerah. Perkembangan belanja daerah tidak jauh berbeda dengan
pusat yang selama 10 tabun terakhir ini mengalami peningkatan pengeluaran. Hal
ini dipengaruhi oleh dana perimbangan yang setiap tahunnya meningkat dan dana

30
otonomi daerah. Sedangkan kondisi pengeluaran daerah yang paling rendah
growth dan share-nya terjadi pada tahun 1999, 2002, 2003, 2004 dan 2005, yang
semuanya berada di kuadran III. Hal ini di pengaruhi oleh imbas dari
pemberlakuan otonomi daerah.

Kebijakan fiskal ditujukan untuk memberikan stimulus dalam periode


gejolak ekonomi global, namun dengan tetap memperhatikan propek
kesisambungan fiskal. Beberapa stimulus yang telah ada pada APBN 2009 antara
lain terkait dengan belanja pegawai dan kebijakan subsidi. Kebijakan belanja
pegawai dilakukan dengan menaikkan gaji pokok rata-rata 15% dan memberikan
gaji ketiga belas kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) serta anggota TNI / Polri.
Kebijakin subsidi ditempuh untuk BBM, listrik, pupuk, dan pangan. Selain
kebijakan fiskal ekspansif dalam bentuk stimulus tersebut, permerintah pada awal
tahun 2009 juga memurunkan harga BBM bersubsidi untuk premium dan solar
pada 15 Januari 2009. Kebijakan penarunan harga BBM bersubsidi ini merupakan

31
kelanjutan penurunan yang dilakukan pada 2008 sebagai respons atas tren
penurunan harga minyak dunia yang terjadi sejak semester II 2008.

Pemerintah harus memainkan peran yang jauh lebih luas dari sekedi
menyelenggarakan pemerintahan umum. Tugas-tugas pembangunan yang
meliputi berbagai aspek wajib diemban dan dilaksanakan. Tentu saja,
pembelanjaan (pembiayaan) juga berimplikasi menimbulkan masalah tambahan,
yang umumnya adalah kemampuan (sumber) untuk menyediakan dana. Ketika
krisis mulai melanda Indenesia pada pertengahan tahun 1997, kondisi keuangan
negara kita sebenarnya saat tidak terlalu buruk. Pada tahun 1996, APBN menurut
pembukuan GFS yang sejak tahun 2020 kita pakai surplus sebesar 1.9% dari PDB,
utang luar negeri pemerintah sevesae 550 miliar dollar AS atau sekitar 24% dari
PDB, sedangkan utang dalam negeri tidak ada. Krisis telah mengubah semuanya.
Defisit anggaran negara membengkak dan utang pemerintah meningkat tajam.
Pada tahun 1998, yaitu tahun paling kelabu, Indonesia mengalami kombinasi 2
penyakit ekonomi yang fatal yaitu sektor rill yang macet dan hiperinflansi. Tahun
itu PDB anjlok sekitar 13%, inflasi mencapai sekitar 78% dengan harga
meningkat lebih dari 2 kali lipat, kurs melonjak tidak menentu, dan anggaran
negara segera berubah dari surplus menjadi defisit 1,7% dari PDB.

Pada tahun 2000, ketika proses rekapitalisasi perbankan sudah rampung,


utang pemerintah mencapai Rp 1.226,1 triliun (setara $60,8 miliar pada waktu itu)
atau sekitar 66% dari PDB. Melonjaknya beban utang ini hampir seluruhnya
disebabkan oleh timbulnya utang dalam negeri yang sangat besar akibat upaya
menyelamatkan sektor perbankan yang berantakan dilanda krisis. Akibat utang
dalam negeri ini dibuatalah 3 kebijakan untuk menopang perbakan nasional
selama krisis, yaitu:

1. Kebijakan BLBI
Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi situasi darurat berupa
kelangkaan likuiditas yang akut akibat arus dana keluar yang tidak
terbendung dan semakin memberati sistem perekonomian indonesia. Satu-
satunya sumber likuiditas yang ada dalam keadaan seperti ini adalah Bank
Indonesia sebagai Lender of last resort, yaitu fungsi yang lazimnya ada

32
pada setiap bank central untuk menghadapi kedaaan darurat. Dukungan
likuiditas dalam keadaan ini dikenal dengan bantuan likuiditas Bank
Indonesia (BLBI).

