Anda di halaman 1dari 8

TUGAS URAIAN DASAR EPIDEMIOLOGI

“Pola Penyebaran Covid-19 berdasarkan Orang-Tempat-Waktu”

Disusun oleh :
Armaniel Ababil
101911133 …
IKM 2C 2019
KESEHATAN MASYARAKAT
Pola Penyebaran Covid-19 berdasarkan Orang-Tempat-Waktu
Covid-19 merupakan penyakit yang diidentifikasikan penyebabnya adalah
virus Corona yang menyerang saluran pernapasan. Penyakit ini pertama kali dideteksi
kemunculannya di Wuhan, Tiongkok. Sebagaimana diketahui bahwa SARS-Cov-2
bukanlah jenis virus baru. Akan tetapi dalam penjelasan ilmiah suatu virus mampu
bermutasi membentuk susunan genetik yang baru, singkatnya virus tersebut tetap satu
jenis yang sama dan hanya berganti seragam. Alasan pemberian nama SARS-Cov-2
karena virus corona memiliki hubungan erat secara genetik dengan virus penyebab
SARS dan MERS.
Diketahui DNA dari virus SARS-Cov-2 memiliki kemiripan dengan DNA
pada kelelawar. Diyakini pula bahwa virus ini muncul dari pasar basah (wet market)
di Wuhan, dimana dijual banyak hewan eksotis Asia dari berbagai jenis bahkan untuk
menjaga kesegarannya ada yang dipotong langsung di pasar agar dibeli dalam
keadaan segar. Kemudian pasar ini dianggap sebagai tempat berkembang biaknya
virus akibat dekatnya interaksi hewan dan manusia.
Dari sini seharusnya kesadaran kita terbentuk, bahwa virus sebagai makhluk
yang tak terlihat selalu bermutasi dan menginfeksi makhluk hidup. Penyebarannya
pun bukan hanya  antar satu jenis makhluk hidup seperti hewan ke hewan atau
manusia ke manusia tetapi lebih dari itu penyebarannya berlangsung dari hewan ke
manusia. Tentunya kita perlu mengambil langkah yang antisipatif agar dapat
meminimalisir penyebaran penyakit yang berasal dari hewan (zoonosis) tanpa harus
menjauhi dan memusnahkan hewan dari muka bumi.
 Kita tidak dapat memungkiri, bahwa dalam suatu ekosistem lingkungan akan
terdapat banyak interaksi berupa hubungan timbal balik antar makhluk hidup ataupun
makhluk hidup dengan lingkungannya. Bukan tanpa masalah, adanya interaksi
tersebut belakangan menjadi perhatian terutama antar makhluk hidup itu sendiri
(manusia, hewan dan tumbuhan). Fokus bahasan ini adalah mengenai isu kesehatan
yang pada akhirnya memicu penyakit zoonosis yang terangkat ke permukaan setelah
adanya SARS, MERS, Ebola H5N1, H1N1 hingga NCov-2019/ SARS-Cov-2
menyerang masyarakat global. Sadarkah kita bahwa banyaknya kemunculan penyakit
tersebut disebabkan oleh virus yang bermutasi ketika kita banyak melakukan kontak
fisik dengan hewan?
Centers for Disease Control and Prevention mengakui bahwa kesehatan
manusia berhubungan dengan kesehatan hewan dan lingkungan. Bahkan dunia
mengalami peningkatan ancaman penyakit menular baru atau dikenal
dengan emerging infectious diseases (EID) yang 70 %  bersifat zoonosis atau menular
dari hewan ke manusia. Tak dapat dibiarkan berlalu begitu saja tanpa ada
penanganan, seharusnya  Pemerintah dibantu masyarakat harus mengambil sikap
untuk mencegah semakin berkembangnya penyakit yang bersifat zoonosis tersebut.
Oleh karena itu, untuk menangani hal tersebut diperlukan suatu pendekatan
dimana interaksi dalam lingkungan dapat terjaga walaupun manusia melakukan
kontak dengan hewan sekalipun. Pendekatan tersebut disebut dengan One
Heath. Pendekatan ini melibatkan pendekatan kolaboratif, multisektor,dan
transdisipliner yang wilayah cakupannya dari tingkat lokal, regional, nasional hingga
global bertujuan mencapai hasil kesehatan yang optimal mengenai hubungan antara
manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan yang sama. Dapat disimpulkan bahwa
konsep ini mengajarkan arti berbagi lingkungan dengan tidak merugikan satu sama
lain.
