Anda di halaman 1dari 14

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Kehilangan gigi merupakan dorongan kuat bagi pasien untuk mencari

perawatan kedokteran gigi guna mempertahankan gigi yang sehat serta penampilan

yang secara sosial dapat diterima.18 Pasien dengan kehilangan gigi tersebut dapat

dilakukan perawatan dengan pembuatan restorasi berupa gigitiruan lepasan atau

gigitiruan cekat. Pemakaian gigitiruan merupakan upaya rehabilitasi fungsi gigi yang

hilang untuk menghindari akibat-akibat yang ditimbulkan dari kehilangan gigi.1

2.1 Gigitiruan Lepasan

2.1.1 Defenisi

Menurut Johnston (1986), gigitiruan lepasan adalah gigitiruan yang

menggantikan gigi dan jaringan pendukungnya, secara sebagian atau seluruhnya yang

pemakaiannya dapat dibuka dan dipasang oleh pasien.19

Menurut Haryadi (1991), gigitiruan lepasan adalah gigitiruan yang

menggantikan gigi yang hilang dan jaringan pendukungnya serta melestarikan apa

yang masih ada di dalam rongga mulut yang pemakaiannya dapat dibuka dan

dipasang oleh pasien.1

Menurut Fenn HRB, Liddelow KP dan Gimson AP (2002), gigitiruan lepasan

adalah gigitiruan yang menggantikan satu gigi atau lebih pada rahang atas atau

rahang bawah maupun dikedua rahang.20

Universitas Sumatera Utara


2.1.2 Fungsi

Fungsi gigitiruan lepasan adalah:1,18,20

1. Pemulihan fungsi estetik

Alasan utama seorang pasien melakukan perawatan prostodonsia adalah

masalah estetik, terutama yang disebabkan hilangnya gigi depan. Kehilangan gigi

terutama di regio depan dapat membawa dampak psikologis bagi pasien, yaitu karena

estetik terganggu. Pada kehilangan gigi depan biasanya memperlihatkan wajah

dengan bibir masuk ke dalam dan dagu menjadi tampak lebih ke depan. Selain itu

timbul garis yang berjalan dari lateral sudut bibir dan lipatan-lipatan yang tidak sesuai

dengan usia pasien, akibatnya sulkus nasolabial menjadi lebih dalam.

2. Peningkatan fungsi bicara

Alat bicara dibagi dalam dua bagian. Pertama, bagian yang bersifat statis,

yaitu gigi, palatum dan tulang alveolar. Kedua yang bersifat dinamis, yaitu lidah,

bibir, vulva, tali suara dan mandibula. Alat bicara yang tidak lengkap dan kurang

sempurna dapat mempengaruhi suara pasien, misalnya pasien yang kehilangan gigi

depan atas dan bawah. Kesulitan bicara dapat timbul, meskipun hanya bersifat

sementara, dalam hal ini kesulitan tersebut akan pulih bila dilakukan pemasangan

gigitiruan lepasan yang dapat meningkatkan kemampuan berbicara sehingga pasien

mampu kembali mengucapkan kata-kata dan berbicara dengan jelas, seperti a) huruf

labial yaitu huruf yang diucapkan oleh bibir, misalnya b,p,m; b) labio-dental yaitu

huruf yang diucapkan antara bibir bawah dengan tepi insisal gigi depan atas,

misalnya f,v,ph; c) linguo-dental yaitu huruf yang diucapkan antara lidah dengan gigi

atas depan, misalnya th,n; d) linguo-palatal: bila lidah berkontak dengan palatum

Universitas Sumatera Utara


keras bagian depan, misalnya t,d,s,c,z,r; bila lidah berkontak dengan palatum bagian

belakang, misalnya sh,ch.j,z,r; bila lidah berkontak dengan palatum keras dan lunak,

misalnya y,l; bila lidah berkontak dengan palatum lunak, misalnya k,c,g dan e) bunyi

nasal, suara sengau misalnya n, ng.

3. Perbaikan dan peningkatan fungsi pengunyahan

Efisiensi pengunyahan dapat ditingkatkan dengan penggantian gigi yang

hilang dengan gigitiruan lepasan. Makanan harus dikunyah terlebih dahulu supaya

pencernaan dapat berlangsung dengan baik, sebaliknya pencernaan yang tidak

sempurna dapat menyebabkan kemunduran kesehatan secara keseluruhan.