2. Kebijakan Penjaminan Bank

Kebijakan utama kedua yang mulai dilaksanakan sekitar maret 1998


adalah kebijakan penjaminan bank. Kebijakan ini dimaksudkan untuk
mengatasi situasi perbankan yang sudah benar-benar kehilangan
kepercayaan dari para nasabah. Menghadapi keadaan ini, pemerintah pada
waktu itu berkesimpulan bahwa satu-satunya jalan untuk menghentikan
keruntuhan sektor perbankan adalah memberikan jaminan penuh kepada
nasabah dan mereka yang bertransaksi dengan bank. Pemerintah
meminjam uang mereka yang ada di bank, apapun yang mungkin
terjadidengan bank itu.

3. Kebijakan Rekapitalisasi Bank


Kebijakan ini dilakukan agar bank-bank yang tersisa setelah gelombang
proses penutupan pada 1998-1999 dapat beroperasi secara normal. Banyak
dari bank-bank yang dapat bertahan hidup setelah berlanda badai krisis
masih setengah sakit dan belum ber operasi sebagai layaknya bank yang
sehat. Hal lain yang telah dilakukan adalah konsolidasi fiskal untuk
memulihkan kepercayaan, menurunkan resiko kebangkrutan fiskal,
reformasi fiskal yang lebih mengakar, reformasi perpajakan, reformasi
APBN, reformasi anggaran, dan reorganisasi departemen keuangan.

2.2.3 Proyeksi Total Penerimaan dan Pengeluaran Belanja Negara Indonesia


Tahun 2045
Proyeksi perekonomian Indonesia ditinjau dari pengeluaran belanja
negara Indonesia pasca reformasi dengan menggunakan analisis growth and
share dapat dilihat pada Tabel 2.8 berikut ini:

Tabel 2.8 Proyeksi Total Penerimaan dan Pengeluaran Belanja Negara


Indonesia Tahun 2045

33
Tahun t N Y t² Yt
1998 -15 1 -16.200 225 243.000
1999 -13 2 -1.999 169 25.987
2000 -11 3 -16.132 121 177.452
2001 -9 4 -40.485 81 364.365
2002 -7 5 -23.652 49 165.564
2003 -5 6 -35.109 25 175.545
2004 -3 7 -23.810 9 71.430
2005 -1 8 -14.408 1 14.408
2006 1 9 -29.142 1 -29.142
2007 3 10 -49.844 9 -149.532
2008 5 11 -4.122 25 -20.610
2009 7 12 -88.619 49 -620.333
2010 9 13 -46.845 81 -421.605
2011 11 14 -84.399 121 -928.389
2012 13 15 -190.105 169 -2.471.365
2013 15 16 -153.338 225 -2.300.070
2014 17 17 1.660.692,3 289 28.231.769,1
Jumlah 1.659.874,091 1.649 28.231.763,396703
Rata - Rata 97.639.652 97 1.660.691.964.512,059
Sumber: Badan Pusat Statistik (Diolah)

= =

= 97.639,65241 = 17.120,53572

Jadi, persamaan linearnya adalah:

Y = 97.639,65241 + 17.120,53572

Dengan menggunakan persamaan tersebut, dapat diramalkan pendapatan


dan pengeluaran belanja negara di Indonesia pada tahun 2045 adalah:

Y = 97.639,65241 + 17.120,53572 (79)

Y = 97.639,65241 + 1.352.522,322

34
Y = 1.450.161,974

Artinya, jumlah pendapatan dan pengeluaran belanja negara Indonesia


pada tahun 2045 adalah Rp. 1.450.161,974 miliar.

