OLEH :
NPM : 121142011170158
KELAS : A
FAKULTAS KESEHATAN
TB PARU
A. DEFINISI
Sistem pernafasan terutama berfungsi untuk pengambilan oksigen oleh darah dan
pembuangan karbondioksida. Paru dihubungkan dengan lingkungan luarnya melalui
serangkaian saluran, berturut-turut hidung, farings, larings, trakea dan bronki. Saluran-saluran
itu relatif kaku dan tetap tebuka dan keseluruhannya merupakan bagian konduksi dari sistem
pernafasan (Tambayong, 2001).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang menular yang terutama menyerang
parenkim paru yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis (Brunner dan
Suddarth, 2002).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh
manusia melalui udara (pernapasan) kedalam paru-paru, kemudian kuman tersebut menyebar
dari paru-paru ke organ yang lain melalui peredaran darah, yaitu : kelenjar limfe, saluran
pernapasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain.
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan,
faring terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan
ruas tulang leher. Faring dibagi atas tiga bagian yaitu sebelah atas yang sejajar dengan koana
yaitu nasofaring, bagian tengah dengan istimus fausium disebut orofaring, dan dibagian
bawah sekali dinamakan laringofaring
Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (16-20cincin), panjang 9-11
cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukosa.
trakea dipisahkan oleh karina menjadi dua bronkus yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea yang membentuk bronkus utama kanan dan
kiri, bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri cabang bronkus yang
lebih kecil disebut bronkiolus yang pada ujung–ujung nya terdapat gelembung paru atau
gelembung alveoli.
Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung–
gelembung. Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan tiga lobus dan paru-paru kiri
dua lobus. Paru-paru terletak pada rongga dada yang diantaranya menghadap ke tengah
rongga dada/ kavum mediastinum. Paru-paru mendapatkan darah dari arteri bronkialis yang
kaya akan darah dibandingkan dengan darah arteri pulmonalis yang berasal dari atrium
kiri.besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4500 ml sampai 5000 ml udara. Hanya
sebagian kecil udara ini, kira-kira 1/10 nya atau 500 ml adalah udara pasang surut. sedangkan
kapasitas paru-paru adalah volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar paru-paru
yang dalam keadaan normal kedua paru-paru dapat menampung sebanyak kurang lebih 5 liter
TB Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang terutama menyerang parenkim
paru yang disebabkan oleh kuman Micobacterium tuberkulosis. (Brunner dan Suddarth,
2002 ).
Pernafasan ( respirasi ) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung
oksigen ke dalam tubuh ( inspirasi) serta mengeluarkan udara yang mengandung
karbondioksida sisa oksidasi keluar tubuh (ekspirasi ) yang terjadi karena adanya perbedaan
tekanan antara rongga pleura dan paru-paru .proses pernafasan tersebut terdiri dari 3 bagian
yaitu:
Ventilasi pulmoner.
Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan proses aktif
dan pasif yang mana otot-otot interkosta interna berkontraksi dan mendorong dinding
dada sedikit ke arah luar, akibatnya diafragma turun dan otot diafragma berkontraksi.
Pada ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta eksterna relaksasi dengan demikian
rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara terdorong keluar.
Difusi Gas
Difusi Gas adalah bergeraknya gas CO2 dan CO3 atau partikel lain dari area yang
bertekanan tinggi kearah yang bertekanann rendah. Difusi gas melalui membran
pernafasan yang dipengaruhi oleh factor ketebalan membran, luas permukaan membran,
komposisi membran, koefisien difusi O2 dan CO2 serta perbedaan tekanan gas O2 dan
CO2. Dalam Difusi gas ini pernfasan yang berperan penting yaitu alveoli dan darah.
Transportasi Gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke
paru dengan bantuan darah ( aliran darah ). Masuknya O 2 kedalam sel darah yang
bergabung dengan hemoglobin yang kemudian membentuk oksihemoglobin sebanyak
97% dan sisa 3 % yang ditransportasikan ke dalam cairan plasma dalam sel.
C. ETIOLOGI
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membentuk
kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman
dapat tahan hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-
tahun dalam lemari es). Hal ini teradi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat
dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif lagi
Sifat lain kuman ini adalah aerob, sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang lebih tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen
pada daerah apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal ini
merupakan tempat prediksi penyakit tuberkulosis.
Kuman TBC menyebar melalui udara (batuk, tertawa, dan bersin) dan melepaskan droplet. Sinar
matahari langsung dapat mematikan kuman, akan tetapi kuman dapat hidup beberapa jam dalam
keadaan gelap.
D. PATOFISIOLOGI
Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis primer ialah penyakit TB yang timbul dalam lima tahun pertama
setelah terjadi infeksi basil TB untuk pertama kalinya (infeksi primer) (STYBLO,1978
dikutip oleh Danusantoso,2000:102).
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfangitis
regional) yang menyebabkan terjadinya kompleks primer.
Adalah kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-
tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post-
primer). Hal ini dipengaruhi penurunan daya tahan tubuh atau status gizi yang buruk.
Tuberkulosis pasca primer ditandai dengan adanya kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusi pleura. Tuberkulosis post-primer ini dimulai dengan sarang
dini di regio atas paru-paru. Sarang dini ini awalnya juga berbentuk sarang pneumonia
kecil. Tergantung dari jenis kuman, virulensinya dan imunitas penderita, sarang dini ini
dapat menjadi :
Bila tidak mendapat pengobatan yang tepat penyakit ini dapat berkembang biak dan
merusak jaringan paru lain atau menyebar ke organ tubuh lain.
E. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala yang sering ditemui pada tuberkulosis adalah batuk yang tidak
spesifik tetapi progresif. Biasanya tiga minggu atau lebih dan tidak ada dahak. Batuk terjadi
karena adanya iritasi pada bronkus, sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif)
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Selain gejala
batuk disertai dengan gejala dan tanda lain seperti tersebut di bawah ini :
4. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah berlanjut, dimana infiltrasinya
sudah setengah bagian paru.
5. Nyeri dada. Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis. Gejala ii jarang ditemukan.
6. Kelelahan.
F. PENATALAKSANAAN
Pengobatan untuk penderita aktif selama 6 bualan, dilakukan dua tahap yaitu:
1. Tahap awal : obat diminum tiap hari, lama pengobatan 2 atau 3 bulan tergantung
berat ringannya penyakit.
Pengobatan untuk penderita kambuhan atau gagal pada pengobatan pertama yang
dilakukan selama 8 bulan, yaitu :
Lima langkah strategi DOTS adalah dukungan dari semua kalangan, semua orang
yang batuk dalam tiga minggu harus diperiksa dahaknya, harus ada obat yang disiapkan
oleh pemerintah, pengobatan harus dipantau selama enam bulan oleh Pengawas Minum
Obat dan ada sistem pencatatan/pelaporan.
Perawatan bagi penderita TBC
1. Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah orang terdekat
penderita yaitu keluarga.
5. Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua, kelima, dan
keenam.
Komplikasi tuberkulosis kerap menyerang ginjal melalui infeksi bagian luar (cortex)
yang secara perlahan menginfeksi hingga ke bagian yang lebih dalam (medula). Kondisi ini
menimbulkan komplikasi lain, seperti penumpukan kalsium, hipertensi, pembentukan jaringan
nanah, hingga gagal ginjal.
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas berhubungan dengan secret yang berlebihan ditandai
dengan suara nafas adventif, gelisah, batuk tidak efektif, dyspnea.
4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual, dan mengurangi metabolisme nutrisi oleh hati yang dibuktikan dengan intake yang
tidak memadai, keengganan untuk makan, dan berat badan 20% atau lebih dibawah yang
ideal
(sumber : Her. Heater., 2012. Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2012-2014 by
NANDA International. EGC. Jakarta.)
Klasifikasi data
RR:24x/menit
IMT : 16
Tampak pucat
Analisa data
RR:24x/menit
Menurunnya
Ronchi kanan dan kiri
Permukaan efek paru
Produksi sputum banyak
Gangguan pertukaran
gas
Tampak pucat
Ketidak seimbangan
notrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Intervensi Keperawatan
NO. Diagnosa keperawatan Kriteria hasil Intervensi
Berikan
brokodilator bila
perlu
Berikan pelembab
udara
Monitor respirasi
dan status O2
Repiratory Monitoring
Monitor rata-rata
kedalaman, irama
dan usaha respirasi
Catat pergerakan
dada, amati
kesimetrisan
penggunaan otot
tambahan, retrakai
otot
supraclavicular
dan intercostal
Monitor suara
nafas, seperti
dengkur
Monitor kelelahan
otot diafragma
(gerakan
paradoksis)
Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan/tidak
adanya ventilasi
dan suara
tambahan
Tentukan
kebutuhan suction
dengan
mengauskultasi
crakles dan ronkhi
pada jalan nafas
utama
Auskultasi suara
paru setelah
tindakan untuk
mengetahui
hasilnya
Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
membantu
memilih dan
merencanakan
makanan untuk
kebutuhan nutrisi
Kolaborasi
antimual
LAPORAN PENDAHULUAN
BRONKITIS
A. DEFENISI
Secara harfiah bronkhitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh adanya inflamasi
bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan
respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa
bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi
bronkitis ikut memegang peran.(Ngastiyah, 2006)
Bronkhitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit tersendiri, tetapi
biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan atas atau bersamaan dengan
penyakit saluran pernapasan atas lain seperti Sinobronkitis, Laringotrakeobronkitis, Bronkitis
pada asma dan sebagainya. (Gunadi Santoso, 2004)
Sistem pernafasan terutama berfungsi untuk pengambilan oksigen (O 2) oleh darah dan
pembuangan karbondioksida (CO2). Paru dihubungkan dengan lingkungan luarnya melalui
serangkaian saluran, berturut-turut hidung, farings, larings, trakea dan bronki. Saluran –
saluran itu relatif kaku dan tetap terbuka dan keseluruhannya meerupakan bagian konduksi
dari sistem pernafasan. (Tambayong, 2001)
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan,
faring terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan
ruas tulang leher. Faring dibagi atas tiga bagian yaitu sebelah atas yang sejajar dengan koana
yaitu nasofaring, bagian tengah dengan istimus fausium disebut orofaring, dan dibagian
bawah sekali dinamakan laringofaring
Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (16-20cincin), panjang 9-11
cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukosa.
trakea dipisahkan oleh karina menjadi dua bronkus yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea yang membentuk bronkus utama kanan dan
kiri, bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri cabang bronkus yang
lebih kecil disebut bronkiolus yang pada ujung–ujung nya terdapat gelembung paru atau
gelembung alveoli.
Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung–
gelembung. Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan tiga lobus dan paru-paru kiri
dua lobus. Paru-paru terletak pada rongga dada yang diantaranya menghadap ke tengah
rongga dada/ kavum mediastinum. Paru-paru mendapatkan darah dari arteri bronkialis yang
kaya akan darah dibandingkan dengan darah arteri pulmonalis yang berasal dari atrium
kiri.besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4500 ml sampai 5000 ml udara. Hanya
sebagian kecil udara ini, kira-kira 1/10 nya atau 500 ml adalah udara pasang surut. sedangkan
kapasitas paru-paru adalah volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar paru-paru
yang dalam keadaan normal kedua paru-paru dapat menampung sebanyak kurang lebih 5 liter
C. ETIOLOGI
Penyebab bronchitis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada
kenyataannya kasus-kasus bronchitis dapat timbul secara congenital maupun didapat.
