Anda di halaman 1dari 81

PRAKTEK

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


(SISTEM RESPIRASI & KARDIOVASKULER)

OLEH :

NAMA : ALDO TEISEN FERDINANDUS

NPM : 121142011170158
KELAS : A

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNUVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU


LAPORAN PENDAHULUAN

TB PARU

A. DEFINISI
Sistem pernafasan terutama berfungsi untuk pengambilan oksigen oleh darah dan
pembuangan karbondioksida. Paru dihubungkan dengan lingkungan luarnya melalui
serangkaian saluran, berturut-turut hidung, farings, larings, trakea dan bronki. Saluran-saluran
itu relatif kaku dan tetap tebuka dan keseluruhannya merupakan bagian konduksi dari sistem
pernafasan (Tambayong, 2001).

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang menular yang terutama menyerang
parenkim paru yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis (Brunner dan
Suddarth, 2002).

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh
manusia melalui udara (pernapasan) kedalam paru-paru, kemudian kuman tersebut menyebar
dari paru-paru ke organ yang lain melalui peredaran darah, yaitu : kelenjar limfe, saluran
pernapasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGIS


Sistem pernafasan terutama berfungsi untuk pengambilan oksigen (O 2) oleh darah dan
pembuangan karbondioksida (CO2). Paru dihubungkan dengan lingkungan luarnya melalui
serangkaian saluran, berturut-turut hidung, farings, larings, trakea dan bronki. Saluran –
saluran itu relatif kaku dan tetap terbuka dan keseluruhannya meerupakan bagian konduksi
dari sistem pernafasan. (Tambayong, 2001)

Hidung merupakan saluran pernafasan yang pertama, mempunyai dua lubang/cavum


nasi. Didalam terdapat bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang
masuk dalam lubang hidung. hidung dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa

Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan,
faring terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan
ruas tulang leher. Faring dibagi atas tiga bagian yaitu sebelah atas yang sejajar dengan koana
yaitu nasofaring, bagian tengah dengan istimus fausium disebut orofaring, dan dibagian
bawah sekali dinamakan laringofaring

Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (16-20cincin), panjang 9-11
cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukosa.
trakea dipisahkan oleh karina menjadi dua bronkus yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea yang membentuk bronkus utama kanan dan
kiri, bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri cabang bronkus yang
lebih kecil disebut bronkiolus yang pada ujung–ujung nya terdapat gelembung paru atau
gelembung alveoli.

Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung–
gelembung. Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan tiga lobus dan paru-paru kiri
dua lobus. Paru-paru terletak pada rongga dada yang diantaranya menghadap ke tengah
rongga dada/ kavum mediastinum. Paru-paru mendapatkan darah dari arteri bronkialis yang
kaya akan darah dibandingkan dengan darah arteri pulmonalis yang berasal dari atrium
kiri.besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4500 ml sampai 5000 ml udara. Hanya
sebagian kecil udara ini, kira-kira 1/10 nya atau 500 ml adalah udara pasang surut. sedangkan
kapasitas paru-paru adalah volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar paru-paru
yang dalam keadaan normal kedua paru-paru dapat menampung sebanyak kurang lebih 5 liter
TB Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang terutama menyerang parenkim
paru yang disebabkan oleh kuman Micobacterium tuberkulosis. (Brunner dan Suddarth,
2002 ).

Pernafasan ( respirasi ) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung
oksigen ke dalam tubuh ( inspirasi) serta mengeluarkan udara yang mengandung
karbondioksida sisa oksidasi keluar tubuh (ekspirasi ) yang terjadi karena adanya perbedaan
tekanan antara rongga pleura dan paru-paru .proses pernafasan tersebut terdiri dari 3 bagian
yaitu:

Ventilasi pulmoner.

Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan proses aktif
dan pasif yang mana otot-otot interkosta interna berkontraksi dan mendorong dinding
dada sedikit ke arah luar, akibatnya diafragma turun dan otot diafragma berkontraksi.
Pada ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta eksterna relaksasi dengan demikian
rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara terdorong keluar.
Difusi Gas

Difusi Gas adalah bergeraknya gas CO2 dan CO3 atau partikel lain dari area yang
bertekanan tinggi kearah yang bertekanann rendah. Difusi gas melalui membran
pernafasan yang dipengaruhi oleh factor ketebalan membran, luas permukaan membran,
komposisi membran, koefisien difusi O2 dan CO2 serta perbedaan tekanan gas O2 dan
CO2. Dalam Difusi gas ini pernfasan yang berperan penting yaitu alveoli dan darah.

Transportasi Gas

Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke
paru dengan bantuan darah ( aliran darah ). Masuknya O 2 kedalam sel darah yang
bergabung dengan hemoglobin yang kemudian membentuk oksihemoglobin sebanyak
97% dan sisa 3 % yang ditransportasikan ke dalam cairan plasma dalam sel.

C. ETIOLOGI

Sebagian besar pasien menunjukkan demam tinngkat rendah, keletihan, anoreksia,


penurunan berat badan, berkeringat malam hari, nyeri dada dan batuk menetap. Pada awalnya
mungkin batuk bersifat nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sountum
mukopurulen dengan hemoptisis.

Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Kuman lain yang dapat


menyebabkan TBC adalah Mycobacterium Bovis dan M. Africanus. Kuman Mycobacterium
tuberculosis adalah kuman berbentuk batang aerobic tahan asam yang tumbuh dengan lambat
dan sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet.

Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membentuk
kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman
dapat tahan hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-
tahun dalam lemari es). Hal ini teradi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat
dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif lagi
Sifat lain kuman ini adalah aerob, sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang lebih tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen
pada daerah apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal ini
merupakan tempat prediksi penyakit tuberkulosis.

Kuman TBC menyebar melalui udara (batuk, tertawa, dan bersin) dan melepaskan droplet. Sinar
matahari langsung dapat mematikan kuman, akan tetapi kuman dapat hidup beberapa jam dalam
keadaan gelap.

D. PATOFISIOLOGI

Tuberkulosis Primer

Tuberkulosis primer ialah penyakit TB yang timbul dalam lima tahun pertama
setelah terjadi infeksi basil TB untuk pertama kalinya (infeksi primer) (STYBLO,1978
dikutip oleh Danusantoso,2000:102).

Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan


keluar menjadi droplet dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas
selama 1- 2 jam. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari
sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini dapat terhisap oleh orang sehat ia akan
menempel pada jalan napas atau paru-paru. Bila menetap di jarigan paru, akan tumbuh
dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Kuman yang bersarang di jaringan
paru-paru akan membentuk sarang tuberkulosa pneumonia kecil dan disebut sarang
primer atau afek primer dan dapat terjadi di semua bagian jaringan paru.

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfangitis
regional) yang menyebabkan terjadinya kompleks primer.

Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :

Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.

Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (kerusakan jaringan paru).


Berkomplikasi dan menyebar secara :

Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya.

Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya.


Dapat juga kuman tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus.

Secara linfogen, ke organ tubuh lainnya.

Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya

Tuberkulosis Post-Primer (Sekunder)

Adalah kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-
tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post-
primer). Hal ini dipengaruhi penurunan daya tahan tubuh atau status gizi yang buruk.
Tuberkulosis pasca primer ditandai dengan adanya kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusi pleura. Tuberkulosis post-primer ini dimulai dengan sarang
dini di regio atas paru-paru. Sarang dini ini awalnya juga berbentuk sarang pneumonia
kecil. Tergantung dari jenis kuman, virulensinya dan imunitas penderita, sarang dini ini
dapat menjadi :

Diresorbsi kembali tanpa menimbulkan cacat

Sarang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dengan sembuhan jaringan


fibrosis

Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan jaringan


sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis dan menjadi lembek
membentuk jaringan keju

Bila tidak mendapat pengobatan yang tepat penyakit ini dapat berkembang biak dan
merusak jaringan paru lain atau menyebar ke organ tubuh lain.
E. MANIFESTASI KLINIK

Tanda dan gejala yang sering ditemui pada tuberkulosis adalah batuk yang tidak
spesifik tetapi progresif. Biasanya tiga minggu atau lebih dan tidak ada dahak. Batuk terjadi
karena adanya iritasi pada bronkus, sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif)
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Selain gejala
batuk disertai dengan gejala dan tanda lain seperti tersebut di bawah ini :

1. Demam. Terjadi lebih dari sebulan, biasanya pada pagi hari.

2. Hilangnya nafsu makan dan penurunan berat badan.

3. Keringat malam hari tanpa kegiatan.

4. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah berlanjut, dimana infiltrasinya
sudah setengah bagian paru.

5. Nyeri dada. Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis. Gejala ii jarang ditemukan.

6. Kelelahan.

7. Batuk darah atau dahak bercampur darah

F. PENATALAKSANAAN

Pengobatan TBC paru

Tujuan pemberian obat pada penderita tuberkulosis paru yaitu; untuk


menyembuhkan, mencegah kematian dan kekambuhan. Obat yang sekarang digunakan
adalah Fix Drugs Combination (FDC) 4 obat ini merupakan obat baru yang memiliki
kandungan sama dengan obat lama yaitu; Rivampisin,Isoniazid (INH), Etambutol, dan
Pyrazinamid. Dengan adanya obat FDC 4 ini penderita hanya cukup satu butir saja.
Menurut Endang Nuraini (2002), dengan model pengobatan lama, yaitu dengan
banyaknya obat yang harus dikonsumsi, tingkat kegagalan penyembuhan sangat tinggi.
Sebab, banyak obat yang dikonsumsi menimbulkan beberapa efek samping yaitu; mual,
pusing, diare. Akibatnya, banyak penderita yang menghentikan konsumsi obat. Prinsip di
dalam penyembuhan penyakit TBC adalah kerajinan minum obat.

