Anda di halaman 1dari 11

C.

Dimensi Adaptasi

Ada banyak dimensi adaptasi di antaranya adaptasi fisialogis yang memungkinkan homeostasis
fisiogis dan terjadi juga proses serupa pada dimensi psikososiał dan dimensi lainnya (Potter dan
Perry, 1997). Adaptasi melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk perlindungan, mekanisme
coping dan idealnya dapat mengarah pada penyesuaian atau penguasaan situasi (Selye, 1976
Monsen, Flayd dan Brookman, 1992). Potter dan Pery (1997) lebih lanjut mengemukakan stresor
yang menstimulasi adaptasi bisa berjangka pendek seperti kejadian demam, atau dapat jangka
panjang seperti adanya paralisis dari ekstrimitas tubuh. Agar dapat berfungsi secara optimal,
seseorang hendaknya bisa merespons positif terhadap stresor dan beradaptasi terhadap berbagai
tuntutan maupun perubahan yang menimpa individu bersangkutan. Adaptasi membutuhkan respons
akif dari seluruh individu, kelompok, dan keluarga. Adaptasi keluarga adalah proses keluarga
mempertahankan keseimbangan eksistensi keluarga, sehingga keluarga dapat melaksanakan
tugasnya dalam mengatasi stres untuk mencapa: tujuan dan meningkatkan pertumbuhan dari
anggota individual dalam keluarga. Haber (1990) dan Fox (1991) mengemukakan keberthasilan
adaptasi keluarga sangat ditentukan oleh keterampilan berkomunikasi, penghormatan antarindividu
anggota keluarga, sumber adaptsi yang adekuat, dan pengalaman dalam mengatasi stresor Potter
dan Perry (1997) mengemukakan stres dapat memengaruhi dimensi adaptasi fisik, perkembangan,
emosionsal, intelektual, social, dan spiritual, seperti :

1 Fisik

Dimensi adaptif fisik meliputi sindrom adaptasi lokal dan sindrom adaptasi umum. Contohnya adalah
sakit tenggorokan, kemudian demam, jika tidak berhasil diatasi dapat mengakibatkan kematian,
sebaliknya jika berhasil, infeksi akan dapat teratasi dan pulih kembai.

2. Perkembangan

Dimensi adaptif perkembangan meliputi koping yang berhasil dalam tugas atau tahap
perkembangan sebelumnya dan adaptasi yang berhasil terhadap stresor sebelumnya. Sebagai
contoh dimensi adaptif perkembangan adalah ketika stresornya pensiun, jika tidak berhasil
beradaptasi dengan perubahan yang terjadi akan dapat mengakibatkan depresi, sebaliknya jika
berhasil beradaptasi, peran fungsi berubah dengan suatu aktivitas lain yang lebih bermakna.

3. Emosional

Dimensi adaptif emosional adalah mekanisme pertahanan psikologis dan kek cuatan kepribadian
individu. Contohriya stresor perkosaan, jika tidak berhasil beradaptasi, ia akan mengalami ketakutan
yang tidak rasional tertadap seorang pria, manakaia berhasil beradaptasi, akan mengalami integrasi
dari ingatan traumatik dan dapat berfungsi sebagai penasihat untuk orang lain dipusat krisis
pemerkosaan.

4. Intelektual Dimensi beradaptasi dengan pendidikan formal, kemampuan untuk menyelesaikan


masalah, keterampilan berkomunikasi, persepsi realistik, dan mobilisasi kesadaran terhadap strategi
koping positif masa lalu. Contohnya stresor seseorang didiagnosis menderita kanker, adaptasi yang
gagal adalah menyangkal keberadaan kanker dan mengapa semua pengobatan. Adaptasi yang
berhasil menggunakan mengatasi masalah yang aktif untuk mengambil keputusan tentang
perawatan dan perawatannya.
5. Dimensi Sosial beradaptasi sosial yang memberikan dukungan dan orang lain yang menyediakan
dukungan yang memungkinkan individu untuk sumber yang dibutuhkan. Pecandu alkohol dalam
keluarga merupakan contoh stresor, jika gagal berdaptasi, individu akan menarik diri dari keluarga
dan kontak sosial lainnya, sebaliknya adaptasi yang berhasil adalah partisipasi aktif dari semua
keluarga dalam kelompok pendukung (Alcoholic Anonymous).

6. Kelompok Spiritual pendoa dan pendampingan spiritual mewakili dimensi spiritual. Contohnya
stresor anggota keluarga yang sakit meninggalkan Tuhan, adaptasi yang gagal menarik diri dengan
tidak pergi ke tempat ibadah, tidak berbicara dengan pemimpin agama / rohaniwan. Adaptasi yang
berhasil adalah yang ditawarkan mulai mencari teman di tempat ibadah, menjadi tenaga sukarela
untuk kegiatan yang berkaitan dengan tempat ibadah.

