Anda di halaman 1dari 4

UH BAB 4

1. C
2. B
3. E
4. E
5. A
6. C
7. C
8. D
9. E
10. B
11. A
12. E
13. B
14. E
15. B
16. B
17. B
18. B
19. A
20. E
Gangguan Sistem Kekebalan Tubuh Pada Penderita AIDS

HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh,
dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Semakin banyak sel CD4 yang
dihancurkan, kekebalan tubuh akan semakin lemah, sehingga rentan diserang berbagai
penyakit.

nfeksi HIV yang tidak segera ditangani akan berkembang menjadi kondisi serius yang disebut
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). AIDS adalah stadium akhir dari infeksi virus
HIV. Pada tahap ini, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi sudah hilang sepenuhnya.

Sampai saat ini belum ada obat untuk menangani HIV dan AIDS. Akan tetapi, ada obat untuk
memperlambat perkembangan penyakit tersebut, dan dapat meningkatkan harapan hidup
penderita.

Virus HIV terbagi menjadi 2 tipe utama, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing tipe terbagi
lagi menjadi beberapa subtipe. Pada banyak kasus, infeksi HIV disebabkan oleh HIV-1, 90%
di antaranya adalah HIV-1 subtipe M. Sedangkan HIV-2 diketahui hanya menyerang sebagian
kecil individu, terutama di Afrika Barat.

Infeksi HIV dapat disebabkan oleh lebih dari 1 subtipe virus, terutama bila seseorang tertular
lebih dari 1 orang. Kondisi ini disebut dengan superinfeksi. Meski kondisi ini hanya terjadi
kurang dari 4% penderita HIV, risiko superinfeksi cukup tinggi pada 3 tahun pertama setelah
terinfeksi.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, selama tahun 2016 terdapat lebih dari 40 ribu
kasus infeksi HIV di Indonesia. Dari jumlah tersebut, HIV paling sering terjadi pada pria dan
wanita, diikuti lelaki seks lelaki (LSL), dan pengguna NAPZA suntik (penasun). Di tahun yang
sama, lebih dari 7000 orang menderita AIDS, dengan jumlah kematian lebih dari 800 orang.

Data terakhir Kemenkes RI menunjukkan, pada rentang Januari hingga Maret 2017 saja
sudah tercatat lebih dari 10.000 laporan infeksi HIV, dan tidak kurang dari 650 kasus AIDS di
Indonesia.
Saat baru terinfeksi, HIV akan masuk ke dalam tubuh dan membelah diri menjadi sangat
banyak. Sebagai perlawanan dari keadaan tersebut, sistem kekebalan tubuh akan
memproduksi sel darah putih khusus (CD4) untuk mengendalikan jumlah HIV yang
berlebihan. Di sisi lain, sel CD4 merupakan target utama dari infeksi HIV. Sehingga, alih-alih
mengendalikan jumlah HIV, virus tersebut malah menginfeksi dan menghancurkan sel CD4.

Awalnya, sistem kekebalan tubuh akan merespons dengan memproduksi lebih banyak sel
CD4. Namun setelah beberapa waktu, tubuh akan “kelelahan” sehingga tidak bisa
menyeimbangkan laju hancurnya sel CD4. Pada akhirnya, akan terjadi ketidakseimbangan,
yaitu jumlah virus atau viral load yang tinggi dan jumlah sel CD4 yang rendah.

Keadaan itu mengakibatkan sistem kekebalan tubuh tidak lagi mampu mengontrol HIV,
sehingga penderita akan terlihat sangat sakit. Untuk diketahui, pada orang yang sehat,
jumlah CD4 berkisar antara 500–1500. Jika jumlah itu berkurang hingga 200 atau lebih
rendah, berarti sistem kekebalan tubuh sudah rusak.

Kemudian, kira-kira 12 minggu setelah terinfeksi, penderita HIV akan menunjukkan gejala
penyakit serokonversi yang umumnya terlihat seperti flu. Penelitian menyebut, 50–80%
penderita HIV juga akan mengeluhkan demam, ruam, pegal-pegal, nyeri, sariawan, nyeri
tenggorok, kelelahan dan mual. Diare, ulserasi atau borok pada area tenggorokan atau
kelamin, anoreksia, pembesaran kelenjar getah bening, penurunan berat, nyeri perut juga
bisa terjadi namun kemungkinannya kecil.

Pada beberapa pasien HIV, keadaan serokonversi terjadi tanpa menimbulkan gejala
(asimtomatik). Oleh karena itu, cara terbaik menentukan diagnosis HIV adalah dengan
pemeriksaan.

Pemeriksaan yang dilakukan umumnya berhubungan dengan respons kekebalan tubuh


terhadap HIV. Jenis pemeriksaan yang sering dilakukan untuk hal itu disebut ELISA (Enzyme-
linked immunosorbent assay) untuk menilai adanya antibodi terhadap HIV.

Pada kebanyakan kasus, pemeriksaan ini baru bisa mendeteksi antibodi HIV kurang lebih 6
minggu setelah terjadi infeksi. Pemeriksaan lainnya, yaitu PCR yang bekerja dengan
mendeteksi adanya HIV di dalam tubuh, dan akurat untuk mendeteksi paparan awal HIV.
Pada orang yang positif HIV, sangat penting untuk memulai pengobatan. Tujuannya adalah
untuk menekan jumlah HIV sehingga viral load tidak terjadi. Dengan demikian, virus tidak
akan menyebabkan kerusakan pada sistem kekebalan tubuh dan penderita HIV tidak
menularkan penyakitnya ke orang lain.

Jadi, meski tidak dapat disembuhkan, seseorang dengan infeksi HIV tetap bisa mengontrol
kondisinya dan hidup layaknya orang normal. Hal terpenting bagi penderita HIV, patuhi
segala jenis pengobatan yang dianjurkan dan teruslah berusaha merawat diri sehingga
sistem kekebalan tubuh terus terjaga. Dengan begini, kualitas hidup bisa tetap terjaga dan
AIDS tidak akan terjadi.

Anda mungkin juga menyukai