Anda di halaman 1dari 67

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit Diabetes Mellitus

2.1.1 Definisi

Diabetes melitus (DM) adalah kelompok penyakit metabolik yang

ditandai dengan karakteristik hiperglikemia dan terjadi akibat efek sekresi

insulin, kerja insulin atau keduanya [ CITATION Fra14 \l 1057 ]. Diabetes

melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis yang

ditandai peningkatan glukosa darah (hiperglikemia), disebabkan karena

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan insulin [ CITATION Tar122 \l

1057 ]. Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara

genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya

toleransi karbihidrat [ CITATION Pri12 \l 1057 ]. Diabetes melitus (DM)

diartikan sebagai penyakit metabolisme yang termasuk dalam kelompok

kadar glukosa plasma puasa yang tinggi ( ≥ 126 mg/dl atau lebih) dan kadar

glukosa plasma sewaktu-waktu atau 2 jam pasca-makan yang tinggi ( ≥ 200

mg/dl) [ CITATION Bru141 \l 1057 ].

9
10

2.1.2 Anatomi Fisiologi Pankreas

1) Anatomi

Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang ±12,5

cm dan tebal ±2,5 cm yang terbentang dari atas sampai kelengkungan

besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke

duodenum (usus 12 jari) serta dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian

yaitu kelenjar endokrin dan eksokrin.

a) Struktur Pankreas terdiri dari:

(1) Kepala pankreas merupakan bagian yang paling lebar, terletak

disebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan

duodenum dan yang praktis melingkarinya.

(2) Badan pankreas merupakan bagian utama pada organ itu dan

letaknya di belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis

pertama.

(3) Ekor pankreas merupakan bagian yang runcing di sebelah kiri

dan yang sebenarnya menyentuh limfa.

[ CITATION bay11 \l 1057 ]

b) Saluran Pankreas

Saluran pankreas adalah saluran yang menghubungkan antara

pankreas dan duodenum. Saluran atau duktus pada pankreas ada dua

macam, yaitu duktus pankreatis wirsungi dan santorini. Saluran ini

berfungsi untuk membawa produk enzim yang diproduksi oleh

pankreas menuju duodenum [ CITATION wik12 \l 1057 ].


11

c) Jaringan pankreas

Ada 2 jaringan utama yang menyusun pankreas:

(1) Asini berfungsi untuk mengeluarkan cairan pencernaan ke

duodenum

(2) Pulau langerhans berfungsi untuk mensekresi insulin dan

glukagon langsung ke dalam darah.

[ CITATION And121 \l 1057 ]

2) Fisiologis

Pankreas merupakan kelenjar eksokrin (pencernaan) sekaligus

kelenjar endokrin. Kelenjar eksokrin menghasilkan enzim yang terlibat

pada proses pencernaan ketiga jenis molekul kompleks makanan,

sedangkan endokrin menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang

memegang peranan penting pada metabolisme karbohidrat (Latifin,

2014). Kelenjar pankreas mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh

berupa hormon-hormon yang disekresikan oleh sel-sel dipulau

langerhans (Tandra, 2009).  Hormon yang disekresi oleh sel-sel pulau

langerhans dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan

kadar glukosa darah, yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan

glukosa darah yaitu, glukagon [ CITATION SWa071 \l 1057 ].

Pulau langerhans membentuk organ endokrin yang menyekresi

insulin, yaitu sebuah protein yang dapat turut dicernakan oleh enzim-

enzim pencerna protein dan karena itu tidak diberikan melalui mulut

melainkan dengan suntikan subkutan (Tandra, 2009). Insulin berfungsi

memperbaiki kemampuan sel tubuh untuk mengabsorpsi dan


12

menggunakan glukosa dan lemak bila digunakan sebagai pengobatan

seperti pada diabetes [ CITATION Sri09 \l 1057 ]. Insulin bersifat

anabolik yang meningkatkan simpanan glukosa, asam-asam lemak, dan

asam-asam amino, sedangkan glukagon bersifat katabolik yang

memobilisasi glukosa, asam-asam lemak, dan asam-asam amino dari

penyimpanan ke dalam aliran darah (Tandra, 2009). Insulin dan glukagon

bersifat berlawanan dalam efek keseluruhannya dan pada sebagian besar

keadaan disekresikan secara timbal balik (Indriani, 2015). Insulin yang

berlebihan menyebabkan hipoglikemia, yang menimbulkan kejang dan

koma [ CITATION Pri09 \l 1057 ].

Defisiensi insulin menyebabkan Diabetes Mellitus yaitu suatu

penyakit kompleks yang bila tidak diobati dapat mematikan [ CITATION

Ram09 \l 1057 ]. Defisiensi glukagon menimbulkan hipoglikemi dan

kelebihan glukagon menyebabkan diabetes memburuk [ CITATION

Par12 \l 1057 ]. Produksi somatostatin yang berlebihan oleh pankreas

menyebabkan hiperglikemia dan manifestasi diabetes lainnya (Baradero

et al., 2009).

Insulin disintesis oleh sel-sel beta pankreas yang dipengaruhi efek

umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas [ CITATION SWa071 \l

1057 ]. Insulin disekresi sebagai respon atas meningkatnya konsentrasi

glukosa dalam plasma darah, konsentrasi ambang untuk sekresi tersebut

adalah kadar glukosa pada saat puasa yaitu antara 80-100 mg/dL dan

respon maksimal diperoleh pada kadar glukosa yang berkisar dari 300-

500 mg/dL (Tandra, 2009). Insulin yang disekresikan dialirkan melalui


13

aliran darah ke seluruh tubuh [ CITATION Vic12 \l 1057 ]. Gula darah

yang tinggi merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin dalam

jumlah yang tinggi karena terjadi percepatan laju metabolisme

glikogenolisis dan glukoneogenesis yang terjadi pada hati [ CITATION

Ram09 \l 1057 ]. Percepatan laju metabolisme menyebabkan resistensi

insulin yaitu menurunnya kerja pankreas dalam menghasilkan insulin,

sehingga terjadi Diabetes Mellitus (Tandra, 2009).

Penderita Diabetes Mellitus dengan kadar gula yang sangat tinggi

akan mengeluarkan glukosa tersebut melalui urine (Nanda, 2013). Gula

disaring oleh glomerolus ginjal secara terus menerus, kemudian akan

dikembalikan ke dalam sistem aliran darah melalui sistem reabsorpsi

tubulus ginjal (Latifin, 2014). Kapasitas ginjal mereabsorpsi glukosa

terbatas pada laju 350 mg/menit dan ketika kadar glukosa sangat tinggi,

filtrat glomerolus mengandung glukosa di atas batas ambang untuk

direabsorpsi yasng mengakibatnya kelebihan glukosa tersebut

dikeluarkan melalui urine yang disebut glikosuria yang merupakan

indikasi lain dari penyakit Diabetes Melitus yang mengakibatkan

kehilangan kalori yang sangat besar (Mayes, 2006).

2.1.3 Klasifikasi

Tarwoto ( 2012 ), menyebutkan klasifikasi Diabetes Mellitus meliputi:

1) Diabetes Mellitus tipe 1

Diabetes Mellitus tipe 1 merupakan diabetes yang bergantung pada

insulin dimana sel beta pankreas mengalami kerusakan sehingga tidak

mampu membuat insulin. Hal ini berhubungan dengan kombinasi antara


14

faktor genetik, immunologi dan kemungkinan lingkungan, seerti virus.

Terdapat juga hubungan diabetes tipe 1 dengan beberapa antigen

leukosit manusia ( HLAs) dan adanya autoimun antibody sel islet

( ICAs ) yang dapat merusak sel-sel beta pankreas. Bagaimana proses

terjadinya kerusakan sel beta ini tidak jelas. Ketidakmampuan sel beta

menghasilkan insulin mengakibatkan glukosa yang berasal dari

makanan tidak disimpat dalam hati dan tetap berada dalam darah

sehingga menimbulkan hiperglikemia.

2) Diabetes Mellitus Tipe 2

DM Tipe 2 merupakan DM yang kebanyakan mengenai penderita dewasa

terutama 45 tahun ke atas yang pengobatannya tidak tergantung pada

100% insulin sehingga pengobatannya dapat menggunakan insulin

dibantu dengan obat hipoglikemik oral (OHO) atau OHO saja.

3) Diabetes Mellitus pada Kehamilan

Diabetes pada saat hamil merupakan diabetes tipe gestasi atau

gestational diabetes yang terjadi karena pembentukan beberapa hormon

pada wanita hamil yang menyebabkan retensi insulin [ CITATION Han091 \l

1057 ].

4) Diabetes Tipe Lain

DM tipe merupakan DM yang disebabkan oleh beberapa hal, seperti

defek genetik fungsi sel β, defek genetik aksi insulin, penyakit eksokrin

pankreas, dan endokrinopati yang dicetuskan oleh obat atau zat kimia,
15

infeksi, dan sindroma genetik lain yang dihubungkan dengan diabetes

[ CITATION Ask11 \l 1057 ].


16

2.1.4 Etiologi

Penyebab Diabetes mellitus menurut tipenya yaitu:

1) Diabetes Mellitus Tipe 1

Nanda (2013), mengatakan diabetes yang tergantung insulin ditandai

dengan penghancuran sel beta pankreas yang disebabkan oleh:

a) Faktor genetik

Penderita diabetes mewarisi kecenderungan genetik kearah terjadinya

diabetes tipe 1 yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte

Antigen) tertentu.

b) Faktor imunologi

Terdapat adanya suatu respon autoimun dimana antibody terarah pada

jaringan normal tubuh yang dianggap sebagai jaringan yang asing.

c) Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang

menimbulkan destuksi sel beta pankreas.

2) Diabetes Mellitus Tipe 2

Tidak ada faktor tunggal penyebab diabetes tipe 2, namun faktor yang

dianggap sebagai pencetus diabetes tipe 2 meliputi: kegemukan

(obesitas), resistensi insulin, pola makan yang salah, proses menua

(degeneratif), dan stres yang berkepanjangan dan tanpa terkendali. Faktor

resiko yang berhubugan dengan terjadinya diabetes tipe 2 meliputi: usia,

obesitas, gaya hidup, riwayat keluarga (Nanda, 3013).


17

3) Diabetes Gestational

Seorang wanita hamil mengalami perubahan hormon –hormon dalam

tubuhnya yang membuat kerja insulin tidak efektif, akibatnya jumlah

glukosa dalam darah meningkat dan penyebab lainnya meliputi: pola

makan, faktor keturunan/ genetik, stress dan merokok, kegemukan/

obesitas, bahan kimia dan obat-obatan, mengkonsumsi karbohidrat

berlebihan, kerusakan pada sel pankreas (Yulastri, 2013).

4) Diabetes Tipe lain

Nanda (2013), mengemukakan penyebab diabetes tipe ini yaitu:

a) Penyakit pankreas (pankreatitis, Ca Pankreas)

b) penyakit hormonal seperti: Acromegali yang meningkatkan GH

(growth hormon) dan merangsang sel-sel beta pankeras yang

menyebabkan sel-sel ini hiperaktif dan rusak serta obat-obatan.