4. Pelestarian jaringan mulut yang masih tinggal

Pemakaian gigitiruan lepasan dapat mencegah atau mengurangi efek yang

timbul karena hilangnya gigi. Resorpsi linggir alveolus yang terjadi akibat tidak

adanya rangsangan fungsional dari gigi dapat dicegah dengan pemakaian gigitiruan

lepasan.

5. Pencegahan migrasi gigi

Bila sebuah gigi dicabut atau hilang, gigi tetangganya dapat bergerak

memasuki ruang kosong. Migrasi ini dapat berlanjut menyebabkan renggangnya gigi

yang lain. Pada ruang yang kosong tersebut dapat terjadi penumpukan sisa makanan

di daerah interdental sehingga menyebabkan terjadinya akumulasi plak. Hal ini akan

menyebabkan dekalsifikasi permukaan proksimal gigi dan terjadi penyakit

periodontal.

Universitas Sumatera Utara


6. Peningkatan distribusi beban kunyah

Kehilangan sejumlah besar gigi mengakibatkan bertambah besarnya beban

pengunyahan pada gigi yang tinggal. Keadaan ini akan memperburuk kondisi

jaringan periodontal. Penggantian gigi yang hilang dengan pemakaian gigitiruan

lepasan dapat menyalurkan beban pengunyahan secara lebih merata ke seluruh

jaringan pendukung gigitiruan.

2.1.3 Jenis

Gigitiruan lepasan terdiri dari:

2.1.3.1 Gigitiruan Sebagian Lepasan

Gigitiruan sebagian lepasan adalah gigitiruan yang menggantikan satu atau

beberapa gigi yang hilang pada rahang atas atau bawah yang dapat dibuka dan

dipasang oleh pasien.1,16,20,22

Jenis-jenis gigitiruan sebagian lepasan yaitu:16,20,22

1. Berdasarkan jaringan pendukung

a. Tooth borne, yaitu pendukung gigitiruan adalah gigi asli

b. Tooth tissue borne, yaitu pendukung gigitiruan adalah gigi dan jaringan

lunak

2. Berdasarkan bahan yang digunakan

a. GTSL akrilik, yaitu gigitiruan yang basisnya dibuat dari bahan resin

akrilik

b. GTSL kerangka logam, yaitu gigitiruan yang basisnya dibuat dari logam

c. GTSL fleksibel, yaitu gigitiruan dengan basis yang biokompatibel, dibuat

dari bahan nilon termoplastik yang memiliki sifat fisik dan estetik yang khas

Universitas Sumatera Utara


2.1.3.2 Gigitiruan Penuh

Gigitiruan penuh adalah gigitiruan yang menggantikan seluruh gigi yang

hilang serta menggantikan jaringan pendukungnya pada rahang atas dan rahang

bawah dan dapat dibuka dan dipasang oleh pasien. 21,23-25

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Gigitiruan Lepasan

2.2.4.1 Usia

Peningkatan usia menyebabkan terjadinya transisi demografi yang ditandai

dengan peningkatan populasi usia lanjut.26 Menurut perkiraan antara tahun 2000-

2030, populasi lansia di Amerika Serikat akan meningkat sekitar 83%, di Inggris

47%, di Rusia 34%, di Cina 16%, di Jepang 34%, di Mesir 15%, dan di Argentina

75%. Secara keseluruhan, populasi lansia yang berumur lebih dari 65 tahun di seluruh

dunia akan naik dari 7,5% menjadi 12,5%. Peningkatan jumlah lansia ini

menyebabkan angka kehilangan gigi masih ada meskipun insidens kehilangan gigi

telah menurun.27

Semakin bertambahnya usia, maka semakin banyak pula jumlah gigi yang

hilang. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan proses fisiologis pada proses

penuaan jaringan yang mengakibatkan penyusutan jaringan tulang alveolar, buruknya

kondisi kesehatan rongga mulut serta kondisi gigi yang mudah tanggal akibat resorbsi

tulang alveolar. Fakor-faktor tersebut diatas menyebabkan meningkatnya kebutuhan

perawatan prostodonsia pada pasien usia lanjut.26

Kehilangan gigi geligi dapat digantikan dengan menggunakan gigitiruan.