2.2.4 Proyeksi Total Penerimaan pada APBN Indonesia Tahun 2045


Potret perekonomian Indonesia ditinjau dari penerimaan pada
APBN Indonesia pasca reformasi dengan menggunakan analisis growth
and share dapat dilihat pada Tabel 2.9 berikut ini: Tabel 2.9 Proyeksi
Total Penerimaan pada APBN Indonesia Tahun 2045

Tahun t N Y t² Yt
1998 -15 1 156.470 225 -2.347.050
1999 -13 2 42.582 169 -533.366
2000 -11 3 205.335 121 -2.258.685
2001 -9 4 301.708 81 -2.709.702
2002 -7 5 298.528 49 -2.089/696
2003 -5 6 341.396 25 -1.706.980
2004 -3 7 403.367 9 -1.210.101
2005 -1 8 495.224 1 -495.224
2006 1 9 637.987 1 637.987
2007 3 10 707.806 9 2.123.418
2008 5 11 981.609 25 4.908.045
2009 7 12 848.763 49 5.941.341
2010 9 13 995.272 81 8.957.448
2011 11 14 1.210.600 121 13.316.600
2012 13 15 1.358.205 169 17.656.665
2013 15 16 1.529.673,1 225 22.945.096,5
2014 17 17 1.662.509 289 28.262.653
Jumlah 12.176.404 1.649 91.378.250
Rata - Rata 716.259,0588 97 5.375.191.176
Sumber: Badan Pusat Statistik (Data Diolah)

= =

= 716.259,0588 = 55.414,34203

35
Jadi, persamaan linearnya adalah

Y = 716.259,0588 + 55.414,34203 t

Dengan menggunakan persamaan tersebut dapat diramalkan penerimaan


pada APBN Indonesia tahun 2045 adalah:

Y = 716.259,0588 + 55.414,34203 (79)

Y = 716.259,0588 + 437.773,302037

Y = 5.093.992,08

Artinya, jumlah pendapatan pada APBN Indonesia di tahun 2045


Rp.5.093.992,08 miliar.

2.2.5 Proyeksi Total Pengeluaran pada APBN Indonesia Tahun 2045


Potret perekonomian Indonesia ditinjau dari pengeluaran pajak pada
APBN Indonesia pasca reformasi dengan menggunakan analisis growth and
share dapat dilihat pada Tabel 2.10 berikut ini: Tabel 2.10 Proyeksi Total
Pengeluaran pada APBN Indonesia Tahun 2045

Tahun t N Y t² Yt
1998 -15 1 172.670 225 -590.050
1999 -13 2 44.581 169 -579.553
2000 -11 3 321.467 121 -2.436.137
2001 -9 4 341.563 81 -3.074.067
2002 -7 5 322.180 49 -2.225.260
2003 -5 6 376.505 25 -1.882.525
2004 -3 7 427.177 9 -1.281.531
2005 -1 8 509.632 1 -503.632
2006 1 9 667.129 1 667.129
2007 3 10 757.650 9 2.272.950
2008 5 11 985.731 25 4.928.655
2009 7 12 937.382 49 6.561.674
2010 9 13 1.042.117 81 9.379.053
2011 11 14 1.294.999 121 14.244.989
2012 13 15 1.548.310 169 20.128.030
2013 15 16 1.683.011 225 25.245.165
2014 17 17 1.876.900 289 31.907.300
Jumlah 13.209.004 1.649 100.726.190
Rata - Rata 777.000,2352 97 5.925.070
Sumber: Badan Pusat Statistik (Data Diolah)

36
= =

=777.000,2352 = 61.083,1959

Jadi, persamaan linearnya adalah

Y = 777.000,2352 + 61.083,1959 t

Dengan menggunakan persamaan tersebut dapat diramalkan pengeluaran


APBN Indonesia tahun 2045 adalah:

Y = 777.000,2352 + 61.083,1959 (79)

Y = 777.000,2352 + 4.825.572,4761

Y = 5.602.572,7113

Artinya, jumlah pengeluaran APBN pada tahun 2045 adalah Rp.


5.602.572,7113 miliar.

