Anda di halaman 1dari 22

SISTEM RESPI

1. TB Paru Tanpa Komplikasi


Di PPK halaman 7 - 14
2. Asma Bronkial (Asma Stabil)
Di PPK halaman 251 – 253
3. Pneumonia / Bronkopneumonia
Di PPK halaman 262 - 267
4. Brinkitis Akut
Di PPK halaman 248 - 250
5. Status Asmatikus (Asma Akut Berat)
Di PPK halaman 258 - 261
6. PPOK eksaserbasi akut
Di PPK halaman 269 - 272
7. Pneumonia Aspirasi
Di PPK halaman 261 - 262
8. Efusi Pleura Masif
9. Flu Burung
10. Acute Respiratory Distress Syndrom (ARDS)
11. SARS
A. EFUSI PLEURA MASIF
a. Masalah Kesehatan
Pleura merupakan membran serosa yang melingkupi parenkim paru,
mediastinum, diafragma serta tulang iga; terdiri dari pleura viseral dan pleura
parietal.Rongga pleura terisi sejumlah tertentu cairan yang memisahkan kedua
pleura tersebut sehingga memungkinkan pergerakan kedua pleura tanpa hambatan
selama proses respirasi.Cairan pleura berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler
pleura, ruang interstitial paru, kelenjar getah bening intratoraks, pembuluh darah
intratoraks dan rongga peritoneum. Cairan pleura mengandung 1.500 – 4.500 sel/
mL, terdiri dari makrofag (75%), limfosit (23%), sel darah merah dan mesotel
bebas. Produksi cairan pleura adalah 15 mL/hr. Cairan pleura normal mengandung
protein 1 – 2 g/100 mL.
Efusi Pleura adalah ketika terdapatnya cairan berlebih di dalam rongga pleura. Hal
ini disebabkan ketidakseimbangan antara produksi dan absrobsi cairan pleura.
Efusi cairan dapat berbentuk transudate mempunyai karakteristik yaitu
rendahnya konsentrasi protein dan molekuk besar lainnya, terjadinya karena
penyakit lain bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati,
sindrom nefrotik, dialysis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan,
perikarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan pneumotoraks. Efusi
eksudat memiliki karakteristik memiliki kandungan protein lebih tinggi
dibandingkan eksudat, terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan
permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial
berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam
rongga pleura.Penyebab utama efusi eksudat adalah pneumonia bakteri,
keganasan (ca paru,mama,limfoma,ovarium), infeksi virus,dan emboli paru.
Sedangkan efusi pleura massif merupakan akumulasi cairan dalam rongga pleura
melebihi 2/3 rongga toraks. Efusi pleura massif disebabkan oleh malignan dan
non malignan.

b. Hasil Anamnesis
- Nyeri dada
- Sesak napas makin lama semakin meningkat
- Meningkat dengan aktivitas
- Suka tidur pada sisi yang sakit
c. Hasil Pemriksaan Fisik
- Pergerakan dada tidak simetris (inspeksi)
- Cairan >300cc,bagian yang ada cairan :
Perkusi redup (perkusi), fremitus menghilang (palpasi), suara napas
melemah – hilang (auskultasi), trakea terdorong ke kontralateral
Kemudian dilakukan pemeriksaan cairan pleura untuk mengetahui tipe transudate atau
eksudat. Untuk membedakannya dengan cara mengukur LDH dan protein di dalam
cairan pleura. Kriteria penentuan tipe transudate atau eksudat adalah :
- Protein cairan pleura/serum protein >0,5
- LDH cairan pleura/LDH serum >0,6
- LDH cairan pleura : lebih dari 200 IU atau 2/3 batas atas nilai normal
di dalam serum.
Tipe Eksudat : minimal memenuhi 1 kriteria diatas
Tipe Transudat : Jika semua point tidak terpenuhi
Perlu dilakukan tes tambahan seperti deskripsi cairan,banyaknya glukosa, hitung jenis,
tes mikrobiologi dan sitologi.
Catatan :
Jika ternyata kriteria diatas terpenuhi 1 atau lebih ( kearah eksudat) sedangkan secara
klinis lebih mengarah ke efusi transudate, perlu dilakukan pengukuran perbandingan
protein di dalam serum dengan cairan pleura. Jika hasilnya >= 31 g/L (3,1g/dl), berarti
efusi tipe transudate.

