Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tahu
Tahu merupakan salah satu makanan olahan yang terbuat dari kedelai yang banyak
diminati oleh masyaratak Indonesia. Kata tahu berasal dari China tao-hu, teu-hu atau tokwa.
Kata “tao” atau “teu” berarti kacang, sedangkan “hu” atau “kwa” artinya rusak atau hancur
menjadi bubur, secara definisi tahu adalah makanan olahan dari kedelai yang dihancurkan
menjadi seperti bubur (Kastyanto, 1999). Selain harganya yang terjangkau, tahu juga
memiliki rasa yang enak. Tahu dengan kualitas yang baik salah satunya yaitu memiliki
komposisi protein yang tinggi (Gandhi, 2009). Tahu mempunyai komponen protein nabati
yang baik bagi kesehatan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Menurut standar
industri Indonesia, tahu adalah makanan padat yang dicetak dari susu kedelai dengan proses
pengendapan protein padatitik isoelektriknya atnpa atau dengan ditambahkan bahan lain yang
diijinkan (Liu, 1999; Markley, 1985; Metussin, 1992; Shurtleff & Aoyagi, 1984).
Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan tahu antara lain kedelai dan bahan
penggumpal. Kedelai yang dipakai harus memiliki mutu yang tinggi (kandungan gizi yang
memenuhi standar), utuh dan bersih dari segala kotoran. Umumnya senyawa yang digunakan
sebagai penggumpal yaitu senyawa kalsium sulfat (CaSO 4), asam cuka, dan biang tahu,
sedangkan apabila diperlukan zat pewarna dianjurkan pewarna yang dipakai adalah kunyit.
Menurut Suprapti (2005), tahu dibuat dari kacang kedelai dan dilakukan proses
penggumpalan (pengendapan). Kualitas tahu sangat bervariasi karena perbedaan bahan
penggumpalan dan perbedaan proses pembuatan. Tahu diproduksi dengan memanfaatkan
sifat protein, yaitu akan menggumpal bila bereaksi dengan asam. Terdapat tahapan dalan
pembuatan tahu antara lain merendam kedelai, mengupas, menggiling, menyaring, memasak,
menggumpalkan, mencetak dan memotong (Susanto, 1994).
Tahu memiliki kandungan air sebesar 86%, protein 8-12%, lemak 4-6% dan karbohidrat
1-6%. Selain itu tahu juga mengandung berbagai macam mineral seperti kalsium, zat besi,
fosfat, kalium, natrium, serta vitamin seperti kolin, vitamin B, dan vitamin E. Tahu juga
memiliki daya cerna yang cukup tinggi karena kandungan serat dan karbohidrat yang bersifat
larut dalam air sebagian besar terbuang pada proses pembuatannya. Daya cerna tahu yaitu
sekitar 95% dapat dikonsumsi dengan aman oleh semua golongan dari bayi hingga orang
dewasa (Shurtleff & Aoyagi, 1984). Untuk lebih jelasnya komposisi kimia dari tahu dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Nilai Gizi Pada 100g Tahu Segar

(Sumber: Departemen Kesehatan RI, 1996)


2.2 Limbah Cair Tahu
Produksi tahu di Indonesia masih dilakukan secara tradisional sehingga tidak adanya
sistem pembuangan limbah dari hasil pembuatan tahu tersebut. Umumnya produsen
pembuatan tahu tidak mengolah limbah hasil pembuatan tahu dikarenakan biaya yang cukup
mahal serta kurangnya pengetahuan dalam pengolahan limbah tersebut (Yudhistira, B., dkk,
2016). Limbah tahu adalah bahan buangan yang muncul akibat dari kegiatan produksi tahu
yang sudah tidak dimanfaatkan lagi (Nurhasan & Pramudyanto, 1991).
Pada industri tahu dihasilkan dua macam limbah yaitu limbah padat dan limbah cair.
Limbah padat berupa ampas tahu yang diperoleh pada saat ekstraksi susu kedelai atau saat
penyaringan, sedangkan limbah cair dihasilkan setelah koagulasi protein dari susu kedelai
dan pada saat proses pengepresan atau pencetakan tahu. Pada limbah cair tahu mengandung
9% protein, 0,69% lemak, dan 0,05% karbohidrat (Triyono & Hasanudin, 1998). Limbah cair
merupakan bagian terbesar dan berpotensi mencemari lingkungan, limbah ini terjadi karena
adanya sisa air tahu yang tidak menggumpal, potongan tahu yang hancur karena proses
penggumpalan yang tidak sempurna serta cairan keruh kekuningan yang dapat menimbulkan
bau tidak sedap bila dibiarkan (Nohong, 2010). Limbah cair tahu berasal dari proses
perendaman, pencucian kedelai, pencucian peralatan proses produksi tahu, penyaringan dan
pengepresan atau pencetakan tahu (Kaswinarmi, 2007).
Komponen nutrisi yang lengkap dari limbah cair tahu yang masih mengandung protein
dengan kadar protein yang tinggi memungkinkan mikroorganisme penghasil protease tumbuh
di dalamnya. Mikroorganisme tersebut memanfaatkan oksigen untuk mengoksidasi bahan
organik menjadi energi sehingga kadar oksigen terlarut dalam perairan akan berkurang dan
nilai BOD akan menigkat. Apabila oksigen terlarut dalam perairan habis, maka prroses
perombakan bahan organik akan berlangsung secara anaerob. Pada proses ini dihasilkan
senyawa-senyawa yang menimbulkan bau busuk serta juga bersifat racun bagi hewan dan
manusia (Wardani & Nindita, 2012).
Limbah cair tahu memiliki karakteristik yang meliputi dua hal, yaitu karakteristik fisika
dan kimia. Karakteristik fisika meliputi padatan total, padatan tersuspensi, suhu, warna, dan
bau. Sedangkan karakteristik kimia meliputi bahan organic, bahan anorganik, dan gas.
Kisaran suhu air limbah tahu adalah 37-45°C, kekeruhan 535-585 FTU, warna 2.225-2.250
Pt.Co, amonia 23,3-23,5 mg/1, BOD5 6.000-8.000 mg/1 dan COD 7.500-14.000 mg/1
apabila limbah cair tahu ini langsung dibuang ke saluran air, maka akan menurunkan daya
dukung lingkungan. Sehingga dalam industri tahu diperlukan suatu pengolahan limbah yang
bertujuan untuk mengurangi resiko beban pencemaran yang ada. Gas-gas yang biasa
ditemukan dalam limbah tahu adalah gas nitrogen (N2), oksigen (O2), hydrogen sulfide (H2S),
ammonia (NH3), karbondioksida (CO2), dan metana (CH4) (Herlambang, 2002).
Limbah cair tahu mengandung senyawa organik yang tinggi, terutama protein. Adanya
senyawa organik tersebut menyebabkan limbah cair industry tahu mengandung BOD, COD
dan TSS yang tinggi (Husin, 2003). Pencemaran bahan organik limbah industri tahu akan
berdampak pada kehidupan biotik. Menurunnya kualitas air di perairan akibat peningkatan
kandungan bahan organic. Aktivitas dari organisme dapat memecah molekul organik yang
kompleks menjadi lebih sederhana. Bahan anorganis seperti ion fosfat dan nitrat dapat
digunakan sebagai bahan fotosistesis bagi tanaan. Selama proses metabolisme oksigen
banyak digunakan, sehingga apabila bahan organikdi dalam air sedikit, oksigen akan segera
diganti oleh oksigen dari hasil fotosistesis dan oleh aerasi udara. Namun sebaliknya,
jikakonsentrasi beban organic terlalu tinggi, maka akan terciptanya kondisi anaerob yang
akan menghasilkan produk dekomposisi berupa ammonia, karbondioksida, asam asetat,
hydrogen sulfide, dan metana. Senyawa tersebut bersifat toksisk bagi sebagian besar hewan
air dan akan menimbulkan bau (Herlambang, 2002).
Parameter kunci dalam pengendalian limbah tahu adalah, temperature, BOD, COD, TSS,
dan pH. Menurut peraturan daerah Pemerinah Provinsi Jawa Tengah No. 10 Tahun 2004
tentang Baku Mutu Air Limbah, untuk limbah tahu sendiri tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Baku Mutu Air Limbah Tahu

