Anda di halaman 1dari 20

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Kefir
Kefir berasal dari puncak-puncak bersalju di perbatasan
Asia dan Eropa, yakni pegunungan Kaukasus sebelah tenggara
Rusia. Menurut penduduk setempat, minuman ini dikenal
dengan sebutam airan. Pada saat itu, kefir dibuat dari susu unta.
Cara membuat kefir menggunakan biji-biji kefir. Menurut tradisi
lisan, Nabi Muhammad disangkutkan dalam upaya pemberian
biji kefir kepada para pengikutnya. Biji kefir tersebut berhasil
sampai di dunia Barat berkat perantaraan seorang yang
bernama Irina Sakharova yang sedang membantu Lembaga
Fisikawan Rusia untuk melakukan penelitian tentang biji kefir
(Widodo, 2002). Setelah kefir berkembang secara terbuka di
Rusia, kefir mulai terkenal diseluruh penjuru dunia.
Kefir di Indonesia diproduksi dalam skala rumah tangga
secara tradisional. Bahan untuk pembuatan kefir biasanya
adalah susu sapi atau susu kambing. Kefir mirip dengan yoghurt,
tetapi minuman ini lebih encer dan gumpalan susunya lebih
lembut, selain itu mengandung 0,5 – 1,0% alkohol dan 0,3 – 1,3%
asam laktat (Surono, 2004).
Kefir merupakan produk susu yang difermentasikan
dengan menggunakan bakteri asam laktat seperti Lactobacillus
lactis, Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus bersama ragi

7
8

dan menghasilkan asam dan alkohol. (Murti, 2003). Kefir


merupakan minuman yang bergizi tinggi dengan kandungan
laktosa yang relatif rendah dibandingkan susu murni, kefir
sangat bermanfaat bagi penderita lactose intolerant, karena
laktosa telah dicerna menjadi glukosa oleh enzim laktase dari
mikrobia dalam biji kefir. Kelebihan lain yang dimiliki oleh kefir
adalah asam yang terbentuk dapat memperpanjang masa
simpan. Hal tersebut dapat mencegah pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk dan patogen sehingga meningkatkan
keamanan produk kefir (Anonim, 2007).

2. Proses Fermentasi Kefir


Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba
penyebab fermentasi pada subtrat organik yang sesuai.
Terjadinya fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat
bahan pangan sebagai akibat dari pemecahan kandungan bahan
pangan (Winarno, 1980). Fermentasi adalah suatu cara
pengawetan yang mempergunakan pengawetan tertentu untuk
menghasilkan asam atau komponen lainnya yang dapat
menghambat mikroba perusak lainnya. Hal tersebut
membedakan antara fermentasi dengan cara-cara pengawetan
pangan lain yang ditujukan untuk menghambat atau membunuh
mikroba. Fermentasi secara teknik dapat didefinisikan sebagai
suatu proses oksidasi anaerob dari karbohidrat dan
menghasilkan alkohol serta beberapa asam (Muchtadi, 1989).
9

Hasil dari fermentasi terutama tergantung pada beberapa


faktor yaitu jenis bahan pangan (subtrat), macam mikroba dan
kondisi di sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan dan
metabolisme mikroba tersebut. Mikroba yang bersifat
fermentatif dapat mengubah karbohidrat dan turunan-
turunannya terutama menjadi alkohol, asam dan CO2. Mikroba
proteolitik dapat memecah protein dan komponen-komponen
nitrogen sehingga menghasilkan bau busuk yang tidak
diinginkan, sedangkan mikroba liolitik akan memecah atau
menghidrolisa lemak, fosfolipida dan turunannya dengan
menghasilkan bau yang tengik (Winarno, 1980). Apabila alkohol
dan asam yang dihasilkan oleh mikroba fermentatif cukup tinggi
maka pertumbuhan mikroba proteolitik dan lipolitik dapat
dihambat. Prinsip fermentasi adalah mengaktifkan pertumbuhan
dan metabolisme dari mikroba pembentuk alkohol dan asam
dan menekan pertumbuhan mikroba proteolotik dan lipolitik.
Faktor – faktor yang mempengaruhi fermentasi yaitu jumlah
mikroba, lama fermentasi, pH (keasaman), subtrat (medium),
suhu, alkohol, oksigen, garam dan air.
a. Mikroba
Fermentasi dilakukan dengan menggunakan kultur
murni atau starter. Mikroba sebagai inokulum yang
ditambahkan berkisar 3 – 10% dari volume medium
fermentasi. Inokulum adalah kultur mikroba yang
diinokulasikan ke dalam medium fermentasi pada saat
10

kultur mikroba tersebut berada pada fase eksponensial.