2.2.6 Proyeksi Total Penerimaan Pajak pada APBN Indonesia Tahun 2045
Potret perekonomian Indonesia ditinjau dari penerimaan pajak
pada APBN Indonesia pasca reformasi dengan menggunakan analisis
growth and share dapat dilihat pada Tabel 2.11 berikut ini: Tabel 2.11
Proyeksi Total Penerimaan Pajak pada APBN Indonesia Tahun 2045

Tahun t N Y t² Yt
1998 -15 1 102.395 225 -1.535.921
1999 -13 2 24.919 169 -323.942
2000 -11 3 115.913 121 -1.275.543
2001 -9 4 185.541 81 -1.669.343
2002 -7 5 210.088 49 -1.470.315
2003 -5 6 280.559 9 -841.571
2004 -3 7 347.031 1 -347.031
2005 -1 8 409.203 1 409.203
2006 1 9 490.989 9 1.472.967

37
2007 3 10 658.701 25 3.293.905
2008 5 11 619.922 49 4.339.454
2009 7 12 723.307 81 6.509.763
2010 9 13 873.874 121 9.612.614
2011 11 14 1.016.237 169 13.211.084,2
2012 13 15 1.192.994 225 17.894.911,5
2013 15 16 1.246.107 289 21.183.819
2014 17 17 8.739.864 1.649 69.252.973,4
Jumlah 514.109,65 79 4.073.704,31
Rata – Rata
Sumber: Badan Pusat Statistik (Data Diolah)

= =

=516.697,88 = 41.996,95

Jadi, persamaan linearnya adalah

Y = 516.697,88 + 41.996,95 t

Dengan menggunakan persamaan tersebut dapat diramalkan pengeluaran


APBN Indonesia tahun 2045 adalah:

Y = 516.697,88 + 41.996,95 (79)

Y = 516.697,88 + 3.317.759,05

Y = 3.834.456,93

Artinya, jumlah penerimaan pajak APBN pada tahun 2045 adalah Rp.
3.834.456,93 miliar.

2.2.7 Proyeksi Total Penerimaan Non-pajak pada APBN Indonesia Tahun


2045
Potret perekonomian Indonesia ditinjau dari penerimaan non-pajak
pada APBN Indonesia pasca reformasi dengan menggunakan analisis

38
growth and share dapat dilihat pada Tabel 2.12 berikut ini: Tabel 2.12
Proyeksi Total Penerimaan Non-pajak pada APBN Indonesia Tahun 2045

Tahun t N Y t² Yt
1998 -15 1 54.013 225 -810.195
1999 -13 2 169 0
2000 -11 3 89.422 121 -983.642
2001 -9 4 115.059 81 -1.035.531
2002 -7 5 85.440 49 -619.080
2003 -5 6 98.880 9 -494.400
2004 -3 7 122.546 1 -367.638
2005 -1 8 146.888 1 -145.888
2006 1 9 226.950 9 226.950
2007 3 10 215.120 25 645.360
2008 5 11 320.605 49 1.603.025
2009 7 12 227.174 81 1.590.218
2010 9 13 268.942 121 2.420.478
2011 11 14 331.472 169 3.646.192
2012 13 15 341.142,6 225 4.434.853,8
2013 15 16 332.195,4 289 4.982.931
2014 17 17 175.226,4 1.649 2.978.848,8
Jumlah 3.100.114,4 79 26.986.230,6
Rata – rata 182.339,67 1.587.425,32
Sumber: Badan Pusat Statistik (Data Diolah)

= =

=182.359,67 = 16.365,21

Jadi, persamaan linearnya adalah

Y = 182.359,67 + 16.365,21 t

Dengan menggunakan persamaan tersebut dapat diramalkan penerimaan


pajak APBN Indonesia tahun 2045 adalah:

Y = 182.359,67 + 16.365,21 (79)

39
Y = 182.359,67 + 1.292.851,59

Y = 1.475.211,26

Artinya, jumlah penerimaan non-pajak pada APBN pada tahun 2045


adalah Rp. 1.475.211,26 miliar.