18

2.1.5 Patofisiologi

1) Skema

faktor genetik, faktor imun menurun, faktor lingkungan, gaya hidup,


gestasi, penyakit lain (misalnya pankreatitis, CA pankreas, ganguan
hormonal)

Kerusakan sel Resistensi insulin


beta pankreas
(DM tipe 2)

Defisiensi insulin

 Berkurangnya pelepasan insulin


 Lamanya pelepasan insulin
 Penurunan sensitivitas insulin

Gangguan metabolisme

Glukosa tidak dapat masuk sel

Sel kekurangan glukosa Glukosa terjebak didalam


(bahan baku metabolisme) vaskuler

Peningkatan kadar
Hati merespon Menstimulus rasa gula darah
dengan melakukan lapar (Hiperglikemi)
glukoneogenesis
Asupan makan
meningkat Polifagia

Gangguan
Pemecahan Gangguan metabolisme Viskositas darah Tekanan osmotik
otot secara metabolisme protein meningkat ekstrasel meningkat
terus menerus lemak

Masa otot LDL & VLDL Blood urine Hipertensi Perpindahan air
berkurang membawa lemak nitrogen secara osmosis
masuk ke sel meningkat keluar sel
Kerusakan
endotel arteri pembuluh darah
Nitrogen perifer Dehidrasi
Oksidasi urine intra sel
meningkat Suplai oksigen dan
kolesterol dan
nutrisi terganggu
trigiserida
19

Tanda dan Membent Tanda dan gejala: Stimulus


gejala: uk radikal pengeluaran
bebas CRT > 3 detik,
Penurunan BB, ADH
perubahan warna
lapisan lemak
tipis, Merusak sel
endotel Iskemik Menstimulus
kelemahan otot,
jaringan rasa haus
IMT<18.5
Reaksi
Ketidak inflamasi Luka Polidipsi
seimbangan dan imun
nutrisi
<kebutuhan Pertumbuhan
Leokosit dan trombosit jaringan
tertarik ke area cedera terhambat

Aktifasi pembekuan dan


fibrosis Terputusnya kontinuitas Tanda dan gejala:
jaringan skunder terhadap
sirkulasi yang tidak Nyeri, panas,
Terbentuk bekuan bengkak, terdapat pus,
darah (trombus) adekuat
berbau tidak enak,
leokost dan trombosit
Tanda dan meningkat suhu tubuh
Penyempitan Penyempitan atau gejala: meningkat
lumen vaskuler penyumbatan
pembuluh darah Kematian
jaringan, Resiko infeksi
Resistensi terdapat luka
perifer Arterosklerosi
gangren (DM
meningkat ulkus), sulit Menstimulus respon
Angiopati nyeri
Hipertensi Gangguan
Integritas Kulit Tanda dan gejala:
Gelisah, wajah tegang,
Otak Gangguan rasa cenderung melindungi
nyaman (nyeri) daerah yang nyeri,
Pusing keadaan nyeri (skala,
lokasi dan karakter)
Tanda dan gejala:
Gelisah, sering Mikrovaskule Makrovaskule
terbangun saat r
tidur, terlihat
Mata Ginjal
memegang
kepalanya, wajah
terlihat tegang, Glukosa dalam darah Ginjal tidak
terlihat mata (sorbitol) tertimbun dapat
panda, sklera mata di lensa mata mereabsorpsi
memerah, terlihat Suplai oksigen dan glukosa
menguap. nutrisi menurun
20

Gangguan Iskemik pada Pembentukan Pengeluaran glukosa


istirahat tidur mata katarak dalam urin

Retinopati
Kerusakan Diuresis
glumerulus ginjal osmotik
Tanda dan gejala:
Tanda dan gejala:
Gagal Poli uri
Penglihatan menurun,
Pasien terlihat ginjal
mobilisasi dibantu, Dehidrasi
kumal, kotor, Kronik
orientasi (waktu, ekstra sel
berbau apek,
tempat orang)
pakaian tidak
menurun, mudah
pernah diganti
marah, cemas, tidak
bisa beraktifitas Tanda dan gejala:
Defisit seperti biasa
perawatan Membran mukosa/kulit
diri kering, turgor kulit
Resiko tinggi cidera
menurun, muntah, bak
Gangguan cairan meningkat dengan warna
dan elektrolit pekat, BB menurun,
lemah, natrium urine
meningkat, TTV
meningkat, akral dingin

Ekstermitas Jantung Otak

DM (Ulkus) Iskemik jaringan jantung Iskemik jaringan


otak
Kematian jaringan pada jantung
Kematian
 Infark Miokard Akut jaringan otak
 Penyakit jantung koroner
Neuropati
Tanda dan gejala:
Intoleransi Malaise, mobilisasi CVA infark
aktifitas dibantu, lemas

Gambar 2.1 Patofisiologi Diabetes Mellitus


21

2)Uraian

Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik yang terjadi akibat

defisiensi insulin yang disebabkan oleh faktor genetik, faktor imun

menurun, faktor lingkungan, gestasi, penyakit lain (misalnya pankreatitis,

CA pankreas, gangguan hormonal) yang dapat menyebabkan perubahan

fisiologis pada pankreas yaitu kerusakan sel beta pada pulau langerhans

[ CITATION Rif14 \l 1057 ]. Kerusakan sel beta mengakibatkan

terjadinya defisiensi insulin dan retensi insulin yaitu berkurangnya

pelepasan insulin, lamanya pelepasan insulin, serta menurunnya

sensitivitas insulin yang dapat menganggu metabolisme karbohidrat

[ CITATION Yul13 \l 1057 ]. Menurunnya produksi insulin pada

metabolisme karbohidrat akan menurunkan proses glikolisis yaitu

pemecahan molekul glukosa untuk membentuk dua molekul asam piruvat

(Corwin, 2009). Glukosa pertama kali diubah menjadi fruktosa 1,6 fosfat

dan kemudian dipecahkan menjadi 2 molekul atom berkarbon 3

kemudian diubah menjadi asam firuvat serta menghasilkan 2 molekul

ATP [ CITATION EIl07 \l 1057 ]. Glikolisis terjadi penurunan karena

enzim yang berperan dalam glikolisis di inaktivasi tanpa adanya

insulin,guna mencukupi kebutuhan energi maka terjadi peningkatan

proses glikogenolisis (Price, 2009).

Glikogenolisis merupakan proses pemecahan glikogen yang

disimpan sel untuk menghasilkan kembali glukosa di dalam sel, namun

apabila simpanan glukosa dalam tubuh tetap berkurang dan dibawah

normal maka pembentukan glukosa dari asam amino dan dari gugus
22

glisterol lemak yang disebut proses glukoneogenesis (Ganong, 2008).

Penderita Diabetes Melitus baik tipe I atau tipe II kurang dapat

menggunakan glukosa yang diperolehnya melalui makanan (karbohidrat)

karena glukosa akan terakumulasi dalam plasma darah maka sel tubuh

kekurangan glukosa untuk memproduksi energi dan terjadilah kelemahan

fisik, selain itu sistem saraf pusat menstimulus rasa lapar untuk

meningkatkan asupan makanan (polifagia), hati juga merespon untuk

melakukan pemecahan lemak dan protein (glukoneogenesis) yang apabila

dilakukan secara terus menerus akan mengurangi tonus otot pasien akan

menjadi kurus terjadilah gangguan keseimbangan nutrisi (Nanda, 2013).

Konsentrasi glukosa dalam plasma darah yang tinggi, ginjal tidak

dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya

glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria) sehingga glukosa yang

berlebih dieksresikan dalam urin yang disertai pengeluaran cairan dan

elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik

[ CITATION Mis06 \l 1057 ]. Kehilangan cairan yang berlebihan

mengakibatkan pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih

(poliuria) dan rasa haus (polidipsia) (Nanda, 2013). Kadar gula darah

lebih dari normal menyebabkan peningkatan viskositas (kekentalan)

darah yang bisa menyebabkan hipertensi, akibatnya terjadi kerusakan

pembuluh darah perifer yang mengakibatkan perfusi jaringan perifer dan

jika terdapat luka maka akan sulit sembuh dikarenakan suplai O2 dan

nutrisi inadekuat maka akan terjadi kematian dan gangren (Tandra,

2009). Protein terjadi peningkatan Blood Urine Nitrogen dan terdapatnya


23

nitrogen dalam urine, jika terdapat luka maka penyembuhan luka akan

terhambat terjadi infeksi menstimulis reseptor nyeri dan kematian

jaringan setelah itu terjadi gangren dan ulkus [ CITATION Pau08 \l 1057

].

Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak

yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien diabetes mengalami

peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan

kalori, disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan

peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping

pemecahan lemak (Baradero et al.,2009). Badan keton merupakan asam

yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya

berlebihan yang mengakibatkan ketoasidosis diabetik yang tanda dan

gejalanya seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas

berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan

kesadaran, koma bahkan kematian (Guyton & Hall, 2007). Metabolisme

lemak tadi akan membawa lemak masuk ke sel endotel arteri yang dapat

menyebabkan oksidasi kolesterol dan trigleserida dan membentuk

radikal bebas akibatnya terjadi kerusakan sel endotel yang menimbulkan

reaksi inflamasi dan imun, leokosit dan trombosit meningkat yang akan

mengaktifasi pembekuan darah (trombus) (Potter & Perry, 2005).

Pembekuan darah ini akan menimbulkan plak aterosklerosis yang

mengakibatkan terjadi penyempitan lumen vaskuler maka terjadilah

peningkatan resisten periver jika ke otak akan menyebabkan pusing dan

gangguan istirahat tidur [ CITATION Rif14 \l 1057 ]. Gangguan


24

metabolisme maka terbentuklah plak aterosklerosis yang dapat

menyebabkan penyempitan bahkan penyumbatan pembuluh darah dan

mengakibatkan angiopati [ CITATION Mis06 \l 1057 ]. Angiopati

menimbulkan komplikasi baik mikrovaskuler maupun makrovaskuler

(Guyton & Hall, 2007). Mikrovaskuler yang terjadi pada mata akan

mengakibatkan glukosa dalam darah (sorbitol) tertimbun di lensa mata

yang dapat mengakibatkan katarak, penyempitan juga mempengaruhi

suplai O2 dan nutrisi berkurang yang mengakibatkan iskemik pada mata

dan terjadilah retinopati jika terjadi terus menerus dapat menyebabkan

kebutaan dan mengganggu perawatn diri dan menyebabkan resiko cidera

pada penderita, sedangkan pada ginjal dapat mempengaruhi reabsorbsi

glukosa dan masuk kedalam urin yang dapat menyebabkan kerusakan

glomerulus ginjal (glomerulosklerosis) dan mengakibatkan nefropati

maka terjadilah gagal ginjal yang dapat menimbulkan masalah gangguan

keseimbangan cairan (Corwin, 2009). Makrovaskuler yang terganggu

adalah ekstermitas yang dapat mengakibatkan ulkus dan menimbulakan

masalah keperawatan gangguan integritas kulit, pada jantung terjadi

iskemik karena kekurangan suplai O2 dan nutrisi yang dapat

menyebabkan infark miokard dan terjadilah penyakit jantung koroner

yang menimbulkan nyeri yang sangat akut, sedangkan pada otak dapat

menyebabkan nefropati dan CVA infark dan menimbulkan masalah

keperawatan intoleransi aktifitas (Nanda, 2013).


25
26

2.1.6 Manifestasi Klinis

Riyadi & Sukarmin (2008), menyebutkan tanda dan gejala Diabetes

Mellitus meliputi:

1) Gejala Awal:

a) Poliuria (peningkatan volume urine) kerena sering minum

mengakibatkan sering juga buang air kecil. Lebih sering buang air

daripada biasanya dan volume air seni yang abnormal dinamakan

poliuria. Orang dewasa normalnya mengekskresikan satu samai dua

liter air seni setiap harinya. Jangan remehkan kondisi selalu ingin

buang air kecil, terutama di malam hari. Dehidrasi parah akibat

sering kencing dapat mempengaruhi fungsi ginjal.

b) Polidipsi (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat

besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstra sel

mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik

(sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH

(antidiuritic hormone) dan menimbulkan rasa haus.

c) Polifagia (peningkatan rasa lapar) karena kalori hilang kedalam air

kemih, penderita mengalami penurunan berat badan sehingga untuk

mengkompensasi hal ini, penderita seringkali merasa lapar.

d) Rasa lelah dan kelemahan otot akibat ganggan aliran darah,

katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel

untuk menggunakan glukosa sebagai energi.