Penggunaan inokulum yang bervariasi ini menyebabkan
proses fermentasi dan mutu produk berubah-ubah.
Inokulum adalah kultur mikroba yang diinokulasikan ke
dalam medium fermentasi pada saat kultur mikroba
tersebut berada pada fase eksponensial. Kriteria untuk
kultur mikroba agar dapat digunakan sebagai inokulum
dalam proses fermentasi adalah (a) sehat dan berada dalam
keadaan aktif sehingga dapat mempersingkat fase adaptasi,
(b) tersedia cukup sehingga dapat menghasilkan inokulum
dalam takaran yang optimum, (c) berada dalam bentuk
morfologi yang sesuai, (d) bebas kontaminasi, (e) dapat
mempertahankan kemampuannya membentuk produk.
Menurut Fardiaz (1988), pertumbuhan mikroba di dalam
suatu kultur mempunyai bentuk kurva seperti terlihat pada
Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Kurva pertumbuhan kultur mikroba (Fardiaz, 1988)


11

Mikroba yang digunakan dalam proses fermentasi


kefir antara lain bakteri Lactobacillus bulgaricus yang
termasuk ke dalam golongan Bakteri Asam Laktat (BAL)
dan khamir Candida kefir.
1. Bakteri Asam Laktat (BAL)
Bakteri Asam Laktat (BAL) dikelompokkan
sebagai bakteri gram positif, bentuk kokus atau
batang yang tidak berspora dengan asam laktat
sebagai produk utama fermentasi karbohidrat. BAL
terdiri dari empat genus yaitu Lactobacillus,
Leuconostoc, Streptococcus dan Pediococcus.
BAL merupakan bakteri yang sering digunakan
sebagai starter kultur untuk susu fermentasi dan
berpotensi sebagai antikolesterol. Hal tersebut diduga
karena adanya Ekspolisakarida/EPS (Malaka, 2005).
BAL mampu untuk bersaing dengan bakteri lain
dalam proses fermentasi alami karena memiliki
ketahanan terhadap pH yang tinggi sampai rendah.
Bakteri ini juga dinyatakan sebagai bakteri asidurik
atau asidofilik, karena memerlukan pH yang relatif
rendah (sekitar 5,4 – 4,6) supaya tumbuh dengan
baik. Lactobacillus bulgaricus memproduksi
asetaldehida yang membentuk aroma pada yoghurt
(Ballows, chapter 70).
12

BAL dibagi menjadi dua kelompok yaitu bakteri


homofermentatif dan bakteri bakteri
heterofermentatif. Bakteri homofermentatif dengan
produk utama adalah asam laktat yang diperoleh
melalui proses glikolisis dan bakteri heterofermentatif
yang memproduksi asam laktat dan sejumlah etanol,
asam aasetat, melalui jalur 6-
phosphoglukanat/phosphoketolase (Wijaningsih,
2008).
Lactobacillus bulgaricus termasuk dalam
kelompok bakteri asam laktat (BAL) homofermentatif
dengan asam laktat sebagai produk utama fermentasi
karbohidrat melalui fermentasi 1mol glukosa menjadi
2 mol asam laktat dengan reaksi:

C6H12O 2CH3 CHOHCOOH (2.1)