(Sumber: Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 10, Th. 2004)

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 1996. 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta
Gandhi, A. 2009. Review Article Quality Of Soybean And Its Food Products.
International Food Research Journal, Vol. 19 No. 3, Hal: 11-19
Herlambang, A. 2002. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu. Samarinda:
Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan (BPPT) dan Bapedal
Husin, A. 2003. Pengolahan Limbah Cair Tahu Menggunakan Biji Kalor (Moringa
Olcifera Seeds) Sebagai Koagulan. Laporan Penelitian Dosen Muda, Fakultas
Teknik USU
Kastyanto, F.W. 1999. Membuat Tahu. Jakarta: Penebar Swadaya
Kaswinarni, F. 2007. “Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat dan Cair Industri. Tahu”.
Thesis. Semarang: Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas
Liu, K. 1999. Soybeans; Chemistry, technology and Utilizatio. An Aspen Publication.
Gaithersbur, Maryland, pp. 165-197.
Markley, K. 1985. Soybean and Soybean Products. New York: 1stEdition Inter Science
Publisher, p 85
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pedoman Gizi Seimbang Permenkes RI.
Pedoman Gizi Seimbang Permenkes RI. Vol. 1, No. 2, Hal: 1-96
Metussin, R. 1992. Micronization Effects on Composition and properties of Tofu.
Journal of Food Science, Vol. 57 No. 2
Nurhasan, Pramudyanto. 1991. Penanganan air limbah tahu dalam uniek M.C.,Clara,
1999. Pemanfaatan limbah cair tahu untuk produksi enzimα-amilase dari Bacillus
amyloliquefaciens. Skripsi jurusan TPHP, Fakultas Teknologi Pertaian, UGM,
Yogyakarta.
Nohong. 2010. Pemanfaatan Limbah Tahu Sebagai Bahan Penyerap Logam Krom,
Kadmiun dan Besi Dalam Air Lindi TPA. Jurnal Pembelajaran Sains. Vol. 6, No.
2: 257-269. Kendari: Jurusan Kimia FMIPA. Universitas Haluoleo Kendari.
Shurtleff & Aoyagi. 1984, Tofu and Soymilk Production, The Book of Tofu, New Age
Food Study Center, La Vayette, Vol. 2, pp. 5
Suprapti, M. L. 2005. Pembuatan Tahu. Kanisius: Yogyakarta
Susanto, T dan Saneto, B. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Surabaya: Bina
Ilmu
Triyono, S. & Hasanudin, U. 1998. Pengurangan beban pencemaran air limbah industri
tahu melalui proses pengurangan kadar minyak kedelai. Laporan penelitian.
Lampung: Faperta Universitas Lampung.
Wardani, A.K. and Nindita, L.O.2012. Purifkasi dan Karakterisasi Protease dari Bakteri
Hasil Isolasi dari Whey Tahu. Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 13, No. 3
Yudhistira, B., dkk. 2016. Karakteisasi: Limbah Cair Industri Tahu dengan Koagulan
yang Berbeda (Asam Asetat dan Kalsium Sulfat). Journal of Sustainable
Agriculture, Vol. 31 No. 2, Oktober 2016. Hal. 137-145

Anda mungkin juga menyukai