2) Gejala lain yang muncul:

a) Kesemutan akibat neuropati.


27

b) Gatal akibat tumbuhnya jamur.

c) Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan

pada lensa oleh hiperglikemia.

d) Impotensi karena kerusakan hormon terstoteron.

e) Pruritus vulva pada vagina.

2.1.7 Ulkus diabetikum

Menurut Anderson (2008), ulkus diabetikum terjadi karena arteri mengalami

penyempitan dan terdapat gula yang berlebih pada jaringan yang merupakan

medium yang baik bagi pertumbuhan kuman, telapak kaki yang berdiameter

≥ 1 cm berisi masa jaringan tanduk lemak, pus.

Menurut (Smeltzer dan Bare,2010), ulkus diabetikum terjadi akibat

mikroangiopati biasanya di daerah akral tampak merah dan terasa hangat

oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses

mikroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara

akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :

a) Pain (Nyeri)

b) Paleness (kepucatan)

c) Paresthesia (kesemutan)

d) Pulselessness (denyut nadi hilang)

e) Paralysis (lumpuh)

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola

dari fontaine:

a) Stadium 1: asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)


28

b) Stadium 2: terjadi klaudikasio intermiten

c) Stadium 3: timbul nyeri saat istirahat

d) Stadium 4: terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).

2.1.8 Klasifikasi ulkus diabetikum

Wagner (1983) mengatakan bahwa ulkus diabetikum dibagi menjadi 6

tingkatan, yaitu:

a) Derajat 0: tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan

disertai kelainan bentuk kaki seperti “claw,callus”.

b) Derajat 1 : ulkus superfisial terbatas pada kulit.

c) Derajat II : ulkus dalam menembus tendon dan tulang.

d) Derajat III: abses dalam dengan atau tanpa osteomielitis.

e) Derajat IV: gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa

selulitis.

f) Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Menurut Smeltzer dan Bare (2010), terdapat lima grade ulkus diabetikum,

antara lain:

1) Grade 0 : tidak ada luka

2) Garde 1 : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit

3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang

4) Grade III : terjadinya abses

5) Gare IV : terjadinya gangren pada kaki bagian distal

6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai


29

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik

Tandra (2009), menyebutkan bahwa pemeriksaan diagnostik Diabetes

Mellitus yaitu:

1) Kadar Glukosa Darah

Tabel 2.1
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai
patokan penyaring (PERKENI, 2006)

Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)


Kadar Glukosa Bukan Diabetes Belum Pasti
Diabetes Melitus
Darah Sewaktu Melitus Diabetes Melitus
Plasma Vena <100 mg/dl ≥200 mg/dl 100-199 mg/dl
Darah Kapiler <90 mg/dl ≥200 mg/dl 90-199 mg/dl
Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)
Plasma Vena <100 mg/dl ≥126 mg/dl >100-125 mg/dl
Darah Kapiler <90 mg/dl ≥100 mg/dl >90-99 mg/dl

2) Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali

pemeriksaan :

a) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

b) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

c) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah

mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200

mg/dl).

3) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal (normal: 5-6%)

4) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton, berat jenis dan

osmolalitas urin mungkin meningkat.

5) Kolesterol dan trigliserida serum dapat meningkat.

6) Elektrolit: mungkin normal, meningkat atau bahkan menurun.

a) Natrium : mungkin normal, meningkat atau menurun.


30

b) Kalium : mungkin normal atau terjadi peningkatan semu  akibat

perpindahan seluler, selanjutnya akan menurun.

c) Fosfor : lebih sering menurun.

7) Insulin darah mungkin menurun atau bahkan sampai tidak ada (pada

tipe I) atau normal sampai tinggi (pada tipe II) yang mengindikasikan

insufiiensi atau ganguan pada penggunaannya.

8) Trombosit darah atau Ht : mungkin meningkat, dehidrasi atau normal,

leukositosis hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau

infeksi.

2.1.8 Komplikasi

Menurut Brunner dan Suddarth (2002), komplikasi Diabetes Mellitus ada

dua yaitu:

1) Komplikasi Akut

a) Hipoglikemia terjadi kalau kadar glukosa darah turun dibawah 50

mg/dl hingga 60 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian

insulin atau preparat oral yang berlebihan, atau akibat aktivitas fisik

berat.

b) Diabetes Ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau

tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini

mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein,

dan lemak.

c) Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik keadaan yang

didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai

perubahan tingkat kesadaran (sense of awareness).


31

2) Komplikasi Kronik

a) Komplikasi Makrovaskuler

(1) Penyakit Arteri Koroner.

Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh ateri koroner

menyebabkan peningkatan insidensi infark miokard pada

penderita Diabetes Mellitus

(2) Penyakit Serebrovaskuler.

Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau

pembentukan embolusditempat lain dalam sistem pembuluh

darah yang kemudian terbawa aliran darah sehingga terjepit

dalam pembuluh darah serebral dapat menimbulkan serangan

iskemik sepintas (TIA = Transient Ischemic Attack)

(3) Penyakit Vaskuler Perifer.

Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada

ekstremitas bawah merupakan penyebab utama meningkatnya

insiden gangren dan amputasi pada pasien-pasien Diabetes

Mellitus. Hal ini disebabkan karena pada penderita Diabetes

Mellitus sirkulasi buruk, terutama pada area yang jauh dari

jantung, turut menyebabkan lamanya penyembuhan jika terluka.

b) Komplikasi Mikrovaskuler

(1) Rretinopati Diabetik.

Kelainan patologis mata yang disebabkan oleh perubahan dalam

pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina.

(2) Nefropati.
32

Segera setelah terjadi diabetes, khususnya bila kadar glukosa

darah meninggi, maka mekanisme filtrasi ginjal akan

mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah

ke dalam urin. Sebagai akibatnya, tekanan dalam pembuluh

darah ginjal meningkat. Kenaikan tekanan tersebut diperkirakan

berperan sebagai stimulus untuk terjadinya nefropati.

(3) Neuropati Diabetes.

Neuropati dalam diabetes mengacu pada sekelompok penyakit

yang menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf perifer

(sensorimotor), otonom, dan spinal. Kelainan tersebut tampak

beragam secara klinis dan bergantung pada lokasi sel saraf yang

terkena.

2.1.9 Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi Diabetes Melitus adalah mencoba menormalkan

aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi

terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik (Haeria, 2009). Tujuan

terapeutik pada setiap tipe Diabetes Melitus adalah mencapai kadar glukosa

darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius

pada pola aktivitas pasien [ CITATION Has10 \l 1057 ]. Sunita (2006),

menyebutkan ada empat komponen dalam penatalaksanaan Diabetes

Mellitus, yaitu:

1) Diet atau Perencanaan Makan

a) Tujuan Diet
33

(1) Mempertahankan kadar glukosa darah supaya mendekati

normal dengan menyeimbangkan asupan makanan dengan

insulin, obat penurun glukosa oral dan aktivitas fisik.

(2) Mencapai dan mempertahankan kadar lipid serum normal.

(3) Memberi cukup energi untuk mempertahankan atau mencapai

berat badan normal.

(4) Menghindari atau menangani komplikasi Diabetes Melitus.

(5) Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui

gizi yang optimal.

b) Syarat Diet

(1) Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat

badan normal.

(2) Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15% dari kebutuhan

energi total.

(3) Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi

total.

(4) Kebutuhan karbohidrat sisa dari kebutuhan energi total, yaitu

60-70%.

(5) Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak

diperbolehkan.

(6) Pengguanan gula alternatif dalam jumlah terbatas.

(7) Asupan serat dianjurkan 25 gram/hari.

(8) Cukup vitamin dan mineral.

c) Prinsip Diet
34

(1) Makan harus selalu tepat jadwal dengan pembagian makan

sebanyak 6 x yaitu: 3 x makan besar dan 3 x makan selingan

dengan jarak antar waktu makan 3 jam.

(2) Jumlah yang dimakan (porsi) sesuai dengan yang ditentukan.

(3) Jenis bahan makanan perlu diperhatikan : makanan yang

diperbolehkan, makanan yang dibatasi/makanan yang

dihindari.

d) Bahan Makanan yang Dianjurkan

(1) Bahan makanan yang dianjurkan untuk diet Diabetes Melitus

adalah sebagai berikut:

(2) Sumber karbohidrat yang kompleks, seperti nasi, roti, mie,

kentang, singkong, ubi, dan sagu.

(3) Sumber protein rendah lemak, seperti ikan, ayam tanpa kulit,

susu skim, tempe, tahu, dan kacang-kacangan.

(4) Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan

yang mudah dicerna. Makanan terutama diolah dengan cara

dipanggang, dikukus, disetup, direbus, dan dibakar.


35

e) Bahan Makanan yang Tidak dianjurkan (dibatasi/dihindari)

Bahan makanan yan tidak dianjurkan, dibatasi, atau dihindari untuk

diet Diabetes Melitus adalah yang:

(1) Mengandung banyak gula sederhana, seperti: gula pasir, gula

jawa, sirop, kue-kue manis, dodol.

(2) Mengandung banyak lemak, seperti: cake, makanan siap saji,

gorengan.

(3) Mengandung banyak natrium, seperti: ikan asin, telur asin,

makanan yang diawetkan.

f) Pengaturan Makan pada Diabetes Melitus Tipe 1

Waktu pemberian makanan untuk penderita yang mendapat

insulin jenis intermediate atau long acting harus disesuaikan dengan

waktu saat insulin bekerja. Bila makanan terlambat diberikan, maka

saat insulin bekerja, tidak ada makanan atau makanan kurang dari

seharusnya, sehingga terjadi hipoglikemia (kadar gula darah kurang

dari normal). Gejala-gejala hipoglikemia antara lain gemetar,

berkeringat, lelah, lapar, gampang tersinggung, bingung, detak

jantung cepat sekali, pandangan kabur, nyeri kepala, tubuh kebas,

atau kesemutan di sekitar mulut dan bibir, bahkan bisa kejang-kejang

atau pingsan. Sebaliknya bila makanan terlalu banyak, tidak sesuai

dengan jumlah insulin yang diberikan, maka akan terjadi

hiperglikemia (kadar gula darah lebih dari normal). Seringkali, menu

makanan yang tepat dan waktu makan yang teratur dapat mencegah

problem-problem tersebut.
36

Untuk mengurangi resiko terjadinya kardiovaskuler, makanan

untuk semua penderita diabetes harus mempunyai kandungan lemak

yang rendah. Kandungan lemak tidak boleh lebih dari 30% dari total

energi dengan perbandingan antara asam lemak jenuh dan tak jenuh

1:1, dan kandungan kolesterol kurang dari 350 mg per hari.

Penderita Diabetes Melitus dianjurkan untuk mengkonsumsi serat

dalam jumlah yang cukup untuk menurunkan kecepatan absorpsi

karbohidrat serta menurunkan kadar lipid dalam serum, sehingga

dapat menekan kenaikan kadar gula darah setelah makan, selain itu

juga dapat menekan kenaikan kadar kolesterol yang diekskresikan ke

dalam usus dari empedu (FKUI, 2007).

g) Pengaturan Makan pada Diabetes Melitus Tipe 2

Pada penderita Diabetes Melitus tipe 2, pengaturan makanan

merupakan hal yang sangat penting. Bila hasil pengaturan makanan

tidak sesuai dengan yang diharapkan, diperlukan obat-obat

hipoglikemia OAD (oral anti-diabetic) atau insulin. Mayoritas

penderita Diabetes Melitus tipe 2 mengalami obesitas, oleh karena

itu tujuan utama dari pengaturan makanan adalah menurunkan berat

badan ke berat badan ideal. Untuk itu penderita diberi diet rendah

kalori atau rendah energi. Dengan diet rendah kalori, pada umumnya

keadaaan hiperglikemia dapat diperbaiki. Pada beberapa penderita,

pengurangan jumlah total energi waktu puasa dapat menormalkan

kadar glukosa.
37

Penderita Diabetes Melitus tipe 2 yang kurus tidak memerlukan

pembatasan jumlah energi yang ketat. Akan tetapi, semua penderita

diabetes tipe 2 harus mengurangi lemak dan kolesterol serta

meningkatkan rasio asam lemak tak jenuh dengan asam lemak jenuh

(FKUI, 2007).