D. Karakteristik Adaptasi atau Respons Stres

Freud pertama kali mengembangkan pemikiran tentang adaptasi khususnyä mekanisme pertahanan
diri (defense mechanisms) ini pada tahun 1926, kemudian anakrıya Anna Freud menyempurmakan
dari menatakonsepini Feist dan Feist, 2009), Lebih lanjut dikemukakan mekanisme pertahanan diri
ini normal dan digunakan secara universal, jika digunakan secara ekstrim akan mengarah pada
perilaku yang kompulsit, repetitive, dan bisa neurotis. Potter dan Perry (1997) seseorang akan
menggunakan energi fisiologis dan psikologis untuk merespons dan beradaptasi ketikaterjadi stres.
Besarnya energi yang dibutuhkan dan efektivitas dari upaya untuk beradaptasi tergantung pada
intensitas, cakupan, durasi stresor, dan besarnya stresor lainnya. Lindsay dan Carrieri menyatakan
respons stres adalah alamiah, adaptif, dan protektit serta karakteristik dari respons neuroendokrin
yang terintegrasi (Patter dan Perry 1997). Karakteristik respons stres itu adalah:

1 Terdapat respons normal terhadap stresor, yang dalam kehidupan sehari-hari mengemuka dapat
meningkatkan sekresi katekolomin yang menyebabkan peningkatan frekuerisi jantung dan tekanan
darah.

2 Stresor fisik dan emosional mencetuskan respons serupa (spesifitas lawan nonspesifitas) yang pola
dan besamya berbeda.

3. Besar dan durasi stresor dapat sedemikian besamya sehingga mekanisme homeostasis untuk
penyesuaian gagal yang dapat mengakibatkan kematian.

4. Pemajanan berulang terhadap stimuli mengakibatkan perubahan adaptif, vaitu kadar enzim
tirosin hidrolase jaringan meningkat yang menyebabkan peningkatan kapasitas bagi tubuh untuk
menghasilkan norepinefrin dan epinefrin.

5.Terdapat perbedaan individual dalam merespons terhadap stresor yang sama Respons terhadap
stres mencakup adaptasi fisiologis dan adaptasi psikologis. Adaptasi fisiologis berkenaan dengan
respons organ-organ tubuh terhadap adanya stresor, sedangkan adaptasi psikologis berhubungan
dengan respons psikologis terhadap stresor yang ada.

E. Jenis Adaptasi

Pada umumnya jenis adaptasi ada dua yaitu: adaptasi fisiologis dan adaptasi psikologis. Secara rinci
dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Adaptasi fisiologis

Perielitian klasik yang dilakukan oleh seorang dokter yang fokus meneliti stres yaitu Hans Selye
(1946, 1976) menemukan dua adaptasi fisiologis yang berhubungan dengan stres yaitu Local
Adaptation Syndrom (LAS) dan General Adaptation Syndrom (GAS), LAS merupakan sindrom
adaptasi dari jaringan tubuh, organ terhadap stres karena trauma, penyakit atau perubahan fisiologis
lainnya sedangkan GAS merupakan sindrom adaptasi pertahanan dari keseluruhan tubuh terhadap
stres. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut :

a. LAS
Sindrom adaptasi setempat ini termasuk di antaranya pembekuan darah, penyembuhan
luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dan respons terhadap tekanan LAS memiliki ciri
sebagai berikut:
• Respons yang terjadi adalah setempat/lakal, jadi tidak melibatkan seluruh sistem tubuh.
• Respons adatah adaptif yang berarti stresor diperlukan untuk menstimulasinya
 Sifat respons jangka pendek, tidak terjadi secara terus-menerus
 Respons adalah restoratif yaitu membantu dalam memulihkan homeostasis region
atau bagin tubuh tertentu.

Sebagai contoh LAS ada dua respons yang sering dihadapi oleh seseorang atau tenaga
kesehatan khususnya dokter dan Perawat dalam melaksanakan tugasnya yaitu respons refieks nyeri
dan respons inflamasi.

1. Respons refleks nyeri Merupakan respons setempat dari sistem saraf pusat terhadap nyeri untuk
melindungi jaringan dari kerusakan lebih lanjut. Melibatkan respans sensoris, di mana saraf sensoris
menyebar ke medulla spinalis, neuron penghubung dalam medula spinalis, saraf motorik yang
menjalar dari medulla spinalis.

