Agama Islam
Agama Islam
AGAMA ISLAM 2
Oleh :
DEPARTEMEN MANAJEMEN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
Pendahuluan
ضى بِ َغي ِْرَ َاض فِي ْال َجنَّ ِة َر ُج ٌل ق ِ ضاةُ ثَاَل ثَةٌ قَا
ِ َّضيَا ِن فِي الن
ٍ َار َوق َ ُصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل ْالق
َ ي َّ ِع َْن بُ َر ْي َدةَ أَ َّن النَّب
ك فِي ْال َجنَّ ِة ِّ ضى بِ ْال َح
َ ِق فَ َذل َ َاض ق ِ َّاس فَهُ َو فِي الن
ٍ َار َوق ِ َّق النَ ك ُحقُو َ َاض اَل يَ ْعلَ ُم فَأ َ ْهل
ٍ َار َوق ِ َّك فِي الن َ ك فَ َذا َ ق فَ َعلِ َم َذا ِّ ْال َح
Dari Buraidah RA bahwa Nabi SAW bersabda, “Hakim itu ada tiga, dua di neraka
dan satu di surga: 1) seseorang yang menghukumi secara tak benar padahal ia mengetahui
mana yang benar, maka ia di neraka, 2) seorang hakim yang bodoh lalu menghancurkan
hak-hak manusia, maka ia di neraka, dan 3) seorang hakim yang menghukumi dengan benar,
maka ia masuk surga.” (HR. Tirmidzi No. 1244)
Islam secara tegas menjelaskan bahwa hakim adalah seorang yang diberi amanah
untuk menegakkan keadilan dengan nama Tuhan atas sumpah yang telah diucapkan sehingga
setiap putusannya benar - benar mengandung keadilan dan kebenaran.
Hakim adalah jabatan yang mulia sekaligus penuh resiko dan tantangan. Mulia karena
ia bertujuan menegakan keadilan demi menciptakan ketentraman dan perdamaian di dalam
masyarakat. Penuh resiko karena di dunia ia akan rawan dengan penyuapan dan behadapan
dengan mereka yang tidak puas dengan keputusannya, sedangkan di akhirat diancam dengan
neraka jika tidak menetapkan keputusan sesuai dengan yang seharusnya.
Karena resiko yang begitu besar, para inte lektual hokum Islam telah
menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menduduki jabatan hakim, dan
merumuskan etika-etika tertentu sebagai pegangan para hakim sehinga tidak
keluardari rambu-rambu yang telah digariskan oleh Allah dalam al-Qur`an dan Hadis.
Seorang hakim harus memiliki nilai-nilai etis yang akan mendukung profesinya dan
menunjukkan wibawa hukum dimata masyarakat, untuk kemudian di pertanggung
jawabkan Pada Allah dan masyarakat. Sehingga penegakan supremasi dan kepastian
hukum tidak hanya sebatas angan-angan dan retorika semata.
Dengan demikian etika profesi hakim mempunyai peranan penting karena berkaitan
dengan pelaksanaan hukum (syari’ah). Lebih jauh lagi merupakan aspek penting bagi penegak
hukum, khususnya profesi hakim. Karena moralitas atau etika sebagai dorongan terhadap
keadaan jiwa yang diwujudkan dalam melaksanakan profesinya.Tulisan ini akan
menguraikan profesi hakim dalam Islam.
Landasan Teori
1.Pengertian Hakim
Hakim dalam terminologi Islam merupakan sumber hukum, yaitu Allah SWT. Oleh
karena itu dalam Islam Allah SWT-lah yang dinamakan Hakim yang sebenarnya. Dalam
pengertian lain hakim adalah orang yang bijaksana atau orang yang memutuskan perkara dan
menetapkannya a t a u d i k a t a k a n j u g a sebagai pelaksana UU atau hukum didunia Islam. Untuk
itu hakim dikatakan sebagai "yang menyelesaikan persoalan hukum yang dihadapkan padanya, baik yang
menyangkut hak-hak Allah SWT maupun yang berkaitan dengan pribadi secara individual.
Menurut Tengku Muhammad Hasbi Ash siddiqi, hakim adalah penegak hokum yang
yang diangkat oleh kepala negara untuk menjadi hakim dalam menyelesaikan perkara,
gugatan, perselisihan-perselisihan dalam b i d a n g h u k u m o l e h karena penguasa sendiri
tidak dapat menyelesaikan tugas peradilan secara langsung. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW
telah mengangkat qodi untuk bertugas menyelesaikan sengketa-sengketa di antara masyarakat di tempat-
tempat yang jauh, Rasulullah SAW telah melimpahkan wewenang ini pada sahabat nya.
َ 6 َو ُه, ٌد بَيْنَ اِ ْثنَ ْي ِن6 ( اَل يَ ْح ُك ُم أَ َح:و ُل66ُلم يَق66ه وس66لى هللا علي66و َل هَّللَا ِ ص6 س
و6 َ :ا َل66َه ق66ي هللا عن66 َرةَ رض6َوعَنْ أَبِي بَ ْك
ُ ِمعْتُ َر6 س
ْ َغ
ٌ َ ُمتَّف ) ُضبَان
ِق َعلَ ْيه
“Abu Bakrah Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi
wa Sallam bersabda: "Janganlah seseorang menghukum antara dua orang dalam keadaan
marah." Muttafaq Alaihi.”