Kelainan kongenital
Dalam hal ini bronchitis terjadi sejak dalam kandungan. Factor genetic atau factor
pertumbuhan dan factor perkembangan fetus memegang peran penting. Bronchitis
yang timbul congenital ini mempunyai ciri sebagai berikut :
Bronchitis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru.
Bronchitis konginetal sering menyertai penyakit-penyakit konginetal lainya, misalnya :
mucoviscidosis (cystic pulmonary fibrosis), sindrom kartagener (bronkiektasis
konginetal, sinusitis paranasal dan situs inversus), hipo atau agamaglobalinemia,
bronkiektasis pada anak kembar satu telur (anak yg satu dengan bronkiektasis, ternyata
saudara kembarnya juga menderita bronkiektasis), bronkiektasis sering bersamaan
dengan kelainan congenital berikut : tidak adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung
bawaan, kifoskoliasis konginetal.
Kelainan didapat
Kelaianan didapat merupakan akibat proses berikut :
Infeksi.
Bronchitis sering terjadi sesudah seseorang menderita pneumonia yang sering
kambuh dan berlangsung lama, pneumonia ini merupakan komplikasi pertusis
maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberculosis paru dan sebagainya.
Obstruksi bronkus
Obstruksi bronkus yang dimaksud disini dapat disebabkan oleh berbagai macam
sebab : korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar terhadap
bronkus
Penyebab utama penyakit Bronkhitis Akut adalah adalah virus. Sebagai contoh
Rhinovirus, Respiratory Sincytial Virus (RSV), Infulenza Virus, Para-influenza
Virus, Adenovirus dan Coxsakie Virus. Bronkitis Akut sering terjadi pada anak
yang menderita Morbilli, Pertusis dan infeksi Mycoplasma Pneumonia. Belum
ada bukti yang meyakinkan bahwa bakteri lain merupakan penyebab primer
Bronkitis Akut pada anak. Infeksi sekunder oleh bakteri dapat terjadi, namun ini
jarang di lingkungan sosio-ekonomi yang baik. Faktor predisposisi terjadinya
bronchitis akut adalah alergi, perubahan cuaca, polusi udara, dan infeksi saluran
napas atas kronik, memudahkan terjadinya bronchitis.
Sedangkan pada Bronkitis Kronik dan Batuk Berulang adalah sebagai berikut :
Spesifik
1) Asma
2) Infeksi kronik saluran napas bagian atas (sinobronkitis).
3) Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus,
infeksi mycoplasma, hlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.
Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis.
5) Sindrom aspirasi.
6) Penekanan pada saluran napas
7) Benda asing
8) Kelainan jantung bawaan
9) Kelainan sillia primer
10) Defisiensi imunologis
11) Kekurangan anfa-1-antitripsin
12) Fibrosis kistik
13) Psikis
b. Non-spesifik
1) Asap rokok
2) Polusi udara
D. PATOFISIOLOGI
Virus (penyebab tersering infeksi) - Masuk saluran pernapasan - Sel mukosa dan sel silia
- Berlanjut - Masuk saluran pernapasan(lanjutan) - Menginfeksi saluran pernapasan -
Bronkitis - Mukosa membengkak dan menghasilkan lendir - Pilek 3 – 4 hari - Batuk (mula-
mula kering kemudian berdahak) - Riak jernih - Purulent - Encer - Hilang - Batuk - Keluar
- Suara ronchi basah atau suara napas kasar - Nyeri subsernal - Sesak napas - Jika tidak
hilang setelah tiga minggu - Kolaps paru segmental atau infeksi paru sekunder (pertahanan
utama) (Sumber : dr.Rusepno Hasan, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, 2003).
Apabila bronchitis kongenital patogenesisnya tidak diketahui diduga erat hubungannya
dengan genetic serta factor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan. Pada
bronchitis yang didapat patogenesisnya diduga melelui beberapa mekanisme : factor
obstruksi bronkus, factor infeksi pada bronkus atau paru-paru, fibrosis paru, dan factor
intrinsik dalam bronkus atau paru.
Patogenesis pada kebanyakan bronchitis yang didapat melalui dua mekanisme dasar:
Infeksi bacterial pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronchitis. Infeksi pada
bronkus atau paru akan diikuti proses destruksi dinding bronkus daerah infeksi dan
kemudian timbul bronchitis.
Obstruksi bronkus akan diikuti terbentuknya bronchitis, pada bagian distal obstruksi dan
terjadi infeksi juga destruksi bronkus.
Bronchitis merupakan penyakit paru yang mengenai paru dan sifatnya kronik.
Keluhan-keluhan yang timbul juga berlangsung kronik dan menetap. keluhan-keluhan
yang timbul erat dengan : luas atau banyaknya bronkus yang terkena, tingkatan beratnya
penyakit, lokasi bronkus yang terkena, ada atau tidaknya komplikasi lanjut.. keluhan-
keluhan yang timbul umumnya sebagai akibat adanya beberapa hal: adanya kerusakan
dinding bronkus, akibat komplikasi, adanya kerusakan fungsi bronkus.
Mengenai infeksi dan hubungannya dengan patogenesis bronchitis, data dijelaskan
sebagai berikut ;
Infeksi pertama (primer)
Kecuali pada bentuk bronchitis kongenital. Masih menjadi pertanyaan apakah
infeksi yang mendahului terjadinya bronchitis tersebut disebabkan oleh bakteri atau
virus. Infeksi yang mendahului bronchitis adalah infeksi bacterial yaitu mikroorgansme
penyebab pneumonia. Dikatakan bahwa hanya infeksi bakteri saja yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding bronkus sehingga terjadi bronchitis, sedangkan
infeksi virus tidak dapat (misalnya adenovirus tipe 21, virus influenza, campak, dan
sebagainnya).