d. Pemeriksaan Penunjuang
- Foto Toraks Dada
Posisi PA : Sudut kostofrenikus tumpul (>500cc), foto diambil dalam posisi
duduk atau berdiri
Posisi Lateral : Sudut kostofrenikus tumpul jika cairan >200 cc
PA/Lateral : terdapat perselubungan homogen,radioopak(putih), permukaan
atas cekung.
- USG Toraks
- Pungsi Pleura (torakosintesis) dan analisis cairan pleura
- Makroskopis : Transudat ( Jernih,agak kuning)
Eksudat ( warna lebih gelap,keruh)
Empiema (opak,kental)
Efusi kaya kolesterol (berkilau)
Chylous (susu)
- Mikroskopis : leukosit <1000/mm3
Leukosit meningkat
Limfosit matur,
(neoplasma,limfoma,TBC)
Leukosit PMN yang mendominasi
(pneumonia,pankreatitis).
e. Penegakan diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan pemeriksaan fisis


yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi dan
analisa cairaan pleura.
DD :
- Tumor Paru
- Hematothorax
- Empiema
Komplikasi :
- Efusi pleura berulang,terlokalisasi
- Empiema,gagal napas.
f. Tatalaksana
- Efusi pleura  sedikit  pungsi  untuk diagnostic
Effusi Pleura = Thorakosintesis dilanjut pleurodesis kalau perlu
pakai obat Ab neomycin.(Efusi pleura cairan sedikit
thoakosintesis)
Obat lainnya :
- Antibiotik  sesuai jenis kuman penyebab infeksi pleuranya.
Secara empiric bisa diberikan penicillin, ampicillin, quinolone,
azytromicin.
- Efusi Pleura  Banyak dan menyebabkan sesak  pungsi 
untuk terapi .Apabila efusi pleura massive cairan sampai
intercostal 2  pungsi segera.
- WSD : cairan banyak,terdapat gangguan pengembangan paru,
gangguan pernafasan. WSD diberhentikan jika mulai batuk
batuk.
g. Prognosis
Apabila efusi pleura massive cairan sampai intercostal 2  pungsi
segera jika tidak prognosis jelek / dubia ad malam.
B. FLU BURUNG
a. Masalah Kesehatan
Merupakan penyakit infeksi akibat virus influenza tipe A yang biasa mengenai
unggas. . Penyebab kehebohan avian influenza atau flu burung ini adalah virus
influenza A subtype H5N1 yang secara ringkas disebut virus H5N1. Untuk
selanjutnya yang dimaksud virus avian influenza adalah virus A (H5N1) ini. Virus
avian influenza ini digolongkan dalam Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI).
Virus influenza pada unggas mempunyai sifat dapat bertahan hidup di air sampai 4
hari pada suhu 22°C dan lebih dari 30 hari pada suhu 0°C. Di dalam tinja ungags dan
dalam tubuh unggas sakit dapat hidup lama, tetapi mati pada pemanasan 60°C selama
30 menit atau 56°C selama 3 jam dan pemanasan 80°C selama 1 menit. Virus akan
mati dengan deterjen, disinfektan misalnya formalin, cairan yang mengandung iodin
dan alkohol 70%. Salah satu ciri yang penting dari virus influenza adalah
kemampuannya untuk mengubah antigen permukaannya (H dan N) baik secara
cepat/ mendadak maupun lambat (bertahun-tahun). Peristiwa terjadinya perubahan
besar dari struktur antigen permukaan yang terjadi secara singkat disebut antigenic
shift. Masa inkubasi avian influenza sangat pendek yaitu 3 hari, dengan rentang 2-4
hari.

b. Hasil Anamnesis
- Batuk,
- Pilek
- Demam >38°C
- Sefalgia
- Nyeri tenggorokan
- Nyeri otot
- Mialgia
- Malaise
- Pada gastro-intestinal berupa diare dan keluhan lain berupa
konjungtivitis.