            One health adalah suatu konsep yang mengakui bahwa kesehatan manusia
dipengaruhi pula oleh kesehatan hewan dan lingkungan. One
Health Approach bukanlah suatu hal yang baru melainkan keberadaannya menjadi
lebih penting beberapa tahun terakhir. Hal ini karena banyak faktor yang telah
mengubah interaksi antara manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan, antara lain :
 Populasi manusia tumbuh dan berkembang ke daerah-daerah geografis baru.
Alhasil, lebih banyak orang hidup berdampingan dengan binatang liar, binatang
peliharaan dan ternak. Hewan memainkan peran penting dalam kehidupan kita, baik
untuk makanan, serat, penghidupan, perjalanan, olahraga, pendidikan, atau
persahabatan. Karena seringnya kontak dengan binatang dan lingkungannya, lebih
banyak kesempatan bagi penyakit untuk ditularkan melalui hewan dan manusia.
 Bumi telah mengalami perubahan iklim dan penggunaan lahan, seperti
penggundulan hutan dan praktek pertanian yang intensif. Gangguan terhadap kondisi
lingkungan dan habitat dapat memberikan kesempatan baru bagi berbagai penyakit
untuk ditularkan ke binatang.
 Pergerakan manusia, binatang, dan produk-produk hewani telah meningkat
dari perjalanan dan perdagangan internasional. Akibatnya, penyakit dapat menyebar
dengan cepat melintasi perbatasan dan ke seluruh dunia. Perubahan ini
mengakibatkan meluasnya penyakit zoonosis, yang dapat menyebar di antara
binatang dan manusia.
Menurut Para Pakar dunia, Implementasi One Health Approach  adalah solusi dalam
yang digunakan dalam menjawab ancaman zoonosis. Konsep ini merupakan startegi
dalam memperluas kolaborasi interdisipliner untuk membangun sinergitas pemajuan
upaya kesehatan yang diwujudkan melalui mempercepat penemuan penelitian
biomedis, meingkatkan upaya kesehatan masyarakat, memperluas basis pengetahuan
ilmiah serta meningkatkan pendidikan dan perawatan klinis. Maka ke depan
dibutuhkan sinergitas yang tinggi antara pemerintah sebagai pembuat kebijakan,
masyarakat sebagai pendukung kebijakan dibantu berbagai profesi dan ahli dari
dokter, ahli gizi, perawat, sampai ahli ekologi untuk menjamin kesehatan manusia,
hewan dan lingkungan.
Jumlah kasus Covid-19 di Tanah Air semakin hari semakin bertambah. Per
Selasa (7/4/2020), data pemerintah menunjukan adanya penambahan 247 kasus baru.
Penambahan tersebut menjadikan total kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 2.738
orang. "Kami dapatkan penambahan kasus baru confirmed pemeriksaan CPR
sebanyak 247 orang sehingga total kasus menjadi 2.738 orang" kata Juru Bicara
Pemerintah Achmad Yurianto dalam konferensi pers, Selasa (7/4/2020). Berdasarkan
data yang sama, diketahui juga ada penambahan 12 pasien Covid-19 yang telah
dinyatakan sembuh. Dengan demikian, total ada 204 orang yang telah dinyatakan
negatif virus corona setelah menjalani dua kali pemeriksaan. Pemerintah juga
menyatakan bahwa ada tambahan 12 pasien yang meninggal setelah mengidap Covid-
19. Ini menyebabkan secara akumulatif ada 221 pasien meninggal setelah dinyatakan
positif terinfeksi virus corona. Selanjutnya, dari data yang dipaparkan Yuri, diketahui
sebaran kasus baru pasien positif Covid-19 berasal dari delapan provinsi. Dari data
yang dipaparkan Yuri pula, belum ada provinsi baru yang mencatat kasus Covid-19
perdana di wilayah mereka.
Dengan demikian, hingga Selasa (7/4/2020) sebaran kasus penularan Covid-
19 masih berada di 32 provinsi. Dari seluruh provinsi, DKI Jakarta menjadi daerah
dengan jumlah penularan tertinggi yakni total sebanyak 1.369 kasus sejak Indonesia
mengumumkan kasus perdana pada 2 Maret 2020. Dari kasus pasien positif di Ibu
Kota itu, sebanyak 106 meninggal dunia dan 65 pasien lain telah dinyatakan sembuh.