2) Penyuluhan (edukasi)

FKUI (2007), mengatakan edukasi merupakan bagian integral asuhan

perawatan Diabetes Melitus yang berupa pendidikan dan latihan

mengenahi pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolahan Diabetes

Mellitus, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya, kelompok

masyarakat beresiko, tinggi dan pihak-pihak perencanaan kebijakan

kesehatan.

3) Latihan jasmani

Dalam pengelolahan Diabetes Melitus, latihan jasmani yang teratur

memegang peranan penting terutama pada penderita Diabetes Melitus

tipe 2. FKUI (2007), mengatakan manfaat latihan jasmani yang teratur

pada Diabetes Mellitus antara lain:

a) Memperbaiki metabolisme: menormalkan kadar glukosa darah dan

lipid darah.

b) Meningkatkan kerja insulin.

c) Membantu menutunkan berat badan.

d) Meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri.

e) Mengurangi resiko penyakit kardiovaskuler.


38

Program latihan jasmani yang dianujrkan adalah latihan aerobik secara

teratur 3-4 kali per minggu selama 30 menit yang bersifat CRIPE

(continous, rhythmic, interval, progressive, endurance) (Mirza, 2008).

4) Obat

FKUI (2007), mengemukakan jika pasien telah melaksanakan

program makan dan latihan teratur; namun pengendalian kadar glukosa

darah belum tercapai, perlu ditambah obat hipoglikemik baik oral

maupun insulin. Obat hipoglikeik oral (OHO) dapat dijumpai dalam

bentuk golongan sulfoniluria, golongan binguanid dan inhibitor

glukosidase alfa. Sulfoniluria diberikan pada Diabetes Mellitus tipe 2

yang tidak gemuk, binguanid (metformin) pada Diabetes Mellitus gemuk

dan inhibitor glukosidase alfa (acarbase) pada Diabetes Melitus dengan

kadar glukosa darah 2 jam sesudah makan tinggi. Pada umumnya OHO

tidak dianjurkan pada pasien Diabetes Mellitus dengan gangguan hati dan

ginjal.

Sulfonilurea mempunyai efek untama meningatkan sekresi insulin

oleh sel beta pankreas. Oleh sebab itu sulfonilurea merupakan pilihan

utama pada pasien dengan berat badan normal atau kurang. Untuk

mengurangi resiko hipoglikemik yang berkepanjangan, pada pasien

Diabetes Melitus usia lanjut, obat golongan sulfonilurea yang waktu

kerjanya panjang (klorpropamid, glibenklamid) sebaiknya dihindari.

Biguanid misalnya (metformin) mempunyai efek utama menurunkan

puncak glikemik sesudah makan. Oleh karena itu, prinsif kerja obat ini

disamping memperbaiki ambilan glukosa perifer, juga menghambat


39

secara kompetitif absorpsi glukosa di usus maka dianjurkan

pemberiannya pada setiap mulai makan [ CITATION Hae09 \l 1057 ].

Insulin diberikan pada Diabetes Melitus tipe 1, ketoasidosis/koma

hiperosmolar, stres berat, berat badan menurun cepat, Diabetes Melitus

hamil, gagal/kontraindikasi OHO. Dalam keadaan-keadaan tertentu

pemberian kombinasi sulfoniluria dengan metformin atau acarbose

bahkan dengan insulin dapat memberikan hasil perbaikan metabolik,

disamping dapat mengurangi dosis masing-masing obat (FKUI, 2007).

2.1.10 Perencanaan Pulang

Nanda (2013), mengatakan perencanaan pulang meliputi:

1) Lakukan olahraga secara rutin dan pertahankan berat badan ideal.

2) Kurangi konsumsi makanan yang banyak mengandung gula dan

karbohidrat.

3) Jangan mengurangi jadwal makan atau menunda waktu makan karena

hal ini akan menyebabkan fluktuasi (ketidak stabilan) kadar gula darah.

4) Ajarkan mencegah infeksi: kebersihan kaki, hindari perlukaan.

5) Perbanyak makanan yang banyak mengandung serat, seperti sayuran.

6) Hindari konsumsi makanan tinggi lemak dan yang mengandung banyak

kolesterol LDL, antara lain: daging merah, produk susu, kuning telur,

mentega, saus salad, dan makanan pencuci mulut berlemak lainya.

7) Hindari minuman yang beralkohol dan kurangi konsumsi garam.


40

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus

Proses keperawatan adalah suatu metode ilmiah yang sistematis dan

terorganisir dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang

berfokus pada respon individu terhadap gangguan kesehatan yang dialami

baik aktual maupun potensial [ CITATION Nur11 \l 1057 ]. Proses

keperawatan digunakan oleh perawat sebagai kerangka fikir untuk

mengidentifikasi respon pasien terhadap masalah kesehatan dan membantu

pasien dalam mencapai tingkat kesehatan, kesejahteraan dan adaptasi yang

maksimal terhadap gaya hidup [ CITATION SMa111 \l 1057 ].

2.2.1 Pengkajian

Tujuan pengkajian pada dasarnya mengumpulkan data obyektif dan

subyektif dari yang mencakup informasi dari klien, keluarga dan

masyarakat, lingkungan atau budaya (Suara, 2010). Pengumpulan data

merupakan suatu proses pengkajian yang dimulai sejak klien masuk ke

rumah sakit dan diteruskan sampai pulang (Manurung, 2011). Pengkajian

merupakan data dasar untuk mengidentifikasi masalah dan komplikasi

yang baru muncul dengan sumber informasi antara lain klien, keluarga,

masyarakat, orang terdekat klien, catatan keperawatan, rekam medis,

konsultasi secara verbal dan tulisan, pemeriksaan diagnostik, dan literatur

yang berkaitan (Nursalam, 2011). Klasifikasi juga dapat dilakukan dengan

bagaimana cara perawat mendapatkannya sebagai data langsung (melaluhi

wawancara dan pemeriksaan fisik) atau data tidak langsung dari pasangan

perawat atau perawat lain (Suara, 2010).


41

Nursalam (2011), mengatakan pengumpulan data pada klien dengan

gangguan sistem endokrin akibat Diabetes Mellitus meliputi:

1) Data Biografi

a) Identitas Klien

Meliputi nama, umur biasanya penderita Diabetes Mellitus Tipe I

atau Tipe II berusia diatas 40 tahun, jenis kelamin, agama,

pendidikan perlu dikaji untuk mengetahui tingkat pengetahuan

klien yang akan berpengaruh terhadap tingkat pemahaman klien

akan suatu informasi, pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui

apakah pekerjaannya merupakan faktor predisposisi atau bahkan

faktor presipitasi terjadinya penyakit Diabetes Melitus,

suku/bangsa, tanggal masuk Rumah Sakit, tanggal pengkajian,

diagnosa medis dan alamat (Nanda, 2013).

b) Identitas Penanggng Jawab

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,

alamat, dan hubungan dengan klien (Nursalam, 2013).

2) Riwayat Kesehatan

a) Riwayat Kesehatan Sekarang

(1) Keluhan Utama Masuk Rumah Sakit.

Manurung (2011), mengatakan pada umumnya klien dengan

Diabetes Mellitus akan mengeluh adanya gejala-gejala

spesifik seperti poliuria, polidipsi dan poliphagia, mengeluh

kelemahan dan penurunan berat badan. Pada klien DM tipe II

biasanya juga mengeluh pruritus vulvular, kelelahan,


42

retinopati, fotofobia, dan kram otot yang menunjukkan

gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.

Dapat juga adanya keluhan luka yang tidak sembuh-sembuh

atau bahkan membusuk menjadi latar belakang penderita

datang ke rumah sakit.

(2) Keluhan Utama Saat Pengkajian.

Berisi tentang keluhan klien pada saat dilakukan pengkajian

yang dikembangkan dengan metode PQRST. Pengisian

metode PQRST harus disesuaikan dengan kondisi dan

keluhan pasien saat dilakukan pengkajian.

P = (provokatus-paliatif): Apa yang menyebabkan gejala?

Apa yang bisa memperberat? Apa yang bisa

mengurangi?

Q = (quality-quantity): Bagaimana gejala dirasakan? Sejauh

mana gejala dirasakan?

R = (regio-radiasi): Dimana gejala dirasakan? Apakah

menyebar?

S = (scala-serverity): Seberapakah tingkat keparahan

dirasakan. Pada skala berapa?

T = (time): kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala

dirasakan? Tiba-tiba atau bertahap? Seberapa lama gejala

dirasakan?

(Rohmah, 2009).
43

b) Riwayat Kesehatan Dahulu

Riwayat kesehatan dahulu meliputi riwayat obesitas, hipertensi,

riwayat penyakit pankreatitis kronis, dan riwayat glukosuria

selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit),

atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiazid, kontrasepsi

oral). Perlu juga dikaji apakah klien pernah dirawat di rumah sakit

karena keluhan yang sama (Smeltzer, 2011).

c) Riwayat Kesehatan Keluarga

Nursalam (2011), mengemukakan riwayat kesehatan keluarga

meliputi:

(1) Riwayat Penyakit Menular

Pada umumnya penderita Diabetes Mellitus mudah terkena

penyakit inflamasi atau infeksi seperti TBC Paru, sehingga

perlu dikaji apakah pada keluarga ada yang mempunyai

penyakit menular seperti TBC Paru, Hepatitis, dan lain-lain

[ CITATION Bud06 \l 1057 ].

(2) Riwayat Penyakit Keturunan

Dalam keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama

dengan klien yaitu Diabetes Melitus karena Diabetes Melitus

merupakan salah satu penyakit yang diturunkan, juga perlu

ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang mempunyai

penyakit  herediter seperti asma, hipertensi, atau penyakit

endokrin lainnya [ CITATION LJC001 \l 1057 ].