Dalam pembarian obat ada beberapa macam cara pengobatan :

Pengobatan untuk penderita aktif selama 6 bualan, dilakukan dua tahap yaitu:

1. Tahap awal : obat diminum tiap hari, lama pengobatan 2 atau 3 bulan tergantung
berat ringannya penyakit.

2. Obat lanjutan : diminum 3 kali seminggu lama pengobatan 4 atau 5 bulan


tergantung berat ringannya penyakit.

Pengobatan untuk penderita kambuhan atau gagal pada pengobatan pertama yang
dilakukan selama 8 bulan, yaitu :

1. Obat diminum setiap hari selama 3 bulan

2. Suntikan Streptomicyn setiap hari selama 2 bulan

3. Obat diminum 3 kali seminggu selama 5 bulan

Untuk keberhasilan pengobatan, oleh badan kesehatan dunia (WHO) dilakukan


strategi DOTS (Dyrecly Observed Treatment Shortcourse). Strategi ini merupakan yang
paling efektif untuk mengontrol pengobatan tuberkulosis.

Lima langkah strategi DOTS adalah dukungan dari semua kalangan, semua orang
yang batuk dalam tiga minggu harus diperiksa dahaknya, harus ada obat yang disiapkan
oleh pemerintah, pengobatan harus dipantau selama enam bulan oleh Pengawas Minum
Obat dan ada sistem pencatatan/pelaporan.
Perawatan bagi penderita TBC

Perawatan yang harus dilakukan pada penderita tuberkulosis adalah :

1. Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah orang terdekat
penderita yaitu keluarga.

2. Mengetahui adanya gejala samping obat dan rujuk bila diperlukan.

3. Mencukupi kebutuhan gizi yang seimbang penderita.

4. Istirahat teratur minimal 8 jam perhari.

5. Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua, kelima, dan
keenam.

6. Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik


(Pepkes RI,1998)

Pencegahan penularan TBC

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :

1. Menutup mulut bila batuk.

2. Membuang dahak tidak di sembarang tempat. Buang dahak pada wadah


tertutup yang diberi lysol 5% atau kaleng yang berisi pasir 1/3 dan diberi
lysol.

3. Makan makanan bergizi.

4. Memisahkan alat makan dan minum bekas penderita.

5. Memperhatikan lingkungan rumah, cahaya dan ventilasi yang baik.

6. Untuk bayi diberikan imunisasi BCG.


G. KOMPLIKASI

Komplikasi tuberkulosis kerap menyerang ginjal melalui infeksi bagian luar (cortex)
yang secara perlahan menginfeksi hingga ke bagian yang lebih dalam (medula). Kondisi ini
menimbulkan komplikasi lain, seperti penumpukan kalsium, hipertensi, pembentukan jaringan
nanah, hingga gagal ginjal.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN NANDA

1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas berhubungan dengan secret yang berlebihan ditandai
dengan suara nafas adventif, gelisah, batuk tidak efektif, dyspnea.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi,


perubahan membran kapiler alveolar

3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, nyeri, kecemasan,


penurunan energi atau kelemahan, hipoventilasi sindrom

4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual, dan mengurangi metabolisme nutrisi oleh hati yang dibuktikan dengan intake yang
tidak memadai, keengganan untuk makan, dan berat badan 20% atau lebih dibawah yang
ideal

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan sekunder akibat penurunan cardiac


output atau penurunan fungsi paru dan perfusi jaringan, ditandai dengan kelelahan dengan
sedikit aktivitas, ketidakmampuan pasien untuk merawat dirinya sendiri, sesak nafas dan
peningkatan denyut jantung

6. Anxietas berhubungan dengan yang dirasakan atau kerugian akut kontroL.

(sumber : Her. Heater., 2012. Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2012-2014 by
NANDA International. EGC. Jakarta.)
Klasifikasi data

Data subjektif Data objektif

Pasien merasa sesak dan kelelahan Pasien tampak

RR:24x/menit

Ronchi kanan dan kiri

Produksi sputum banyak

IMT : 16

Tampak pucat

Terlihat sesak dan kelelaha

Terpasang oksigen 8 liter/menit

Saturasi oksigen 93%

Analisa data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1. DS : pasien mengatakan sesak Kerusakan membran Gangguan pertukaran


alveolus gas
DO : pasien tampak

 RR:24x/menit
Menurunnya
 Ronchi kanan dan kiri
Permukaan efek paru
 Produksi sputum banyak

 Terlihat sesak Alveolus


 Terpasang oksigen 8 Alveolus mengalami
liter/menit konsolidasi dan
eksudasi
 Saturasi oksigen 93%

Gangguan pertukaran
gas

2. DS : pasien merasa kelelahan Batuk berat Ketidak seimbangan


nutrisi kurang dari
DO : pasien tampak
kebutuhan tubuh
 IMT : 16 Distensi abdomen

 Tampak pucat

 Kelelahan Inten nutrisi kurang

Ketidak seimbangan
notrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Diagnosa Keperawatan (Paduan Diagnosa Keperawatan Nanda)

1. Gangguan pertukaran gas

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Intervensi Keperawatan
NO. Diagnosa keperawatan Kriteria hasil Intervensi

1. Gangguan pertukaran gas NOC NIC

 Respiratory status : Gas Airway Management


exchange
 Buka jalan nafas,
 Respiratory status : gunakan teknik
Ventilation Chin lift atau jaw
thrust bila perlu
 Vital sign status
 Posisikan pasien
Kriteria hasil :
untuk
 Mendemonstrasikan memaksimalkan
peningkatan ventilasi ventilasi
dan oksigenasi yang
 Identifikasi pasien
adekuat
perlunya
 Memelihara kebersihan pemasangan alat
paru-paru dan bebas jalan nafas buatan
dari tanda-tanda
 Pasang mayo bila
distress pernapasan
perlu
 Mendemonstrasikan
 Lakukan
batuk efektif dan suara
fisioterapi dada
nafas yang bersih, tidak
jika perlu
ada sianosis dan
dyspneu (mampu  Keluarkan sekret
mengeluarkan sputum, dengan batuk atau
mampu bernafas suction
dengan mudah, tidak
 Auskultasi suara
ada pursed lips)
nafas, catat adanya
 Tanda-tanda vital suara tambahan
dalam rentang normal  Lakukan suction
pada mayo

 Berikan
brokodilator bila
perlu

 Berikan pelembab
udara

 Atur intake untuk


cairan
mengoptimalkan
keseimbangan

 Monitor respirasi
dan status O2

Repiratory Monitoring

 Monitor rata-rata
kedalaman, irama
dan usaha respirasi

 Catat pergerakan
dada, amati
kesimetrisan
penggunaan otot
tambahan, retrakai
otot
supraclavicular
dan intercostal

 Monitor suara
nafas, seperti
dengkur

 Monitor pola nafas


: bradipnea,
takipnea,
kussmaul,
hiperventilasi,
Cheyne Stokes,
biot

 Catat lokasi trakea

 Monitor kelelahan
otot diafragma
(gerakan
paradoksis)

 Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan/tidak
adanya ventilasi
dan suara
tambahan

 Tentukan
kebutuhan suction
dengan
mengauskultasi
crakles dan ronkhi
pada jalan nafas
utama

 Auskultasi suara
paru setelah
tindakan untuk
mengetahui
hasilnya

2. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan  Pantau BB setiap


kurang dari kebutuhan keperawatan 3x24 jam nutrisi hari dan prosentase
tubuh seimbang makanan yng
dimakan
Kriteri Hasil :
 Jika diare berlebih
• Tidak ada penurunan BB
pertahankan puasa
signifikan
dan infus serta
• Lemah letih berkurang kolaborasi obat
antidiare
• Secara verbal menytakan
sehat  Anjurkan makan
sedikit tapi sering

 Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
membantu
memilih dan
merencanakan
makanan untuk
kebutuhan nutrisi

 Kolaborasi
antimual

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONKITIS
A. DEFENISI
Secara harfiah bronkhitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh adanya inflamasi
bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan
respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa
bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi
bronkitis ikut memegang peran.(Ngastiyah, 2006)
Bronkhitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit tersendiri, tetapi
biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan atas atau bersamaan dengan
penyakit saluran pernapasan atas lain seperti Sinobronkitis, Laringotrakeobronkitis, Bronkitis
pada asma dan sebagainya. (Gunadi Santoso, 2004)

B. ANATOMI DAN FISIOLOGIS

Sistem pernafasan terutama berfungsi untuk pengambilan oksigen (O 2) oleh darah dan
pembuangan karbondioksida (CO2). Paru dihubungkan dengan lingkungan luarnya melalui
serangkaian saluran, berturut-turut hidung, farings, larings, trakea dan bronki. Saluran –
saluran itu relatif kaku dan tetap terbuka dan keseluruhannya meerupakan bagian konduksi
dari sistem pernafasan. (Tambayong, 2001)

Hidung merupakan saluran pernafasan yang pertama, mempunyai dua lubang/cavum


nasi. Didalam terdapat bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang
masuk dalam lubang hidung. hidung dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa

Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan,
faring terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan
ruas tulang leher. Faring dibagi atas tiga bagian yaitu sebelah atas yang sejajar dengan koana
yaitu nasofaring, bagian tengah dengan istimus fausium disebut orofaring, dan dibagian
bawah sekali dinamakan laringofaring

Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (16-20cincin), panjang 9-11
cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukosa.
trakea dipisahkan oleh karina menjadi dua bronkus yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri

Bronkus merupakan lanjutan dari trakea yang membentuk bronkus utama kanan dan
kiri, bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri cabang bronkus yang
lebih kecil disebut bronkiolus yang pada ujung–ujung nya terdapat gelembung paru atau
gelembung alveoli.

Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung–
gelembung. Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan tiga lobus dan paru-paru kiri
dua lobus. Paru-paru terletak pada rongga dada yang diantaranya menghadap ke tengah
rongga dada/ kavum mediastinum. Paru-paru mendapatkan darah dari arteri bronkialis yang
kaya akan darah dibandingkan dengan darah arteri pulmonalis yang berasal dari atrium
kiri.besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4500 ml sampai 5000 ml udara. Hanya
sebagian kecil udara ini, kira-kira 1/10 nya atau 500 ml adalah udara pasang surut. sedangkan
kapasitas paru-paru adalah volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar paru-paru
yang dalam keadaan normal kedua paru-paru dapat menampung sebanyak kurang lebih 5 liter

C. ETIOLOGI
Penyebab bronchitis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada
kenyataannya kasus-kasus bronchitis dapat timbul secara congenital maupun didapat.
Kelainan kongenital
Dalam hal ini bronchitis terjadi sejak dalam kandungan. Factor genetic atau factor
pertumbuhan dan factor perkembangan fetus memegang peran penting. Bronchitis
yang timbul congenital ini mempunyai ciri sebagai berikut :
Bronchitis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru.
Bronchitis konginetal sering menyertai penyakit-penyakit konginetal lainya, misalnya :
mucoviscidosis (cystic pulmonary fibrosis), sindrom kartagener (bronkiektasis
konginetal, sinusitis paranasal dan situs inversus), hipo atau agamaglobalinemia,
bronkiektasis pada anak kembar satu telur (anak yg satu dengan bronkiektasis, ternyata
saudara kembarnya juga menderita bronkiektasis), bronkiektasis sering bersamaan
dengan kelainan congenital berikut : tidak adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung
bawaan, kifoskoliasis konginetal.
Kelainan didapat
Kelaianan didapat merupakan akibat proses berikut :
Infeksi.
Bronchitis sering terjadi sesudah seseorang menderita pneumonia yang sering
kambuh dan berlangsung lama, pneumonia ini merupakan komplikasi pertusis
maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberculosis paru dan sebagainya.
Obstruksi bronkus
Obstruksi bronkus yang dimaksud disini dapat disebabkan oleh berbagai macam
sebab : korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar terhadap
bronkus
Penyebab utama penyakit Bronkhitis Akut adalah adalah virus. Sebagai contoh
Rhinovirus, Respiratory Sincytial Virus (RSV), Infulenza Virus, Para-influenza
Virus, Adenovirus dan Coxsakie Virus. Bronkitis Akut sering terjadi pada anak
yang menderita Morbilli, Pertusis dan infeksi Mycoplasma Pneumonia. Belum
ada bukti yang meyakinkan bahwa bakteri lain merupakan penyebab primer
Bronkitis Akut pada anak. Infeksi sekunder oleh bakteri dapat terjadi, namun ini
jarang di lingkungan sosio-ekonomi yang baik. Faktor predisposisi terjadinya
bronchitis akut adalah alergi, perubahan cuaca, polusi udara, dan infeksi saluran
napas atas kronik, memudahkan terjadinya bronchitis.
Sedangkan pada Bronkitis Kronik dan Batuk Berulang adalah sebagai berikut :
Spesifik
1) Asma
2) Infeksi kronik saluran napas bagian atas (sinobronkitis).
3) Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus,
infeksi mycoplasma, hlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.
Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis.
5) Sindrom aspirasi.
6) Penekanan pada saluran napas
7) Benda asing
8) Kelainan jantung bawaan
9) Kelainan sillia primer
10) Defisiensi imunologis
11) Kekurangan anfa-1-antitripsin
12) Fibrosis kistik
13) Psikis
b. Non-spesifik
1) Asap rokok
2) Polusi udara

D. PATOFISIOLOGI
Virus (penyebab tersering infeksi) - Masuk saluran pernapasan - Sel mukosa dan sel silia
- Berlanjut - Masuk saluran pernapasan(lanjutan) - Menginfeksi saluran pernapasan -
Bronkitis - Mukosa membengkak dan menghasilkan lendir - Pilek 3 – 4 hari - Batuk (mula-
mula kering kemudian berdahak) - Riak jernih - Purulent - Encer - Hilang - Batuk - Keluar
- Suara ronchi basah atau suara napas kasar - Nyeri subsernal - Sesak napas - Jika tidak
hilang setelah tiga minggu - Kolaps paru segmental atau infeksi paru sekunder (pertahanan
utama) (Sumber : dr.Rusepno Hasan, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, 2003).
Apabila bronchitis kongenital patogenesisnya tidak diketahui diduga erat hubungannya
dengan genetic serta factor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan. Pada
bronchitis yang didapat patogenesisnya diduga melelui beberapa mekanisme : factor
obstruksi bronkus, factor infeksi pada bronkus atau paru-paru, fibrosis paru, dan factor
intrinsik dalam bronkus atau paru.
Patogenesis pada kebanyakan bronchitis yang didapat melalui dua mekanisme dasar:
Infeksi bacterial pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronchitis. Infeksi pada
bronkus atau paru akan diikuti proses destruksi dinding bronkus daerah infeksi dan
kemudian timbul bronchitis.
Obstruksi bronkus akan diikuti terbentuknya bronchitis, pada bagian distal obstruksi dan
terjadi infeksi juga destruksi bronkus.
Bronchitis merupakan penyakit paru yang mengenai paru dan sifatnya kronik.
Keluhan-keluhan yang timbul juga berlangsung kronik dan menetap. keluhan-keluhan
yang timbul erat dengan : luas atau banyaknya bronkus yang terkena, tingkatan beratnya
penyakit, lokasi bronkus yang terkena, ada atau tidaknya komplikasi lanjut.. keluhan-
keluhan yang timbul umumnya sebagai akibat adanya beberapa hal: adanya kerusakan
dinding bronkus, akibat komplikasi, adanya kerusakan fungsi bronkus.
Mengenai infeksi dan hubungannya dengan patogenesis bronchitis, data dijelaskan
sebagai berikut ;
Infeksi pertama (primer)
Kecuali pada bentuk bronchitis kongenital. Masih menjadi pertanyaan apakah
infeksi yang mendahului terjadinya bronchitis tersebut disebabkan oleh bakteri atau
virus. Infeksi yang mendahului bronchitis adalah infeksi bacterial yaitu mikroorgansme
penyebab pneumonia. Dikatakan bahwa hanya infeksi bakteri saja yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding bronkus sehingga terjadi bronchitis, sedangkan
infeksi virus tidak dapat (misalnya adenovirus tipe 21, virus influenza, campak, dan
sebagainnya).
Infeksi sekunder
Tiap pasien bronchitis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada lesi, apabila
sputum pasien yang semula berwarna putih jernih kemudian berubah warnanya menjadi
kuning atau kehijauan atau berbau busuk berarti telah terjadi infeksi sekunder oleh
kuman anaerob misalnya : fusifomis fusiformis, treponema vincenti, anaerobic
streptococci. Kuman yang erring ditemukan dan menginfeksi bronkus misalnya :
streptococcus pneumonie, haemophilus influenza, klebsiella ozaena.

E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (2001), tanda dan gejala yang ada yaitu:
a. Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah
b. Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak
c. Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis
d. Pada paru didapatkan suara napas yang kasar
Menurut Ngastiyah (2006), yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama,
yaitu:
Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan klien kurang istirahat
b. Daya tahan tubuh klien yang menurun
c. Anoreksia sehingga berat badan klien sukar naik
d. Kesenangan anak untuk bermain terganggu
e. Konsentrasi belajar anak menurun
Gejala awal Bronkhitis, antara lain :
a. Batuk membandel
Batuk kambuhan, berdahak-tidak, berat-tidak. Kendati ringan harus tetap diwaspadai
karena bila keadaan batuk terus menerus bisa menghebat dan berlendir sampai sesak
napas.
b. Sulit disembuhkan
Bisa sering atau tidak tapi sulit disembuhkan. Dalam sebulan batuk pileknya lebih dari
seminggu dan baru sembuh dua minggu, lalu berulang lagi.
c. Terjadi kapan saja
Batuknya bisa muncul malam hari, baru tidur sebentar batuknya ‘grok-grok’ bahkan
sampai muntah. Bisa juga batuk baru timbul menjelang pagi. “Atau habis lari-lari, ia
kemudian batuk-batuk sampai muntah.
Tanda dan gejala secara umum dapat disimpulkan:
a. Sering bersin dan banyak sekret atau lendir
b. Demam ringan
c. Tidak dapat makan dan gangguan tidur
d. Retraksi atau tarikan pada dinding-dinding dada, suprasternal,
interkostal dan subkostal pada inspirasi
e. Cuping hidung
f. Nafas cepat
g. Dapat juga cyanosis
h. Batuk-batuk
i. Wheezing
j. Iritabel
k. Cemas

F. PENATALAKSANAAN
a. Tindakan Perawatan
1) Pada tindakan perawatan yang penting ialah mengontrol batuk dan
mengeluarakan lender/secret.
2) Sering mengubah posisi.
3) Banyak minum.
4) Inhalasi.
5) Nebulizer
6) Untuk mempertahankan daya tahan tubuh, setelah anak muntah dan
tenang perlu diberikan minum susu atau makanan lain.
b. Tindakan Medis
1) Jangan beri obat antihistamin berlebih
2) Beri antibiotik bila ada kecurigaan infeksi bakterial
3) Dapat diberi efedrin 0,5 – 1 mg/KgBB tiga kali sehari
4) Chloral hidrat 30 mg/Kg BB sebagai sedative
Karena penyebab bronchitis pada umumnya virus maka belum ada obat kausal. Antibiotik
tidak berguna. Obat yang diberikan biasanya untuk penurun demam, banyak minum terutama
sari buah-buahan. Obat penekan batuk tidak diberikan pada batuk yang banyak lendir, lebih baik
diberi banyak minum. Bila batuk tetap ada dan tidak ada perbaikan setelah 2 minggu maka perlu
dicurigai adanya infeksi bakteri sekunder dan antibiotic boleh diberikan, asal sudah disingkirkan
adanya asma atau pertusis. Pemberian antibiotic yang serasi untuk M. Pneumoniae dan H.
Influenzae sebagai bakteri penyerang sekunder misalnya amoksisilin, kotrimoksazol dan
golongan makrolid. Antibiotik diberikan 7-10 hari dan jika tidak berhasil maka perlu dilakukan
foto thorak untuk menyingkirkan kemungkinan kolaps paru segmental dan lobaris, benda sing
dalam saluran napas, dan tuberkolusis.