Jumlah pasien meninggal dunia itu bertambah tujuh orang dibandingkan data Senin
kemarin. Bertambah 247 Tambahan 12 pasien sembuh dan meninggal dunia Dari
penambahan 12 orang, pasien meninggal dunia per Selasa (7/4/2020) tercatat menjadi
221 orang. Selain di DKI Jakarta, kasus pasien meninggal dunia juga terjadi di
sejumlah provinsi lain. Banten misalnya, terjadi penambahan satu pasien meninggal
dunia sehingga totalnya menjadi delapan orang. Selanjutnya di Jawa Timur
bertambah dua orang sehingga total menjadi 16 orang dan Sulawesi Tengah
bertambah dua orang yang keduanya merupakan kasus perdana di provinsi tersebut.
Sementara itu total pasien meninggal di masing-masing provinsi lainnya adalah di
Jawa Barat total 29 orang, Jawa Tengah total 22 orang, Sulawesi Selatan total enam
orang. Kemudian, Provinsi Sumatera Utara total empat orang, DIY total tiga orang,
Bali total dua orang, Kalimantan Barat total dua orang, Sumatera Selata total dua
orang. Selanjutnya, di Papua total dua orang, Aceh total satu orang, Bangka Belitung
total satu orang, Bengkulu total satu orang, Kalimantan Timur total satu orang,
Kepulauan Riau total satu orang, Lampung total satu orang, serta Papua Barat total
satu orang.
Tercatat, total pasien Covid-19 yang meninggal di Indonesia yakni sebanyak
221 orang. Jumlah kasus pasien sembuh juga bertambah 12 orang sehingga total
menjadi 204 orang. Masih terjadi penularan Yuri mengatakan, data-data tersebut
memperlihatkan bahwa masih terjadi penularan virus corona di masyarakat. Ini bisa
disebabkan karena masih ada orang yang mengandung virus dan tidak merasakan
sakit, namun tetap berkeliaran. "Ini yang harus kita hentikan," ucap dia. Ia pun
meminta masyarakat mematuhi semua imbauan dari pemerintah agar penularan
Covid-19 tidak terus meluas. Misalnya, imbauan untuk disiplin mencuci tangan
dengan sabun. Imbauan memakai masker saat berada di luar rumah juga perlu
dilakukan masyarakat. Mereka juga diminta untuk bertahan di dalam rumah, dan
dapat keluar rumah jika memang ada keperluan mendesak. Namun, Yuri tetap
mengingatkan untuk menjaga jarak aman. "Patuhi ketentuan-ketenutan tentang
pembatasan sosial berskala besar untuk yang di DKI Jakarta dan sekitarnya," ujar
Achmad Yurianto. Dia pun meminta masyarakat untuk tidak pulang ke kampung
halaman atau mudik dini. Sebab, ini perlu dilakukan untuk mencegah penyebaran
Covid-19 hingga ke daerah. "Patuhi semua ketentuan, tidak perlu pertimbangkan
untuk pulang kampung. Kita lindungi saudara-saudara kita yang di kampung,"
ucapnya
Gambar 1 menunjukan Dashboard kasus COVID-19 di Indonesia
per tanggal (08-04-2020)
Sumber : kemkes.go.id

Gambar 2 menunjukan pertumbuhan kasus COVID-19 di Indonesia


per tanggal (08-04-2020)
Sumber : kemkes.go.id
Gambar 3 menunjukan peta wilayah sebaran kasus COVID-19 di Indonesia
per tanggal (08-04-2020
Sumber : kemkes.go.id
Dapat ditinjau dalam tabel ataupun gambar diatas bahwa pola penyebaran ini
dapat dilihat tingkat kecepatan pertumbuhannya dalam segi orang, tempat dan waktu.
Dalam segi orang terlihat bahwa masyarakat perkotaan mempunyai linkungan
yang cenderung berdekatan satu sama lain dan sering berhadapan dengan keramaian.
Jika dilihat dari model penyebaran COVID-19 virus corona dapat ditularkan dengan
kontak secara langsung dengan orang lain. Sehingga kasus COVID-19 banyak
dijumpai di wilayah-wilayah yang dimana orang-orang tersebut mempunyai tingkat
keramaian yang tinggi dibandingkan dengan wilayang yang dimana orang-orangnya
mempunyai tingkat keramaian yang rendah dari segi ekonomi pun banyak orang yang
bekerjanya harus berhadapan dengan orang banyak seperti ojek dan juga pedagang.