2.2.8 Proyeksi Total Pengeluaran Belanja Pusat pada APBN Indonesia


Tahun 2045

Potret perekonomian Indonesia ditinjau dari pengeluaran belanja


pusat pada APBN Indonesia pasca reformasi dengan menggunakan analisis
growth and share dapat dilihat pada Tabel 2.13 berikut ini:
Tabel 2.13 Proyeksi Total Pengeluaran Belanja Pusat pada APBN Indonesia Tahun 2045

Tahun t N Y t² Yt
1998 -15 1 146.020 225 -2.190.300
1999 -13 2 36.092 169 -469.195
2000 -11 3 188.392 121 -2.072.312
2001 -9 4 260.508 81 -2.344.572
2002 -7 5 223.976 49 -1.567.832
2003 -5 6 256.191 9 -1.280.955
2004 -3 7 297.464 1 -892.392
2005 -1 8 361.155 1 -361.155
2006 1 9 440.032 9 440.032
2007 3 10 504.623 25 1.513.869
2008 5 11 693.356 49 3.466.780
2009 7 12 628.812 81 4.401.684
2010 9 13 697.406 121 6.276.654
2011 11 14 883.722 169 9.720.942
2012 13 15 1.069.534 225 13.903.942
2013 15 16 1.154.381 289 17.315.215
2014 17 17 1.280.387 1.649 21.766.579
Jumlah 9.122.051 79 67.627.463
Rata – rata 536.591,24 3.978.087,23
Sumber: Badan Pusat Statistik (Data Diolah)

40
= =

=536.591,24 = 41.011,21

Jadi, persamaan linearnya adalah

Y = 536.591,24 + 41.011,21 t

Dengan menggunakan persamaan tersebut dapat diramalkan penerimaan


pajak pada APBN Indonesia tahun 2045 adalah:

Y = 536.591,24 + 41.011,21 (79)

Y = 536.591,24 + 3.239.885,59

Y = 3.776.476,83

Artinya, jumlah pengeluaran belanja pusat pada APBN pada tahun 2045
adalah Rp. 3.776.476,83 miliar.

2.2.9 Proyeksi Total Pengeluaran Transfer Daerah pada APBN Indonesia


Tahun 2045
Potret perekonomian Indonesia ditinjau dari pengeluaran transfer daerah
pada APBN Indonesia pasca reformasi dengan menggunakan analisis
growth and share dapat dilihat pada Tabel 2.14 berikut ini:

Tabel 2.14 Proyeksi Total Pengeluaran Transfer Daerah pada APBN Indonesia Tahun
2045

Tahun t N Y t² Yt
1998 -15 1 26.650 225 -399.750
1999 -13 2 8.490 169 -110.370
2000 -11 3 33.075 121 -363.825
2001 -9 4 81.054 81 -729.486
2002 -7 5 98.204 49 -687.428
2003 -5 6 120.314 9 -601.570
2004 -3 7 129.723 1 -389.169
2005 -1 8 150.464 1 -150.464
2006 1 9 226.180 9 226.180
2007 3 10 253.263 25 759.789

41
2008 5 11 292.434 49 1.462.170
2009 7 12 308.585 81 2.160.095
2010 9 13 344.728 121 3.102.552
2011 11 14 411.325 169 4.324.575
2012 13 15 478.776 225 6.224.088
2013 15 16 528.630 289 7.929.450
2014 17 17 596.504 1.649 10.140.568
Jumlah 4.088.399 79 33.097.405
Rata – rata 240.494,05 1.945.906,17
Sumber: Badan Pusat Statistik (Data Diolah)

= =

=240.494,05 = 20.071,19

Jadi, persamaan linearnya adalah

Y = 240.494,05 + 20.071,19 t

Dengan menggunakan persamaan tersebut dapat diramalkan penerimaan


pajak pada APBN Indonesia tahun 2045 adalah:

Y = 240.494,05 + 20.071,19 (79)

Y = 240.494,05 + 1.585.624,01

Y = 1.826.118,06

Artinya, jumlah pengeluaran transfer daerah pada APBN pada tahun 2045
adalah Rp.1.826.118,06 miliar.