Infeksi sekunder
Tiap pasien bronchitis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada lesi, apabila
sputum pasien yang semula berwarna putih jernih kemudian berubah warnanya menjadi
kuning atau kehijauan atau berbau busuk berarti telah terjadi infeksi sekunder oleh
kuman anaerob misalnya : fusifomis fusiformis, treponema vincenti, anaerobic
streptococci. Kuman yang erring ditemukan dan menginfeksi bronkus misalnya :
streptococcus pneumonie, haemophilus influenza, klebsiella ozaena.
E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (2001), tanda dan gejala yang ada yaitu:
a. Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah
b. Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak
c. Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis
d. Pada paru didapatkan suara napas yang kasar
Menurut Ngastiyah (2006), yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama,
yaitu:
Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan klien kurang istirahat
b. Daya tahan tubuh klien yang menurun
c. Anoreksia sehingga berat badan klien sukar naik
d. Kesenangan anak untuk bermain terganggu
e. Konsentrasi belajar anak menurun
Gejala awal Bronkhitis, antara lain :
a. Batuk membandel
Batuk kambuhan, berdahak-tidak, berat-tidak. Kendati ringan harus tetap diwaspadai
karena bila keadaan batuk terus menerus bisa menghebat dan berlendir sampai sesak
napas.
b. Sulit disembuhkan
Bisa sering atau tidak tapi sulit disembuhkan. Dalam sebulan batuk pileknya lebih dari
seminggu dan baru sembuh dua minggu, lalu berulang lagi.
c. Terjadi kapan saja
Batuknya bisa muncul malam hari, baru tidur sebentar batuknya ‘grok-grok’ bahkan
sampai muntah. Bisa juga batuk baru timbul menjelang pagi. “Atau habis lari-lari, ia
kemudian batuk-batuk sampai muntah.
Tanda dan gejala secara umum dapat disimpulkan:
a. Sering bersin dan banyak sekret atau lendir
b. Demam ringan
c. Tidak dapat makan dan gangguan tidur
d. Retraksi atau tarikan pada dinding-dinding dada, suprasternal,
interkostal dan subkostal pada inspirasi
e. Cuping hidung
f. Nafas cepat
g. Dapat juga cyanosis
h. Batuk-batuk
i. Wheezing
j. Iritabel
k. Cemas
F. PENATALAKSANAAN
a. Tindakan Perawatan
1) Pada tindakan perawatan yang penting ialah mengontrol batuk dan
mengeluarakan lender/secret.
2) Sering mengubah posisi.
3) Banyak minum.
4) Inhalasi.
5) Nebulizer
6) Untuk mempertahankan daya tahan tubuh, setelah anak muntah dan
tenang perlu diberikan minum susu atau makanan lain.
b. Tindakan Medis
1) Jangan beri obat antihistamin berlebih
2) Beri antibiotik bila ada kecurigaan infeksi bakterial
3) Dapat diberi efedrin 0,5 – 1 mg/KgBB tiga kali sehari
4) Chloral hidrat 30 mg/Kg BB sebagai sedative
Karena penyebab bronchitis pada umumnya virus maka belum ada obat kausal. Antibiotik
tidak berguna. Obat yang diberikan biasanya untuk penurun demam, banyak minum terutama
sari buah-buahan. Obat penekan batuk tidak diberikan pada batuk yang banyak lendir, lebih baik
diberi banyak minum. Bila batuk tetap ada dan tidak ada perbaikan setelah 2 minggu maka perlu
dicurigai adanya infeksi bakteri sekunder dan antibiotic boleh diberikan, asal sudah disingkirkan
adanya asma atau pertusis. Pemberian antibiotic yang serasi untuk M. Pneumoniae dan H.
Influenzae sebagai bakteri penyerang sekunder misalnya amoksisilin, kotrimoksazol dan
golongan makrolid. Antibiotik diberikan 7-10 hari dan jika tidak berhasil maka perlu dilakukan
foto thorak untuk menyingkirkan kemungkinan kolaps paru segmental dan lobaris, benda sing
dalam saluran napas, dan tuberkolusis.
F. KOMPLIKASI
a. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik
b. Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan
gizi kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia
c. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi
d. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau
Bronkietaksis
e. Gagal jantung kongestif
f. Pneumonia
Klasifikasi data
Analisa data
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
2. Ketidakefektifan pola nafas b/d Jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot
pernafasan
Intervensi Keperawatan
NO. Diagnosa keperawatan Kriteria hasil Intervensi
Monitor status
oksigen pasien
Ajarkan Keluarga
bagaimana cara
melakukan suction
Hentikan suction
dan berikan
oksigen apabila
pasien
menunjukkan
bradikardi,
peningkatan
saturasi O2, dll.
Airway Management
Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
Identifikasi pasien
perlunya
pemasangan alat
nafas buatan
Lakukan
fisioterapi dada
jika perlu
Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction
Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan
Lakukan suction
pada mayo
Berikan
bronkodilator bila
perlu
Berikan pelembab
udara kassa basah
NaCl lembab
Berikan
bronkodilator bila
perlu
Berikan pelembab
udara kassa basah
NaCl lembab
Monitor respirasi
dan status O2
Oxygen Therapy
Bersihkan mulut,
hidung dan secret
trakea
Pertahankan jalan
nafas yang paten
Atur peralatan
oksigenasi
Monitor aliran
oksigen
Pertahankan posisi
pasien
Observasi adanya
tanda-tanda
hipoventilasi
Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap
oksigenasi
Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk atau berdiri
Auskultasi TD
pada kedua lengan
dan bandingkan
Monitor kualitas
dari nadi
Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan
Monitor pola
pernapasan
abnormal
Monitor suhu,
warna dan
kelembaban kulit
Monitor sianosis
Perifer
Monitor adanya
cushing Triad
(tekanan nadi yang
melebar,
bradikardi
peningkatan
sistolik)
Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign
LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA BRONCHIALE
A. Pengertian
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten ,reversible dimana trakea dan
bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.(Brunner&Suddarth, 2001)
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-cabang
trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan .Keadaan ini bermanifestasi sebagai
penyempitan saluran nafas secara periodik dan reversible akibat bronkospasme. Penyempitan
jalan nafas ini disebabkan oleh bronkospasme, edema mukosa dan hipersekresi mukus yang
kental.(Silvia.A,1995).