Catatan : Anamnesis ditanyakan adanya riwayat berpergian ke daerah endemis


atau riwayat kontak dengan unggas yang mati mendadak

c. Hasil Pemeriksaan Fisik - tidak ada yang khas

d. Pemeriksaan Penunjang
- Uji Konfirmasi :
- kultur dan identifikasi virus H5N1.
- uji Real Time Nested PCR {Polymerase Chain Reaction) untuk H5.
- uji Serologi :
1. Imunofluorescence (IFA) test: ditemukan antigen positif dengan
menggunakan antibodi monoclonal Influenza A H5N1.
2. Uji netralisasi: didapatkan kenaikan titer antibody spesifik influenza
A/H5N1 sebanyak 4 kali dalam paired serum dengan uji netralisasi.
3. Uji Penapisan :
a). Rapid Test untuk mendeteksi Influenza A.
b). HI Test dengan darah kuda untuk mendeteksi H5N1
c) Enzim Immunoassay (ELISA) untuk mendeteksi H5N1
Pemeriksaan Lain
1. Hematologi : Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, total
limfosit. Umumnya ditemukan leukopeni, limfositopeni atau limfositosis relatif dan
trombositopeni.
2. Kimia : Albumin/globulin, SGOT/SGPT, ureum, kreatinin, kreatin kinase,
analisa gas darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan
SGOT/SGPT, peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan kreatin kinase,
Analisa gas darah dapat normal atau abnormal. Kelainan laboratorium sesuai
dengan perjalanan penyakit dan
komplikasi yang ditemukan.
3. Pemeriksaan radiologi : Pemeriksaan foto toraks PA dan lateral (bila diperlukan).
- Terlihat konsolidasi atau infiltrate.
- Pada fase awal foto toraks dapat normal.
- Pada fase lanjut ditemukan ground glass opacity, konsolidasi homogen atau
heterogen pada
paru, dapat unilateral atau bilateral.
- Lokasi dapat mengenai semua lapangan, tetapi yang tersering di lapangan
bawah.
- Serial foto harus dilakukan karena perjalanan penyakitnya progresif

e. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis dapat dipastikan secara serologi dengan membandingkan kadar
serum fase konvalesen dengan fase akut dengan uji inhibisi heaglutinasi, atau
pada isolasi virus atau pada pemeriksaan dengan Polymerase Chain Reaction
kualitatif (RT-PCR) untuk mendeteksi gen H5 dari A (H5N1).7
Departemen Kesehatan Rl membuat kriteria diagnosis flu burung sebagai berikut:
 Pasien Dalam Observasi
Seseorang yang menderita demam/panas > 38° C disertai satu atau lebih gejala di
bawah ini :
a), batuk,
b). sakit tenggorokan,
c).pilek,
d). napas pendek/sesak napas (pneumonia) di mana belum jelas ada atau tidaknya
kontak dengan unggas sakit/mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya
dan produk mentahnya. Pasien masih dalam observasi klinis, epidemiologis dan
pemeriksaan laboratorium.
 Kasus Suspek Al H5 N1 {Under Investigation atau Dalam Pengawasan
Seseorang yang menderita demam/panas ± 38° C disertai satu atau lebih gejala di
bawah ini :
a), batuk,
b). sakit tenggorokan,
c). pilek,
d). napas pendek/sesak napas,
e).pneumonia, dan diikuti satu atau lebih keadaan di bawah ini:
1). Pernah kontak dengan unggas (ayam, itik,burung) sakit/mati mendadak yang
belum diketahui penyebabnya dan produk mentahnya dalam 7 hari terakhir
sebelum timbul gejala di atas;
2). Pernah tinggal di daerah yang terdapat kematian unggas yang tidak biasa
dalam 14 hari terakhir sebelum timbul gejala di atas;
3). Pernah kontak dengan penderita Al konfirmasi dalam 7 hari terakhir sebelum
timbul gejala di atas;
4).Pernah kontak dengan spesimen Al H5N1 dalam 7 hari terakhir sebelum
timbul gejala di atas (bekerja di laboratorium untuk Al);
5). Ditemukan lekopeni < 3000/|jl;
6 ). Ditemukan adanya titer antibodi terhadap H5 dengan pemeriksaan HI test
menggunakan eritrosit kuda atau tes ELISA untuk influenza A tanpa subtipe.
Atau
Kematian akibat Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dengan satu atau
lebih keadaan di bawah ini :
1. Lekopenia atau limfopenia (Relatif/ hitung jenis) dengan atau tanpa
trombositopenia (trombosit < 150.000)
2. Foto toraks menggambarkan pneumonia atipikal atau infiltrat di kedua sisi
paru yang makin meluas pada serial.
 Kasus Probable Al H5N1

Kriteria kasus suspek ditambah dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini:

1. Ditemukan adanya kenaikan titer antibodi minimum 4 kali terhadap H5 dengan


pemeriksaan HI test menggunakan eritrosit kuda atau ELISA Test.
2. Hasil laboratorium terbatas untuk Influenza H5 (dideteksi antibodi spesifik H5
dalam spesimen serum tunggal) menggunakan neutralisasi tes. (Dikirim ke
laboratorium rujukan).
3. Dalam waktu singkat menjadi pneumonia berat/gagal napas/meninggal dan
terbukti tidak ada penyebab lain.
 Kasus Konfirmasi Influenza A / H 5 N 1
Kasus suspek atau probabel dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini:
1. Kultur virus positif Influenza A/H5N1.
2. PCR positif Influenza A/H5N1  diambil 7 hari setelah muncul gejala dengan
titer antibody konvalesen 1/80
3. Pada Imunofluorescence (IFA) test ditemukan antigen positif dengan
menggunakan antibodi monoclonal Influenza A H5N1.
4. Kenaikan titer antibodi spesifik Influenza A/H5N1

Kriteria Rawat
Suspek flu burung dengan gejala klinis berat yaitu :

1). sesak napas dengan frekuensi napas > 30 kali/menit,


2). Nadi > 100 kali/menit,

3). Ada gangguan kesadaran, Kondisi umum lemah.