Fungsi gigitiruan yaitu menggantikan gigi yang hilang, memperbaiki estetik, fungsi

pengunyahan, pemulihan fungsi bicara dan menambah kepercayaan diri pasien.1,28

Universitas Sumatera Utara


Persentase lansia yang kehilangan gigi meningkat seiring dengan

bertambahnya usia.26 Pallegedara dan Ekanayake (2005) dalam penelitiannya pada

lansia di Srilanka menyatakan sekitar 40% responden kehilangan kurang dari 12 gigi

dan 17% responden kehilangan seluruh gigi, dari total sampel yang kehilangan gigi,

sekitar 77,9% tidak memakai gigitiruan.29 Menurut penelitian yang dilakukan oleh

Temitope Ayodeji Esan dkk tahun 2002 di Nigeria menunjukkan bahwa jumlah

permintaan akan gigitiruan penuh meningkat seiring pertambahan usia.30 Penelitian

yang dilakukan Alan B, dkk (2005) memperkirakan 21,4% gigitiruan digunakan oleh

pasien yang berusia antara 15-74 tahun. Prevalensi kelompok yang paling banyak

menggunakan gigitiruan lepasan adalah pada usia 55-64 tahun yaitu 22,2%.31 Pada

penelitian yang dilakukan oleh Lina Natamiharja tahun 1991 tentang pemakaian

gigitiruan lepas dan hubungannya dengan faktor sosial ekonomi pada masyarakat

Medan Kota menunjukkan bahwa persentase orang yang kehilangan gigi adalah

75,61%. Tingginya angka kehilangan gigi ini menunjukkan tingginya kebutuhan

masyarakat akan pemakaian gigitiruan. Persentase pemakaian gigitiruan juga terlihat

semakin besar pada golongan umur yang semakin meninggi.32

2.2.4.2 Jumlah Gigi yang Hilang

Faktor yang mempengaruhi pemakaian gigitiruan, diantaranya yaitu

banyaknya jumlah gigi yang hilang. Pada penelitian yang dilakukan oleh Pallegedara

dkk (2005) pemakaian gigitiruan pada pasien yang telah mengalami kehilangan 13-32

gigi cenderung meningkat 9,11 kali lebih tinggi daripada pasien dengan kehilangan

hanya 12 gigi. Hal ini mengakibatkan pemakaian gigitiruan akan menjadi meningkat

jika insiden kehilangan gigi pada pasien juga mengalami peningkatan.29

Universitas Sumatera Utara


2.2 Candida albicans

Candida albicans adalah jamur yang bersifat patogen oportunistik yang

ditemukan dalam konsentrasi rendah pada rongga mulut, yaitu kurang dari 20 sel/cc

saliva.10,11,33

2.2.1 Morfologi dan Identifikasi

Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk

tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan

berkembang menjadi blastospora dan akan membentuk hifa semu. Perbedaan bentuk

ini tergantung pada faktor eksternal yang mempengaruhinya. Candida albicans

memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang akan terus memanjang. Hifa semu

terbentuk dengan banyak kelompok blastospora berbentuk bulat atau lonjong di

sekitar septum. Pada beberapa strain, blastospora berukuran besar, berbentuk bulat

dan dalam jumlah sedikit (Gambar 1). Sel ini dapat berkembang menjadi

klamidospora yang berdinding tebal dan bergaris tengah sekitar 8-12 μ.34

Pada sediaan apus, Candida tampak sebagai ragi lonjong, bertunas, gram-

positif, berukuran 2-3 x 4-6 µm, dan sel-sel bertunas yang memanjang menyerupai

hifa (pseudohifa).11

Universitas Sumatera Utara


Gambar 1. Bentuk Mikroskopis Candida albicans35-36

Morfologi koloni Candida albicans pada medium padat Sabouraud's dextrose

agar yang dikultur pada temperatur 37°C, umumnya berbentuk bulat seperti pasta,

berwarna krem dengan permukaan sedikit cembung, halus, licin dan kadang-kadang

sedikit berlipat-lipat terutama pada koloni yang lebih tua (Gambar 2). Umur biakan