Sistem pernafasan terutama berfungsi untuk pengambilan oksigen (O 2) oleh darah dan
pembuangan karbondioksida (CO2). Paru dihubungkan dengan lingkungan luarnya melalui
serangkaian saluran, berturut-turut hidung, farings, larings, trakea dan bronki. Saluran –
saluran itu relatif kaku dan tetap terbuka dan keseluruhannya meerupakan bagian konduksi
dari sistem pernafasan. (Tambayong, 2001)
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan,
faring terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan
ruas tulang leher. Faring dibagi atas tiga bagian yaitu sebelah atas yang sejajar dengan koana
yaitu nasofaring, bagian tengah dengan istimus fausium disebut orofaring, dan dibagian
bawah sekali dinamakan laringofaring
Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (16-20cincin), panjang 9-11
cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukosa.
trakea dipisahkan oleh karina menjadi dua bronkus yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea yang membentuk bronkus utama kanan dan
kiri, bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri cabang bronkus yang
lebih kecil disebut bronkiolus yang pada ujung–ujung nya terdapat gelembung paru atau
gelembung alveoli.
Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung–
gelembung. Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan tiga lobus dan paru-paru kiri
dua lobus. Paru-paru terletak pada rongga dada yang diantaranya menghadap ke tengah
rongga dada/ kavum mediastinum. Paru-paru mendapatkan darah dari arteri bronkialis yang
kaya akan darah dibandingkan dengan darah arteri pulmonalis yang berasal dari atrium
kiri.besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4500 ml sampai 5000 ml udara. Hanya
sebagian kecil udara ini, kira-kira 1/10 nya atau 500 ml adalah udara pasang surut. sedangkan
kapasitas paru-paru adalah volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar paru-paru
yang dalam keadaan normal kedua paru-paru dapat menampung sebanyak kurang lebih 5 liter
C. Etiologi
1. Alergen utama : debu rumah, spora jamur dan tepung sari rerumputan
6. Lingkungan kerja
7. Obat-obatan
8. Emosi
D. Patofisiologi
Asma timbul karena seseorang yang atopik (alergik) akibat pemaparan allergen. Alergen
yang masuk tubih melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan
ditangkap oleh makrofag dan selanjutnya akan merangsang pembentukan IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basifil
yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada
permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil ,makrofag dan trombosit juga memiliki
resepotor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orangyang sudah memiliki sel-sel
mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala.Orang
tersebut sudah dianggap desentisasi atau baru menjadi rentan.
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan allergen yang
sama ,allergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit
dan basofil.Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan
dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel .Dalam proses
degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam
granul-granul(preformed ) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologic,yaitu histamin,
Eosinofil Chemotactic Factor A(ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan
kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
Hiperaktifitas bronkus yaitu brokus yang mudah sekali mengkerut ( konstriksi) bila terpapar
dengan bahan/ faktor dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak
menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya polusi, asap rokok/ dapur, bau-bauan yang tajam dan
lainnya baik yang berupa iritan maupun bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa
hiperaktifitas bronkus disebabakan oleh inflamasi brponkus yang kronik. Sel-sel inflamasi
terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilaas bronkus pasien asma
bronchiale sebagai bronchitis kronik eosinofilik. Hiperreaktifitas berhubungan dengan derajat
berat penyakit.
Berdasarkan hal tersebut diatas penyakit asma dianggap secara klinik sebagai penyakit
bronkospasme yang reversible, secara patofisiologik sebagai suatu hiperreaksi bronkus dan
secara patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas.
Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya ,infiltrasi sel radang
terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia dan mukus
diatasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi .
Ditemukan pula pada pasien asma bronchiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus
terutama pada cabang-cabang bronkus.
Akibat dari bronkospasme, oedema mukosa dan dinding bronkus serta hipersekresi
mukus maka terjadi penyempitan bronkus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa
sesak ,nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress
yang akan merangsang HPA axis.HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno
corticotropik hormone (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin
A (IgA) . Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang
direspon tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkus sehingga menimbulkan asma
bronkial
E.MANIFESTASI KLINIS
Batuk berdahak .
Mengi , dengan makin besarnya obstruksi mengi dapat hilang yang sering menjadi
pertanda bahaya gagal nafas.
Berkeringat
Takikardia.
PENATALAKSANAAN
Saatnya serangan
OBAT-OBATAN
Bronchodilator
Tidak digunakan alat-alat bronchodilator secara oral, tetapi dipakai secara inhalasi atau
parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan simpatomimetik, maka sebaiknya
diberikan aminofilin secara parenteral sebab mekanisme yang berlainan, demikian
sebaliknya, bila sebelumnya telah digunakan obat golongan Teofilin oral maka sebaiknya
diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau parenteral.