Karena resiko yang begitu besar,para intelektual hukum Islam telah menetapkan syarat-
syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menduduki jabatan hakim, yaitu : laki-laki, baligh,
berakal, merdeka, Islam, adil dan tidak rusak pendengaran dan penglihatannya. Al-San`ani
menambahkan seorang hakim harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang al-Qur`an dan
seluk beluk keilmuan alquran dan sunnah, ijma ulama salaf, ilmu ketata bahasaan dan qiyas.
Persyaratan tersebut diatas diperlukan guna terselenggaranya peradilan yang
berwibawa, objektif, danberorientasi kepada tegaknya supremasi hukum, sehingga akan
mewujudkan kepastian hukum dalam komunitas Islam.
Mengenai tugas, fungsi, kedudukan dan kompetensi hakim di dunia Islam juga
mengalami perkembangan. Jika di awal Islam hakim memiliki tugas yang terbatas k a r e n a
a d a n y a N a b i S A W d a n p a r a Shahabat yang kredibilitas dan kapabilitasnya tidak
diragukan lagi.Pada masa dinasti Umayyah telah ada pembidangan hakim dengan kompetensi
khusus untuk bidang-bidang tertentu saja, misalnya: hakim masalah perdata, hakim masalah
pidana dan lain sebagainya
Persoalan etika dalam Islam sudah banyak dibicarakan dan termuatd alam al-Qur’an
dan al-Hadis.Namun al-Qur’an yang menerangkan tentang kehidupan moral, keagamaan dan
social muslim tidak menjelaskan teori-teori etika dalam arti yang khusus. Meskipun
menjelaskan konsep etika Islam, tetapi hanya dalam bentuk dasar etika Islam, bukan teori-teori
etika dalam bentuk baku ,Etika profesi hakim merupakan bagian dari perbuatan y a n g h a r u s
d i s a n d a r k a n p a d a A l - Q u r a n dan Hadits.
س َم َعْ َ َحتَّى ت,ض لِأْل َ َّو ِلِ فَاَل تَ ْق,ضى إِلَيْكَ َر ُجاَل ِن َ سو ُل هَّللَا ِ صلى هللا عليه وسلم ( إِ َذا تَقَا ُ قَا َل َر: َوعَنْ َعلِ ٍّي رضي هللا عنه قَا َل
ُ َّواه6 َ َوق,ُنَه6 س
َّ ي َو َح ُّ ِذ6 َواَلت ِّْر ِم,َ َوأَبُو دَا ُود,ُ َر َواهُ أَ ْح َمد ) ضيًا بَ ْع ُد
ِ قَا َل َعلِ ٌّي فَ َما ِز ْلتُ قَا.ضي َ َ ف,كَاَل َم اَآْل َخ ِر
ِ س ْوفَ تَ ْد ِري َكيْفَ تَ ْق
َ َو,اِبْنُ اَ ْل َم ِدينِ ُّي
َص َّح َحهُ اِبْنُ ِحبَّان
Dengan demikian etika profesi hakim mempunyai peranan penting karena berkaitan
dengan pelaksanaan hukum (syari’ah). Lebih jauh lagi merupakan aspek penting bagi penegak
hukum, khususnya profesi hakim. Karena moralitas atau etika sebagai dorongan terhadap
keadaan jiwa yang diwujudkan dalam melaksanakan profesinya. Penolakan Imam Abu Hanifah
untuk memangku jabatan hakim mengindikasikan bahwa jabatan itu memiliki tanggung
jawab besar.
Seorang hakim harus memiliki nilai-nilai etis yang akan mendukung profesinya dan
menunjukkan wibawa hukum dimata masyarakat, untuk kemudian dipertanggung jawabkan
pada Allah dan masyarakat. Sehingga penegakan supremasi dan kepastian hukum tidak hanya
sebatas angan-angan dan retorika semata. U n t u k i t u d a l a m h u k u m I s l a m telah
digariskan aturan-aturan, prinsip-prinsip dan kode etik yang dapat menunjang pelaksanaan tugas
hakim dalam memproses perkara. Dengan begitu, persoalan yang diselesaikannya apat menjadi
landasan yuridis bagi para pihak yang berperkara. Selanjutnya eksekusi putusan pengadilan
terhadap para pihak yang berperkara dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Kesimpulan
H.A. Razak dan H Rais Lthief, TerjemahShahih Muslim jld II ; Jakarta,pustaka al-Husna 1993
Muhammad Salam Madkur , Peradilan Dalam Islam, alih bahasa: ImronAM, Surabaya, Bina
Ilmu 2003
Muhtar Yahya dan Faturrahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqih Islam, (Bandung: Al-
Ma`arif,1993