2. Respons inflamasi Respons ini distimulasi oleh trauma atau keadaan infeksi, yang memusatkan
infiamasi, sehingga menghambat penyebaran inflamasi dan meningkatkan penyembuhan. Resporis
inflamasi berakibat adanya nyeri setempat, pembengkakan, panas, kemerahan, dan perubahan
fungsi. Respons inflamasi terjadi dalam tiga tase Fase pertama meliputi perubahan sel-sel dan sistem
sirkulasi. Awainya penyempitan pembuluh darah terjadi pada tempat cedera untuk mengendalikan
perdarahan, kemudian dilepaskan histamina pada tempat cedera, meningkatkan aliran darah ke area
cedera dan meningkatkan jumlah sel darah putih untuk melawan infeksi. Hampir bersamaan
dilepaskannya kinin untuk meningkatkan permiabilitas kapiler agar memungkinkan masuknya
protein, cairan, dan leukosit ke tempat yang mengalami cedera. Pada Saat demikian, aliran darah
setempat menurun, merjaga leukosit di tempat cedera untuk melawan infeksi. Fase kedua ditandai
oleh adanya pelepasan eksudat dari luka. Eksudat merupakan kombinasi cairan, sel-sel, dan bahan
lainnya yang dihasilkan di tempat cedera. Tipe dan jumlah eksudat berbeda dari satu cedera ke jenis
cedera lain dan dari satu orang ke orang lainnya. Eksudat biasanya dilepaskan di tempat cedera pada
luka terpotong,lecet,atau incisi bedah. Fase ketiga adalah perbaikan jaringan dengan regenerasi atau
pembentukan jaringan parut.

b. GAS merupakan respons fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stres, yang melibatkan
sistem tubuh berdasarkan sistem saraf otonom dan sistem endokrin. GAS terdiri dari reaksi alarm
(resistensi), resistensi, dan pemasangan pemulihan yang dikeluarkan sebagai berikut:
1. Reaksi alarm

Melibatkan pengaduan pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk mengatasi stresor. Kadar
hormon meningkat agar volume darah dapat ditingkatkan serta dipersiapkan secara individu untuk
penilaian. Hormon lain dilepaskan untuk meningkatkan kadar persiapan Energi untuk keperluan
adaptasi. Meningkatkan kadar hormon lain seperti epinefrina dan norepinefrin meningkatkan
frekuensi jantung, meningkatkan aliran darah ke otot, meningkatkan mengambil oksigen, dan
meningkatkan kewaspadaan. Aktivitas hormonal yang luas ini akan mengajak individu untuk
melakukan respons melawan atau menghindar (berkelahi atau lari). Curah jantung, ambilan oksigen,
dan frekuensi pernafasan meningkat, dilatasi pupil mata untuk menghasilkan bidang yang lebih
besar, dan frekuensi jantung meningkat untuk menghasilkan energi yang lebih besar, Dengan
meningkatkan kewaspadan dan energi mental ini, cocok untuk membantu atau meningkatkan
stresor. Selama reaksi alarm individu dihadapkan pada stresor spesifik. Respons fisiologis individu
adalah dalam, melibatkan sistem tubuh utama, dan dapat berlangsung dari hitungan menit sampai
jam, serta dapat berhasil hidup seseorang. Stresor yang terus diselesaikan setelah reaksi alarm,
dibatalkan, kemudian dilanjutkan.

2. Tahap Resistensi

Tubuh kembali menjadi stabil, kadar hormon, berat jantung, tekanan darah, dan berat
jantung kembali ke tingkat normal. Individu dibahas untuk membahas terhadap stresor, jika stresor
dapat diatasi, tubuh akan memperbaiki kerusakan yang telah terjadi. Stresor yang terus menetap
seperti darah terus menerus, penyakit yang melumpuhkan, kemudian tidak mampu berdaptasi,
maka individu masuk lalu lintas.

3. Tahap kehabisan tenaga

Terjadi ketika tubuh tidak dapat lagi melawan stresor dan energi yang diperlukan makin
menipis. Respons fisiologis menghebat, tetapi tingkat energi individu terganggu dan adaptasi
terhadap stresor hilang. Tubuh tidak mampu lagi mempertahankan dirinya terhadap dampak
stresor,regulasi,fisiologis menghilang,dan jika stres terus berlangsung dapat mengakibatkan
kematian.