Glukosa Asam Laktat

Lactobacillus bulgaricus merupakan bakteri gram


positif, bentuk kokus atau batang yang tidak berspora.
Suhu optimum pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus
adalah 40 - 45 (Malaka, 2005).
2. Khamir
Khamir adalah organisme uniseluler yang
bereproduksi secara aseksual dengan spora. Khamir
mempunyai peran penting dalam industri pangan
dengan memproduksi enzim yang membantu
13

terjadinya reaksi kimia seperti pembentukan alkohol


sebagai metabolit primer maupun senyawa
antibakteri sebagai metabolit sekunder. Khamir juga
mempunyai peran penting pada fermentasi produk
dari susu, karena menyediakan nutrisi untuk
pertumbuhan mikroba lain seperti asam amino,
vitamin dan mengkondisikan pH. Pada proses
fermentasi anaerob, khamir memecah glukosa
menjadi alkohol dan karbondioksida melalui reaksi
(Wijaninngsih, 2008):
C6H12O6 C2H5OH + 2CO2 v (2.2)
Glukosa Alkohol Karbondioksida

Sebagian besar khamir memerlukan oksigen


untuk pertumbuhannya. Subtrat yang utama
diperlukan selain oksigen adalah gula. Khamir
menghasilkan etil alkohol dan karbondioksida dari gula
sederhana seperti glukosa dan fruktosa. Khamir pada
umumnya toleran terhadap asam dan dapat tumbuh
pada pH 4,0 – 4,5. Rentang suhu pertumbuhan khamir
sangat luas yaitu dari 00C – 500C, dengan suhu optimum
200C – 300C (Rahman, 1992).
Khamir pada kefir belum banyak dipelajari
dibanding dengan bakteri pada kefir. Khamir yang
terdapat pada kefir antara lain Candida kefir. Candida
kefir dalam bentuk aseksual adalah kluyveromyces
14

marxianus yang digunakan untuk memproduksi enzim


laktase, termasuk jenis khamir yang dapat
memfermentasi laktosa (Farnworth, 2005).
b. Lama Fermentasi
Menurut Buckle et al., (1985), apabila suatu sel
mikroorganisme diinokulasikan pada media nutrien
agar, pertumbuhan yang terlihat mula – mula adalah
suatu pembesaran ukuran, volume dan berat sel. Ketika
ukurannya telah mencapai kira-kira dua kali dari besar
sel normal, sel tersebut membelah dan menghasilkan
dua sel. Sel-sel tersebut kemudian tumbuh dan
membelah diri menghasilkan empat sel. Selama kondisi
memungkinkan, pertumbuhan dan pembelahan sel
berlangsung terus sampai sejumlah besar populasi sel
terbentuk.
Waktu antara masing-masing pembelahan sel
berbeda-beda, tergantung dari spesies dan kondisi
lingkungannya, tetapi untuk kebanyakan bakteri
berkisar antara 10 – 60 menit. Tipe pertumbuhan yang
cepat ini disebut pertumbuhan logaritmis atau
eksponensial karena bila log jumlah sel digambarkan
terhadap waktu dalam grafik akan menunjukkan garis
lurus. Kenyataannya tipe pertumbuhan eksponensial
ini tidak langsung terjadi pada saat sel dipindahkan ke
15

medium pertumbuhan dan tidak terjadi secara terus


menerus (Rahman, 1992).

c. pH (Keaasaman)
Makanan yang mengandung asam pada dasarnya
dapat bertahan lama. Hal tersebut akan berbanding
terbalik apabila jumlah oksigen dalam kadar yang
cukup dan kapang dapat tumbuh serta fermentasi
berlangsung terus, maka daya awet dari asam tersebut
akan hilang. Dalam kondisi ini mikroba proteolitik dan
lipolitik dapat berkembanng biak. Contohnya susu
segar pada umunya akan ditumbuhi dengan beberapa
macam mikroba, mula-mula adalah Streptococcus lactis
akan menghasilkan asam laktat.
Pertumbuhan selanjutnya dari bakteri
Streptococcus lactis akan terhambat oleh keasaman
yang dihasilkannya sendiri. Bakteri yang terhambat
akan menjadi inaktif sehingga akan tumbuh bakteri
jenis Lactobacillus yang lebih toleran terhadap asam.
Lactobacillus juga akan menghasilkan asam lebih
banyak lagi sampai jumlah tertentu yang dapat
menghambat pertumbuhannya. Selama pembentukan
asam tersebut pH susu akan turun sehingga terbentuk
“curd” susu. Pada keasaman yang tinggi Lactobacillus
16