F. KOMPLIKASI
a. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik
b. Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan
gizi kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia
c. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi
d. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau
Bronkietaksis
e. Gagal jantung kongestif
f. Pneumonia

Klasifikasi data

Data subjektif Data objektif

 Batuk semakin sering muncul jika Pasien tampak


udara dingin pada waktu malam hari
 Batuk semakin sering muncul jika
 Pasien mengatakan sekret yang keluar udara dingin pada waktu malam hari
berwarna hijau dan kental
 Saat di lakukan auskultasi di dapatkan
suara ronchi bagian Basal paru dextra

Analisa data
NO DATA ETIOLOGI MASALAH

DS : pasien mengatakan Ketidakefektifan


bersihan jalan nafas
 Batuk semakin sering Batuk tidak efektif
b/d batuk tidak efektik
muncul jika udara dingin
pada waktu malam hari
1.
DO : pasien tampak

 Batuk semakin sering


muncul jika udara dingin
pada waktu malam hari

DS : pasien mengatakan Jalan nafas terganggu Ketidakefektifan pola


akibat spasme otot- nafas b/d Jalan nafas
 Pasien mengatakan sekret
otot pernafasan terganggu akibat
yang keluar berwarna hijau
2. spasme otot-otot
dan kental
pernafasan
DO : pasien tampak

 Saat di lakukan auskultasi di


dapatkan suara ronchi bagian
Basal paru dextra

Diagnosa Keperawatan (Paduan Diagnosa Keperawatan Nanda)

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d batuk tidak efektik

2. Ketidakefektifan pola nafas b/d Jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot
pernafasan

Intervensi Keperawatan
NO. Diagnosa keperawatan Kriteria hasil Intervensi

1. Ketidakefektifan bersihan NOC NIC


jalan nafas b/d batuk tidak
 Respiratory status : Airways suction
efektik
Ventilation
 Pastikan
 Respiratory status : kebutuhan
Airway patency oral/tracheal
suctioning
Kriteria hasil :
 Auskultasi suara
Mendemonstrasikan batuk
nafas sebelum dan
efektif dan suara nafas yang
sesudah suctioning
bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu  Informasikan pada
mengeluarkan sputum, mampu klien dan keluarga
bernafas dengan mudah, tidak tentang suctioning
ada pursed lips)
 Minta klien nafas
 Menunjukkan jalan dalam sebelum
nafas yang paten (klien suction dilakukan
tidak merasa tercekik,
 Berikan O2 dengan
irama nafas, frekuensi
menggunakan
pernafasan dalam
Nadal untuk
rentang normal, tidak
memfasilitasi
ada suara nafas
suction nasotrakeal
abnormal)
 Gunakan alat yang
 Mampu
steril setiap
mengidentifikasi dan
melakukan
mencegah faktor yang
tindakan
dapat menghambat
jalan nafas.  Anjurkan pasien
untuk istirahat dan
nafas dalam
setelah kateter
dikeluarkan dari
nasotrakeal

 Monitor status
oksigen pasien

 Ajarkan Keluarga
bagaimana cara
melakukan suction

 Hentikan suction
dan berikan
oksigen apabila
pasien
menunjukkan
bradikardi,
peningkatan
saturasi O2, dll.

Airway Management

 Buka jalan nafas,


guankan teknik
Chin lift atau jaw
thrust bila perlu

 Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi

 Identifikasi pasien
perlunya
pemasangan alat
nafas buatan

 Pasang mayo bila


perlu

 Lakukan
fisioterapi dada
jika perlu

 Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction

 Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan

 Lakukan suction
pada mayo

 Berikan
bronkodilator bila
perlu

 Berikan pelembab
udara kassa basah
NaCl lembab

 Atur intake untuk


cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
 Monitor respirasi
dan status O2

2. Ketidakefektifan pola nafas NOC NIC


b/d Jalan nafas terganggu
 Respiratory status : Airway Management
akibat spasme otot-otot
Ventilation
pernafasan  Buka jalan nafas,
 Respiratory status : gunakan teknik
Airway patency Chin lift atau jaw
thrust bila perlu
 Vital sign status
 Posisikan pasien
Kriteria hasil :
untuk
 Mendemonstrasikan memaksimalkan
batuk efektif dan suara ventilasi
nafas yang bersih, tidak
 Identifikasi pasien
ada sianosis dan
perlunya
dyspneu (mampu
pemasangan alat
mengeluarkan sputum,
nafas buatan
mampu bernafas
dengan mudah, tidak  Pasang mayo bila
ada pursed lips) perlu

 Menunjukkan jalan  Lakukan


nafas yang paten (klien fisioterapi dada
tidak merasa tercekik, jika perlu
irama nafas, frekuensi
 Keluarkan sekret
pernafasan dalam
dengan batuk atau
rentang normal, tidak
suction
ada suara nafas
abnormal)  Auskultasi suara
nafas, catat adanya
 Tanda-tanda vital
suara nafas
dalam rentang normal tambahan
(tekanan darah, nadi,
 Lakukan suction
pernafasan)
pada mayo

 Berikan
bronkodilator bila
perlu

 Berikan pelembab
udara kassa basah
NaCl lembab

 Atur intake untuk


cairan
mengoptimalkan
keseimbangan

 Monitor respirasi
dan status O2

Oxygen Therapy

 Bersihkan mulut,
hidung dan secret
trakea

 Pertahankan jalan
nafas yang paten

 Atur peralatan
oksigenasi

 Monitor aliran
oksigen
 Pertahankan posisi
pasien

 Observasi adanya
tanda-tanda
hipoventilasi

 Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap
oksigenasi

Vital sign monitor

 Monitor TD, nadi,


suhu dan RR

 Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah

 Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk atau berdiri

 Auskultasi TD
pada kedua lengan
dan bandingkan

 Monitor TD, nadi,


RR sebelum,
selama dan setelah
aktivitas

 Monitor kualitas
dari nadi

 Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan

 Monitor suara paru

 Monitor pola
pernapasan
abnormal

 Monitor suhu,
warna dan
kelembaban kulit

 Monitor sianosis
Perifer

 Monitor adanya
cushing Triad
(tekanan nadi yang
melebar,
bradikardi
peningkatan
sistolik)

 Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign
LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA BRONCHIALE

A. Pengertian

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten ,reversible dimana trakea dan
bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.(Brunner&Suddarth, 2001)
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-cabang
trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan .Keadaan ini bermanifestasi sebagai
penyempitan saluran nafas secara periodik dan reversible akibat bronkospasme. Penyempitan
jalan nafas ini disebabkan oleh bronkospasme, edema mukosa dan hipersekresi mukus yang
kental.(Silvia.A,1995).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGIS

Sistem pernafasan terutama berfungsi untuk pengambilan oksigen (O 2) oleh darah dan
pembuangan karbondioksida (CO2). Paru dihubungkan dengan lingkungan luarnya melalui
serangkaian saluran, berturut-turut hidung, farings, larings, trakea dan bronki. Saluran –
saluran itu relatif kaku dan tetap terbuka dan keseluruhannya meerupakan bagian konduksi
dari sistem pernafasan. (Tambayong, 2001)

Hidung merupakan saluran pernafasan yang pertama, mempunyai dua lubang/cavum


nasi. Didalam terdapat bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang
masuk dalam lubang hidung. hidung dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa

Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan,
faring terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan
ruas tulang leher. Faring dibagi atas tiga bagian yaitu sebelah atas yang sejajar dengan koana
yaitu nasofaring, bagian tengah dengan istimus fausium disebut orofaring, dan dibagian
bawah sekali dinamakan laringofaring

Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (16-20cincin), panjang 9-11
cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukosa.
trakea dipisahkan oleh karina menjadi dua bronkus yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri

Bronkus merupakan lanjutan dari trakea yang membentuk bronkus utama kanan dan
kiri, bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri cabang bronkus yang
lebih kecil disebut bronkiolus yang pada ujung–ujung nya terdapat gelembung paru atau
gelembung alveoli.

Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung–
gelembung. Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan tiga lobus dan paru-paru kiri
dua lobus. Paru-paru terletak pada rongga dada yang diantaranya menghadap ke tengah
rongga dada/ kavum mediastinum. Paru-paru mendapatkan darah dari arteri bronkialis yang
kaya akan darah dibandingkan dengan darah arteri pulmonalis yang berasal dari atrium
kiri.besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4500 ml sampai 5000 ml udara. Hanya
sebagian kecil udara ini, kira-kira 1/10 nya atau 500 ml adalah udara pasang surut. sedangkan
kapasitas paru-paru adalah volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar paru-paru
yang dalam keadaan normal kedua paru-paru dapat menampung sebanyak kurang lebih 5 liter

C. Etiologi

Penyebab dari asma bronchiale dapat meliputi infeksi virus/bakteri,


imunologik/alergik, dan imunologik. Sedangkan faktor pencetus dari asma bonchiale
meliputi :

1. Alergen utama : debu rumah, spora jamur dan tepung sari rerumputan

2. Iritan seperti asap, bau-bauan, dan polutan


3. Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus

4. Perubahan cuaca yang ekstrim

5. Kegiatan jasmani yang berlebihan

6. Lingkungan kerja

7. Obat-obatan

8. Emosi

9. Lain-lain seperti refluks gastro esophagus

D. Patofisiologi

a. Asma bronchiale tipe atopik (ekstrinsik)

Asma timbul karena seseorang yang atopik (alergik) akibat pemaparan allergen. Alergen
yang masuk tubih melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan
ditangkap oleh makrofag dan selanjutnya akan merangsang pembentukan IgE.

IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basifil
yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada
permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil ,makrofag dan trombosit juga memiliki
resepotor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orangyang sudah memiliki sel-sel
mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala.Orang
tersebut sudah dianggap desentisasi atau baru menjadi rentan.

Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan allergen yang
sama ,allergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit
dan basofil.Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan
dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.

Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel .Dalam proses
degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam
granul-granul(preformed ) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologic,yaitu histamin,
Eosinofil Chemotactic Factor A(ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan
kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.

Hiperaktifitas bronkus yaitu brokus yang mudah sekali mengkerut ( konstriksi) bila terpapar
dengan bahan/ faktor dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak
menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya polusi, asap rokok/ dapur, bau-bauan yang tajam dan
lainnya baik yang berupa iritan maupun bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa
hiperaktifitas bronkus disebabakan oleh inflamasi brponkus yang kronik. Sel-sel inflamasi
terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilaas bronkus pasien asma
bronchiale sebagai bronchitis kronik eosinofilik. Hiperreaktifitas berhubungan dengan derajat
berat penyakit.

Berdasarkan hal tersebut diatas penyakit asma dianggap secara klinik sebagai penyakit
bronkospasme yang reversible, secara patofisiologik sebagai suatu hiperreaksi bronkus dan
secara patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas.

Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya ,infiltrasi sel radang
terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia dan mukus
diatasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi .
Ditemukan pula pada pasien asma bronchiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus
terutama pada cabang-cabang bronkus.

Akibat dari bronkospasme, oedema mukosa dan dinding bronkus serta hipersekresi
mukus maka terjadi penyempitan bronkus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa
sesak ,nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.

Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress
yang akan merangsang HPA axis.HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno
corticotropik hormone (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin
A (IgA) . Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang
direspon tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkus sehingga menimbulkan asma
bronkial
E.MANIFESTASI KLINIS

 Batuk berdahak .

 Dispnea – pernafasan labored

 Mengi , dengan makin besarnya obstruksi mengi dapat hilang yang sering menjadi
pertanda bahaya gagal nafas.

 Pernafasan lambat : lebih susah dan panjang dibandingkan inspirasi.

 Retraksi otot-otot bantu pernafasan.

 Berkeringat

 Takikardia.

 Pelebaran tekanan nadi

 Pembesaran vena leher.

 Auskultasi suara nafas : wheezing (+)

PENATALAKSANAAN

Prinsip-prinsip penatalaksanaan asma bronkial:

Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan :

Saatnya serangan

Obat-obatan yang telah diberikan (macam obatnya dan dosisnya)

 Pemberian obat bronchodilator

 Penilaian terhadap perbaikan serangan


 Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid

Setelah serangan mereda :

 Cari faktor penyebab

 Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya

OBAT-OBATAN

 Bronchodilator

Tidak digunakan alat-alat bronchodilator secara oral, tetapi dipakai secara inhalasi atau
parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan simpatomimetik, maka sebaiknya
diberikan aminofilin secara parenteral sebab mekanisme yang berlainan, demikian
sebaliknya, bila sebelumnya telah digunakan obat golongan Teofilin oral maka sebaiknya
diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau parenteral.
Obat-obat bronchodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif terhadap adreno reseptor
(Orsiprendlin, Salbutamol, Terbutalin, Ispenturin, Fenoterol ) mempunyai sifat lebih efektif
dan masa kerja lebih lama serta efek samping kecil dibandingkan dengan bentuk non selektif
(Adrenalin, Efedrin, Isoprendlin)

Obat-obat Bronkhodilatator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek samping sistemik lebih
kecil. Baik digunakan untuk sesak nafas berat pada anak-anak dan dewasa. Mula-mua diberikan
2 sedotan dari suatu metered aerosol defire ( Afulpen metered aerosol ). Jika menunjukkan
perbaikan dapat diulang tiap 4 jam, jika tidak ada perbaikan sampai 10 - 15 menit berikan
aminofilin intravena.

Obat-obat Bronkhodilatator Simpatomimetik memberi efek samping takhikardi, penggunaan


perentral pada orang tua harus hati-hati, berbahaya pada penyakit hipertensi, kardiovaskuler dan
serebrovaskuler. Pada dewasa dicoba dengan 0,3 ml larutan epineprin 1 : 1000 secara subkutan.
Anak-anak 0.01mg / kg BB subkutan (1mg per mil ) dapat diulang tiap 30 menit untuk 2 - 3 x
tergantung kebutuhan.
Pemberian Aminophilin secara intrvena dosis awal 5 - 6 mg/kg BB dewasa/anak-anak,
disuntikan perlahan-lahan dalam 5 - 10 menit. untuk dosis penunjang 0,9 mg/kg BB/jam
secara infus. Efek samping TD menurun bila tidak perlahan-lahan.

 Kortikosteroid

Jika pemberian obat-obat bronkhodilatator tidak menunjukkan perbaikan, dilanjutkan dengan


pengobatan kortikosteroid . 200 mg hidrokortison atau dengan dosis 3 - 4 mg/kg BB
intravena sebagai dosis permulaan dapat diulang 2 - 4 jam secara parenteral sampai serangan
akut terkontrol, dengan diikuti pemberian 30 - 60 mg prednison atau dengan dosis 1 - 2
mg/kg BB/hari secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi secara bertahap.

 Pemberian Oksigen

Melalui kanul hidung dengan kecepatan aliran O2 2-4 liter/menit dan dialirkan melalui air
untuk memberi kelembaban. Obat Ekspektoran seperti Gliserolguayakolat dapat juga
digunakan untuk memperbaiki dehidrasi, maka intik cairan peroral dan infus harus cukup,
sesuai dengan prinsip rehidrasi, antibiotik diberikan bila ada infeksi.

Klasifikasi data

Data subjektif Data objektif

 Pasien mengatakan sesak napas Pasien tampak :

 Didiagnosa medis bronchlale

 Sesak nafas

 Pemeriksaan fisik didapatkan


RR:36x/menit
 Terdapat pernapasan cuping hidung
dan retraksi intercostal

Analisa data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1. DS : pasien mengatakan Keletihan otot Gangguan pertukaran


pernafasan dan gas b/d keletihan otot
 Sesak napas
deformitas dingin pernafasan dan
DO : pasien tampak dada deformitas dingin
dada
 Didiagnosa medis Asma
bronchlale

 Sesak napas

 Pemeriksaan fisik
didapatkan RR:36x/menit

 Terdapat pernapasan cuping


hidung dan retraksi
intercostal

Diagnosa Keperawatan (Paduan Diagnosa Keperawatan Nanda)

1. Gangguan pertukaran gas b/d keletihan otot pernafasan dan deformitas dingin dada

Intervensi Keperawatan

NO. Diagnosa keperawatan Kriteria hasil Intervensi


1. Gangguan pertukaran gas NOC NIC
b/d keletihan otot
 Respiratory status : Gas Airway Management
pernafasan dan deformitas
exchange
dingin dada  Buka jalan nafas,
 Respiratory status : gunakan teknik
Ventilation Chin lift atau jaw
thrust bila perlu
 Vital sign status
 Posisikan pasien
Kriteria hasil :
untuk
 Mendemonstrasikan memaksimalkan
peningkatan ventilasi ventilasi
dan oksigenasi yang
 Identifikasi pasien
adekuat
perlunya
 Memelihara kebersihan pemasangan alat
paru-paru dan bebas jalan nafas buatan
dari tanda-tanda
 Pasang mayo bila
distress pernapasan
perlu
 Mendemonstrasikan
 Lakukan
batuk efektif dan suara
fisioterapi dada
nafas yang bersih, tidak
jika perlu
ada sianosis dan
dyspneu (mampu  Keluarkan sekret
mengeluarkan sputum, dengan batuk atau
mampu bernafas suction
dengan mudah, tidak
 Auskultasi suara
ada pursed lips)
nafas, catat adanya
 Tanda-tanda vital suara tambahan
dalam rentang normal
 Lakukan suction
pada mayo

 Berikan
brokodilator bila
perlu

 Berikan pelembab
udara

 Atur intake untuk


cairan
mengoptimalkan
keseimbangan

 Monitor respirasi
dan status O2

Repiratory Monitoring

 Monitor rata-rata
kedalaman, irama
dan usaha respirasi

 Catat pergerakan
dada, amati
kesimetrisan
penggunaan otot
tambahan, retrakai
otot
supraclavicular
dan intercostal

 Monitor suara
nafas, seperti
dengkur

 Monitor pola nafas


: bradipnea,
takipnea,
kussmaul,
hiperventilasi,
Cheyne Stokes,
biot

 Catat lokasi trakea

 Monitor kelelahan
otot diafragma
(gerakan
paradoksis)

 Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan/tidak
adanya ventilasi
dan suara
tambahan

 Tentukan
kebutuhan suction
dengan
mengauskultasi
crakles dan ronkhi
pada jalan nafas
utama

 Auskultasi suara
paru setelah
tindakan untuk
mengetahui
hasilnya

LAPORAN PENDAHULUAN

JANTUNG KORONER

A. Defenisi

American heart association (AHA), mendefinisikan penyakit jantung koroner adalah


istilah umum untuk penumpukan plak di arteri jantung yang dapat menyebabkan serangan
jantung.penumpukan plak pada arteri koroner ini disebut dengan aterosklerosis. (AHA, 2012
hal:14)Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan keadaan dimana terjadi penimbunan plak
pembuluh darah koroner. Hal ini menyebabkan arteri koroner menyempit atau tersumbat.arteri
koroner merupakan arteri yang menyuplai darah otot jantung dengan membawa oksigen yang
banyak.terdapat beberapa factor memicu penyakit ini, yaitu: gaya hidup, factor genetik, usia dan
penyakit pentyerta yang lain. (Norhasimah,2010: hal 48)

B. ETIOLOGI

Etiologi penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan, penyumbatan, atau


kelainan pembuluh arteri koroner. Penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah tersebut
dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan nyeri. Dalam
kondisi yang parah, kemampuan jantung memompa darah dapat hilang. Hal ini dapat merusak
sistem pengontrol irama jantung dan berakhir dan berakhir dengan kematian. Penyempitan dan
penyumbatan arteri koroner disebabkan zat lemak kolesterol dan trigliserida yang semakin lama
semakin banyak dan menumpuk di bawah lapisan terdalam endothelium dari dinding pembuluh
arteri. Hal ini dapat menyebabkan aliran darah ke otot jantung menjadi berkurang ataupun
berhenti, sehingga mengganggu kerja jantung sebagai pemompa darah. Efek dominan dari
jantung koroner adalah kehilangan oksigen dan nutrient ke jantung karena aliran darah ke
jantung berkurang. Pembentukan plak lemak dalam arteri memengaruhi pembentukan bekuan
aliran darah yang akan mendorong terjadinya serangan jantung. Proses pembentukan plak yang
menyebabkan pergeseran arteri tersebut dinamakan arteriosklerosis. Awalnya penyakit jantung di
monopoli oleh orang tua. Namun, saat ini ada kecenderungan penyakit ini juga diderita oleh
pasien di bawah usia 40 tahun. Hal ini biasa terjadi karena adanya pergeseran gaya hidup,
kondisi lingkungan dan profesi masyarakat yang memunculkan “tren penyakit”baru yang bersifat
degnaratif. Sejumlah prilaku dan gaya hidup yang ditemui pada masyarakat perkotaan antara lain
mengonsumsi makanan siap saji yang mengandung kadar lemak jenuh tinggi, kebiasaan
merokok, minuman beralkohol, kerja berlebihan, kurang berolahraga, dan stress. (Hermawatirisa,
2014:hal 2)

C. PATOFISIOLOGI

Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri besar dan kecil yang
ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit dan makrofag di seluruh
kedalaman tunika intima (lapisan sel endotel), dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos).
Arteri yang paling sering terkena adalah arteri koroner, aorta dan arteri-arteri sereberal. (Ariesty,
2011:hal 6).

Langkah pertama dalam pembentukan aterosklerosis dimulai dengan disfungsi lapisan


endotel lumen arteri, kondisi ini dapat terjadi setelah cedera pada sel endotel atau dari stimulus
lain, cedera pada sel endotel meningkatkan permeabelitas terhadap berbagai komponen plasma,
termasuk asam lemak dan triglesirida, sehingga zat ini dapat masuk kedalam arteri, oksidasi
asam lemak menghasilkan oksigen radikal bebas yang selanjutnya dapat merusak pembuluh
darah. (Ariesty, 2011:hal 6).

Cedera pada sel endotel dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan imun, termasuk menarik
sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit, serta trombosit ke area cedera, sel darah putih
melepaskan sitokin proinflamatori poten yang kemudian memperburuk situasi, menarik lebih
banyak sel darah putih dan trombosit ke area lesi, menstimulasi proses pembekuan, mengaktifitas
sel T dan B, dan melepaskan senyawa kimia yang berperan sebagai chemoattractant (penarik
kimia) yang mengaktifkan siklus inflamasi, pembekuan dan fibrosis. Pada saat ditarik ke area
cedera, sal darah putih akan menempel disana oleh aktivasi faktor adhesif endotelial yang
bekerja seperti velcro sehingga endotel lengket terutama terhadap sel darah putih, pada saat
menempel di lapisan endotelial, monosit dan neutrofil mulai berimigrasi di antara sel-sel endotel
keruang interstisial. Di ruang interstisial, monosit yang matang menjadi makrofag dan bersama
neutrofil tetap melepaskan sitokin, yang meneruskan siklus inflamasi. Sitokin proinflamatori
juga merangsan ploriferasi sel otot polos yang mengakibatkan sel otot polos tumbuh di tunika
intima. (Ariesty, 2011:hal 6).

Selain itu kolesterol dan lemak plasma mendapat akses ke tunika intima karena
permeabilitas lapisan endotel meningkat, pada tahap indikasi dini kerusakan teradapat lapisan
lemak diarteri. Apabila cedera dan inflamasi terus berlanjut, agregasi trombosit meningkat dan
mulai terbentuk bekuan darah (tombus), sebagian dinding pembuluh diganti dengan jaringan
parut sehingga mengubah struktur dinding pembuluh darah, hasil akhir adalah penimbunan
kolesterol dan lemak, pembentukan deposit jaringan parut, pembentukan bekuan yang berasal
dari trombosit dan proliferasi sel otot polos sehingga pembuluh mengalami kekakuan dan
menyempit. Apabila kekakuan ini dialami oleh arteri-arteri koroner akibat aterosklerosis dan
tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen, dan kemudian
terjadi iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel miokardium sehingga
menggunakan glikolisis anerob untuk memenuhi kebutuhan energinya. Proses pembentukan
energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat sehinga menurunkan
pH miokardium dan menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina pectoris. Ketika
kekurangan oksigen pada jantung dan sel-sel otot jantung berkepanjangan dan iskemia miokard
yang tidak tertasi maka terjadilah kematian otot jantung yang di kenal sebagai miokard infark.
Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner zat masuk arteri Arteri Proinflamatori Permeabelitas
Reaksi inflamasi Cedera sel endotel Sel darah putih menempel di arteri imigrasi keruang
interstisial pembuluh kaku & sempit Aliran darah Pembentukan Trombus monosit makrofag
Lapisan lemak sel otot polos tumbuh Nyeri Asam laktat terbentuk MCI Kematian. (Ariesty,
2011:hal 6).

D. Manifestasi Klinis

Menurut, Hermawatirisa 2014 : hal 3,Gejala penyakit jantung koroner

1. Timbulnya rasa nyeri di dada (Angina Pectoris)

2. Sesak nafas (Dispnea)

3. Keanehan pada iram denyut jantung

4. Pusing

5. Rasa lelah berkepanjangan

6. Sakit perut, mual dan muntah

Penyakit jantung koroner dapat memberikan manifestasi klinis yang berbeda-beda. Untuk
menentukan manifestasi klinisnya perlu melakukan pemeriksaan yang seksama. Dengan
memperhatikan klinis penderita, riwayat perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik,
elektrokardiografi saat istirahat, foto dada, pemeriksaan enzim jantung dapat membedakan subset
klinis PJK.
KOMPLIKASI

Menurut, (Karikaturijo, 2010: hal 11 ) Komplikasi PJK Adapun komplikasi PJK adalah:

1. Disfungsi ventricular

2. Aritmia pasca STEMI

3. Gangguan hemodinamik

4. Ekstrasistol ventrikel Sindroma Koroner Akut Elevasi ST Tanpa Elevasi ST Infark miokard
Angina tak stabil

5. Takikardi dan fibrilasi atrium dan ventrikel

6. Syok kardiogenik

7. Gagal jantung kongestif

8. Perikarditis

9. Kematian mendadak (Karikaturijo, 2010: hal 11)

Klasifikasi data

Data subjektif Data objektif

Pasien mengatakan Pasien tampak :

 Nyeri dada kiri depan yang tidak  Tanda tanda vital menunjukan suhu
berkurang dengan istirahat 38,6oc frkuensi nadi 90x/nenit

 Klien takut dirinya sakit jantung  Pasien tampak meringis kesakitan


koroner dan hanya berbaring di tempat
tidur

 Nyeri tidak menjalar ke tubuh lainnya


dan bisa di tuju
Analisa data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1. DS : pasien mengatakan Peningkatan tekanan Nyeri Akut b/d


kapiler paru peningkatan tekanan
 Nyeri dada kiri depan yang
kapiler paru
tidak berkurang dengan
istirahat

 Nyeri tidak menjalar ke


tubuh lainnya dan bisa di
tuju

DO : pasien tampak

 Pasien tampak ketakutan,


dan meringis kesakitan
 Tanda tanda vital
menunjukan suhu 38,°c
frekuensi nadi 90x/menit
2. DS : Pasien mengatakan Kegelisahan akan rasa Ansietas b/d
nyeri kegelisahan akan rasa
 Klien takut dirinya sakit
nyeri
jantung koroner dan hanya
berbaring di tempat tidur

DO : Pasien tampak
 Hanya berbaring di tempat
tidur

Diagnosa Keperawatan (Paduan Diagnosa Keperawatan Nanda)