4. Suspek dengan leukopeni.


5. Suspek dengan gambaran radiologi pneumoni.
6. Kasus probable dan confirm

DD :

Diagnosis banding disesuaikan dengan tanda dan gejala yang ditemukan.


Penyakit dengan gejala hampir serupa yang sering ditemukan antara lain:
- Pneumonia yang disebabkan oleh virus lain, bakteri atau jamur
- Demam Berdarah
- Demam Typhoid
- HIV dengan infeksi
- Leptospirosis
- Tuberkulosis Paru

KOMPLIKASI :

- Gagal Nafas
- Pneumonia

f. Tatalaksana
Prinsip penatalaksanaan avian influenza adalah :

Istirahat,peningkatan daya tahan tubuh, pengobatan antiviral,pengobatan antibiotik,


perawatan respirasi, anti inflamasi, imunomodulators.
Antiviral diberikan secepat mungkin (memberikan efek terbaik dalam 48 jam pertama,
meskipun sudah terlambat tetap diberikan):

Penghambat M2: a). Amantadin (symadine), b).Rimantidin (flu-madine). Dengan


dosis 2x/hari 100 mg atau 5 mg/kgBB selama 3-5 hari
2. Penghambatan neuramidase (WHO): a). Zanamivir (relenza), b). Oseltamivir
(tami-flu). Dengan dosis 2 x 75 mg selama 1 minggu
• Dewasa atau Berat Badan > 40kg : Oseltamivir (kapsul) 2x75 mg per hari selama
5 hari.
• Anak ≥ 1 tahun dosis oseltamivir 2 mg/kgBB, 2 kali sehari selama 5 hari.
• Dosis oseltamivir dapat diberikan sesuai dengan berat badan sbb :
> 40 kg : 75 mg 2x/hari
> 23 – 40 kg : 60 mg 2x/hari
> 15 – 23 kg : 45 mg 2x/hari
≤ 15 kg : 30 mg 2x/hari

• Penggunaan oseltamivir pada perempuan hamil diberikan pada awal pengobatan,


dengan diberikan penjelasan dulu serta dipantau sampai melahirkan.
Antiviral lain : karena oseltamivir sudah terdapat laporan resistensi, Zanamivir
efektif untuk influenza musiman, dapat diberikan untuk bayi dibawah satu tahun
dan dapat diberikan pada wanita hamil atau menyusui. Tentang Zanamivir, sudah
disesuaikan dengan keputusan badan POM.
• Obat antiviral lainnya yang tersedia di Indonesia adalah Amantadin tidak
direkomendasikan karena dari data LITBANG KEMENTERIAN KESEHATAN
menunjukkan bahwa 80% kasus Flu Burung (H5N1) di Indonesia sudah resisten
terhadap Amantadin.
Departemen Kesehatan RI dalam pedomannya memberikan petunjuk sebagai
berikut:
Pada kasus suspek flu burung diberikan Oseltamivir 2 X 75mg 5 hari, simptomatik
dan antibiotik jika ada indikasi.
Pada kasus probable flu burung diberikan Oseltamivir 2 X 75 mg selama 5 hari,
antibiotik spektrum luas yang mencakup kuman tipik dan atipikal, dan steroid jika
perlu seperti pada kasus pneumonia berat, ARDS. Respiratory Care di ICU sesuai
indikasi.
Sebagai profilaksis, Proflaksis 1x75 mg diberikan pada kelompok risiko tinggi
terpajan sampai 7-10 hari dari pajanan terakhir. Penggunaan proflaksis jangka
panjang dapat diberikan maksimal hingga 6-8 minggu.

