Anda di halaman 1dari 7

membuat kontrak adalah:

1)   Kemampuan hukum para pihak

Kemampuan para pihak yaitu kecapakatan dan kemampuan para pihak untuk mengadakan dan
membuat kontrak. Dalam KUHPerdata ditentukan bahwa orang yang bercakap atau mampu untuk
melawan hukum adalah orang yang telah dewasa, yakni mereka yang telah berumur 21 tahun atau
pernah menikah. Orang di bawah umur atau di bawah pengampuan tidak wenang membuat kontrak,
sehingga apabila mereka membuat dan menandatangi kontrak dengan orang yang sudah dewasa
maka kontrak tersebut dapat memintakan pembatalan kepada pengadilan.

2)   Perpajakan

Pada dasarnya didalam setiap kontrak yang dibuat oleh para pihak mengandung kewajiban
untuk membayar pajak pada negara, baik itu PPh, BPHTB, dan bea materai. Pengenaan pajak ini
disesuaikan dengan objek kontrak.

3)   Alas hak yang sah

Yang dimaksud dengan alas hak adalah peristiwa hukum yang merupakan dasar penyerahan
barang, seperti tukar menukar, jual beli, dan sebagainya. Alas hak yang sah ini berkaitan dengan cara
seseorang memperoleh atau menguasai suatu benda dengan cara yang sah. Sehingga sebelum
disetujui kontrak para pihak harus memperhatikan objek kontraknya, apakah objek kontrak tersebut
milik yang sah dari para pihak atau tidak. 

4)   Masalah keagrariaan

Perancang kontrak juga harus memperhatikan masalah-masalah yang berkenaan dengan hukum
agraria, apabila objek kontrak atau perjanjian berupa tanah atau semacamnya.

5)   Pilihan hukum

Dalam suatu kontrak yang berlaku secara internasional, pilihan hukum menjadi sangat penting
dalam perancangan kontrak. Pilihan hukum ini berkaitan dengan hukum apakah yang akan
digunakan. Apabila terjadi sengketa antara para pihak.

6)   Penyelesaian sengketa

Perjanjian tidak selalu dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, dalam setiap
kontrak perlu dimasukkan klausul mengenai sengketa apabila salah satu pihak ingkar janji
(wanprestasi).

7)   Pengakhiran kontrak

Dalam Pasal 1266 KUHPerdata ditentukan bahwa: “Tiap-tiap pihak yang akan mengakhiri
kontrak harus dengan keputusan pengadilan yang mempunyai yurisdiksi atas kontrak.” Ketentuan ini
bertujuan melindungi pihak yang lemah.

8)   Bentuk perjanjian standar

Perjanjian standar atau biasa disebut dengan standard contract adalah perjanjian yang


ditentukan oleh satu pihak  dan dituangkan dalam bentuk formulir.
F.   Tahap-tahap Perancangan Kontrak

Pada dasarnya, setiap kontrak yang dibuat oleh para pihak harus dirancang dengan benar.
Dalam merancang kontrak tersebut tentunya harus diperhatian berbagai tahapan dalam
perancangan kontrak. Akan tetapi, hingga kini belum ada aturan ataupun model yang baku dalam
perancangan ini. Para ahli berbeda pendapat tentang tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam
perancangan kontrak.

Hikmahanto Juwana mengemukakan bahwa terdapat 7 tahap dalam perancang kontrak


khususnya kontrak bisnis, yang meliputi:

1.    Kesepakatan para pihak,

2.    Pembuatan kontrak,

3.    Penelahaan kontrak,

4.    Negosiasi perancang kontrak,

5.    Penandatanganan kontrak,

6.    Pelaksanaan, dan

7.    Sengketa.[7]

Namun dalam pandangan ini kurang lengkap karena tidak menganalisis pada tahap
prakontraktual berupa penawaran dan penerimaan, sehingga harus dilengkapi dengan menjadikan
penawaran dan penerimaan sebagai tahap pertama sebelum adanya kesepakatan para pihak.

Dalam pandangan lain disebutkan bahwa secara sistematis terdapat 3 tahap dalam
perancangan kontrak di Indonesia sebagai berikut:

a)   Tahap Pra-Perancangan Kontrak

Tahap pra-perancangan merupakan tahap sebelum kontrak dirancang dan disusun. Sebelum
kontrak disusun, terdapat empat hal yang harus diperhatikan oleh para pihak, yang meliputi:

1.    Identifikasi para pihak

Tahap identifikasi para pihak merupakan tahap untuk menentukan dan menetapkan identitas
para pihak yang akan mengadakan kontrak itu. Identitas para pihak harus jelas dan para pihak harus
memiliki kewenangan hukum untuk membuat kontrak sebagaimana di tentukan pada Pasal 1330
KUHPerdata. Selain itu, hal ini penting untuk mengetahui para pihak yang benar-benar
mempunyaifull power sebagai representatif  dari suatu perusahaan yang bonafit atau tidak.[8]