akan mati dan kemudian tumbuh ragi dan kapang yang


lebih toleran terhadap asam. Kapang akan
mengoksidasi asam sedangkan ragi akan menghasilkan
hasil-hasil akhir yang bersifat basa dari reaksi proteolis,
sehingga keduanya akan menurunkan asam sampai
titik dimana bakteri pembususuk proteolik dan lipolitik
akan mencerna curd dan menghasilkan gas serta bau
busuk. Hubungan antara pertumbuhan mikroba dan
jumlah asam ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Hubungan antara jumlah asam dan pertumbuhan


mikroba pada susu (Winarno,1980)

d. Suhu
Setiap mikroorganisme memiliki suhu
pertumbuhan maksimal, minimal dan optimal, yaitu
suhu yang memberikan pertumbuhan terbaik dan
perbanyakan tercapat. Mikroorganisme dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan
pertumbuhan yang diperlukannya yaitu golongan
17

psikrofil, tumbuh pada suhu dingin dengan suhu


optimal 10 - 20 , golongan mesofil tumbuh pada suhu
sedang dengan suhu optimal 20 – 45 dan golongan
termofil tumbuh pada suhu tinggi dengan suhu optimal
50 – 60 . Suhu fermentasi dapat menentukan macam
mikroba yang dominan selama fermentasi (Gaman,
1992).
Bakteri bervariasi dalam hal suhu optimum untuk
pertumbuhan dan pembentukan asam. Bakteri dalam
kultur laktat mempunyai suhu optimum 30 , tetapi
beberapa kultur dapat membentuk asam dengan
kecepatan yang sama pada suhu 37 , maupun 30 .
Suhu yang lebih tinggi dari 40 pada umumnya
menurunkan kecepatan pertumbuhan dan
pembentukan asam oleh bakteri asam laktat (Rahman,
1992).
e. Oksigen
Oksigen menjadi faktor utama dalam
pertumbuhan mikroorganisme. Jamur bersifat aerobik
sedangkan khamir dapat bersifat aerobik atau
anaerobik tergantung pada kondisinya. Bakteri
diklasifikasikan menjadi empat kelompok berdasarkan
ketersediaan oksigen, yaitu aerob obligat (tumbuh jika
persediaan oksigen banyak), aerob fakultatif (tumbuh
jika oksigen cukup, juga dapat tumbuh secara anaerob),
18

anaerob obligat (tumbuh jika tidak ada oksigen) dan


anaerob fakultatif (tumbuh jika tidak ada oksigen juga
dapat tumbuh secara aerob) (Gaman, 1992).

3. Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.)


Kacang tanah (Arachis hypogea L.) merupakan tanaman
polong-polongan atau legume dari Famili Fabaceae. Kacang
tanah merupakan jenis tanaman tropika. Tumbuh secara perdu
setinggi 30 hingga 50 cm dan mengeluarkan daun-daun kecil.
Jika buah yang masih muda terkena cahaya, proses
pematangan biji terganggu. Nama lain dari kacang tanah adalah
kacang una, suuk, kacang jebrol, kacang bandung, kacang
tuban, kacang kole, dan kacang benggala. Dalam Bahasa Inggris
kacang tanah disebut dengan peanut atau groundnut.
Klasifikasi kacang tanah sebagai berikut (Trustinah, 1993):
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiosperma
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Rosales
Famili : Fabaceae
Genus : Arachis
Species : Arachis hypogea