2. Adaptasi psikologis
Perilaku adaptif psikologis individu membantu seseorang untuk mengatasi stresor.
Relevansi dengan perencanaan stres dan diperoleh melalui pembelajaran dan pengalaman,
interaksi dengan individu yang dapat diterima dan berhasil.
Perilaku adaptif psikologis dapat konstruktif atau destruktif. Membantu orang
menerima tantangan untuk menyelesaikan konflik. Tantangan destruktif, tantangan
pemecahan masalah, serta kemampuan menghadapi tantangan yang sangat berat. Individu
dapat terlibat dalam alkohol atau obat-obatan yang direkomendasikan untuk menangani
masalah adaptif, namun dalam pelaksanaan hal sebaliknya meningkatkan stres dan
menyelesaikan masalah, perilaku adaptif disebut sebagai coping atau coping. Lazarus dan
Folkman (1984) mengemukakan coping merupakan strategi untuk mengelola manajemen
terhadap masalah yang paling sederhana dan sulit, serta mengerjakan untuk membebaskan
diri dari masalah yang nyata maupun tidak nyata. Mengatasi masalah usaha dan mengatasi
masalah, mengurangi, dan tahan terhadap berbagai tuntutan. Berbagai pertimbangan ini
dapat internal atau eksternal, Tuntutan internal seperti konflik peran, seorang wanita harus
memilih antara keselamatan, dan karirnya. Tuntutan eksternal dapat terdiri dari kemacetan
dan atau stres pekerjaan. Mengatasi dua tujuan, individu pertama mengubah hubungan
antara yang berkenaan dengan lingkungannya, agar dapat menghasilkan yang lebih baik,
Tujuan kedua adalah individu yang membutuhkan untuk mengatasi atau menghilangkan
beban yang diperolehnya. Lazarus dan Folkman (1984) lebih lanjut mengumumkan, pada
awalnya kata 'manajemen' dalam arti coping memiliki pengertian yang sangat penting dan
diterjemahkan coping sebagai upaya untuk mencari solusi dari setiap masalah yang ada.
Pada dasarnya, jika dapat mengatasi setiap masalah yang ada dan dapat dikembalikan setiap
inti dari Setiap pertentangan yang ada, kita akan dapat memberikan pertanggungjawaban
setelah pertentangan setiap pertentangan yang ada, menoleransi atau menerima
pertentangan, tantangan, dan kita akan menolak atau menghindar dari setiap masalah yang
dihabiskan (Lazarus dan Folkman, 1984). Penilaian merupakan komponen penting dalam
mengatasi stres dengan koping. Lazarus dan Folkman membedakan dua jenis, yaitu primer
(penilaian primer) dan Penilaian skunder (penilaian sekunder) (Mayne dan Bonano, 2003).
Penilaian primer tergantung pada tujuan, nilai, dan kepercayaan yang terkait dengan
penilaian yang diberikan oleh individu terhadap stresor. Penilaian primer pada saat terjadi
yang dipertanyakan oleh individu untuk menentukan apa yang terjadi, Kejadian dapat
diartikan sebagai hal yang positif, netral atau negatif dan sesuai dengan tujuan, nilai dan
kepercayaan yang dibutuhkan oleh individu tersebut, Lazarus dan Folkman menentukan lima
tipe Nilai primer yang relevan (tidak relevan), Skor yang positif (tidak berbahaya / positif),
Nilai yang penuh kekalahan (merugikan / hilang), Skor yang penuh ancaman (ancaman), dan
yang penuh kemenangan (tantangan) (dMayne dan Bonano , 2003). Individu berhadapan
dengan lingkungan yang baru atau terjadi perubahan lingkungan ada yang penuh tekanan,
maka individu akan melakukan perubahan awal yaitu primer untuk menentukan arti dari
kejadian tersebut. Kejadian ini dapat diartikan sebagai hal yang positif, netral, atau negatif.
Sesudah dari awal menuju stressor, lalu lanjutkan dengan sekunder. Lazarus
mengemukakan pendapat sekunder merupakan penilaian terhadap kemampuan individu
atau penilaian terhadap sumber-sumber terhadap stres seperti halnya harga diri dan
hubungan yang dibutuhkan dalam upaya mengatasi tekanan yang dialami (Eysenck dan
Keane, 2001). Safaria dan Saputra (2009) mengemukakan, setelah individu memberikan
penilaian primer dan skunder, individu akan melakukan penilaian ulang (penilaian ulang)
yang akhirnya mencapai pada pemilihan strategi mengatasi masalah yang sesuai dengan
keputusan yang dikeluarkan. Keputusan pemilihan strategi coping dan tanggapan yang
digunakan oleh masing-masing untuk mengatasi stres tergantung dari faktor internal, diatasi
gaya coping yang telah digunakan dan digunakan dari individu yang diminta. Faktor
eksternal yang terdiri dari ingatan pengalaman dari berbagai imbangan dan dukungan sosial.