2.    Penelitian awal aspek terkait

Pada dasarnya pihak-pihak yang membuat kontrak berharap bahwa kontrak tersebut dapat
menampung semua keinginan yang menjadi hakikat kontrak tersebut secara terperinci dan jelas.
Perancangan kontrak harus menjelaskan hal-hal yang tertuang dalam kontrak yang bersangkutan,
konsekuensi yuridis, serta alternatif lain yang mungkin dapat dilakukan, dalam penelitian ini pula
diteliti dalam beberapa aspek yang berkaitan dengan kondisi politik dakam negeri para pihak, sistem
hukum, dampak sosial, dan aspek ekonomi. Hal ini perlu dilakukan agar pelaksanaan kontrak
tersebut tidak banyak mendapat hambatan. Pada akhirnya perancang kontrak akan menyimpullkan
hak dan kewajiban masing-masing pihak terkait dengan isi kontrak, seperti unsur pembayaran, ganti
rugi, dan perpajakan.

3.    Pembuatan Memorandum of Understanding (MoU)

Pembuatan Memorandum of Understanding (MoU) merupakan nota kesepahaman yang dibuat


oleh para pihak sebelum kontrak itu dibuat sebelum kontrak itu dibuat secara
terperinci. Memorandum of Understanding (MoU) ini memuat berbagai kesepakatan para pihak
dalam berbagai bidang, seperti di bidang investasi, pasar modal, pengembangan pendidikan,
kesepakatan dalam bidang ekonomi, dan lain-lain. Bentuk MoU ini dalam praktik dapat berbentuk
nota kesepahaman, nota kesepakatan, perjanjian pendahuluan, dan lain sebagainya.[9]

4.    Perundingan (negosiasi)

Negosiasi mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam perancangan
kontrak, karena tahap ini merupakan tahap untuk menentukan objek dan substansi kontrak yang
dibuat oleh para pihak. Negosiasi ini memiliki 2 corak, yaitu negosiasi dengan perunding lunak (soft
bergainer) dan negosiasi dengan perunding keras (hard bergainer). Negosiasi dengan perunding
lunak banyak dilakukan di lingkungan keluarga, antara sahabat dan sebagainya, yang bertujuan
untuk membina hubungan baik. Kelebihan corak ini adalah cepat menghasilkan kesepakatan, namun
mengandung risiko berupa pola menang-kalah (win-lose). Adapun negosiasi dengan perunding keras
sering menemui kebuntuan lantaran adanya tekanan dan ancaman, terutama pada situasi di mana
perunding keras saling bertemu. Sehingga yang paling efektif dalam bernegosiasi adalah dengan
memadukan kedua corak, yaitu menganut asas win-win solution.[10]

b)   Tahap Perancangan Kontrak

Tahap kedua dalam membuat kontrak adalah tahap perancangan kontrak, yang memerlukan
ketelitian dan kejelian para pihak maupun notaris. Tahap perancangan kontrak ini terbagi dalam
beberapa bagian yaitu:

1.    Perumusan dan pembuatan naskah kontrak

Naskah atau draf kontrak merupakan konsep kontrak yang dirancng oleh para pihak. Dengan
tahap ini para pihak akan merumuskan dan membuat kontrak yang mana selanjutnya akan
diserahkan pada pihak lain dan dikaji lebih mendalam. Naskah kontrak ini meliputi judul kontrak,
pembukaan kontrak, pihak-pihak dalam kontrak, resital, substansi kontrak, dan penutup. Adapun di
Amerika, kontrak ini berisi hal-hal sebagai berikut, yaitu: recital(penjelasan resmi/latar belakang
terjadinya suatu kontrak), consideration(berisi tentang prestasi), warranties and
reseprentation (garansi/jaminan dan perwakilan), risk allocatian (pembagian resiko), coditions and
terms  (syaratnya),dates and termination (mulai dan pengakhiran
kontrak), boilerplate dansignature (tanda tangan para pihak).[11]

2.    Perundingan atau negosiasi lanjutan

Setelah para pihak selesai membuat naskah kontrak, maka naskah kontrak ini akan ditukar. Hal
ini bertujuan untuk memberikan kesempatan pada para pihak untuk mempelajari isi kontrak yang
telah disusun. Apabila salah satu pihak tidak menyetujui perihal salah satu kontrak, pihak tersebut
dapat mengusulkannya untuk dirundingkan bersama. Selanjutnya para pihak akan merundingkan
atau menegosiasikan lanjutan dalam isi kontrak. Apabila pada hasil perundingan tersebut telah
tercapai kesepakatan, usulan tadi dapat dimasukan dalam draf kontrak yang selanjutnya dapat
dilakukan revisi terhadap rancangan naskah kontrak.