Obat-obat bronchodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif terhadap adreno reseptor
(Orsiprendlin, Salbutamol, Terbutalin, Ispenturin, Fenoterol ) mempunyai sifat lebih efektif
dan masa kerja lebih lama serta efek samping kecil dibandingkan dengan bentuk non selektif
(Adrenalin, Efedrin, Isoprendlin)
Obat-obat Bronkhodilatator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek samping sistemik lebih
kecil. Baik digunakan untuk sesak nafas berat pada anak-anak dan dewasa. Mula-mua diberikan
2 sedotan dari suatu metered aerosol defire ( Afulpen metered aerosol ). Jika menunjukkan
perbaikan dapat diulang tiap 4 jam, jika tidak ada perbaikan sampai 10 - 15 menit berikan
aminofilin intravena.
Kortikosteroid
Pemberian Oksigen
Melalui kanul hidung dengan kecepatan aliran O2 2-4 liter/menit dan dialirkan melalui air
untuk memberi kelembaban. Obat Ekspektoran seperti Gliserolguayakolat dapat juga
digunakan untuk memperbaiki dehidrasi, maka intik cairan peroral dan infus harus cukup,
sesuai dengan prinsip rehidrasi, antibiotik diberikan bila ada infeksi.
Klasifikasi data
Sesak nafas
Analisa data
Sesak napas
Pemeriksaan fisik
didapatkan RR:36x/menit
1. Gangguan pertukaran gas b/d keletihan otot pernafasan dan deformitas dingin dada
Intervensi Keperawatan
Berikan
brokodilator bila
perlu
Berikan pelembab
udara
Monitor respirasi
dan status O2
Repiratory Monitoring
Monitor rata-rata
kedalaman, irama
dan usaha respirasi
Catat pergerakan
dada, amati
kesimetrisan
penggunaan otot
tambahan, retrakai
otot
supraclavicular
dan intercostal
Monitor suara
nafas, seperti
dengkur
Monitor kelelahan
otot diafragma
(gerakan
paradoksis)
Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan/tidak
adanya ventilasi
dan suara
tambahan
Tentukan
kebutuhan suction
dengan
mengauskultasi
crakles dan ronkhi
pada jalan nafas
utama
Auskultasi suara
paru setelah
tindakan untuk
mengetahui
hasilnya
LAPORAN PENDAHULUAN
JANTUNG KORONER
A. Defenisi
B. ETIOLOGI
C. PATOFISIOLOGI
Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri besar dan kecil yang
ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit dan makrofag di seluruh
kedalaman tunika intima (lapisan sel endotel), dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos).
Arteri yang paling sering terkena adalah arteri koroner, aorta dan arteri-arteri sereberal. (Ariesty,
2011:hal 6).
Cedera pada sel endotel dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan imun, termasuk menarik
sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit, serta trombosit ke area cedera, sel darah putih
melepaskan sitokin proinflamatori poten yang kemudian memperburuk situasi, menarik lebih
banyak sel darah putih dan trombosit ke area lesi, menstimulasi proses pembekuan, mengaktifitas
sel T dan B, dan melepaskan senyawa kimia yang berperan sebagai chemoattractant (penarik
kimia) yang mengaktifkan siklus inflamasi, pembekuan dan fibrosis. Pada saat ditarik ke area
cedera, sal darah putih akan menempel disana oleh aktivasi faktor adhesif endotelial yang
bekerja seperti velcro sehingga endotel lengket terutama terhadap sel darah putih, pada saat
menempel di lapisan endotelial, monosit dan neutrofil mulai berimigrasi di antara sel-sel endotel
keruang interstisial. Di ruang interstisial, monosit yang matang menjadi makrofag dan bersama
neutrofil tetap melepaskan sitokin, yang meneruskan siklus inflamasi. Sitokin proinflamatori
juga merangsan ploriferasi sel otot polos yang mengakibatkan sel otot polos tumbuh di tunika
intima. (Ariesty, 2011:hal 6).
Selain itu kolesterol dan lemak plasma mendapat akses ke tunika intima karena
permeabilitas lapisan endotel meningkat, pada tahap indikasi dini kerusakan teradapat lapisan
lemak diarteri. Apabila cedera dan inflamasi terus berlanjut, agregasi trombosit meningkat dan
mulai terbentuk bekuan darah (tombus), sebagian dinding pembuluh diganti dengan jaringan
parut sehingga mengubah struktur dinding pembuluh darah, hasil akhir adalah penimbunan
kolesterol dan lemak, pembentukan deposit jaringan parut, pembentukan bekuan yang berasal
dari trombosit dan proliferasi sel otot polos sehingga pembuluh mengalami kekakuan dan
menyempit. Apabila kekakuan ini dialami oleh arteri-arteri koroner akibat aterosklerosis dan
tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen, dan kemudian
terjadi iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel miokardium sehingga
menggunakan glikolisis anerob untuk memenuhi kebutuhan energinya. Proses pembentukan
energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat sehinga menurunkan
pH miokardium dan menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina pectoris. Ketika
kekurangan oksigen pada jantung dan sel-sel otot jantung berkepanjangan dan iskemia miokard
yang tidak tertasi maka terjadilah kematian otot jantung yang di kenal sebagai miokard infark.
Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner zat masuk arteri Arteri Proinflamatori Permeabelitas
Reaksi inflamasi Cedera sel endotel Sel darah putih menempel di arteri imigrasi keruang
interstisial pembuluh kaku & sempit Aliran darah Pembentukan Trombus monosit makrofag
Lapisan lemak sel otot polos tumbuh Nyeri Asam laktat terbentuk MCI Kematian. (Ariesty,
2011:hal 6).
D. Manifestasi Klinis
4. Pusing
Penyakit jantung koroner dapat memberikan manifestasi klinis yang berbeda-beda. Untuk
menentukan manifestasi klinisnya perlu melakukan pemeriksaan yang seksama. Dengan
memperhatikan klinis penderita, riwayat perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik,
elektrokardiografi saat istirahat, foto dada, pemeriksaan enzim jantung dapat membedakan subset
klinis PJK.