F. Fungsi Coping

Lazarus dan Folkman (1984) menyatakan coping memiliki dua fungsi umum yaitu dapat
memfokuskan pada pertikaian yang mengatur dan melakukan koordinasi dalam merespons atau
menentang terhadap stres. Secara lengkap diuraikan sebagai berikut:
1. Coping yang diambil pada Logging (Emosi-terfokus coping)
Merupakan suatu solusi untuk mengendalikan respons terhadap emosional yang sangat
menentang. Mengatasi ini disebut juga dengan perlindungan ego, yang pertama kali
diperkenalkan oleh tokoh psikologi ketidaksadaran Sigmund Freud, di mana merupakan
pendidikan yang tidak disadari oleh individu yang memberikan perlindungan psikologis
terhadap peristiwa yang menegangkan. Mekanisme pertahanan ego digunakan oleh
setiap orang dan membantu melindungi dari perasaan tidak berdaya dan ansietas
(Potter dan Perry, 1997), Mengatasi yang memerlukan koordinasi tentang pengaturan
emosional dari hubungan yang penuh tekanan. Individu dapat memberikan respons
dengan berbagai cara seperti mencari bantuan dari teman atau keluarga, melakukan
kegiatan yang mendukung, serta tidak menggunakan alkohol atau obat-obatan (Sarafino,
1998). Ego yang merupakan hal yang mewakili 'ego' merupakan inti dari manusia,
sehingga melawan terhadap ego yang merupakan ancaman terhadap tulang punggung
dari eksistensi manusia. Secara bertahap, manusia belajar menggunakan berbagai
pembelaan egonya jika ia memperbaiki suatu peristiwa atau stresor yang menantang
keutuhan integritas pribadinya (Maramis, 2005). Lebih lanjut dapat disarankan, ini
penting karena dapat memperlengkapi kegagalan, menghilangkan kenyamanan,
mengurangi perasaan yang merugikan, dan untuk mempertahankan perasaan layak dan
harga diri. Hubungan pertahanan ego nyata tidak realistik tidak langsung mengatasi
masalah, sehingga menyebabkan pembelaan diri dan distorsi realisasinya, semakin sulit
diselesaikan. Menurut Maramis (2005) ada berbagai jenis perlindungan pertahanan diri,
diantaranya:
a. Fantasi
Keinginan yang tidak terkabulkan dipuaskan dalam imajinasi. Seorang mahasiswa
yang kurang pandai lalu berfantasi menjadi mahasiswa teladan. Fantasi ini bisa
produktif atau tidak produktif. Fantasi yang produktif dapat digunakan untuk
membangun motivasi dan untuk menyelesaikan masalah dengan cepat karena bisa
rileks seperti dalam motivasi yang kreatif atau visualisasi. Kehilangan, fantasi yang
tidak produktif hanya merupakan kegiatan pemuasan khayalan untuk mengganti
pemenuhan kebutuhan yang tidak tercapai tetapi tidak mendorong mencapai
kebutuhan yang dinginkan.
b. Pengingkaran / penyangkalan (penolakan)
Menghindari kenyataan ketidaksetujuan dengan mengalihkan atau menolak karena
mengakui, menentang merupakan pertahanan diri yang paling sederhana dan
primitif (Stuart dan Sundeen, 2002). Bentuk pengingkaran tidak sulit dilihat dan
diterima yang menakutkan seperti ditutup mata, karena tidak berani melihat
sesuatu yang menantang, tidak mau membahas tentang kematian, dan tidak mau
menerima yang diperbarui.
c. Rasionalisasi
Stuart dan Sundeen (2002) mengemukakan, rasionalisasi memberikan penjelasan
yang dapat diterima soaial atau mungkin-olah masuk akal untuk menyesuaikan
impuls, perasaan, perilaku, dan motif yang tidak dapat diterima. Contohnya,
Darman gagal dalam ujiannya, kemudian mengatakan dosennya tidak bisa mengajar
dengan baik, bukan korupsi tetapi hanya menerima uang jasa. Rasionalisasi memiliki
dua pembelaan yang tidak adil yaitu: membantu membenarkan yang dilakukan dan
yang dipercaya serta melunakkan kekecewaan yang berkaitan dengan tujuan yang
tidak dapat diraih. Fenomena keberadaan rasionalisasi adalah: mencari-cari alasan
untuk membenarkan perilakunya atau kepercayaannya, tidak mampu mengakui hal-
hal yang menantang dinamis atau menentang dan menjadi bingung, marah jika
alasannya dipertanyakan orang.
d. Identifikasi
Menambah harga diri dengan menyamakan diri dengan seseorang atau sesuatu
yang dikaguminya. Contohnya, seorang anak setuju seperti disetujui dan bersolek
seperti diberikan. Identifikasi dengan pahlawan atau dengan tokoh yang dapat
memegang peranan penting dalam pengaturan kepribadian anak.
e. Introyeksi
Individu menyatukan kualitas atau nilai-nilai orang lain atau kelompok ke dalam
struktur egonya sendiri (Stuart dan Sundeen, 2002). Contohnya, Gusti yang
membuka tujuh tahun mengatakan pada adiknya yang membuka tiga tahun, "jangan
coret-coret bukumu, lihat saja gambar yang indah itu",
f. Represi
Secara Tidak Sadar, Mengatasi Pikiran yang Berbahaya dan Keluar dari alam
sadarnya Contohnya, Agus tidak pernah membantah berbicara tentang hamil.
Represi memegang peranan penting dalam membantu individu mendukung semua
keinginan yang Berbahaya dan dalam jumlah yang lebih besar, Dalam hal
pengalaman yang traumatis yang terjadi tiba-tiba, maka represi untuk sementara
waktu dapat digunakan sebagai pembelaan diri sampai waktu dan faktor yang lain
dapat membuat individu tidak lagi peka lagi untuk menghadapi ini . Di samping
represi ada supresi dan berbeda. Dalam represi sadar, sedangkan dalam supresi