3.    Pembahasan naskah akhir kontrak

Pembahasan naskah hasil kontrak merupakan tahap penyelesaian akhir, yaitu upaya untuk
membereskan atau menyudahi naskah kontrak yang dibuat oleh para pihak, dan telah menyetujui
naskah kontrak yang telah dirancang, baik oleh salah satu pihak maupun secara bersama oleh para
pihak. 

4.    Penandatanganan naskah hasil kontrak

Bagian akhir dari tahap-tahap perancangan kontrak ini adalah tahap penandatangannan
kontrak, yang merupakan wujud persetujuan atau kesepakatan atas segala substansi kontrak yang
dibuat oleh para pihak

c)    Tahap Pasca-Perancangan Kontrak

Setelah melalui tahap pra dan perancangan kontrak, naskah kontrak yang telah ditandatangani
oleh para pihak akan memasuki tahap pasca tahap peancangan yang meliputi tahap pelaksanaan dan
penasfsiran, serta penyelesaian sengketa.

1.    Pelaksanaan

Setelah suatu kontrak selesai disusun dan ditandatangani oleh para pihak, barulah kontrak
tersebut dapat dilaksanakan. Pelaksanan kontrak ini harus sesuai dengan substansi-substansi yang
telah disepakati dalam isi kontrak, karena sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata bahwa setiap perjanjian yang dibuat sah berlaku sebagai undang-undang bagi para
pembuatnya.

2.    Penafsiran

Pada dasarnya, suatu kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh para pihak haruslah dapat
dimengerti dan dipahami isinya. Akan tetapi pada kenyataannya banyak kontrak yang isinya
membingungkan bagi para pihak. Penafsiran kontrak dilakukan apabila dalam kontrak yang telah
disepakati maupun dalam pengimplementasian kontrak terdapat kata-kata atau kalimat yang
membingungkan, sehingga menimbulkan hambatan untuk mewujudkan maksud dan tujuan dari
para pihak. Penafsiran dalam kontrak diatur dalam Pasal 1342 sampai dengan Pasal 1351
KUHPerdata.

Dalam Pasal 1342 KUHPerdata disebutkan bahwa apabila suatu kontrak memiliki kata-kata yang
jelas, maka tidak diperkenankan untuk menyimpang daripadanya dengan jalan penafsiran. Barulah
apabila kata-katanya tidak jelas dapat dilakukan penafsiran terhadap isi kontrak dengan
memperhatikan beberapa aspek, di antaranya:

a)    Jika kata-kata dalam kontrak memberikan berbagai macam penafsiran, maka harus menyelidiki
maksud para pihak yang membuat perjanjian (Pasal 1343 KUHPerdata).

b)   Jika suatu janji memberikan berbagai penafsiran, maka harus diselidiki pengertian untuk
memungkinkan perjanjian itu dapat dilaksanakan (Pasal 1344 KUHPerdata).
c)    Jika kata-kata dalam perjanjian mengandung dua macam pengertian, maka harus dipilih pengertian
yang paling selaras dengan sifat perjanjian (Pasal 1345 KUHPerdata).

d)   Apabila terjadi keragu-raguan, maka harus ditafsirkan menurut kebiasaan dalam negeri atau di
tempat perjanjian dibuat (Pasal 1346 KUHPerdata).

e)    Jika ada keragu-raguan, perjanjian harus ditafsirkan atas kerugian orang yang meminta diperjanjikan
suatu hal, dan untuk keuntungan orang yang mengikatkan dirinya untuk itu (Pasal 1349 KUH
Perdata).[12]

3.    Penyelesaian sengketa

Dalam pelaksanan kontrak tidak menutup kemungkinan terjadinya sengketa. Dalam hal seperti
ini para pihak bebas menentukan cara yang akan ditempuh jika timbul perselisihan atau sengketa di
kemudian hari. Penyelesaian sengketan ini biasanya diatur secara tegas dalam kontrak. Secara garis
besarnya, penyelesaian sengketa ini dibagi menjadi dua, yaitu melalui pengadilan (litigasi) dan di luar
pengadilan (non-litigasi), seperti mediasi, arbitrase dan negosiasi.

G. Format Kontrak

Salah satu unsur paling penting dalam merancang kontrak adalah memperhatikan struktur dan
anatomi kontrak yang dibuat. Struktur kontrak adalah susunan kontrak yang akan dirancang,
sedangkan anatomi kontrak berkaitan dengan letak dan hubungan antara bagian satu dengan bagian
lainnya.