g. Prognosis  Buruk

C. SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome )


a. Masalah Kesehatan
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) adalah penyakit infeksi saluran
napas yang disebabkan oleh virus Corona. Virus ini mampu bertahan selama
berhari-hari pada suhu kamar Virus ini juga mampu mempertahankan
viabilitasnya dengan baik bila masih berada di dalam feses. Saat SARS muncul
pada Maret 2003 di Guangzhou, SARS digambarkan sebagai suatu pneumonia
yang atipik. Pada saat itu, etiologi penyakit ini masih belum diketahui,
sehingga pemeriksaan diagnostik yang sesuai pun belum tersedia. Satu-satunya
alat penunjang diagnostik yang tersedia dan digunakan sebagai pedoman
definisi kasus oleh World Health Organization (WHO) dan Center for Disease
Control (CDC) hanyalah dari tampilan gejala klinis dan riwayat kontak dengan
pasien SARS.
Cara penularan CoV SARS yang utama iaiah melalui kontak langsung
membran mukosa (mata , hidung dan mulut) dengan droplet pasien yang
terinfeksi. Selain kontak langsung dengan droplet pasien yang terinfeksi,
berbagai prosedur aerosolisasi di rumah sakit (intubasi, nebulisasi, suction dan
ventilasi) dapat meningkatkan risiko penularan SARS oleh karena kontaminasi
alat yang digunakan, baik droplet, maupun materi infeksius lainnya seperti
partikel feses dan urin. Selain itu, kemungkinan penularan virus melalui benda-
benda yang menyerap debu dan sulit untuk dibersihkan, seperti karpet, juga
masih perlu diselidiki lebih lanjut
b. Hasil Anamnesis
Gejala prodromal. SARS memiliki masa inkubasi antara 1 sampai 14 hari
dengan rata-rata waktu sekitar 4 hari. Gejala prodromal SARS dimulai dari
gejala infeksi sistemik yang tidak spesifik seperti demam, mialgia, menggigil
dan rasa kaku-kaku di tubuh, batuk non-produktif nyeri kepala dan pusing.
Demam dengan suhu tubuh >38 °C termasuk dalam definisi kasus awal {initial
case definition). Gejala ini tergolong gejala tipikal yang dilaporkan pada
hampir seluruh pasien SARS. Meskipun demikian, tidak semua pasien SARS
menunjukkan gejala demam. Misalnya pada pasien-pasien usia lanjut, demam
mungkin menjadi gejala yang tidak menonjol.Gejala penyakit yang tidak
spesifik lainnya seperti pusing, nyeri kepala dan malaise juga umum
ditemukan pada pasien-pasien SARS.

c. Hasil Pemeriksaan Fisik


d. Pemeriksaan Penunjang
Secara garis besar, pemeriksaan penunjang tersebut dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu, pemeriksaan non spesifik (pemeriksaan yang ditujukan
untuk memperkuat kecurigaan kearah SARS tetapi tidak dapat digunakan
sebagai diagnostic pasti) dan pemeriksaan penunjang spesifik (pemeriksaan
definitive dan dapat langsung digunakan untuk mendeteksi penyakit.
Pemeriksaan Non Spesifik :
- Foto Thoraks  untuk mengetahui ada/ tidaknya gambaran infiltrat
pneumonia pada paru-paru
- Pemeriksaan darah perifer lengkap
- Pemeriksaan SGOT/SGPT

Pemeriksaan Spesifik :

- RT – PCR pada specimen dahak,feses dan darah perifer.


Spesimen yang baik untuk diambil pada tahap awal penyakit, adalah dari
pernapasan (aspirat nasofaringeal atau usap tenggorok), kemudian feses dan
terakhir serum/plasma. Pemeriksaan ini memiliki sesitivitas tertinggi bila
spesimen diambil pada minggu kedua sakit
- Deteksi antigen serum
Sensitifitas yang tinggi bila dilakukan pada hari 6 – 10 sakit
- Kultur Virus
Sensitivitas yang semakin menurun seiring dengan waktu perjalnan
penyakit.
Deteksi antibodi terhadap CoV SARS adalah pemeriksaan diagnostik yang
pertama kali tersedia dan tetap menjadi gold standard untuk konfirmasi
diagnosis SARS. Uji deteksi antibodi ini dapat dilakukan dengan teknik
Indirect immunofluorescent assay (IFA) dan Enzyme immunoassay (EIA)

e. Penegakan Diagnosis
Untuk mempermudah tenaga medis dalam menjaring kasus SARS, WHO pada
tahun 2003 mengeluarkan kategori yang harus dipenuhi dalam kasus suspek
SARS, yaitu :
1) . Demam tinggi dengan suhu >38°C atau >100°F, dan;
2) . Satu atau lebih keluhan pernapasan, termasuk batuk, sesak, dan kesulitan
bernapas, disertai dengan satu atau lebih keluhan berikut:
- kontak dekat dengan orang yang didiagnosa suspek atau probable
SARS dalam 10 hari terakhir
- riwayat perjalanan ke tempat/negara yang terkena wabah SARS
dalam 10 hari terakhir
- bertempat tinggal/pernah tinggal di tempat/negara yang terjang

Kasus Probable SARS  kasus suspek + gambaran foto thoraks yang


menunjukkan tanda tanda pneumonia atau respiratory distress syndrome,atau
seseorang yang meninggal karena penyakit saluran pernapasan yang tidak jelas
penyebabnya dan pada pemeriksaan autopsy ditemukan tanda patologis berupa
respiratory distress syndrome yang juga tidak jelas penyebabnya.