individu sadar sadar ke lain. Kompresi luar dari alam sadarnya dan dapat
mendukung hal yang bisa dicapai pada represi. Supresi tidak begitu berbahaya
terhadap kesehatan jiwa jika tidak dilakukan terus menerus dan mengingat setiap
orang mengetahui perilakunya demikian.
g. Regresi
Kembali ke taraf perkembangan yang harus dilalui, yang biasanya kurang matang
dan kurang aspiratif, contohnya pengantin baru mengatasi kesulitan hanya di rumah
tangganya akan terus pulang atau pergi ke rumah orang tuanya serta Marcus , mulai
mengompol lagi kompilasi adik perempuannya yang masih bayi dibawa pulang dari
rumah sakit. Dalam regresi, tidak disadari orang yang mengulangi atau mencoba lagi
atau mencoba yang digunakan sebelumnya, kadang-kadang masih kanak-kanak dan
tergantung pada orang lain serta dipromosikan dan dipikirkan orang lain, Individu
juga dapat beralih dari hasil penelitian ke masalah yang lebih banyak ditolaknya,
lebih sederhana atau rendah cita-citanya dan dengan segala kepuasan yang lebih
mudah diperoleh.
h. Proyeksi
Menyingkirkan orang lain terkait dengan kesulitannya sendiri atau melepaskan
kepada orang lain keinginannya sendiri yang tidak baik. Contohnya sebagai berikut:
seorang siswa tidak lulus ujian yang lalu mengatakan, "Pak Dosen sentimen
terhadapnya." dan seorang suami berselingkuh lalu mengatakan, "karena wanita itu
yang menggodanya.". Proyeksi merupakan pilihan seseorang untuk menyalahkan
orang lain tentang kesalahan dirinya sendiri. Semua yang berhubungan dengan
orang lain ingin dan berpikirnya sendiri yang tidak dapat diterima, Ada yang
mempertimbangkan orang lain seperti yang bisa dibantah sendiri, jika diri sendiri
jujur orang lain pun demikian, dan jika diri sendiri sering menipu orang lain pun
sering juga menipu. Proyeksi yang dikembangkan dari pengalaman sendiri adalah
kesalahan orang lain tentang kegagalan sendiri, pikiran tercela akan membantu
masing-masing orang dalam menghindari celaan dan hukuman masyarakat, dan jika
ada orang yang menganut nilai-nilai masyarakat, kampanye akan dapat digunakan
untuk melawan harga juga.
i. Reaksi formasi
Pembentukan sikap dan pola interaksi yang berlawanan dengan sesuatu yang benar-
benar dirasakan atau akan dilakukan oleh orang lain (Stuart dan Sundeen, 2002).
Contohnya, seorang wanita yang telah menikah dan tertarik dengan salah satu dari
suami, begitu juga dengan suami yang lalu dengan kejam lalu ada orang yang fanatik
dalam mengutuk perjudian dan dalam menindas kejahatan yang lain, hal demikian ia
dapat agar dapat disesuaikan dengan itu sendiri ke arah itu ada orang yang
memberi hormat lebih kepada orang yang ditolak tidak disukai.
j. Sublimasi
beruntung yang tidak terpenuhi seksi akan disalurkan pada kegiatan lain yang dapat
diterima oleh masyarakat. Contohnya, seseorang yang tidak kawin dan tidak dapat
mengatasi dorongan seksualnya akan mendapatkan kepuasan dalam keperawatan,
pendidikan, olah raga, atau kesenian. Sublimasi merupakan penggunaan energi
psikis umum untuk aktivitas yang baik, sehingga dapat digunakan secara langsung
untuk memudahkan karena meningkatkan seksi atau dorongan yang lain.
k. Kompensasi
Menutupi kekurangan dengan membalikkan hal yang baik atau karena
mempertimbangkan dalam suatu bidang tertentu, dicari kepuasan dalam bidang
yang lain. Kompensasi Biasanya dilakukan terhadap perasaan kurang mampu.
Contohnya, tidak pandai di sekolah yang terus menjadi pengebut yang ulung;
Penting dalam percintaan, kemudian besarbesaran makan; dan tidak senang
dilampaui atau diungguli oleh orang lain, kemudian ia melakukan kritik yang
merusak.
l. Salah pindah (perpindahan)
Mengalihkan log yang semestinya dialihkan pada orang atau benda nda atau orang
yang netral atau pasang surut tertentu ke senang akan, Contoh, seorang anak yang
dimarahi oleh, kemudian diarahkan adiknya atau menendang kucingnya karena ia
tidak berani marah dengan . Seorang istri yang berselisih dengan penyelesaian, ia
membanting pintu rumah dan memecahkan piringnya.
m. Pelepasan (undoing)
Meniadakan atau membatalkan sebagian pikiran, memilih, atau bertindak yang tidak
disetujui. Meminta Maaf, Menyesalkan, dan Menangguhkan Merupakan Bentuk
Pelepasan, Contohnya, Seorang Suami Yang Tidak Setia Memberi Berbagai Hadiah
Kepada Para Pembicara Yang Mendukung Tidak Sesuai Dengan Etika Pemberian
Bantuan Yang Besar Untuk Mengumpulkan Berbagai Kegiatan Sosial
n. Penyekatan emosional (isolasi emosional)
Individu mengurangi tingkat partisipasi emosinya dalam kondisi yang dapat
menimbulkan kekecewaan atau sesuatu yang menyakitkan. Dalam keadaan darurat
yang lama seperti yang ada di dalam penjara atau menjadi kebebasan, kemiskinan,
dan kesakitan, maka banyak orang akan kalah setelah menyerahkan diri pada
keadaan dan menjadi acuh tak acuh. Menyesuaikan diri dengan cara hidup yang
lebih terbatas tanpa harapan dan tanpa ego. la melindungi dirinya terhadap rasa
sakit karena kekecewan dan memecah yang berlarut-larut dengan cara dilepaskan
dan menerima secara penuh segala sesuatu yang diberikan oleh kehidupan.