Apa yang dimuat di dalam masing-masing bagian tentunya tidak sama pentingnya antara satu
kontrak dengan kontrak lainnya, karena biasanya kontrak yang sederhana tidak banyak dicantumkan
hal-hal dalam bagian pendahuluan maupun penutupnya. Sedangkan bagian isilah yang biasanya
mengatur berbagai hal yang dikehendaki oleh para pihak, baik itu unsur esensialia maupun unsur
aksidentalia.[13]

Dalam suatu kontrak terdapat beberapa syarat. Banyaknya macam syarat yang dicantumkan
dalam pasal-pasal tentang persyaratan yang diinginkan beberapa pihak biasanya sangat bergantung
pada besarnya nilai ontrak atau rumitnya permasalahan pada kontrak tersebut.[14]Akan tetapi, yang
harus diingat bahwa unsur esensial dari kontrak tersebut harus dicantumkan sedangkan unsur
lainnya boleh juga tidak dimuat karena telah diatur oleh undang undang.

Pada umumnya kontrak terbagi atas tiga bagian utama, yaitu bagian pendahuluan, bagian isi,
dan penutup.

1.    Bagian Pendahuluan

a.    Sub bagian pembuka (description of the instruments)

Sub bagian ini memuat beberapa hal, yaitu:

  Sebutan atau nama kontrak dan peyebutan lainnya (penyingkatan yang akan dilakukan);

  Tanggal dari kontrak yang dibuat dan ditandatangani; dan

  Tempat dibuat dan ditandatanganinya konttak (catatan: tidak selalu ada).[15]


b.    Sub pencantuman identitas para pihak (caption)

Dalam sub bagian ini dicantumkan identitas para pihak yang mengikatkan diri dalam kontrak
dan siapa-siapa yang menandatangi kontrak. Ada tiga hal yang harus diperhatikan tentang identitas
para pihak, yaitu:

  Para pihak harus disebutkan dengan jelas;

  Orang yang menandatangani harus disebutkan kapasitasnya sebagai apa; dan

  Pendefinisian pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.[16]

c.    Sub bagian penjelasan

Pada sub bagian ini diberikan penjelasan mengapa para pihak mengadakan kontrak (sering
disebut sebagai premis, witnesseth, whereby, recitals, menerangkan terlebih dahulu, dan lain-lain).
[17]

2.    Bagian Isi

Pada bagian isi terdapat empat hal pengaturan, yaitu sebagai berikut.[18]

a.    Klausul definisi (definition)

Pada klausul ini biasaanya dicantumkan sebagai definisi untuk keperluan kontrak, di mana
definisi ini hanya berlaku pada kontrak tersebut dan dapat mempunyai arti khusus dari pengertian
umum. Klausul definisi dalam rangka mengefesienkan klausul-klausul selanjutnya karena tidak perlu
diadakan pengulangan.

b.    Klausul transaksi (operative language)

Klausul transaksi adalah klausul-klausul yang berisi tentang transaksi yang akan dilakukan.
Misalnya dalam jual beli aset, harus diatur tentang objek yang akan dibeli dan pembayarannya.
Demikian pula dengan suatu kontrak patungan, perlu diatur tentang kesepakatan para pihak dalam
kontrak tersebut.

c.    Klausul spesifik

Klausul spesifik mengatur hal-hal yang spesifik dalam suatu transaksi. Artinya, klausul tersebut
tidak terdapat dalam kontrak dengan transaksi yang berbeda.

d.   Klausul ketentuan umum

Klausul ketentuan umum adalah klausul yang seringkali dijumpai dalam berbagai kontrak
dagang maupun kontrak lainnya. Klausul ini antara lain mengatur tentang domisili hukum,
penyelesaian sengketa, pilihan hukum, pemberitahuan, keseluruhan dari perjanjian, dan lain-lain.

3.    Bagian Penutup

Pada bagian penutup terdapat hal-hal berikut.[19]

a.     Sub bagian kata penutup (closing)


Kata penutup biasanya menerangkan bahwa perjanjian tersebut dibuat dan ditandatangani oleh
pihak-pihak yang memiliki kapasitas untuk itu. Atau para pihak menyatakan ulang bahwa mereka
akan terikat dengan isi kontrak.

b.    Sub bagian ruang penempatan tanda tangan

Sub bagian ini merupakan tempat di mana pihak-pihak menandatangani perjanjian dengan
menyebutkan nama pihak yang terlibat dalam kontrak, nama jelas “orang” yang menandatangani
dan jabatan dari orang yang menandatangani.

c.     Lampiran (apabila ada)

d.    Status lampiran

Lampiran selalu disebut sebagai sesuatu yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam
kontrak.

e.    Isi lampiran

Lampiran pada dasarnya dapat berisi berbagai hal, termasuk dokumen-dokumen pendukung.
Format kontrak-kontrak yang menyertai kontrak utama, format legal opinion, dan lain-lain

Anda mungkin juga menyukai