Lalu dalam segi tempat dapat dilihat dalam peta wilayah persebaran kasus
COVID-19 bahwa provinsi yang mempunyai kota besar didalamnya memiliki jumlah
kasus yang lebih besar dibandingkan dengan provinsi lain. Hal tersebut dapat terjadi
karena ragamnya pekerjaan dan persebaran penduduk yang tidak merata di kota
seperti lingkungan padat dan kumuh sehingga kebersihan dan kesehatan lingkungan
kurang terjaga serta banyaknya pendatang dari luar kota maupun luar negri yang tidak
diketahui status kesehatannya. Hal tersebut mempengaruhi kecepatan dan kerentanan
penyebaran virus COVID-19 di wilayah perkotaan.
Dan yang terakhir dalam segi waktu dapat dilihat bahwa pertumbuhan kasus
COVID-19 mulai melonjak dan terus mengalami peningkatan mulai dari pertengahan
maret hingga saat ini per tanggal (08-04-2020). Hal tersebut dapat terjadi karena
mulai adanya kesadaran pelaporan atau pengecekan kesehatan sehingga pelaporan
mulai banyak dan juga adanya keterlambatan pelaporan sehingga pada saat tertentu
terdapat lonjakan yang tinggi dalam laporan kasus COVID-19.
Sampai saat ini belum ada vaksin yang dapat digunakan untuk mencegah
terjadinya infeksi Covid-19. Para ilmuwan terus mengembangkan vaksin untuk virus
tersebut, bahkan jika wabah sudah berakhir. Beberapa negara seperti Amerika
berusaha mengembangkan vaksin berbasis RNA dan DNA, Perancis memodifikasi
vaksin campak sehingga dapat digunakan untuk virus Covid-19. Sebagian vaksin
yang dikembangkan membutuhkan waktu yang lama untuk siap digunakan karena
harus melalui berbagai uji klinis. Oleh sebab itu, upaya pengendalian yang dapat
dilakukan dalam waktu singkat adalah melakukan kesiapsiagaan. Langkah
kesiapsiagaan yang dilakukan tidak lepas dari prinsip penanggulangan wabah, yaitu
pada fase pencegahan, fase deteksi, dan fase respons.
Pertama, fase pencegahan. Fase ini dilakukan antara lain dengan membuat
pedoman kesiapsiagaan yang mengacu pada UU Kekarantinaan Kesehatan dan UU
Wabah Penyakit Menular sehingga mendukung implementasi tata kelola global
penanganan wabah; menyampaikan surat edaran mengenai kesiapsiagaan pencegahan
Covid-19 kepada Dinas Kesehatan provinsi/kabupaten/kota, Kantor Kesehatan
Pelabuhan, dan seluruh rumah sakit; menyediakan 2.322 masker; menyediakan 860
alat pelindung diri; menyediakan 21 kapsul transport untuk evakuasi; menyiagakan
49 kantor kesehatan; menyediakan 100 rumah sakit rujukan untuk menangani kasus
infeksi akibat Covid-19 disertai dengan dukungan SDM, sarana dan prasarana yang
memadai; serta melakukan simulasi penanganan pasien suspect Covid-19 terutama
untuk rumah sakit yang ditunjuk sebagai rumah sakit rujukan, seperti yang sudah
dilakukan di Rumah Sakit dr. Moewardi Solo (news. okezone.com, 31 Januari 2020;
Media Indonesia, 2 Februari 2020). Fase ini telah dilakukan oleh Pemerintah. Selain
itu, untuk mengoptimalkan fase pencegahan, perlu dilakukan upaya lainnya seperti:
mendirikan posko pencegahan Covid-19; meningkatkan Komunikasi, Edukasi dan
Informasi (KIE) terkait virus tersebut agar tidak menimbulkan kepanikan di tengah
masyarakat akibat terpapar informasi yang tidak benar; membangun paradigma
positif antarpemangku kepentingan; dan proaktif dalam membangun kesadaran publik
sehingga ikut bergerak dalam upaya antisipasi penyebaran Covid-19. Sementara itu,
Raker Komisi IX dan Kementrian Kesehatan yang dilakukan pada 3 Februari 2020
menyebutkan bahwa kerja sama dan koordinasi dengan kementerian/ lembaga terkait
dan pemerintah daerah perlu ditingkatkan dalam hal upaya pencegahan dan
perlindungan kesehatan. Di samping dilakukan oleh pemerintah, kesiapsiagaan pada
fase pencegahan juga dapat dilakukan tiap individu. Upaya yang dapat dilakukan
antara lain: menggunakan masker apabila sedang mengalami gejala batuk dan pilek;
segera mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan jika ada keluhan lebih lanjut;
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat; memasak daging dan telur sampai
matang; berhati–hati saat kontak dengan hewan terutama hewan liar; serta
menghindari kontak dengan orang yang menunjukkan gejala penyakit pernapasan
(Kemenkes, 2020).