Adapula orang setelah memecahkan sesuatu yang berhasil akan memperbaiki gerak-
geriknya. Contohnya seorang pemuda setelah putus cinta dengan pacarnya,
melakukan penyekatan diri, sehinggga ia akan tidak mungkin lagi menjalin hubungan
emosional yang penuh dengan seorang wanita.
o. Isolasi (intelektualisasi, disosiasi)
Merupakan suatu bentuk penyatuan emosional, beban emosional dalam suatu
keadaan yang sulit diputuskan atau diubah (distorsi). Contohnya rasa sedih karena
kematian kekasih pemecahan dengan mengatakan sudah nasibnya atau sekarang ia
sudah tidak menderita lagi. Dapat mengurangi rasa salah karena bertindak yang
tidak pantas dengan menunjuk pada relativitas ide yang baik dan buruk atau benar
dan salah dalam budaya. Pada isolasi ini terjadi pemutusan beban emosional yang
normal dengan cara intelektualisasi.
p. Simpatisme
Berusaha mendapatkan simpati dengan jalan membaca berbagai kesukarannya.
Contohnya, ia menjelaskan penyakit yang dialami atau berhasil yang menimpanya
agar diperoleh simpati, sehingga harga dapat diterima karena ada kesulitan atau
memulihkan yang dialaminya.
q. Pemeranan (berakting)
Mengurangi apa pun yang dibangkitkan oleh keinginan yang terlarang dengan
mendapatkan ekspresinya. Pada umumnya, hal ini tidak dilakukan, kecuali individu
itu lemah dalam pengawasan kesusilaannya. Akan tetapi, kadang-kadang masih
dialaminya kondisi yang penuh, yang setiap tindakannya dianggap sebagai sesuatu
yang meringankan, agar hal itu segera selesai.
r. Fiksasi
Feist dan Feist (2009) mengemukakan, pada umumnya perkembangan psikis
lazimnya bergerak melalui pengembangan gulungan perkembangan, akan tetapi
proses pendewasaan secara psikologis meningkatkan kebebasan dari momen-
momen yang penuh dengan stres atau tekanan yang berkaitan. Melangkah ke arah
perkembangan lebih lanjut akan memunculkan tantangan yang lebih besar, maka
ego bisa mengambil strategi untuk bertahan bertahan di bidang psikologis saat ini
yang telah terasa lebih nyaman. Pertahanan seperti ini disebut fiksasi (fiksasi).
Secara teknis, fiksasi merupakan keterikatan permanen dari libido pada
perkembangan sebelumnya yang lebih primitif (Freud, 1963). Fiksasi universal
universal. Orangutan yang terus-menerus menerima kepuasan melalui makan,
merokok, atau berbicara dapat memiliki fiksasi lisan, seperti berbicara tentang
mereka yang terobsesi pada kerapian dan keteraturan memiliki fiksasi anal.
s. Menarik diri
Perkembangankepribadianbisaberhentiketikamanusialaridarikesulitan. Adler
menyebut pilihan ini sebagai menarik diri atau perlindungan dengan membuat jarak.
Beberapa orang tidak sadar tentang masalah hidup dengan membuat jarak antara
diri mereka dengan masalah-masalah yang ada. Adler mengutip empat cara
perlindungan dalam diri sendiri: (1) bergerak mundur, adalah bergerak untuk
mengalihkan tujuan superioritas fiksional seseorang dengan cara psikologis kembali
pada periode kehidupan yang lebih aman. Bergerak mundur mirip dengan konsep
regresi dari Freud yang membalikkan tubuh ke fase pada kehidupan awal yang lebih
nyaman. Regresi terjadi secara sadar dan melin seseorang dari pengalaman yang
penuh, sementara bergerak mundur kadang-kadang terjadi secara sadar dan
diperlukan untuk mempertahankan superioritas yang berlebihan. Bergerak mundur
untuk mendapatkan simpati, lalu lintas yang ditawarkan kepada anak-anak yang
manja, (2) berdiam diri, menarik diri seperti ini mirip dengan bergerak mundur tetapi
secara umum tidak terlalu parah. Orang yang berdiam diri tidak bergerak ke arah
mana pun, mereka menghindari semua tanggung jawab dengan melindungi diri
mereka sendiri dari ancaman kegagalan. Mereka melindungi harapan fiksionalnya
karena mereka tidak pernah melakukan sesuatu untuk membuktikan bahwa mereka
tidak mampu mencapai tujuan-tujuan mereka, Contoh: seorang anak yang malu dan
menjauh dari anak-anak lain tidak akan pernah ditolak oleh anak-anak tersebut.
Dengan tidak melakukan apapun seseorang berusaha melindungi harga dirinya dan
melindungi dirinya dari kegagalan, (3) keragu-raguan, ada orang yang ragu-ragu atau
bimbang ketika dihadapkan pada masalah yang sulit, Penundaan yang dilakukan
pada akhirnya memberikan alasan untuk berkata, "sekarang sudah terlambat". Adler
percaya bahwa kebanyakan perilaku kompulsif ditujukan untuk membuang-buang
waktu. Mencuci tangan berulang kali, mengikuti kembali langkah kaki, secara obsesif
harus bertindak sesuai urutan, menghancurkan pekerjaan yang sudah dimulai dan
meninggalkan yang tidak terselesaikan adalah berbagai contoh dari keragu- raguan.
Keragu-raguan tampak di mata orang lain sebagai tindakan yang merugikan diri
sendiri, namun keadaan ini membantu individu-individu neurotik untuk
mempertahankan rasa harga diri mereka yang tinggi, dan (4) membangun
penghalang, dengan mampu mengatasi masalah, mereka melindungi harga diri dan
wibawa mereka. Beberapa orang membangun rumah dari jerami untuk
menunjukkan kalau mereka bisa merobohkannya, jika mereka gagal untuk
mengatasinya, mereka akan selalu bisa mencari alasan (Feist dan Feist, 2009).