Secara tradisional, kontribusi kacang tanah lebih dikenal


sebagai sumber lemak dengan kandungan lemak sebesar
47,2%. Lemak kacang tanah mengandung 76-86% asam lemak
tidak jenuh, yang terdiri atas 38 -45% asam oleat dan 30-41 %
asam linoleat. Selain itu, kacang tanah juga mengandung asam
19

lemak jenuh yang sebagian besar berupa asam palmitat sekitar


13% dan asam stearat sekitar 5% (Mulja, 2004).
Dwivedi (1996) menyatakan bahwa biji kacang tanah
mengandung protein sebesar 22%-30%, karbohidrat sebesar
2%-18%, mineral fosfor sebesar 470-9137 mg/100 gr dan
kalsium sebesar 88-944 mg/100g serta magnesium sebesar
157-200 mg/100 gr. Kacang tanah juga mengandung zat anti
oksidan berupa tokoferol.
Kacang tanah sebagai bahan pangan mengandung kalori
tertinggi diantara aneka tanaman kacang. Kelemahan protein
kacang tanah adalah metionin dan lisin yang rendah, tetapi
memiliki daya cerna protein yang paling baik dibandingkan
dengan protein nabati lain. Kacang tanah mengandung
sejumlah senyawa antinutrisi dalam kuantitas rendah dan
lebih rendah dibandingkan dengan aneka kacang lainnya.
Semua pengaruh negatif dari biji kacang tanah dapat
dihilangkan melalui metode pemasakan (Maesen, 2002).
Menurut Muchtadi (1989) kacang tanah mengandung senyawa
antinutrisi seperti antitripin dan saponin. Perlakuan panas
yang baik, termasuk pengaturan suhu dan waktu yang tepat,
diperlukan untuk menginaktifkan faktor-faktor antinutrisi
tersebut, agar diperoleh produk dengan nilai gizi yang
maksimal.
Kacang tanah sebagai sumber bahan pangan dapat
dikonsumsi secara langsung, namun dapat juga diolah menjadi
20

produk pangan, salah satunya kefir. Menurut Woodrof (seperti


dikutip dalam Kusumaningrum, 2007), pengolahan kacang
tanah dengan panas akan memperbaiki aroma, rasa dan
tekstur kacang, tetapi menurunkan daya tahan komponen
minyak karena rusaknya antioksidan alami. Sifat tengik yang
terjadi pada kacang tanah disebabkan oleh kandungan
minyaknya. Pengeluaran sebagian atau keseluruhan minyak
akan membuat kacang tanah lebih tahan lama. Komposisi kimia
kacang tanah disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Komposisi kimia kacang tanah dan bahan sumber energi dan protein lain per
100 gram dari bagian yang dapat dimakan (DKBM,2004).
Zat Gizi Kacang Kacang Kacang Kacang
Tanah Hijau Merah Kedelai
Kalori (kal) 452 345 336 331
Protein (g) 25.3 22.2 23.1 34.9
Lemak (g) 42.8 1.2 1.7 18.1
Karbohidrat (g) 21.1 62.9 59.5 34.8
Kalsium (mg) 58 125 80 227
Besi (mg) 1.3 6.7 5 8
Fosfor (mg) 335 320 400 585
Vit. A (SI) 0 20 0 14
Vit. B (mg) 3 6 0 1.07
Vit C (mg) 0.3 0.64 0.6 0
Air (g) 4 10 12 7.5

Data pada Tabel 2.1 menunjukkan bahwa kandungan


energi per100 gram kacang tanah paling banyak bila
dibandingkan dengan kacang hijau, kedelai dan kacang merah.
Selain itu, kacang tanah mengandung lemak nabati paling
tinggi diantara jenis kacang yang lain. Berdasarkan komposisi
gizi yang cukup baik pada kacang tanah, masyarakat banyak
menggunkannya sebagai bahan pangan pokok di beberapa
negara berkembang (Ryzki, 2008).
21

4. Susu Skim
Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah
krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim
mengandung semua zat gizi kecuali lemak dan vitamin yang
larut dalam lemak (Muchtadi, 1994). Komposisi kimia susu
skim dapat dilihat pada Tabel 2.2. (Muchtadi, 1994).

Tabel 2.2. Komposisi kimia susu skim per 100 gram bahan
No. Komposisi Per 100 gram
1. Energi (Kal) 362
2. Protein (g) 35.6
3. Lemak (g) 1
4. Karbohidrat (g) 52
5. Kalsium (mg) 1300
6. Fosfor (mg) 1030
7. Besi (mg) 0.6
8. Vit.A (RE) 0
9. Vit.C (mg) 7
10 Vit. B (mg) 0.35
11. Air (g) 3.5

Penambahan susu skim dalam produk kefir susu kacang tanah


berfungsi sebagai penetralisir kandungan alkohol berlebih
yang dihasilkan dalam fermentasi dan untuk meningkatkan
nilai gizi (Ryzki, 2008).