KOMPLIKASI
Menurut, (Karikaturijo, 2010: hal 11 ) Komplikasi PJK Adapun komplikasi PJK adalah:
1. Disfungsi ventricular
3. Gangguan hemodinamik
4. Ekstrasistol ventrikel Sindroma Koroner Akut Elevasi ST Tanpa Elevasi ST Infark miokard
Angina tak stabil
6. Syok kardiogenik
8. Perikarditis
Klasifikasi data
Nyeri dada kiri depan yang tidak Tanda tanda vital menunjukan suhu
berkurang dengan istirahat 38,6oc frkuensi nadi 90x/nenit
DO : pasien tampak
DO : Pasien tampak
Hanya berbaring di tempat
tidur
Intervensi Keperawatan
nonfarmakologi durasi,
bantuan) faktor
dengan reaksi
Mampu mengenali an
Coping Gunakan
Kriteria hasil pendekatan
Klien mampu yang
mengidentifikasi dan menenangkan
mengungkapkan Nyatakan
gejala cemas dengan jelas
Mengidentifikasi, harapan
mengungkapkan dan terhadap pelaku
menunjukkan teknik pasien
untuk mengontrol Jelaskan semua
cemas prosedur dan
Vital sign dalam apa yang
batas normal dirasakan
Postur tubuh, selama
ekspresi wajah, prosedur
bahasa tubuh, dan Pahami
tingkat aktivitas prespektif
menunjukkan pasien terhadap
berkurangnya situasi stress
kecemasan Temani pasien
untuk
memberikan
keamanan dan
mengurangi
batuk
Lakukan back
neck rub
Identifkasi
tingkat
kecemasan
Instruksikan
pasien
menggunakan
teknik relaksai
Berikan obat
untuk
mengurangi
kecemasan
LAPORAN PENDAHULUAN
PPOK
A. DEFINISI
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya
respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD , 2009).
PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE) merupakan istilah
yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya
(Price, Sylvia Anderson : 2005)
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru
yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai
gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang
dikenal dengan COPDadalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale
(S Meltzer, 2001)
PPOK adalah merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan
penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Bruner & Suddarth, 2002).
PPOK merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan ireversibel, terjadi
bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya (Snider, 2003).
B. KLASIFIKASI
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai berikut:
a. Definisi
b. Etiologi
2) Alergi
c. Manifestasi klinis
1) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang
mana akanmeningkatkan produksi mukus.
4) Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan
normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan
produksi mukus yang banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan
mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi
hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
8) Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan
FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang
akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF
2. Emfisema
a. Definisi
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus
alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2002).
b. Etiologi
3) Merokok
1) Dispnea
2) Takipnea
6) Hipoksemia
7) Hiperkapnia
8) Anoreksia
9) Penurunan BB
10) Kelemahan
a. Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan
bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran
bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas (Bruner &
Suddarth, 2002).
b. Etiologi
3) Stress
5) Obat-obatan
1) Dispnea
2) Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa berat),
3) wheezing,
4) batuk non produktif
5) takikardi
6) takipnea
C. ETIOLOGI
Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel gas yang dihirup
oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk :
1. asap rokok
a. perokok aktif
b. perokok pasif
2. polusi udara
3. polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
D. PATOFISIOLOGI
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen untuk
keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme.
Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk
dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan
pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan
ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan
obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk
melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi
digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi
paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil, komposisi
seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh
neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic
Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan
jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan
adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya
inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi
berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).
E. MANIFESTASI KLINIS
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batuk bersifat
produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung lama dan sepanjang
hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian
berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin bertambahnya parahnya batuk
penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang hari, tidak
hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini menunjukkan adanya
obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa penderita
PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat
mengalami eksaserbasi akut.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi
a. Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari
hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan
KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM
(kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan
KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada
stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small
airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi
berkurang.
3. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal
terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS
rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB
inkomplet.
G. KOMPLIKASI
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai
saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan
konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
3. Infeksi Respiratory
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi
terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan
bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
6. Status Asmatikus
H. PENATALAKSANAAN
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu
diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu
sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
5. Pengobatan simtomatik.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1 -
2 liter/menit.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling
efektif.
3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
mengerjakan pekerjaan semula
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi ini umumnya
disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-
0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat
diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang
memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau
doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat
penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-
10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda
pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan
berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya golongan
adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau
ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 -
0,56 IV secara perlahan.
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-0,5/hari dapat
menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien maka
sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
c. Fisioterapi
6. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan PaO2
(7,3Pa (55 MMHg)
Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi,
untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
Klasifikasi data
Batuk dan sesak nafas yang semakin Pada anamnesa didapat riwayat
berat sejak 2 hari terakhir. merokok
Di diagnosa PPOK
TTV : TD : 159/90 mmHg, Nadi :
90x/menit, RR : 34x/menit
Edema tungkai
Analisa data
DO : pasien tampak
Intervensi Keperawatan
LAPORAN PENDAHULUAN
BRONKOPNEUMONIA
A. Pengertian
Bronchopneumoni merupakan salah satu jenis pneumonia yang memiliki pola penyebaran
berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi & meluas ke
parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 ).
Bronkopneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan olehbermacam-macam etiologi
jamur dan seperti bakteri, virus, dan benda asing( Ngastiyah,2005).
Bronkopneumonia suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas sampai bronkioli atau
dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui cara penyebaran langsung
melalui saluran pernafasan atau melalui hematogen sampai ke bronkus.(Riyadi
sujono&Sukarmin,2009).