44

3) Pola Aktivitas Sehari-hari

a) Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan

Pola persepsi dan pemeliharaan dapat dikaji tentang penggunaan

bahan-bahan yang beresiko pada kesehatan seperti merokok,

mengkonsumsi alkohol, menggunakan obat-obatan lain dan perlu

dikaji juga apakah memiliki riwayat alergi, pengetahuan tentang

penyakit sekarang dan upaya pencegahannya serta harapan

terhadap perawatan yang dilakukan saat ini [ CITATION Tjo02 \l

1057 ].

b) Pola Aktivitas dan Personal Hygiene

Pada pola aktivitas dan personal hygiene biasanya didapatkan rasa

lemah, letih, dan penurunan kekuatan otot, sehingga klien sulit

bergerak/berjalan (beraktivitas). Kaji kemampuan klien dalam

melakukan perawatan diri yang meliputi makan atau minum,

mandi, berpakaian, toileting, dan kaji apakah klien dibantu atau

dapat melakukan secara mandiri .

c) Pola Nutrisi dan Cairan

Pola nutrisi dan cairan meliputi kebiasaan atau pola makan klien

apakah teratur atau tidak dan berapa banyak porsi sekali makan,

apakah klien sering makan makanan tambahan atau cemilan

terutama yang manis-manis, apakah ada keluhan selalu merasa

lapar walaupun sudah banyak makan atau ada keluhan penurunan

atau hilang nafsu makan (anoreksia) karena mual atau muntah,

apakah klien melanggar program diet yang telah ditetapkan dengan


45

cara memakan makanan yang dipantang, apakah ada penurunan

berat badan dalam periode beberapa hari atau minggu, kaji apakah

ada keluhan banyak minum dan selalu merasa haus [ CITATION

Her10 \l 1057 ].

d) Pola Istirahat dan Tidur

Pola istirahat dan tidur klien baik secara kualitatif maupun

kuantitatif yang meliputi berapa jam klien tidur dan perasaan

setelah tidur. Perlu dikaji kebiasaan klien sebelum tidur yang dapat

mempengaruhi istirahat dan tidur serta apakah klien memiliki

masalah tidur yang meliputi sering terbangun dini, sulit mengawali

tidur, sering terbangun pada malam hari. Klien biasanya terbangun

pada malam hari karena sering berkemih [ CITATION Abd15 \l

1057 ].

e) Pola Eliminasi

Pola eliminasi meliputi frekuensi klien dalam berkemih serta

apakah klien mengeluh sering berkemih terutama malam hari,

apakah terjadi perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturna,

anuria). Perlu juga dikaji tentang pola defekasi yang meliputi

frekuensi, masalah dalam defekasi (konstipasi, inkontinensia,

diare), sebagai respon komplikasi neuropati pada sistem

gastrointestinal (Tarwoto & Wartonah, 2006).

f) Pola Kognitif dan Sensori Persepsi

Pengkajian pola kognitif dan sensori meliputi gangguan orientasi

pada waktu, tempat dan orang. Biasannya klien terjadi disorientasi,


46

klien mengantuk, letargi, kesadaran stupor/semi koma (pada tahap

lanjut). Klien juga mengalami pusing/vertigo, sakit kepala,

kesemutan, kelemahan pada otot, parestesia dan gangguan

penglihatan (Saputra, 2010).

g) Pola Peran dan Hubungan atau Interaksi Sosial

Pola peran dan hubungan tentang persepsi klien terhadap dirinya

sehubungan dengan kondisi sekitarnya, hubungan klien dengan

perawat, dokter, tim kesehatan lain serta klien lain dan bagaimana

penerimaan orang-orang sekitar klien terutama keluarga akan

kondisinya saat ini serta dukungan yang diberikan orang-orang

terdekat klien baik dari segi moril ataupun materil. Biasanya

hubungan klien dengan lingkungan sosial tidak terganggu, klien

tetap ikut serta dalam aktifitas sosial atau menarik diri dari interaksi

sosial terutama jika sudah terjadi komplikasi fisik seperti ulkus,

gangren, dan gangguan penglihatan (Nursalam, 2011).

h) Pola Persepsi Diri dan Toleransi terhadap Stres

Pola persepsi diri dan toleransi terhadap stres meliputi konsep diri,

status emosi, pola koping dan gaya komunikasi. Perlu dikaji apakah

ada masalah tentang penyakit yang dialaminya. Kemungkinan klien

menunjukkan kecemasan bahkan terdapat perasaan depresi

terhadap penyakitnya. Hal ini diakibatkan karena proses penyakit

yang lama, kurangnya pengetahuan tentang prosedur tindakan yang

dilakukan. Perlu dikaji pandangan hidup klien terhadap segala

tindakan keperawatan yang dijalani. Kaji ungkapan klien tentang


47

ketidakmampuan koping/penggunaan koping yang maladaptif

dalam menghadapi penyakitnya, perasaan negatif tentang tubuhnya,

klien merasa kehilangan fungsi tubuhnya, kehilangan kebebasan,

dan kehilangan kesempatan untuk menjalani kehidupannya

(Rohmah, 2009).

i) Pola Seksualitas atau reproduksi

Pola seksualitas atau reproduksi dikaji tentang penggunaan

kontrasepsi pada wanita yang dapat mempengaruhi kesehatannya

serta masalah seksualitas yang meliputi impotensi pada laki-laki

dan kesulitan orgasme pada wanita (Saputra, 2010).

j) Pola Keyakinan dan Nilai

Pola keyakinan dan nila meliputi keyakinan dan persepsi klien

terhadap penyakit dan kesembuhannya dihubungkan dengan agama

yang klien anut. Bagaimana aktifitas spiritual klien selama klien

menjalani perawatan di rumah sakit dan siapa yang menjadi

pendorong atau pemberi motivasi untuk kesembuhannya (Rohmah,

2009).

4) Pemeriksaan Fisik

Nursalam (2011), mengatakan pemeriksaan fisik meliputi:

a) Keadaan Umum

Meliputi keadaan penderita, kesadaran apatis, stupor/semi koma

(pada tahap lanjut), lesu, tampak lelah, lemas, tinggi badan, berat

badan dan tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, Suhu, respirasi).

b) Sistem Pernafasan
48

Biasanya frekuensi nafas normal bila tidak terdapat komplikasi,

akan sedikit meningkat pada klien diabetes yang sudah lansia

karena menurunnya otot-otot pernafasan sehingga kemampuan

pengembangan paru juga menurun. Akan didapatkan pernafasan

kussmaul jika penderita mengalami ketoasidosis dan didapat pula

nafas yang berbau aseton, dan bau halitosis atau bau manis. Bisa

juga didapatkan keluhan batuk dengan atau tanpa sputum purulen

(tergantung adanya infeksi atau tidak), dapat pula terjadi

paraestesia atau paralysis pada otot-otot pernafasan (jika kadar

Kalium menurun cukup tajam).

c) Sistem Kardiovaskuler

Kaji adanya hipotensi ortostatik, akral dingin, nadi perifer

melemah terutama pada tibia posterior, dan dorsalis pedis,

terjadinya aterosklerosis yang dapat terbentuk baik pada pembuluh

darah besar (makrovaskuler) atau pembuluh darah kecil

(mikrovaskuler). Kaji pula adanya hipertensi, edema jaringan

umum, disritmia jantung, nadi lemah halus, pucat, dan takikardia

serta palpitasi menunjukkan terjadinya hipoglikemik. Kaji adanya

perdarahan, penyakit jantung yang lain, anemia menunjukkan

terjadinya gangguan nutrisi. Apabila telah terjadi neuropati pada

kelainan jantung maka akan diperoleh kelainan gambaran EKG

lambat.

d) Sistem Neurosensori
49

Biasanya didapatkan data penurunan sensasi sensori, rasa

pusing/vertigo, sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot,

bahkan sampai paraestesia, gangguan penglihatan (retinopati,

katarak, glaukoma), didapat juga gangguan orientasi dengan data

klien tampak mengantuk, gelisah, letargi, stupor, bahkan sampai

koma bila klien telah mengalami komplikasi ketoasidosis,

hipoglikemia dan adanya aktivitas kejang.

e) Sistem Muskuloskeletal

Siatem muskuluskeletal biasanya terjadi penurunan kekuatan otot,

dan juga adanya keluhan kram pada otot.

f) Sistem Integumen

Siatem integumen biasanya ditemukan turgor kulit menurun,

apabila terdapat luka klien sering mengeluh luka sulit sembuh dan

malah membusuk. Akral teraba dingin, dan integritas kulit menurun

(rusak). Kulit bisa kering, gatal, adanya radang (dermatitis) bahkan

terjadi ulkus. Demam dan diaporesis dapat terjadi jika klien

mengalami infeksi.

g) Sistem Endokrin

Sistem endokrin pada klien diabetes didapatkan gejala trias P yaitu

Poliuria, Polidipsi dan Poliphagia. Kondisi klien akan lebih berat

jika penderita mempunyai penyakit penyerta lain terutama

gangguan pada hormon lain. Oleh karena itu perlu dikaji penyakit

yang dapat ditimbulkan oleh kerja hormon-hormon tersebut seperti

adanya pembesaran kelenjar tiroid paratiroid, moonface, adanya


50

tremor. Jika tidak ada gangguan pada hormon lain maka pengkajian

difokuskan pada hal-hal yang berhubungan dengan Diabetes

Melitus seperti trias P, penggunaan insulin, dan faktor

hipoglikemik.

h) Sistem Genitourinaria

Sistem genitourinaria biasanya terjadi perubahan pola dan

frekuensi berkemih (poliuria) dan terkadang nokturia, rasa nyeri

dan terbakar saat berkemih, kesulitan berkemih karena infeksi,

bahkan bisa terjadi infeksi saluran kemih. Urine akan tampak lebih

encer, pucat, kuning, dan poliuria dapat berkembang menjadi

oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat. Urine bisa tercium

bau busuk jika infeksi. Klien sering merasa haus sehingga intake

cairan bertambah. Perlu dikaji juga adanya masalah impotensi pada

laki-laki, infeksi pada vagina, dan pruritus vulva pada vagina.

i) Pemeriksaan Penunjang

Tandra (2009), mengemukakan pemeriksaan diagnostik ditemukan

pada klien Diabetes Mellitus:

(1) Tes Toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200

mg/dL).

(2) Gula darah puasa normal (70-115 mg/dL) atau diatas normal

( ≥ 120 mg/dL).

(3) Gula darah dua jam post prandial (PP) lebih dari 140 mg/dL.

(4) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal (normal: 5-

6%).
51

(5) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton, berat jenis dan

osmolalitas urin mungkin meningkat.

(6) Kolesterol dan trigliserida serum dapat meningkat.

(7) Elektrolit: mungkin normal, meningkat atau bahkan menurun.

a) Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun.

b) Kalium: mungkin normal atau terjadi peningkatan semu 

akibat perpindahan seluler, selanjutnya akan menurun.

c) Fosfor: lebih sering menurun.

(8) Insulin darah: mungkin menurun/bahkan sampai tidak ada

(pada tipe I) atau normal sampai tinggi (pada tipe II) yang

mengindikasikan insufisiensi insulin/gangguan dalam

penggunaannya.

(9) Hb Glikolisat: kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal,

yang mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan

terakhir.

(10) Trombosit darah atau Ht: mungkin meningkat atau dehidrasi

atau normal, leukositosis hemokonsentrasi merupakan respon

terhadap infeksi.

2.2.2 Analisa Data

Analisa data merupakan kemampuan mengkaitkan data dan

menghubungkan data dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk

membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan

keperawatan pasien (Manurung, 2011). Data kemudian dikumpulkan dan

dikelompokkan sesuai masalahnya untuk kemudian dianalisa sehingga


52

menghasilkan suatu kesimpulan berupa masalah keperawatan yang pada

akhirnya menjadi diagnosa keperawatan (Suara, 2010).

2.2.3 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan proses menganalisa data subyektif dan

obyektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan

diagnosa keperawatan yang melibatkan proses berfikir kompleks, tentang

data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medis, dan pemberi

pelayanan kesehatan yang lain (Suara, 2010).

Nanda (2012), mengatakan diagnosa keperawatan pada kasus Diabetes

Melitus adalah sebagai berikut:

1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakcukupan insulin, anoreksia (mual, muntah), status

hipermetabolisme.

DS. pasien mengatakan tidak nafsu makan/banyak makan tetapi tetap

lemas dan lapar, lemas.

DO. BB menurun, adanya kesulitan menelan atau tidak, hipotensi,

IMT < 18,5.

2) Gangguan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan berhubungan

dengan diuresis osmotik.

DS. Px mengatakan kurang minum dan sering BAK

DO. Membran mukosa/kulit kering, turgor kulit menurun, muntah,

bak meningkat dengan warna pekat, BB menurun, lemah, natrium

urine meningkat, TTV meningkat, akral dingin.


53

3) Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai oksigen

dan nutrisi ke jaringan inadekuat.

DS. pasien mengatakan nyeri pada daerah luka.

DO. Luka sulit sembuh, pucat, akral dingin, CRT < 2 detik,

kesemutan, kemampuan motorik menurun.

4) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan terputusnya

kontinuitas jaringan sekunder terhadap sirkulasi yang tidak adekuat.

DS. -

DO. Terdapat luka, kematian jaringan, sulit beraktifitas, nyeri,

gangren, rasa gatal.

5) Ganguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan terjadinya infeksi

DS. Komunikasi (verbal atau kode) dari pemberi gambaran nyeri

DO. Gelisah, kemerehan, bengkak, panas, ekspresi wajah tegang,

cendrung melindungi daerah yang nyeri, keadaan nyeri (skala, lokasi

dan karakter) leokost dan trombosit meningkat.

6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan.

DS. pasien merasa lemas, tidak bisa beraktifitas sendiri

DO. Malaise, mobilisasi dibantu

7) Resiko infeksi berhubungan dengan luka yang sukar sembuh.

DS. Pasien mengatakan lukanya semakin besar.

DO. Nyeri, panas, bengkak, terdapat pus, berbau tidak enak, leokost

dan trombosit meningkat suhu tubuh meningkat.

8) Resiko cidera berhubungan dengan retinopati atau kebutaan.

DS. pasien mengatakan pengelihan terganggu tidak bisa melihat


54

DO. Mobilisasi dibantu, orientasi (waktu, tempat orang) menurun,

mudah marah, cemas, tidak bisa beraktifitas seperti biasa.


55

9) Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan peningkatan tekanan

intra kranial

DS. Pasien mengatakan pusing

DO. Gelisah, sering terbangun saat tidur, terlihat memegang

kepalanya, wajah terlihat tegang, terlihat mata panda, sklera mata

memerah, terlihat menguap.

10) Devisit perawatan diri berhubungan dengan retinopati atau kebutaan

dan kelemahan fisik

DS. Pasien mengatakan belum mandi selama di rumah sakit

DO. Pasien terlihat kumal, kotor, berbau apek, pakaian tidak pdiganti.

11) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

mengenai prognosis penyakit.

DS. -

DO. Pasien tidak bisa menjawab atas pertanyaan yang ditanyakan

sehubungan dengan penyakitnya

2.2.4 Intervensi

Intervensi keperawatan merupakan panduan untuk perilaku spesifik yang

diharapkan dari klien atau tindakan yang harus dilakukan perawat yang

harus spesifik dan dinyatakan dengan jelas (Manurung, 2011).

Pengelompokan meliputi bagaimana, kapan, dimana, frekuensi, dan

besarnya, menunjukkan isi dari aktivitas yang direncanakan, intervensi

keperawatan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: mandiri (dilakukan oleh

perawat) dan kolaboratif (yang dilakukan bersama dengan pemberi

perawatan lainnya) (Suara, 2010). Adapun tujuan, kriteria hasil dan


56

intervensi keperawatan dari diagnosa yang muncul menurut Doengoes

(2000) adalah sebagai berikut.

1) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidak cukupan insulin, anoreksia (mual, muntah), status

hipermetabolisme.

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien dapat

terpenuhi.

Kriteria hasil:

1) Klien dapat mencerna jumlah kalori/ nutrien yang tepat

2) Klien dapat menunjukkan berat badan stabil atau terjadi peningkatan

berat badan kearah rentang yang diinginkan dengan hasil labolatorium

normal.

Tabel 2.2
Intervensi keperawatan gangguan pemenuhan nutrisi (Doenges, 2000)

NO INTERVENSI RASIONAL
1 Timbang berat badan setiap Mengaji pemasukan makanan yang
hari sesuai indikasi adekuat
2 Tentukan program diet dan pola Mengidentifikasi kekurangan dan
makan serta bandingkan dengan penyerapan dari kebutuhan
makanan yang dapat dihabiskan terapeutik
pasien
3 Auskultasi bising usus, catat Hiperglikemi dan gangguan cairan
adanya nyeri abdomen, perut elektrolit dapat menurunkan
kembung, mual, muntahan mortalitas/ fungsi lambung yang
makanan yang belum dapat akan mempengaruhi pilihan
dicerna intervensi
4 Berikan makanan cair yang Pemberian makanan melaluhi oral
mengandung zat makanan dan lebih baik jika pasien sadar dan
elektrolit melaluhi oral fungsi gastrointestinal baik
57

5 Libatkan keluarga pasien pada Meningkatkan rasa


perencanaan makan ini sesuai keterlibatannya : memberikan
dengan indikasi informasi pada keluarga untuk
memahami kebutuhan nutrisi
pasien

6 Observasi tanda- tanda Karena metabolisme karbohidrat


hipoglikemi seperti perubahan mulai terjadi gula darah akan
tingkat kesadaran, kulit lembab/ berkurang, dan sementara tetap
dingin, denyut nadi cepat, sakit diberikan insulin maka hipoglikemi
kepala dapat terjadi

7 Lakukan pemeriksaan gula darah Analisa gula darah pada daerah


dengan finger stick kapiler lebih akurat

8 Lakukan pemeriksaan Gula darah akan menurun perlahan


labolatorium seperti gula darah, dengan penggantian cairan dan
aseton, PH, HCO3 terapi insulin terkontrol.

9 Berikan pengobatan insulin secara Insulin reguler memiliki awitan


teratur dengan metode intermiten cepat dan karenannya dengan cepat
dan berlanjut pula dapat membantu
memindahkan glukosa kedalam sel

10 Lakukan kolaburasi dengan ahli Sangat bermanfaat dalam


gizi dalam pemberian diet perhitungan dan penyesuaian diet
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

11 Lakukan kolaburasi dengan tim Bermanfaat mengatasi neuropati


medis dalam memberikan obat otonom saluran cerna
metaklopramid

2) Gangguan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan berhubungan

dengan diuresis osmotik.

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan cairan pasien dapat

terpenuhi.

Kriteria hasil :

Klien akan mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda

vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler
58

baik, haluaran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolitdalam batas

normal.

Tabel 2.3
Intervensi keperawatan gangguan cairan dan elektrolit (Doenges, 2000)

NO INTERVENSI RASIONAL
1 Dapatkan riwayat pasien/orang Membantu dalam memperkirakan
terdekat sehubungan dengan kekurangan volume total.
lamanya/intensitas dari gejala
seperti muntah, pengeluaran urine
yang sangat berlebihan.
2 Pantau tanda-tanda vital, catat Hipovolemia dapat
adanya perubahan TD ortostatik. dimanifestasikan oleh hipotensi dan
takikardia.
3 Pola nafas seperti adanya Paru-paru mengeluarkan asam
pernafasan Kussmaul atau karbonat melalui pernafasan yang
pernafasan yang berbau keton. menghasilkan kompensasi alkalosis
respiratoris terhadap keadaan
ketoasidosis.
4 Frekuensi dan kualitas pernafasan, Koreksi hiperglikemia dan asidosis
penggunaan otot bantu nafas, dan akan menyebabkan pola dan
adanya periode apnea dan frekuensi pernafasan mendekati
munculnya sianosis. normal.

5 Suhu, warna kulit, atau Meskipun demam, menggigil dan


kelembabannya. diaforesis merupakan hal umum
terjadi pada proses infeksi, demam
dengan kulit yang kemerahan,
kering mungkin sebagai cerminan
dari dehidrasi.

6 Kaji nadi perifer, pengisian Merupakan indikator dari tingkat


kapiler, turgor kulit, dan membran dehidrasi, atau volume sirkulasi
mukosa. yang adekuat.

7 Pantau masukan dan pengeluaran, Memberikan perkiraan kebutuhan


catat berat jenis urine. akan cairan pengganti, fungsi
ginjal, dan keefektifan dari terapi
yang diberikan.

8 Ukur berat badan setiap hari. Memberikan hasil pengkajian yang


terbaik dari status cairan

9 Pertahankan untuk memberikan Mempertahankan hidrasi/volume


cairan paling sedikit 2500 ml/hari sirkulasi.

10 Tingkatkan lingkungan yang Menghindari pemanasan yang


59

dapat menimbulkan rasa nyaman. berlebihan terhadap pasien lebih


Selimuti pasien dengan selimut lanjut akan dapat menimbulkan
tipis. kehilangan cairan.

11 Kaji adanya perubahan Perubahan mental dapat


mental/sensori. berhubungan dengan hiperglikemia
atau hipoglikemia.

12 Catat hal-hal yang dilaporkan Kekurangan cairan dan elektrolit


seperti mual, nyeri abdomen, mengubah motilitas lambung, yang
muntah dan distensi lambung. seringkali akan menimbulkan
kekurangan cairan atau elektrolit.

13 Oservasi adanya perasaaan Pemberian cairan untuk perbaikan


kelelahan yang meningkat, edema, yang cepat mungkin sangat
peningkatan berat badan, nadi berpotensi menimbulkan kelebihan
tidak teratur, dan adanya distensi beban cairan dan GJK.
pada vaskuler.
Berikan terapi cairan sesuai dengan indikasi;

14 Normal salin atau setengah Tipe dan jumlah dari cairan


normal salin dengan atau tanpa tergantung pada derajat kekurangan
dekstrosa. cairan dan respons pasien secara
individual.

15 Albumin, plasma, atau dekstran. Plasma ekspander (pengganti)


kadang dibutuhkan jika kekurangan
tersebut mengancam kehidupan
atau tekanan darah sudah tidak
dapat kembali normal dengan
usaha-usaha rehidrasi yang telah
dilakukan.

16 Pasang/pertahankan kateter urine Memberikan pengukuran yang


tetap terpasang. tepat/akurat terhadap pengukuran
haluaran urine.

Pantau pemeriksaan laboratorium seperti;

17 Hematokrit (Ht). Mengkaji tingkat hidrasi dan


seringkali meningkat akibat
hemokonsentrasi yang terjadi
setelah diuresis osmotik.

18 BUN/kreatinin. Peningkatan nilai dapat


mencerminkan kerusakan sel
karena hidrasi atau tanda awitan
kegagalan ginjal.
60

19 Osmolalitas darah. Meningkat sehubungan dengan


adanya hiperglikemi dan dehidrasi.

20 Natrium. Mungkin menurun yang dapat


mencerminkan perpindahan cairan
dari intrasel (diuresis osmotik).
Kadar natrium yang tinggi
menceminkan kehilangan
cairan/dehidrasi berat atau
reabsorpsi natrium dalam berespons
terhadap sekresi aldosteron.

21 Kalium. Awalnya akan terjadi hiperkalemia


dalam berespons pada asidosis,
namun selanjutnya kalium ini akan
hilang melalui urine, kadar kalium
absolut dalam tubuh berkurang.
Bila insulin diganti dan asidosis
teratasi, kekurangan kalium serum
justru akan terjadi.

22 Berikan kalium atau elektrolit Kalium harus segera ditambahkan


yang lain melalui IV dan/atau pada IV (segera aliran urine
melalui oral sesuai indikasi. adekuat) untuk mencegah
hipokalemia. Catatan: Kalium
fosfat dapat diberikan jika cairan
IV mengandung natrium klorida
untuk mencegah kelebihan beban
klorida.

23 Berikan bikarbonat jika pH Diberikan dengan hati-hati untuk


kurang dari 7,0. membantu memperbaiki asidosis
pada adanya hipotensi atau syok.

24 Pasang selang NGT dan lakukan Mendekompresi lambung dan dapat


penghisapan. menghilangkan muntah.

3) Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai oksigen

dan nutrisi ke jaringan inadekuat.

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi jaringan

adekuat.
61

Kriteria hasil:

Klien dapat mempertahankan perfusi individu yang tepat misalnya kulit

hangat, turgor kulit kembali lebih dari dua detik, tanda-tanda vital dalam

rentang normal, sirkulasi adekuat.

Tabel 2.4
Intervensi keperawatan gangguan perfusi jaringan perifer (Doenges, 2000)

NO INTERVENSI RASIONAL
1 Awasi tanda-tanda vital, palpasi Indikator keadekuatan sirkulasi
nadi perifer secara rutin, evaluasi kekurangan volume cairan
pengisian kapiler dan perubahan
mental, catat keseimbangan cairan
24 jam.
2 Dorong latihan rentang gerak Merangsang sirkulasi pada
sering untuk kaki. ekstremitas bawah
3 Kaji tanda-tanda kemerahan dan Indikator pembentukan trombus.
edema.
4 Dorong ambulasi dini: hindari Duduk mengkonstriksi aliran vena,
duduk atau menggantungkan kaki tetapi jalan mendorong aliran balik
di tepi tempat tidur. vena.