1. Nyeri Akut b/d peningkatan tekanan kapiler paru

2. Ansietas b/d kegelisahan akan rasa nyeri

Intervensi Keperawatan

NO. Diagnosa keperawatan Kriteria hasil Intervensi

1. Nyeri Akut b/d NOC NIC


peningkatan tekanan
 Pain level Pain Management
kapiler paru
 Pain control  Lakukan
 Comfort level pengkajian
Kriteria Hasil nyeri secara

 Mampu mengontrol komprehensif

nyeri (tahu penyebab termasuk

nyeri, mampu lokasi,

menggunakan teknik karakteristik,

nonfarmakologi durasi,

untuk mengurangi frekuensi

nyeri, mencari kualitas dan

bantuan) faktor

 Melaporkan bahwa presipitasi

nyeri berkurang  Obseevasi

dengan reaksi

menggunakan nonverbal dari

manajemen nyeri ketidaknyaman

 Mampu mengenali an

nyeri (skala,  Kaji kultur

intensitas, frekuensi yang

dan tanda nyeri) mempengaruhi

 Menyatakan rasa respon nyeri

nyaman setelah nyeri  Kontrol


berkurang lingkungan
yang dapat
mempengaruhi
nyeri seperti
suhu
 Kurangi faktor
prsipitasi nyeri
Analgesic Administration
 Tentukan
lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian obat
 Tentukan
pilihan
analgesik
tergantung tipe
dan beratnya
nyeri
 Minotor vital
sign sebelum
dan sesudah
pemberian
analgesik
pertama kali
2. Ansietas b/d kegelisahan NOC NIC
akan rasa nyeri
 Anxiety self-control Anxiety Reduction
 Anxiety level (penurunan kecemasan)

 Coping  Gunakan
Kriteria hasil pendekatan
 Klien mampu yang
mengidentifikasi dan menenangkan
mengungkapkan  Nyatakan
gejala cemas dengan jelas
 Mengidentifikasi, harapan
mengungkapkan dan terhadap pelaku
menunjukkan teknik pasien
untuk mengontrol  Jelaskan semua
cemas prosedur dan
 Vital sign dalam apa yang
batas normal dirasakan
 Postur tubuh, selama
ekspresi wajah, prosedur
bahasa tubuh, dan  Pahami
tingkat aktivitas prespektif
menunjukkan pasien terhadap
berkurangnya situasi stress
kecemasan  Temani pasien
untuk
memberikan
keamanan dan
mengurangi
batuk
 Lakukan back
neck rub
 Identifkasi
tingkat
kecemasan
 Instruksikan
pasien
menggunakan
teknik relaksai
 Berikan obat
untuk
mengurangi
kecemasan

LAPORAN PENDAHULUAN
PPOK

A. DEFINISI
 PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya
respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD , 2009).
 PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE) merupakan istilah
yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya
(Price, Sylvia Anderson : 2005)
 PPOK  merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru
yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai
gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang
dikenal dengan COPDadalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale
(S Meltzer, 2001)
 PPOK adalah merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan
penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Bruner & Suddarth, 2002).
 PPOK  merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan ireversibel, terjadi
bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya (Snider, 2003).
B. KLASIFIKASI

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai berikut:

1.   Bronchitis Kronis

a.   Definisi

Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mucus


yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan
pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut
(Bruner & Suddarth, 2002).

b.   Etiologi

Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu:


1) Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.

2) Alergi

3) Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll

c.  Manifestasi klinis

1) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang
mana akanmeningkatkan produksi mukus.

2) Mukus lebih kental

3) Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mukus. Oleh


karena itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan dan meningkatkan
kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar
mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan
meningkat.

4) Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan
normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan
produksi mukus yang banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan
mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi
hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.

5) Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas,


terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap
pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi
alveolar, hypoxia dan asidosis.

6) Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal


timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga
meningkatkan nilai PaCO2.
7) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia
(overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum
yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary.

8) Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan
FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang
akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF

2.   Emfisema

a.   Definisi

Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus
alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2002).

b.   Etiologi

1)      Faktor tidak diketahui

2)      Predisposisi genetic

3)      Merokok

4)      Polusi udara

c.    Manifestasi klinis

1)      Dispnea

2)      Takipnea

3)      Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan

4)      Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru

5)      Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi

6)      Hipoksemia

7)      Hiperkapnia
8)      Anoreksia

9)      Penurunan BB

10)  Kelemahan

3.   Asthma Bronchiale

a.   Definisi

Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan
bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran
bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas (Bruner &
Suddarth, 2002).

b.   Etiologi

1)      Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)

2)      Infeksi saluran  nafas

3)      Stress

4)      Olahraga (kegiatan jasmani berat)

5)      Obat-obatan

6)      Polusi udara

7)      Lingkungan kerja

8)      Lain-lain (iklim, bahan pengawet)

c.    Manifestasi Klinis

1)      Dispnea

2)      Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa berat),

3)      wheezing,
4)      batuk non produktif

5)      takikardi

6)      takipnea

C. ETIOLOGI

Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel gas yang dihirup
oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk :

1.   asap rokok 

a.    perokok aktif 

b.   perokok pasif 

2.   polusi udara

a.    polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor

b.   polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan

3.    polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)

4.    infeksi saluran nafas bawah berulang

D. PATOFISIOLOGI

Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen untuk
keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme.
Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk
dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan
pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan
ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan
obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk
melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi
digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi
paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).

Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok merangsang


perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus
mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel
penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan
penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus
berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat
purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama
ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit
dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD, 2009).

Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada


paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di
paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi
berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat
pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak
terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps
(GOLD, 2009).

Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil, komposisi
seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh
neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic
Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan
jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan
adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya
inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi
berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).

E. MANIFESTASI KLINIS

Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batuk bersifat
produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung lama dan sepanjang
hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian
berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin bertambahnya parahnya batuk
penderita.

Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang hari, tidak
hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini menunjukkan adanya
obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa penderita
PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat
mengalami eksaserbasi akut.

Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:

1)      Batuk bertambah berat

2)      Produksi sputum bertambah

3)      Sputum berubah warna

4)      Sesak nafas bertambah berat

5)      Bertambahnya keterbatasan aktifitas

6)      Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis

7)      Penurunan kesadaran

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1.  Pemeriksaan radiologi

a.  Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

1)  Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari
hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.

2)  Corak paru yang bertambah


b.  Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

1)  Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan


ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.

2)  Corakan paru yang bertambah.

3)  Pemeriksaan faal paru

Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan
KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM
(kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan
KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada
stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small
airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi
berkurang.

2. Analisis gas darah

Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi


vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang
pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun
polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu
penyebab payah jantung kanan.

3. Pemeriksaan EKG

Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal
terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS
rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB
inkomplet.

4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.

5. Laboratorium darah lengkap

G. KOMPLIKASI
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai
saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan
konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.

2. Asidosis Respiratory

Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul


antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.

3. Infeksi Respiratory

Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan


rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran
udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.

4. Gagal jantung

Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi
terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan
bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.

5. Cardiac Disritmia

Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.

6. Status Asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini


sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi
yang biasa diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali
terlihat.

H.    PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:


1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga
fase kronik.

2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.

3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari


polusi udara.

2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu
diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu
sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.

4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk


mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih kontroversial.

5. Pengobatan simtomatik.

6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.

7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1 -
2 liter/menit.

Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.

2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling
efektif.

3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmani.

4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
mengerjakan pekerjaan semula
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)

1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara

2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :

a.   Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi ini umumnya
disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-
0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat
diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang
memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau
doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat
penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-
10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda
pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.

b.   Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan
berkurangnya sensitivitas terhadap CO2

c.    Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.

d.   Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya golongan
adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau
ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 -
0,56 IV secara perlahan.

3.   Terapi jangka panjang di lakukan :

a.    Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-0,5/hari dapat
menurunkan kejadian eksaserbasi akut.

b.   Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien maka
sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.

c.    Fisioterapi

4.   Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik


5.   Mukolitik dan ekspektoran

6.   Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan PaO2
(7,3Pa (55 MMHg)

Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi,
untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.

Klasifikasi data

Data subjektif Data objektif

Pasien mengatakan Pasien tampak :

 Batuk dan sesak nafas yang semakin  Pada anamnesa didapat riwayat
berat sejak 2 hari terakhir. merokok
 Di diagnosa PPOK
 TTV : TD : 159/90 mmHg, Nadi :
90x/menit, RR : 34x/menit
 Edema tungkai

Analisa data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1. DS : pasien mengatakan Nafas pendek, mukus, Pola nafas tidak


bronkokontrksi efektik b/d nafas
 Batuk dan sesak nafas yang
pendek, mukus,
semakin berat sejak 2 hari
terakhir bronkokontriksi

DO : pasien tampak

 Pada anamnesa didapat


riwayat merokok
 Di diagnosa PPOK
 TTV : TD : 159/90 mmHg,
Nadi : 90x/menit, RR :
34x/menit
 Edema tungkai

Diagnosa Keperawatan (Paduan Diagnosa Keperawatan Nanda)

1. Pola nafas tidak efektik b/d nafas pendek, mukus, bronkokontriksi

Intervensi Keperawatan

NO. Diagnosa keperawatan Kriteria hasil Intervensi

1. Pola nafas tidak efektik b/d NOC : 1.       Ajarkan klien


nafas pendek, mukus, latihan bernapas
v Respiratory status :
bronkokontriksi diafragmatik dan
Ventilation
pernapasan bibir
NOC dirapatkan.

v  Respiratory status : Airway 2.       Berikan dorongan


patency untuk menyelingi aktivitas
dengan periode istirahat.
v  Vital sign Status
3.       Biarkan pasien
Kriteria Hasil :
membuat keputusan
v Mendemonstrasikan batuk tentang perawatannya
efektif dan suara nafas yang berdasarkan tingkat
bersih, tidak ada sianosis dan toleransi pasien.
dyspneu (mampu
4.       Berikan dorongan
mengeluarkan sputum, mampu
penggunaan latihan otot-
bernafas dengan mudah, tidak
otot pernapasan jika
ada pursed lips)
diharuskan.
v Menunjukkan jalan nafas
yang paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam
rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)

v Tanda Tanda vital dalam


rentang normal (tekanan darah
(sistole 110-130mmHg dan
diastole 70-90mmHg), nad
(60-100x/menit)i, pernafasan
(18-24x/menit))

LAPORAN PENDAHULUAN
BRONKOPNEUMONIA

A. Pengertian
Bronchopneumoni merupakan salah satu jenis pneumonia yang memiliki pola penyebaran
berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi & meluas ke
parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 ).
Bronkopneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan olehbermacam-macam etiologi
jamur dan seperti bakteri, virus, dan benda asing( Ngastiyah,2005).
Bronkopneumonia suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas sampai bronkioli atau
dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui cara penyebaran langsung
melalui saluran pernafasan atau melalui hematogen sampai ke bronkus.(Riyadi
sujono&Sukarmin,2009).