DD :

- MERS - CoV (Middle east respiratory syndrome)


- Community Acquired Pneumonia

Komplikasi :

- Kardiovaskular

f. Tatalaksana
1. Kasus suspek SARS :
a). Kasus dengan gejala SARS melewati triase (petugas sudah
memakai masker N95). Untuk segera dikirim ke ruangan pemeriksaan atau
bangsal yang sudah disiapkan;
b).Berikan masker bedah pada penderita;
c). Petugas yang masuk ke ruang pemeriksaan sudah memakai penggunaan
alat proteksi perorangan (PAPP);
d). Catat dan dapatkan keterangan rinci mengenai tanda klinis, riwayat
perjalanan, riwayat kontak termasuk riwayat munculnya gangguan pernapasan
pada kontak sepuluh hari sebelumnya;
e).Pemeriksaan fisik;
f). Lakukan pemeriksaan foto toraks dan darah tepi lengkap;
g). Bila foto toraks normal lihat indikasi rawat atau tetap di rumah, anjurkan
untuk melakukan kebersihan diri, tidak masuk kantor/sekolah dan hindari
menggunakan angkutan umum selama belum sembuh;
h). Pengobatan di rumah; simtomatik, antibiotik bila ada indikasi, vitamin dan
makanan bergizi;
i). Apabila keadaan memburuk segera hubungi dokter;
j). Bila foto toraks menunjukkan gambaran infiltrat satu sisi atau dua sisi paru
dengan atau tanpa infiltrat interstial lihat penatalaksanaan kasus probable.

2. Kasus probable :
a). Rawat di Rumah Sakit dalam ruang isolasi dengan kasus sejenis;
b). Pengambilan darah untuk; darah tepi lengkap, fungsi hati, kreatin
fosfokinase, urea, elektrolit, C reaktif protein;
c). Pengambilan sampel untuk membedakan dari kasus pneumonia
tipikal/atipikal lainnya:
1) Pemeriksaan usap hidung dan tenggorokan,
2) Biakan darah, serologi
3) Urin;
d). Pemantauan darah 2 hari sekali;
e). Foto toraks diulang sesuai indikasi klinis;
f). Pemberian pengobatan lihat penatalaksanaan terapi kasus SARS

g. Prognosis
Setelah terjadinya perubahan di paru, maka perkembangan
penderita SARS dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu:
(i) mayoritas penderita (80-90%) menunjukkan tanda-tanda
perbaikan pada hari ke- 6 atau 7.
(ii) pada sebagian kecil penderita, penyakitnya berkembang
menjadi lebih gawat dan penderita menunjukkan tanda-tanda
sindrom gangguan paru akut yang berat sehingga
membutuhkan bantuan pernapasan mekanis. Walaupun angka
kematian pada kelompok kedua ini tinggi, tetapi ada sejumlah
penderita yang dapat bertahan dengan ventilator mekanis
untuk beberapa waktu yang lama. Kematian pada kelompok
ini
seringkali berhubungan dengan adanya penyakitpenyakit lain
yang diderita penderita tersebut (faktor ko-morbid).
Umumnya, pada penderita-penderita yang berusia di atas 40
tahun dengan penyakit lain, SARS lebih sering berkembang
menjadi penyakit yang
berat.

D. ARDS (ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME)


a. Masalah Kesehatan
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan perlukaan inflamasi
paru yang bersifat akut dan difus, yang mengakibatkan peningkatan
permeabilitas vascular paru, peningkatan tahanan paru, dan hilangnya jaringan
paru yang berisi udara, dengan hipoksemia dan opasitas bilateral pada
pencitraan, yang dihubungkan dengan peningkatan shunting, peningkatan dead
space fisiologis, dan berkurangnya compliance paru.