2. Coping yang berfokus pada masalah (Problem-focused coping)


Merupakan suatu upaya untuk mengurangi stresor dengan mempelajari cara-cara atau
keterampilan-keterampilan yang baru untuk digunakan mengubah situasi, keadaan, atau
pokok permasalahan. Smet (1994) menyatakan individu akan cenderung menggunakan
strategi ini jika dirinya yakin akan dapat mengubah situasi. Coping yang berfokus pada
emosi telah sering kita gunakan saat menghadapi masalah dalam aktivitas kehidupan
kita sehari-hari seperti saat kita tawar-menawar membeli barang di toko, saat menyusun
jadwal kuliah, atau saat mengikuti kursus tertentu seperti kursus komputer. Billings dan
Moos membuat kategori coping menjadi dua macam meliputi metode coping aktif atau
menghindar (avoidant) dan coping yang dilihat sebagai respons fokus yaitu orientasi
pada masalah dan orientasi pada emosi (Rice,1992). Ahli lain, Matheny dkk.
mengemukakan dua model coping yang diperolehnya melalui metode metaanalisis dari
berbagai literatur yang membaginya menjadi coping kombatif dan coping preventif
(Rice,1992). Coping kombatif merupakan escape learning (penyelesaian) dengan
langsung bertempur untuk mengatasi persolan, sedangkan coping preventif adalah
ovoidant learning (penghindaran) merupakan upaya untuk mencegah terjadinya
distress, sehingga individu menjadi lebih tahan terhadap stres tersebut. Coping kombatif
meliputi monitoring stres dan simtom, menyusun kekuatan atau sumber daya,
menyerang stresor dengan penyelesaian masalah, asertivitas, dan desensitisasi,
menoleransi stresor dengan cognitive restructuring, menyangkal (denial), Sensation
focusing, menurunkan ketegangan dengan relaksasi, disclosure, katarsis, dan self
medication. Coping preventif meliputi menghindari stresor melalui life adjustments,
adjusting tingkat tuntutan, mengubah pola perilaku yang menimbulkan stres (altering
stress-inducing behavior patern), mengembangkan sumber daya coping individu seperti
aset fisiologis berupa kesehatan fisik, dan olah raga. Aset psikologis berupa harga diri,
kepercayaan diri, dan sense of control. Aset kognitif berupa kompetensi akademik,
perubahan keyakinan, persepsi, penilaian terhadap keadaan stres dan kemampuan
manajemen waktu. Aset sosial berupa dukungan sosial dan kemampuan menjalin
hubungan, Aset finansial berupa sumber keuangan dan pekerjaan.

Anda mungkin juga menyukai