5 Kaji nadi perifer, pengisian Merupakan indikator dari tingkat


kapiler, turgor kulit, dan membran dehidrasi, atau volume sirkulasi
mukosa. yang adekuat.

6 Tingkatkan lingkungan yang Menghindari pemanasan yang


dapat menimbulkan rasa nyaman. berlebihan terhadap pasien lebih
Selimuti pasien dengan selimut lanjut akan dapat menimbulkan
tipis. kehilangan cairan.

7 Oservasi adanya perasaaan Pemberian cairan untuk perbaikan


kelelahan yang meningkat, edema, yang cepat mungkin sangat
peningkatan berat badan, nadi berpotensi menimbulkan kelebihan
tidak teratur, dan adanya distensi beban cairan dan GJK.
pada vaskuler.
Berikan terapi medik indikasi;

8 Berikan terapi heparin Dapat digunakan secara profilaksis


untuk menurunkan resiko
pembentukan trombosis atau
mengobati tromboemboli.

9 Albumin, plasma, atau dekstran. Plasma ekspander (pengganti)


kadang dibutuhkan jika kekurangan
62

tersebut mengancam kehidupan


atau tekanan darah sudah tidak
dapat kembali normal dengan
usaha-usaha rehidrasi yang telah
dilakukan.

Pantau pemeriksaan laboratorium seperti;

10 Hematokrit (Ht). Mengkaji tingkat hidrasi dan


seringkali meningkat akibat
hemokonsentrasi yang terjadi
setelah diuresis osmotik.

11 BUN/kreatinin. Peningkatan nilai dapat


mencerminkan kerusakan sel
karena hidrasi atau tanda awitan
kegagalan ginjal.

12 Osmolalitas darah. Meningkat sehubungan dengan


adanya hiperglikemi dan dehidrasi.

13 Natrium. Mungkin menurun yang dapat


mencerminkan perpindahan cairan
dari intrasel (diuresis osmotik).
Kadar natrium yang tinggi
menceminkan kehilangan
cairan/dehidrasi berat atau
reabsorpsi natrium dalam berespons
terhadap sekresi aldosteron.

14 Kalium. Awalnya akan terjadi hiperkalemia


dalam berespons pada asidosis,
namun selanjutnya kalium ini akan
hilang melalui urine, kadar kalium
absolut dalam tubuh berkurang.
Bila insulin diganti dan asidosis
teratasi, kekurangan kalium serum
justru akan terjadi.
63

4) Resiko infeksi berhubungan dengan luka yang sukar sembuh.

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi

lagi.

Kriteria hasil :

1) Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan infeksi yang

lebih luas

2) Mendemostrasikan tehnik, perubahan gaya hidup untuk mencegah

terjadinya infeksi yang lebih luas.

Tabel 2.5
Intervensi keperawatan resiko infeksi (Doenges, 2000)

NO INTERVENSI RASIONAL
1 Observasi tanda-tanda infeksi dan Pasien mungkin masuk dengan
peradangan, seperti demam, infeksi yang biasanya telah
kemerahan, adanya pus pada luka, mencetuskan keadaan ketoasidosis
sputum purulen, urine warna atau dapat mengalami infeksi
keruh atau berkabut. nosokomial.
2 Tingkatkan upaya pencegahan Mencegah timbulnya infeksi silang
dengan melakukan cuci tangan (infeksi nosokomial).
yang baik pada semua orang yang
berhubungan dengan pasien
termasuk pasiennya sendiri.
3 Pertahankan teknik aseptik pada Kadar glukosa yang tinggi dalam
prosedur invasif (seperti darah akan menjadi media terbaik
pemasangan infus, kateter Folley bagi pertumbuhan kuman.
dan sebagainya), pemberian obat
intravena dan memberikan
perawatan pemeliharaan. Lakukan
pengobatan melalui IV sesuai
indikasi.
4 Pasang kateter/lakukan perawatan Mengurangi resiko terjadinya
perineal dengan baik. Ajarkan infeksi saluran kemih.
pasien wanita untuk
membersihkan daerah perinealnya
dari depan kearah belakang.

5 Berikan perawatan kulit dengan Sirkulasi perifer bisa terganggu


64

teratur dan sungguh-sungguh, yang menempatkan pasien pada


masase daerah tulang yang peningkatan resiko terjadinya
tertekan, jaga kulit tetap kering, kerusakan pada kulit/iritasi kulit
linen kering dan tetap kencang dan infeksi.
(tidak berkerut).
6 Auskultasi bunyi napas. Ronki mengindikasikan ada
akumulasi sekret yang mungkin
berhubungan dengan
pneumonia/bronkitis (mungkin
sebagai pencetus dari DKA).
Edema paru (bunyi krekels)
mungkin sebagai akibat dari
pemberian cairan yang terlalu
cepat/berlebihan atau GJK.

7 Posisikan pasien pada posisi semi- Memberikan kemudahan bagi paru


Fowler. untuk berkembang;menurunkan
resiko terjadinya aspirasi.

8 Lakukan perubahan posisi dan Membantu dalam memventilasikan


anjurkan pasien untuk batuk semua daerah paru dan
efektif/nafas dalam jika pasien memobilisasi sekret. Mencegah
sadar dan kooperatif. Lakukan agar sekret tidak statis dengan
penghisapan lendir pada jalan terjadinya peningkatan terhadap
nafas dengan menggunakan teknik resiko infeksi.
steril sesuai keperluannya.
9 Berikan tisu dan tempat sputum Mengurangi penyebaran infeksi.
pada tempat yang mudah
dijangkau untuk penampungan
sputum atau sekret yang lainnya.
10 Bantu pasien untuk higiene oral. Menurunkan resiko terjadinya
penyakit mulut/gusi.

11 Anjurkan untuk makan dan Menurunkan kemungkinan


minum adekuat (pemasukan terjadinya infeki. Meningkatkan
makanan dan cairan yang aliran urine untuk mencegah urine
adekuat) (kira-kira 3000 ml/hari yang statis dan membantu dalam
jika tidak ada kontraindikasi). mempertahankan pH/keasaman
urine, yang menurunkan
pertumbuhan bakteri dan
pengeluaran organisme dari sistem
organ tersebut.

12 Lakukan pemeriksaan kultur dan Untuk mengidentifikasi organisme


sensitivitas sesuai dengan sehingga dapat
indikasi. memilih/memberikan terapi
antibiotik yang terbaik.

13 Berikan obat antibiotik yang Penanganan awal dapat membantu


65

sesuai. mencegah timbulnya sepsis.

5) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan terputusnya kontinuitas

jaringan sekunder terhadap sirkulasi yang tidak adekuat.

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan integritas kulit

menjadi normal.

Kriteria hasil :

1) Klien dapat mengidentifikasi intervensi untuk mencegahm terjadinya

resiko infeksi.

2) Berpartisipasi pada tingkat kemampuan untuk mencegah kerusakan

kulit lebih lanjut.

Tabel 2.6
Intervensi keperawatan gangguan integritas kulit (Doenges, 2000)

NO INTERVENSI RASIONAL
1 Observasi tanda-tanda infeksi dan Pasien mungkin masuk dengan
peradangan, seperti demam, infeksi yang biasanya telah
kemerahan, adanya pus pada luka, mencetuskan keadaan ketoasidosis
sputum purulen, urine warna atau dapat mengalami infeksi
keruh atau berkabut. nosokomial.
2 Inspeksi seluruh area kulit, catatkulit biasanya cenderung rusak
pengisian kapiler, adanya karena perubahan sirkulasi perifer,
kemerahan, pembengkakan. ketidakmampuan untuk merasakan
toleran, imobilisasi, gangguan
pengaturan suhu
3 Pertahankan teknik aseptik pada Kadar glukosa yang tinggi dalam
prosedur invasif (seperti darah akan menjadi media terbaik
pemasangan infus, kateter Folley bagi pertumbuhan kuman.
dan sebagainya), pemberian obat
intravena dan memberikan
perawatan pemeliharaan. Lakukan
pengobatan melalui IV sesuai
indikasi.
4 Catat adanya pembengkakan, daerah ini cenderung terkena
66

kemerahan, adanya drainase pada radang dan infeksi dan merupakan


luka serta bersihkan luka setiap rute bagi mikroorganisme
hari patologis.

5 Berikan perawatan kulit dengan Sirkulasi perifer bisa terganggu


teratur dan sungguh-sungguh, yang menempatkan pasien pada
masase daerah tulang yang peningkatan resiko terjadinya
tertekan, jaga kulit tetap kering, kerusakan pada kulit/iritasi kulit
linen kering dan tetap kencang dan infeksi.
(tidak berkerut).
6 Libatkan masase dan lubrikasi meningkatkan sirkulasi dan
pada kulit dengan lotion / minyak, melindungi permukaan kulit
lindungi sendi dengan mengurangi terjadinya ulserasi
menggunakan bantalan busa

7 Lakukan perubahan posisi meningkatkan sirkulasi dan


sesering mungkin di tempat tidur melindungi kulit, mengurangi
maupun sewaktu tidur terjadinya ulserasi.

8 Bersihkan dan keringkan kulit meningkatkan sirkulasi pada kulit


khususnya daerah-daerah dengan dan mengurangi tekanan pada
kelembaban tinggi seperti daerah tulang yang menonjol.
parineum
9 Jagalah alat tenun tetap kering dan mengurangi / mencegah terjadinya
bebas dari lipatan – lipatan dan iritasipada kulit
kotoran

10 Anjurkan pasien untuk terus menstrimulasi sirkulasi,


meningkatkan nutrisi sel atau meningkatkan nutrisi sel atau
organisasi sel dan untuk oksigenasi sel dan untuk
meningkatkan kesehatan jaringan meningkatkan kesehatan jaringan.

11 Anjurkan untuk makan dan Menurunkan kemungkinan


minum adekuat (pemasukan terjadinya infeki. Meningkatkan
makanan dan cairan yang aliran urine untuk mencegah urine
adekuat) (kira-kira 3000 ml/hari yang statis dan membantu dalam
jika tidak ada kontraindikasi). mempertahankan pH/keasaman
urine, yang menurunkan
pertumbuhan bakteri dan
pengeluaran organisme dari sistem
organ tersebut.

12 Lakukan pemeriksaan kultur dan Untuk mengidentifikasi organisme


sensitivitas sesuai dengan sehingga dapat
indikasi. memilih/memberikan terapi
antibiotik yang terbaik.

13 Berikan obat antibiotik yang Penanganan awal dapat membantu


67

sesuai. mencegah timbulnya infeksi.

6) Ganguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan terjadinya infeksi

pada luka.

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang.

Kriteria hasil:

1) Klien dapat mengekspresikan penurunan nyeri/ketidaknyamanan.

2) Klien tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat.

Tabel 2.7
Intervensi keperawatan gangguan rasa nyaman (nyeri) (Doenges, 2000)

NO INTERVENSI RASIONAL
1 Kaji keluhan nyeri, perhatikan Membantu dalam mengidentifikasi
lokasi, lamanya, dan intensitas derajat ketidaknyamanan dan
(skala 0-10). Perhatikan petunjuk kebutuhan untuk/keefektifan
verbal dan non-verbal. analgesik.
2 Diskusikan sensasi yang dirasakan. Memberikan keyakinan bahwa
sensasi bukan imajinasi dan
penghilangannya dapat dilakukan.
3 Bantu pasien menemukan posisi Peninggian lengan, ukuran baju,
nyaman. dan adanya drain mempengaruhi
kemampuan pasien untuk rileks dan
tidur/istirahat secara efektif.
4 Berikan tindakan kenyamanan Meningkatkan relaksasi, membantu
dasar (contoh, perubahan posisi untuk memfokuskan perhatian, dan
posisi yang tak sakit, pijatan dapat meningkatkan kemampuan
punggung) dan aktifitas terapeutik. koping.
Dorong ambulasi dini dan
penggunaan teknik relaksasi,
bimbingan imajinasi.
5 Tekan/sokong dada saat latihan Memudahkan partisipasi pada
batuk/napas dalam. aktifitas tanpa timbul
ketidaknyamanan.