42
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jadi dapat di simpulkan bahwa APBN merupakan instrument untuk


mengatur pengeluaran dan pendapatan Negara dalam rangka membiayai
pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai
stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan
secara umum. APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan,
alokasi, distribusi, dan stabiliasi.APBN kita disusun atas dasar tiga prinsip,
yaitu prinsip berimbang (balance budget), prinsip dinamis, dan prinsip
fungsional.

Asumsi dasar makro adalah indikator utama ekonomi makro yang


digunakan sebagai acuan dalam menyusun postur APBN. Asumsi dasar
makro disusun dengan mengacu pada sasaran-sasaran pembangunan jangka
menengah yang ada pada Rencana Kerja Pemerin tah ( RKP).

Dalam hal ini Sumber penerimaan Negara berasal dari Pendapatan


Negara dan Hibah, Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP).Selain sumber penerimaan Negara terdapat juga pengeluaran Negara
seperti Belanja negara yang merupakan kewajiban pemerintah pusat yang
diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja negara ini terdiri atas
belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah. Besaran belanja negara
dipengaruhi oleh beberapa faktor, anatara lain kebutuhan penyelenggara
negara, kebijakan pembangunan, serta kondisi dan kebijakan lainnya.

43
Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah
serangkaian kegiatan dalam proses penganggaran yang dimulai ketika
anggaran negara mulai disusun hingga perhitungan anggran disahkan dengan
undang-undang, ada 5 tahapan pokok dalam siklus APBN di Indonesia yaitu :
Perencanaan dan Penganggaran APBN, Penetapan / persetujuan APBN,
Pelaksanaan APBN, Pelaporan dan pencatatan APBN, dan Pemeriksaan dan
Pertanggungjawaban APBN
Terakhir adalah Potret perekonomian Indonesia yang mana telah
dijelaskan perkembangan potret perekenomian Indonesia dari periode-periode
pasca tahun 1998-2045 ditinjau dari penerimaan dan pengeluaran APBN
dengan menggunakan analisis growth and share.

3.2 Saran
Anggaran pendapatan dan belanja negara,merupakan instrumen yag
penting dalam pembangunan suatu negara. Penyusunan APBN serta
kebijakan pemerintah yang baik akan menghasilkan peningkatan yang di
harapkan ,begitupun sebaliknya.Bagi para penyelenggara negara sebagai
pengelola anggaran negara hendaknya menghindarkan diri dari praktek-
praktek KKN karena KKN secara materiil akan sangat merugikan
wargamasyarakat.
Penyusun berharap dengan adanya data– data dalam makalah ini,dapat
menambah wawasan dan cara fikir kritis kita akan APBN dan semoga
makalah ini dapat berguna di kalangan para pembaca yang budiman.

44
Daftar Pustaka
Julita Sembiring Lidya.2020. Bersyukurlah Indonesia, Lihat Nih Kondisi APBN
Negara Sebelah.
https://www.cnbcindonesia.com/market/20200107112514-17-
128196/bersyukurlah-indonesia-lihat-nih-kondisi-apbn-negara-sebelah.
Diakses pada 31 Maret 2020.
Julita Sembiring Lidya.2020. Masih Januari, APBN 2020 Sudah Defisit Rp 36,1T.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20200219181445-4-
139113/masih-januari-apbn-2020-sudah-defisit-rp-361-t. Diakses pada
31 Maret 2020.
Machmud, Amir.1996. Perekonomian Indonesia Pasca Reformasi. Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Rismayani Maya. 2017. APBN dan Peran Pemerintah.
https://www.scribd.com/document/367699018/APBN-Dan-Peran-
Pemerintah-Th. Diakses pada 31 Maret 2020.
Wikipedia. 2020. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia.
https://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran_Pendapatan_dan_Belanja_Negar
a_Indonesia. Diakses pada 31 Maret 2020

45

Anda mungkin juga menyukai