Kedua, fase deteksi yang dapat dilakukan dengan sistem surveilans
epidemiologi secara rutin dan berkala. Hasil penyelidikan epidemiologi dapat
memberikan masukan kepada para pengambil kebijakan dalam penanggulangan
wabah. Kesiapsiagaan yang sudah dilakukan Indonesia pada fase deteksi antara lain
memasang termoscanner di 135 pintu keluar masuk negara seperti pelabuhan, bandar
udara, maupun pos lintas batas darat negara; melakukan observasi kepada WNI
setelah melakukan perjalanan dari China dengan cara melakukan karantina selama 14
hari masa inkubasi virus; memberikan kartu kewaspadaan kesehatan; dan melakukan
uji laboratorium terhadap orang yang diduga suspect. Hal ini sesuai dengan amanat
UU Kekarantinaan Kesehatan di mana terhadap setiap orang yang datang dari negara
endemi wajib dilakukan penapisan. Terkait hal tersebut, deteksi dini dan ketepatan
diagnosis perlu diperhatikan untuk menghindari penyebaran penyakit yang semakin
cepat. Dalam langkah kesiapsiagaan pada fase pencegahan dan deteksi penyebaran
virus Covid-19 ini, pemerintah telah mengeluarkan enam kebijakan antisipatif, antara
lain: WNI yang dipulangkan 16 dari China wajib menjalani masa observasi selama 14
hari di Natuna; Menteri Kesehatan untuk sementara akan berkantor di Natuna;
penerbangan dari dan ke China ditutup mulai Rabu, 4 Februari 2020; pendatang dari
China tidak diperkenankan masuk dan transit di Indonesia; pencabutan bebas visa dan
visa on arrival bagi Warga Negara China; dan pemerintah mengimbau WNI agar
tidak berpergian ke China untuk sementara (Media Indonesia, 3 Februari 2020).
Ketiga, fase respons. Fase ini dilakukan apabila suatu negara sudah terdampak
wabah. Oleh karena itu, hingga saat ini kesiapsiagaan Indonesia masih berada pada
fase pecegahan dan deteksi (Tirto.id, 29 Januari 2020). Namun apabila terjadi wabah
maka fase respons yang dapat dilakukan adalah penatalaksanaan kasus. Pada fase
respons, ketika terjadi kasus maka orang yang sudah terkonfirmasi langsung
dilakukan isolasi di rumah sakit rujukan yang tersedia SDM, sarana, dan prasarana
yang memadai; melakukan pelacakan kontak kasus secara cepat dan tepat; serta
melakukan pengobatan sesuai dengan protokol yang direkomendasikan oleh WHO.
Bagi pasien yang sudah diizinkan pulang dari fasilitas pelayanan kesehatan harus
dilakukan pengecekan berkala supaya tidak menularkan kepada yang lainnya.

Daftar Pustaka
1. Sholikah, Nur, 2020, “KESIAPSIAGAAN INDONESIA MENGHADAPI
POTENSI PENYEBARAN CORONA VIRUS DISEASE”, Jakarta : Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI.
2. Andreana, Maudy, 2020, “COVID-19 dalam Perspektif One Health Approach dan
Law Enforcement”, Bandung : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran.
3. Purnamasari, Deti, 2020, “Update Covid-19 per 7 April: 2.738 Positif, Pasien
Sembuh dan Meninggal 12 Orang”,
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/08/07300511/update-covid-19-per-7-april-
2738-positif-pasien-sembuh-dan-meninggal-12?page=all#page4
(diakses pada tanggal 04 April 2020).
4. Djafri, Defriman, 2015, “Pemodelan Epidemiologi Penyakit Menular”. Padang :
Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas.

Anda mungkin juga menyukai