Dasar definisi dipakai konsensus Komite Konferensi ARDS Amerika-Eropa


tahun 1994 tdd:
1. Gagal napas {respiratory failure/distress) dengan onset akut
2. Rasio tekanan oksigen pembuluh arteri berbanding fraksi oksigen yang
diinspirasi ( PaO / FIO) < 200 mmHg -hipoksemia berat.
3. Radiografi torak: infdtrat alveolar bilateral yang sesuai dengan edema pam
4. Tekanan baji kapiler pulmoner (pidmonaiy capillmy wedge pressure) < 18
mmHg, tanpa tanpa tanda klinis (Ro dll) adanya hipertensi atrial kiri/(tanpa
adanya tanda gagal jantung kiri).
Bila PaOj / FIO antara 200-300 mmHg, maka disebut Acute Lung Injury (ALI)

b. Hasil Anamnesis
- Sesak napas
- Membutuhkan usaha lebih untuk menarik napas
- Hipoksemia
- Retraksi Intercostal

c. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Fisik :
Ronki basah kasar
Laboratorium:
- Analisa Gas darah: hipoksemia, hipokapnian(sekunder karena hiperventilasi),
hiperkapnia (pada
emfisema atau keadaan lanjut). Alkalosis respiratorik pada awal proses, akan
berganti menjadi asidosis respiratorik.
- Leukositosis (pada sepsis), anemia, trombositopenia (refleksi inflamasi
sistemik dan kerusakan endotel), peningkatan kadar amilase (pada pankreatitis)
-gangguan fiingsi ginjal dan hati, tanda koagulasi intravaskular diseminata
(sebagai bagian dari MODS)!multiple organ dysfunction syndrome)
• Radiologi
- Foto toraks: pada awal proses, dapat ditemukan lapangan paru yang relatif
jernih, serial foto kemudian tampak bayangan radio-opak difus atau patchy
bilateral dan diikuti pada foto serial berikutnya lagi gambaran confluent, tidak
terpengaruh gravitasi, tanpa gambaran kongesti atau pembesaran jantung.
- CT scan: pola heterogen, predominasi infiltrat pada area dorsal para (foto
supine).
Perbedaan ALI dan SARS :

d. Penegakkan Diagnosis
Acute Lung Injury (ALI) dan ARDS didiagnosis ketika bermanifestasi sebagai
kegagalan pemapasan berbentuk hipoksemi akut bukan karena peningkatan
tekanan kapiler paru.
Berdasarkan Kriteria Berlin, ARDS ditegakkan berdasarkan hal-hal berikut
ini :
1. Akut, yang berarti onset berlangsung satu minggu atau kurang dari itu.
2. Opasitas bilateral yang konsisten dengan edema paru yang dideteksi dengan
CT scan atau foto polos toraks.
3. PF ratio kurang dari 300 mmHg dengan minimal nilai PEEP atau CPAP
sebesar5 cmH2O.
4. Tidak dapat dijelaskan sebagai gagal jantung atau overload cairan.
Pemeriksaan objektif dapat dilakukan (misalnya ekokardiografi), pada
beberapa kasus jika tidak ada penyebab yang jelas seperti trauma atau sepsis.
Berikut merupakan definisi ARDS berdasarkan kriteria Berlin:
a. Ringan (mild), yaitu PaO2/FiO2 lebih dari 200 mmHg, tetapi kurang dari
dan sama dengan 300 mmHg dengan positive-end expiratory pressure (PEEP)
atau continuous positive airway pressure (CPAP) ≥5 cmH2O.
b. Sedang, yaitu PaO2/FiO2 lebih dari 100 mmHg, tetapi kurang dari dan sama
dengan 200 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O.
c. Berat, yaitu jika PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O

Diagnosis Banding :

- Gagal napas akut hipoksemik


- Gagal jantung kiri
- Penyakit akut parenkim paru seperti pneumonia akut eosinofilik,
- Bronchitis obliterans organizing pneumonia (BOOP),
- Pneumonia akut intersisial
- Karsinoma sel bronkoalveolar proteinosis alveolar pulmonal
- Perdarahan alveolar pada penyakit Goodpasture’s, granulomatosis
Wegener’s, dan Lupus eritematosus sistemik.
Komplikasi :

- Pneumothorax
- Pneumomediastinum
- Subcutaneous emphysema

e. Tatalaksana Komprehenshif
Empat prinsip dasar menjadi pegangan tatalaksana ARDS.
- Pertama: pemberian oksigen, PEEP dan ventilasi tekanan positif, hampir
semuanya menunjukkan keuntungan bagi pasien ARDS dibalik itu dia juga
memiliki potensi efek samping yang berat.
- Kedua, walaupun ARDS seringkali dianggap kegagalan napas primer,
kegagalan multiorgan non paru dan infeksi adalah penyebab utama
kematian.
- Ketiga, pengaturan ventilasi mekanik yang hati2 terutama volume tidal
terbukti berakibat komplikasi yang lebih jarang dan merupakan satu
satunya tatalaksana yang memperbaiki survival/kesintasan.
- Terakhir, prognosisnya buruk apabila penyebab dasamya tidak diatasi atau
tidak ditangani dengan baik.