6 Berikan obat nyeri yang tepat pada Mempertahankan tingkat


jadwal teratur sebelum nyeri berat kenyamanan dan memungkinkan
dan sebelum aktifitas dijadwalkan. pasien untuk latihan lengan dan
68

untuk ambulasi tanpa nyeri yang


menyertai upaya tersebut.

7 Berikan narkotik/analgesik sesuai Memberikan penghilangan


indikasi. ketidaknyamanan/nyeri dan
memfasilitasi tidur.

7) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan.

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat

beraktifitas minimal.

Kriteria hasil :

1) Klien dapat mengungkapkan peningkatan tingkat energi.

2) Klien dapat menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi

dalam aktifitas yang diinginkan.

Tabel 2.8
Intervensi keperawatan Intoleransi aktivitas (Doenges, 2000)

NO INTERVENSI RASIONAL
1 Diskusikan dengan pasien Pendidikan dapat memberikan
kebutuhan akan aktifitas. Buat motivasi untuk meningkatkan
jadwal perencanaan dengan pasien tingkat aktifitas meskipun pasien
dan identifikasi aktifitas yang mungkin sangat lemah.
menimbulkan kelelahan.
2 Berikan aktifitas alternatif dengan Mencegah kelelahan yang
periode istirahat yang cukup/tanpa berlebihan.
diganggu.
3 Pantau nadi, frekuensi pernafasan Mengindikasikan tingkat aktifitas
dan tekanan darah yang dapat ditoleransi secara
sebelum/sesudah melakukan fisiologis.
aktifitas.
4 Diskusikan cara menghemat Pasien akan dapat melakukan lebih
kalori selama mandi, berpindah banyak kegiatan dengan penurunan
tempat dan sebagainya. kebutuhan akan energi pada setiap
69

kegiatan.

5 Tingkatkan partisipasi pasien Meningkatkan kepercayaan


dalam melakukan aktifitas sehari- diri/harga diri yang positif sesuai
hari sesuai dengan yang dapat tingkat aktifitas yang dapat
ditoleransi. ditoleransi pasien.

8) Resiko tinggi cidera berhubungan dengan retinopati atau kebutaan

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dalam

keadaan aman

Kriteria hasil:

Pasien dapat memenuhu kebutuhannya dengan aman tanpa mengalami

cidera.

Tabel 2.9
Intervensi keperawatan Resiko tinggi cidera (Doenges, 2000)

NO INTERVENSI RASIONAL
1 Hindari lantai yang licin Lantai licin dapat menyebabkan
terpeleset dan jatuh
2 Gunakan bed yang rendah Mempermudah dalam naik dan
turun dari bed
3 Orientasikan pasien dengan Dengen mengenal keadaan ruangan
ruangan pasien terhindar dari barang-barang
atau keadaan yang dapat
menyebabkan cidera
4 Bantu pasien dalam melakukan Memenuhi kebutuhan aktifitas
aktifitasnya sehari-hari pasien dengan aman

5 Bantu pasien dalam ambulasi atau Mencegah terjadinya komplikasi


perubahan posisi dan menjaga keamanan dalam
perubahan posisi pasien

9) Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan peningkatan tekanan intra

kranial.
70

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan istirahat tidur pasien

kembali normal.

Kriteria hasil :

1) Klien mampu menciptakan pola tidur yang adekuat.

2) Klien tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup.

Tabel 2.10
Intervensi keperawatan gangguan istirahat tidur (Doenges, 2000)

NO INTERVENSI RASIONAL
1 Berikan kesempatan untuk Karena aktifitas fisik dan mental
beristirahat/tidur sejenak, yang lama mengakibatkan
anjurkan latihan saat siang hari, kelelahan yang dapat meningkatkan
turunkan aktifitas mental/fisik kebingungan, aktifitas yang
pada sore hari. terprogram tanpa stimulasi
berlebihan yang meningkatkan
waktu tidur.
2 Hindari penggunaan “pengikatan” Resiko gangguan sensori,
secara terus menerus. meningkatkan agitasi dan
menghambat waktu istirahat.
3 Evaluasi tingkat stres/orientasi Peningkatan kebingungan,
sesuai perkembangan hari demi disorientasi dan tingkah laku yang
hari. tidak kooperatif dapat melanggar
pola tidur yang mencapai tidur
pulas.
4 Lengkapi jadwal tidur dan ritual Penguatan bahwa saatnya tidur dan
secara teratur. Katakan pada mempertahankan kestabilan
pasien bahwa saat ini adalah lingkungan. Catatan: Penundaan
waktu untuk tidur. waktu tidur mungkin diindikasikan
untuk memungkinkan pasien
membuang kelebihan energi dan
memfasilitasi tidur.

5 Berikan makanan kecil sore hari, Meningkatkan relaksasi dengan


susu hangat, mandi dan masase perasaan mengantuk.
punggung.

6 Turunkan jumlah minum pada Menurunkan kebutuhan akan


sore hari. Lakukan berkemih bangun untuk pergi ke kamar
sebelum tidur. mandi/berkemih selama malam
hari.
71

7 Putarkan musik yang lembut atau Menurunkan stimulasi sensori


“suara yang jernih” dengan menghambat suara-suara
lain dari lingkungan sekitar yang
akan menghambat tidur nyenyak.

Berikan obat sesuai indikasi:

8 Antidepresi, seperti amitriptilin Mungkin efektif dalam menangani


(Elavil); doksepin (Senequan) dan pseudodimensia atau depresi,
trasolon (Desyrel). meningkatkan kemampuan untuk
tidur, tetapi antikolinergik dapat
mencetuskan bingung dan
memperburuk kognitif dan efek
samping tertentu (seperti hipertensi
ortostatik) yang membatasi manfaat
yang maksimal.

9 Koral hidrat; oksazepam (Serax); Gunakan dengan hemat, hipnotik


triazolam (Halcion). dosis rendah mungkin efektif dalam
mengatasi insomnia.

10 Hindari penggunaan Bila digunakan untuk tidur, obat ini


difenhidramin (Benadry). sekarang dikontraindikasikan
karena obat ini mempengaruhi
produksi asetilkolin yang sudah
dihambat dalam otak pasien dengan
DAT ini.
72

10) Devisit perawatan diri berhubungan dengan retinopati atau kebutaan dal

kelemahan fisik

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebersihan diri

pasien tetap terjaga

Kriteria hasil:

Pasien terlihat segar, bersih, wangi dan pakaian selalu ganti.

Tabel 2.11
Intervensi keperawatan Devisit perawatan diri (Doenges, 2000)

NO INTERVENSI RASIONAL
1 Kaji perawatan diri pasien Membantu dalam menentukan
intervensi selanjutnya
2 Anjurkan keluarga untuk Memenuhi kebutuhan hygine
membantu pasien dalam pasien
malakukan personal hygine
3 Lakuan penyibinan jika pasien Mempermudah dalam
tidak bisa mobilisasi membersihkan pasien
4 Lakukan oral hygien tiap saat Meningkatkan nafsu makan
sebelum dan setelah makan
5 Anjurkan keluarga untuk Menjaga kebersihan pasien
mengganti pakaian pasien
minimal 2 x sehari

11) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

mengenai prognosis penyakit.

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dan

keluarga mengetahui tentang penyakit yang dialami.


73

Kriteria hasil:

1) Melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam program

pengobatan.

2) Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan

rasional dari setiap tindakan yang dilakukan.

Tabel 2.12
Intervensi keperawatan kurangnya pengetahuan (Doenges, 2000)

NO INTERVENSI RASIONAL
1 Ciptakan lingkungan saling Menanggapi dan memperhatikan
percaya dengan mendengarkan perlu diciptakan sebelum pasien
penuh perhatiaan dan selalu ada bersedia mengambil bagian dari
untuk pasien. proses belajar
2 Berkolaborasi dengan pasien Partisipasi dalam perencanaan
dalam menata tujuan belajar yang meningkatkan antusias dan
diharapkan. kerjasama pasien dengan prinsip-
prinsip yang dipelajari.
3 Pilih berbagai stragi blajar, sepertiPenggunaan cara yang berbeda
teknik demonstrasi yg tentang mengakses informasi
memerlukan ketrampilan dan meningkatkan penyerapan pada
biarkan pasien individu yang belajar.
mendemonstrasikan ulang
4 Diskusikan tentang rencana diet Kesadaran tentang pentingnya diet
dan penggunaan makanan tinggi akan membantu pasien dalam
serat. merencanakan makan atau mentaati
program. Serat dapat
memperlambat absorbsi glukosa.

5 Diskusikan topik-topik utama memberikan pengetahuan dasar


seperti apakah kadar glukosa dimana pasien dapat membuat
normal itu dan bagaimana hal pertimbangan dalam memilih gaya
tersebut dibandingkan dengan hidup
kadar gula darah pasien, tipe DM
yang dialami pasien, hubungan
antara kekurangan insulin dengan
kadar gula darah yang tinggi.

6 Menganjurkan klien untuk rutin Melakukan pemeriksaan darah


melakukan pemeriksaan gula secara teratur dapat meningkatkan
darah dan instruksikan pasien kontrol gula darah dengan lebih
untuk pemeriksaan keton urinenya ketat (misal 60–150 mg/dl).
jika glukosa darah lebih tinggi
dari 250 mg/dl.
74

7 Diskusikan faktor-faktor yang Informasi ini akan meningkatkan


memegang peranan dalam kontrol pengendalian terhadap DM dan
DM seperti latihan stres, dapat menurunkan berulangnya
pembedahan dan penyakit kejadian ketoasidosis.
tertentu.
8 Buat jadwal latihan aktivitas yang Waktu latihan tidak boleh
teratur dan identifikasi hubungan bersamaan waktunya kerja puncak
dengan penggunaan insulin yang insulin untuk mencegah percepatan
perlu menjadi perhatian. ambilan insulin.

9 Identifikasi gejala hipoglikemia Dapat meningkatkan deteksi dan


(misal lemah, pusing, letargi, pengobatan lebih awal dan
lapar, peka rangsang, diaforesis, mencegah/mengurangi kejadiannya.
pucat, takikardia, tremor, sakit
kepala, dan perubahan mental).

2.2.5 Implementasi
Implementasi merupakan fase ketika perawat menerapkan perencanaan ke

dalam tindakan (Kozier, 1995). Implementasi merupakan tahap keempat

dari proses keperawatan yang terkait dengan pelaksanaan perencanaan yang

telah dibuat dan memacu pada rencana keperawatan yang telah dibuat.

Perawat bertanggung jawab dalam pelaksanaan rencana keperawatan

dengan melibatkan klien dan keluarga serta anggota tim keperawatan dan

kesehatan yang lain (Maryam, 2007).

2.2.6 Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang mengacu

kepada penilaian, tahapan, dan pernaikan [ CITATION AAz09 \l 1057 ].

Pada tahap ini, perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses

keperawatan dapat berhasil atau gagal, selain itu perawat dapat menemukan

reaksi klien terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan

[ CITATION Aud09 \l 1057 ].


75

Suara (2010), menyebutkan komponen suatu evaluasi keperawatan adalah:

S = Respon subyektif klien terhadap tindakan yang telah dilakukan

O = Respon obyektif klien terhadap tindakan yang telah dilakukan

A = Analisa ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan

masalah

P = Perencanaan atau tindakan selanjutnya

I = Implementasi atau tindakan selanjutnya

E = Evaluasi

R = Reassessment

Anda mungkin juga menyukai