B. Klasifikasi
Berikut merupakan klasifikasi pneumonia :
1. Community Acquired Pneunomia dimulai juga sebagai penyakit pernafasan umum &
dapat berkembang menjadi sebuah pneumonia. Pneumonia Streptococal ialah suatu 
organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini umumnya menimpa kalangan anak-
anak atau kalangan orang lanjut usia.

2. Hospital Acquired Pneumonia dikenal juga sebagai pneumonia nosokomial.


Organisme seperti ini ialah suatu  aeruginisa pseudomonas. Klibseilla / aureus
stapilococcus, ialah bakteri umum penyebab hospital acquired pneumonia.

3. Lobar & Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Saat Ini
ini pneumonia diklasifikasikan berdasarkan organisme, bukan cuma menurut lokasi
anatominya.

4. Pneumonia viral, bakterial & fungi dikategorikan berdasarkan dari agen penyebabnya,
kultur sensifitas dilakukan untuk dapat mengidentifikasikan organisme perusak.
( Reeves, 2001).

C. Etiologi
Umumnya individu yg terserang bronchopneumonia diakibatkan karena adanya penurunan
mekanisme pertahanan daya tahan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang yg normal
dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yg terdiri atas :
reflek glotis & batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yg menggerakkan kuman ke arah
keluar dari organ, & sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronchopneumonia biasanya disebabkan oleh virus,  jamur, protozoa, bakteri,
mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M. Nettiria, 2001 : 682) antara lain:
1. Virus : Legionella pneumoniae

2. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans

3. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.

4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru

5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.

D. Patofisiologi
Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah mikroorganisme (jamur, bakter, virus) &
sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (bensin, minyak tanah, & sejenisnya).
Serta aspirasi ( masuknya isi lambung ke dalam saluran napas). Awalnmya mikroorganisme
dapat masuk melalui percikan ludah ( droplet) infasi ini dapat masuk ke saluran pernapasan atas
& menimbulkan reaksi imunologis dari tubuh. Reaksi ini menyebabkan peradangan, di mana
ketika terjadi peradangan ini tubuh dapat menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam pada
penderita.Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan secret. Semakin lama secret semakin
menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi semakin sempit & pasien dapat merasa
sesak. Tidak Hanya terkumpul di bronkus, lama kelamaan secret dapat sampai ke alveolus paru
& mengganggu sistem pertukaran gas di paru.
Tidak Hanya menginfeksi saluran napas, bakteri ini dapat juga menginfeksi saluran cerna ketika
ia terbawa oleh darah. Bakteri ini dapat membuat flora normal dalam usus menjadi agen
pathogen sehingga timbul masalah GI tract.

E. Manifestasi Klinis
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksitraktusrespiratoris bagian atas selama
beberapa hari suhu tubuh naik sangat mendadak sampai 39-40 derajat celcius dan kadang disertai
kejang karena demam yang tinggi.Anak sangat gelisah, dispenia pernafasan cepat dan dangkal
disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut, kadang juga disertai
muntah dan diare.Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit tapi setelah beberapa
hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif.Pada stadium permulaan sukar dibuat
diagnosis dengan pemeriksaan fisik tetapi dengan adanya nafas dangkal dan cepat, pernafasan
cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut dapat diduga adanya pneumonia.Hasil
pemeriksaan fisik tergantung luas daerah auskultasi yang terkena, pada perkusi sering tidak
ditemukan kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronchi basah nyaring halus
dan sedang.(Ngastiyah, 2005).

1. Pnemonia bakteri
Gejala :
a. Anoreksi
b. Rinitis ringan
c. Gelisah
Berlanjut sampai:
a.Nafas cepat dan dangkal
b.Demam
c. Malaise  (tidak nyaman)
d. Ekspirasi berbunyi
e. Leukositosis
f. Foto thorak pneumonia lebar
g. Kurang dari 2 tahun vomitus dan diare ringan
h. Lebih dari 5 tahun, sakit kepala dan kedinginan

2. Pnemonia Virus
Gejala awal  :
a. Rhinitis
b. Batuk
Berkembang sampai :
a. Ronkhi basah
b. Emfisema obstruktif
c. Demam ringan, batuk ringan dan malaise sampai demam tinggi batuk hebat dan lesu

3. Pneumonia mikroplasma
Gejala :
a. Anoreksia
b. Menggigil
c. Sakit kepala
d. Demam
Berkembang sampai :
a. Rhinitis alergi
b. Sakit tenggorokan batuk kering berdarah
c. Area konsolidasi pada penatalaksanaan pemeriksa thorak

Komplikasi
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
1. Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru yang
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau reflek batuk hilang.
2. Empyema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalmrongga pleura yang
terdapat disatu tempat atau seluruh ronggapleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dala jaringan paru yangmeradang.
4. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
(WhaleyWong, 2006)

Penatalaksanaan
1. Oksigen 1-2 liter per menit.
2. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahapmelaui selang
nasogastrik dengan feeding drip.
3. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salinnormal dan beta agonis
untuk transport muskusilier.
4. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa elektrolit (Arief Mansjoer,2000).
Klasifikasi data

Data subjektif Data objektif

Pasien mengatakan Pasien tampak :

 Sesak nafas  RR : 56x/menit


 Pernafasan cuping hidung
 Batuk pilek
 Retraksi intercostal
 Panas

Analisa data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1. DS : pasien mengatakan perubahan membrane Gangguan pertukaran


alveolus kapiler gas b/d perubahan
 Sesak nafas
membrane alveolus
 Batuk pilek kapiler
 Panas

DO : pasien tampak

 RR : 56x/menit
 Pernafasan cuping hidung
 Retraksi intercostal

Diagnosa Keperawatan (Paduan Diagnosa Keperawatan Nanda)

1. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membrane alveolus kapiler


Intervensi Keperawatan

NO. Diagnosa keperawatan Kriteria hasil Intervensi

1. Gangguan pertukaran gas NOC NIC


b/d perubahan membrane
 Respiratory status : Gas Airway Management
alveolus kapiler
exchange
 Buka jalan nafas,
 Respiratory status : gunakan teknik
Ventilation Chin lift atau jaw
thrust bila perlu
 Vital sign status
 Posisikan pasien
Kriteria hasil :
untuk
 Mendemonstrasikan memaksimalkan
peningkatan ventilasi ventilasi
dan oksigenasi yang
 Identifikasi pasien
adekuat
perlunya
 Memelihara kebersihan pemasangan alat
paru-paru dan bebas jalan nafas buatan
dari tanda-tanda
 Pasang mayo bila
distress pernapasan
perlu
 Mendemonstrasikan
 Lakukan
batuk efektif dan suara
fisioterapi dada
nafas yang bersih, tidak
jika perlu
ada sianosis dan
dyspneu (mampu  Keluarkan sekret
mengeluarkan sputum, dengan batuk atau
mampu bernafas suction
dengan mudah, tidak
 Auskultasi suara
ada pursed lips)
Tanda-tanda vital dalam nafas, catat adanya
rentang normal suara tambahan

 Lakukan suction
pada mayo

 Berikan
brokodilator bila
perlu

 Berikan pelembab
udara

 Atur intake untuk


cairan
mengoptimalkan
keseimbangan

 Monitor respirasi
dan status O2

Repiratory Monitoring

 Monitor rata-rata
kedalaman, irama
dan usaha respirasi

 Catat pergerakan
dada, amati
kesimetrisan
penggunaan otot
tambahan, retrakai
otot
supraclavicular
dan intercostal

 Monitor suara
nafas, seperti
dengkur

 Monitor pola nafas


: bradipnea,
takipnea,
kussmaul,
hiperventilasi,
Cheyne Stokes,
biot

 Catat lokasi trakea

 Monitor kelelahan
otot diafragma
(gerakan
paradoksis)

 Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan/tidak
adanya ventilasi
dan suara
tambahan

 Tentukan
kebutuhan suction
dengan
mengauskultasi
crakles dan ronkhi
pada jalan nafas
utama

 Auskultasi suara
paru setelah
tindakan untuk
mengetahui
hasilnya

DAFTAR PUSTAKA

Amin Hardhi;2009 dalam “Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan
nanda (North Nursing Diagnostic Assosiation) nic noc – jilid 1”. Yogyakarta : Mediaction

Anda mungkin juga menyukai