f. Prognosis  Jelek
Faktor yang mempengaruhi mortalitas adalah usia pasien >65 tahun, adanya
penyakit hepar kronik, dan disfungsi organ multipel. Lebih dari setengah
pasien akan bertahan dengan sisa kerusakan paru walaupun masalah fungsi
neuromuskular atau depresi
dapat menyertai.
LAMPIRAN OBAT
1. TB

Obat Sediaan Dosis


INH Tablet 100 mg Harian :
Tablet 300 mg 5 (4-6) max 300 mg/hr
3x/minggu :
10 (8-12) max 900 mg/dosis
Rifampisin Kapsul 300 mg Harian
Kapsul 450 mg 10(8-12) max 600mg/hr
Kaptab 600 mg 3x/minggu :
10 (8-12) max 600mg/dosis
Pirazinamid Tablet 500 mg Harian:
25 (20-30) max 1600 mg/hr
3x/minggu:
35 (30-40) max 2400 mg/dosis
Etambutol Tablet 250 mg Harian :
Tablet 500 mg 15 (15-20) max 1600 mg/hr
3x/minggu:
30 (25-35) max 2400 mg/dosis
2. Asma Bronkial

Obat Sediaan Dosis


Glukokortikosteroi Inhaler budesonide 80 mcg,160 200-400 mikrogram
d Inhalasi mcg BB/hari
Teofilin lepas Bronchophylin,bufabron,Theobron Dewasa non
lambat : 130 mg perokok : 3mg/kgBB
per 6-8 jam
Geriatri : 2mg/kgBB
per 6-8jam
Agonis Beta 2 kerja Tab 25, 50 mcg 2x50mcg/hari
lama Sirup 5 mcg/ml 2x5ml/hari
- Prokaterol

3. Pneumonia

Obat Sediaan Dosis


Azithromycin Tab/Kap 250mg 500 mg,1 hari sekali pada hari pertama,
Tab/Kap 500mg dilanjutkan 250 mg 1 kali sehari,dihari
ke 2 - 5
Clarithromycin Tab 250 mg 250 – 500 mg setiap 12jam selama 7 –
Tab 500 mg 14 hari
Levofloxacin Tab 250mg 750 mg setap 24 jam selama7-14 hari
Tab 500mg (Nosocomial Pneumonia)
Tab 750 mg Community Acquire Pneumonia :
500mg setiap 24 jam selama 7-14 hari
750 mg setiap 24 jam selama 5 hari

4. Bronkitis Akut
Obat Sediaan Dosis
Kodein Tab 10mg 10 mg diminum 3x.hari
Ambroxol Tab 30 mg Dosis umum:
1,2 – 1,6 mg/kgBB/hari (dosis dibagi
menjadi 2-3 kali/hari
Dosis dewasa (berdasarkan ummur)
30mg per 8 – 12 jam
Bromhexine Tab 8 mg Dosis umum :
0,15 – 0,3 mg/KgBB (dewasa : 8-16mg)
per 8 jam
Salbutamol Tab 2 mg,4mg Dosis umum :
Inhaler 100mcg/puff,botol 0,1-0,15 mg/kgBB (dewasa 4-8mg)per
200 puff 6-8jam
Aerosol : sediaan 100 mcg/puff : 1-2
puff (dewasa 2 puff) per 4-6jam.

5. Status Asmatikus

Obat Sediaan Dosis


Inhalasi agonis Terbutalin: Turbuhaler : 250 -500 mcg per 4-
beta 2 kerja Turbuhaler 6 jam
singkat: 500mcg/dosis,btl100 dosis
Terbutalin

6. Efusi Pleura Masif

Obat Sediaan Dosis


Ampicillin Kapsul 250, 500 mg Infeksi saluran nafa : 250 mg
setiap 6 jam
Azithromycin Tab/Kap 250mg Infeksi saluran nafas atas : 500
Tab/Kap 500mg mg,1 hari sekali pada hari
pertama, dilanjutkan 250 mg 1
kali sehari,dihari ke 2 – 5(dosis
max 8 gr/hari).

7. Pneumonia Aspirasi

Obat Sediaan Dosis


Levofloxacin Tab 250mg 500 mg/hari
Tab 500mg
Tab 750 mg
Ceftriaxon Inj.vial 1 gr 1-2gr/hari,dosis tunggal atau
terbagi 2x sehari

8. Flu Burung

Obat Sediaan Dosis


Oseltamivir Kapsul 75 mg 2x 75mg selama 1 minggu

Anda mungkin juga menyukai