5. Mutu Kimia Kefir


Kefir dapat dinilai berdasarkan mutu kimia sesuai SNI
antara lain total asam, pH dan kadar alkohol. Ketiga parameter
tersebut merupakan salah satu parameter susu fermentasi. Total
asam pada kefir dihitung sebagai asam laktat. Asam merupakan
22

metabolit primer dalam proses fermentasi kefir yang dihasilkan


dari pemecahan glukosa oleh bakteri Lacyobacillus bulgaricus
sebagai bakteri hemofermentatif (Azizah, 2004). Cara untuk
menentukan jumlah asam laktat dapat dilakukan dengan metode
titrasi. Titrasi merupakan cara analisis dengan mengukur jumlah
larutan yang diperlukan untuk bereaksi secara tepat dengan zat
yang terdapat dalam larutan lain (Rangganan, 1997).
Tingkat keasaman atau pH adalah jumlah konsentrasi ion H+
dalam larutan yang ditujukkan dengan skala 1-14. Skala pH
merupakan suatu cara yang tepat untuk menggambarkan
konsentrasi ion-ion hidrogen dalam larutan. Makin besar
konsentrasi ion hidrogen, maka larutan semakin asam. pH yang
rendah mengindikasikan adanya akumulasi asam laktat (Rahman,
1992).
Kadar alkohol dalam kefir merupakan metabolit primer
dalam proses fermentasi yang dihasilkan oleh khamir Candida
kefir. Alkohol dihasilkan dari pemecahan glukosa. Kadar alkohol
yang terbentuk dalam fermentasi tergantung pada kandungan
gula di dalam subtrat, macam khamir, suhu fermentasi dan jumlah
oksigen. Pengukuran kadar alkohol dapat dilakukan dengan
metode destilasi. Hasil destilasi ditimbang menggunakan alat yang
disebut piknometer (Rahman, 1992).
23

B. Kajian Pustaka
Penelitian yang dilakukan mengenai susu fermentasi dan
manfaatnya telah banyak dilakukan, tetapi belum ada penelitian
tentang optimalisasi mutu kimia kefir kacang tanah dengan variasi
kadar susu skim dan inokulum. Beberapa penelitian tentang kefir
yang telah dilakukan diantaranya:
Pertama, Wiwik Wijaningsih (2008), mahasiswi program S-
2 Magister Gizi dan Masyarakatat, Universitas Diponegoro
Semarang, dengan tesis yang berjudul “AKTIVITAS ANTIBAKTERI
IN VITRO DAN SIFAT KIMIA KEFIR SUSU KACANG HIJAU (Vigna
radiata) OLEH PENGARUH JUMLAH STARTER DAN LAMA
FERMENTASI”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh jumlah starter dan lama fermentasi terhadap aktivitas
antibakteri dan sifat kimia (pH, total asam, kadar alkohol) kefir
susu kacang hijau, menguji aktivitas antibakteri setelah melalui
simulasi “gastric juice” dan membandingkannya dengan kefir susu
sapi. Aktivitas antibakteri diukur dengan metode difusi agar, pH
dengan pHmeter, total asam dengan titrasi dan alkohol dengan
destilasi. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan
pembuatan kefir susu kacang hijau, jumlah starter 10%
menunjukkan aktivitas antibakteri yang paling tinggi sedangkan
lama fermentasi dipilih waktu paling singkat yaitu 6 jam yang
menunjukkan waktu optimal.
Kedua, Uun Kunaepah (2008), mahasiswi program S-2
Magister Gizi dan Masyarakatat, Universitas Diponegoro
24