B. Klasifikasi
Berikut merupakan klasifikasi pneumonia :
1. Community Acquired Pneunomia dimulai juga sebagai penyakit pernafasan umum &
dapat berkembang menjadi sebuah pneumonia. Pneumonia Streptococal ialah suatu
organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini umumnya menimpa kalangan anak-
anak atau kalangan orang lanjut usia.
3. Lobar & Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Saat Ini
ini pneumonia diklasifikasikan berdasarkan organisme, bukan cuma menurut lokasi
anatominya.
4. Pneumonia viral, bakterial & fungi dikategorikan berdasarkan dari agen penyebabnya,
kultur sensifitas dilakukan untuk dapat mengidentifikasikan organisme perusak.
( Reeves, 2001).
C. Etiologi
Umumnya individu yg terserang bronchopneumonia diakibatkan karena adanya penurunan
mekanisme pertahanan daya tahan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang yg normal
dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yg terdiri atas :
reflek glotis & batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yg menggerakkan kuman ke arah
keluar dari organ, & sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronchopneumonia biasanya disebabkan oleh virus, jamur, protozoa, bakteri,
mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M. Nettiria, 2001 : 682) antara lain:
1. Virus : Legionella pneumoniae
D. Patofisiologi
Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah mikroorganisme (jamur, bakter, virus) &
sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (bensin, minyak tanah, & sejenisnya).
Serta aspirasi ( masuknya isi lambung ke dalam saluran napas). Awalnmya mikroorganisme
dapat masuk melalui percikan ludah ( droplet) infasi ini dapat masuk ke saluran pernapasan atas
& menimbulkan reaksi imunologis dari tubuh. Reaksi ini menyebabkan peradangan, di mana
ketika terjadi peradangan ini tubuh dapat menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam pada
penderita.Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan secret. Semakin lama secret semakin
menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi semakin sempit & pasien dapat merasa
sesak. Tidak Hanya terkumpul di bronkus, lama kelamaan secret dapat sampai ke alveolus paru
& mengganggu sistem pertukaran gas di paru.
Tidak Hanya menginfeksi saluran napas, bakteri ini dapat juga menginfeksi saluran cerna ketika
ia terbawa oleh darah. Bakteri ini dapat membuat flora normal dalam usus menjadi agen
pathogen sehingga timbul masalah GI tract.
E. Manifestasi Klinis
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksitraktusrespiratoris bagian atas selama
beberapa hari suhu tubuh naik sangat mendadak sampai 39-40 derajat celcius dan kadang disertai
kejang karena demam yang tinggi.Anak sangat gelisah, dispenia pernafasan cepat dan dangkal
disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut, kadang juga disertai
muntah dan diare.Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit tapi setelah beberapa
hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif.Pada stadium permulaan sukar dibuat
diagnosis dengan pemeriksaan fisik tetapi dengan adanya nafas dangkal dan cepat, pernafasan
cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut dapat diduga adanya pneumonia.Hasil
pemeriksaan fisik tergantung luas daerah auskultasi yang terkena, pada perkusi sering tidak
ditemukan kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronchi basah nyaring halus
dan sedang.(Ngastiyah, 2005).
1. Pnemonia bakteri
Gejala :
a. Anoreksi
b. Rinitis ringan
c. Gelisah
Berlanjut sampai:
a.Nafas cepat dan dangkal
b.Demam
c. Malaise (tidak nyaman)
d. Ekspirasi berbunyi
e. Leukositosis
f. Foto thorak pneumonia lebar
g. Kurang dari 2 tahun vomitus dan diare ringan
h. Lebih dari 5 tahun, sakit kepala dan kedinginan
2. Pnemonia Virus
Gejala awal :
a. Rhinitis
b. Batuk
Berkembang sampai :
a. Ronkhi basah
b. Emfisema obstruktif
c. Demam ringan, batuk ringan dan malaise sampai demam tinggi batuk hebat dan lesu
3. Pneumonia mikroplasma
Gejala :
a. Anoreksia
b. Menggigil
c. Sakit kepala
d. Demam
Berkembang sampai :
a. Rhinitis alergi
b. Sakit tenggorokan batuk kering berdarah
c. Area konsolidasi pada penatalaksanaan pemeriksa thorak
Komplikasi
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
1. Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru yang
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau reflek batuk hilang.
2. Empyema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalmrongga pleura yang
terdapat disatu tempat atau seluruh ronggapleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dala jaringan paru yangmeradang.
4. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
(WhaleyWong, 2006)
Penatalaksanaan
1. Oksigen 1-2 liter per menit.
2. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahapmelaui selang
nasogastrik dengan feeding drip.
3. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salinnormal dan beta agonis
untuk transport muskusilier.
4. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa elektrolit (Arief Mansjoer,2000).
Klasifikasi data
Analisa data
DO : pasien tampak
RR : 56x/menit
Pernafasan cuping hidung
Retraksi intercostal
Lakukan suction
pada mayo
Berikan
brokodilator bila
perlu
Berikan pelembab
udara
Monitor respirasi
dan status O2
Repiratory Monitoring
Monitor rata-rata
kedalaman, irama
dan usaha respirasi
Catat pergerakan
dada, amati
kesimetrisan
penggunaan otot
tambahan, retrakai
otot
supraclavicular
dan intercostal
Monitor suara
nafas, seperti
dengkur
Monitor kelelahan
otot diafragma
(gerakan
paradoksis)
Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan/tidak
adanya ventilasi
dan suara
tambahan
Tentukan
kebutuhan suction
dengan
mengauskultasi
crakles dan ronkhi
pada jalan nafas
utama
Auskultasi suara
paru setelah
tindakan untuk
mengetahui
hasilnya
DAFTAR PUSTAKA
Amin Hardhi;2009 dalam “Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan
nanda (North Nursing Diagnostic Assosiation) nic noc – jilid 1”. Yogyakarta : Mediaction