Semarang, dengan tesis yang berjudul “PENGARUH LAMA


FERMENTASI DAN KONSENTRASI GLUKOSA TERHADAP
AKTIVITAS ANTIBAKTERI, POLIFENOL TOTAL DAN MUTU KIMIA
KEFIR SUSU KACANG MERAH”. Penelitian bertujuan untuk
mengetahui pengaruh lama fermentasi dan konsentrasi glukosa
terhadap aktivitas antibakteri, polifenol total dan mutu kimia kefir
susu kacang merah. Aktivitas antibakteri dilakukan dengan
menggunakan difusi agar, polifenol total menggunakan
spektofotometer, total asam dengan titrasi, pH dengan pHmeter
dan kadar alkohol dengan destilasi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa aktivitas antibakteri kefir susu kacang merah paling efektif
pada perlakuan lama fermentasi 24 jam dengan konsentrasi
glukosa 5%.
Ketiga, Yuli Nur Aini, dkk (2003) dalam jurnal BioSMART,
yang berjudul “PEMBUATAN KEFIR SUSU KEDELAI (Glycine max
(L.) DENGAN VARIASI KADAR SUSU SKIM DAN INOKULUM”.
Penelitian tersebut bertujuan untuk mengkaji kualitas kefir susu
kedelai dengan perlakuan variasi kadar susu skim dan inokulum.
Variabel yang diukur yaitu kadar asam laktat susu kedelai diukur
dengan titrimeter, viskositas diukur dengan falling ball viscometer,
kadar alkohol dianalisis menggunakan piknometer, pH
menggunakan pHmeter, kadar protein dengan spektofotometer
dan uji organoleptik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut
disimpulkan bahwa kadar asam laktat susu kedelai berada dalam
kisaran kadar asam laktat susu sapi (0,8-1,1%), kadar alkohol
25

berada dalam kisaran susu sapi (0,2-1,0%) dan kadar protein


(1,60-1,78%) lebih rendah dari susu sapi (3,5%).
Keempat, Fratiwi, dkk (2008), dalam jurnal Vis Vitalis, yang
berjudul “FERMENTASI KEFIR DARI KACANG-KACANGAN”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi kacang tanah,
kacang hijau, kacang tolo dan kacang kedelai dalam pembuatan
kefir, serta untuk mengetahui potensi isolat BAL F2 yang diisolasi
dari nanas dan khamir yang diisolasi dalam fermentasi kefir.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
susu kacang tanah, susu kacang hijau, dan dan susu kacang kedelai
dapat digunakan sebagai bahan baku dalam fermentasi kefir.
Kadar asam laktat, nilai viskositas dan nilai alkohol dari susu
kacang-kacangan tergantung dari jenis kacang yang digunakan.

C. Hipotesis
Berdasarkan telaah pustaka dan kerangka berfikir maka
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

a Pengaruh Utama Faktor A (Bahan Baku)


Ho : tidak ada pengaruh yang berbeda terhadap penambahan
kadar susu skim pada bahan baku terhadap mutu kimia
(pH, total asam dan kadar alkohol) susu kefir kacang tanah
H1 : ada pengaruh yang berbeda terhadap penambahan kadar
susu skim pada bahan baku terhadap mutu kimia (pH,
total asam dan kadar alkohol) susu kefir kacang tanah
26

b Pengaruh Utama Faktor B (Inokulum)


Ho : tidak ada pengaruh yang berbeda terhadap konsentrasi
inokulum terhadap mutu kimia (pH, total asam dan kadar
alkohol) susu kefir kacang tanah
H1 : ada pengaruh yang berbeda terhadap konsenrasi
inokulum terhadap mutu kimia (pH, total asam dan kadar
alkohol) susu kefir kacang tanah
c Pengaruh A x B
Ho : tidak ada pengaruh yang berbeda terhadap interaksi
penambahan kadar susu skim pada bahan baku dan
konsentrasi inokulum terhadap mutu kimia (pH, total
asam dan kadar alkohol) susu kefir kacang tanah
H1 : ada pengaruh yang berbeda terhadap penambahan kadar
susu skim pada bahan baku dan konsentrasi inokulum
terhadap mutu kimia (pH, total asam dan kadar alkohol)
susu kefir kacang tanah

Anda mungkin juga menyukai