mempengaruhi besar kecil koloni. Warna koloni putih kekuningan dan berbau asam

seperti aroma tape.34

Gambar 2. Candida albicans pada Sabouraud's


dextrose agar

Universitas Sumatera Utara


2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Pertumbuhan Candida

albicans dalam Rongga Mulut

Kebersihan gigitiruan yang buruk dapat meningkatkan jumlah pertumbuhan

mikroorganisme Candida albicans dalam rongga mulut.9 Pemakaian gigitiruan akan

menyebabkan penumpukan sisa makanan pada permukaan basis gigitiruan,

permukaan proksimal gigi penyangga dan permukaan mukosa yang ditutupi oleh

basis gigitiruan, meskipun gigitiruan beradaptasi dengan erat terhadap jaringan,

larutan gula dan karbohidrat akan tetap berkontak dengan gigi dan mukosa yang

bersentuhan dengan gigitiruan.22 Brill dkk (1977), Bates dkk (1978) dan Addy dkk

(1979) menyatakan bahwa pemasangan gigitiruan sebagian lepasan akan

menimbulkan perubahan ekologis serta memudahkan penumpukan plak.1,16 Plak

inilah yang merupakan tempat bagi pertumbuhan mikroorganisme termasuk Candida

albicans.8 Penumpukan plak tidak hanya terjadi di sekitar gigitiruan, tetapi juga pada

gigi asli.1,16 Berdasarkan penelitian Nikawa dan Himada (1990) serta Monroy (2005)

diketahui Candida albicans merupakan mikroorganisme yang paling banyak

ditemukan pada plak yang terisolasi dari permukaan gigitiruan yang berkontak

dengan mukosa.5,17,37 Penumpukan plak ini tidak akan terjadi apabila pasien pemakai

gigitiruan mengikuti instruksi yang diberikan tentang pemeliharaan kebersihan

gigitiruan dengan baik. 1 Plak pada gigitiruan 50% dapat dihilangkan dengan cara

mekanik yaitu dengan cara menyikat gigitiruan setiap pagi dan malam, 20-30% dapat

dihilangkan secara kimiawi yaitu dengan merendam gigitiruan dalam air, air sabun

atau larutan desinfektan pada malam hari dan 80% dapat dihilangkan dengan

kombinasi mekanik dan kimiawi.2,8,22 Stafford dkk (1984) menyatakan bahwa

Universitas Sumatera Utara


pertumbuhan Candida albicans pada gigitiruan yang direndam dalam air lebih sedikit

bila dibandingkan dengan yang tidak direndam air.38

Semakin lama pemakaian gigitiruan, jumlah koloni Candida albicans juga

akan semakin bertambah. Hal ini disebabkan karena terjadi penutupan mukosa dalam

jangka waktu yang lama, sehingga menghalangi pembersihan permukaan mukosa

maupun gigitiruan oleh lidah dan saliva. Akibatnya sisa makanan akan semakin

menumpuk dan mikroorganisme Candida albicans akan meningkat prevalensinya.12

Selain itu juga, trauma akibat ketidaktepatan serta ketidakstabilan pemakaian

gigitiruan yang terlalu lama dapat menyebabkan inflamasi pada mukosa di bawah

gigitiruan sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan Candida albicans dan

menimbulkan denture stomatitis.9,12 Candida albicans merupakan mikroorganisme

komensal penyebab denture stomatitis yang ditemukan kira-kira 50%-65% pada

pasien pemakai gigitiruan.15,38 Derajat keparahan denture stomatitis berhubungan

dengan lamanya pemakaian gigitiruan.2 Denture stomatitis lebih banyak dijumpai

pada pemakai gigitiruan penuh bila dibandingkan dengan pemakai gigitiruan

sebagian lepasan.2 Hal ini terjadi karena banyaknya sisa makanan yang menumpuk

pada permukaan anatomis basis gigitiruan penuh yang menutupi seluruh mukosa pada

rahang atas. Pada pemakai gigitiruan sebagian lepasan, denture stomatitis jarang

dijumpai dan bila dijumpai, biasanya terjadi dibawah permukaan basis gigitiruan

sebagian lepasan pada rahang atas.16

Pemakaian gigitiruan yang terus menerus juga dapat meningkatkan

prevalensi Candida albicans pada permukaan gigitiruan. Oleh karena itu, dianjurkan

untuk membuka gigitiruan pada malam hari atau selama 6-8 jam setiap hari untuk

Universitas Sumatera Utara


mengurangi berkontaknya mukosa dengan plak gigitiruan dan merendam gigitiruan

dalam larutan desinfektan sehingga populasi Candida albicans dapat berkurang.5,8,12

Menurut Lombardi dan Budzt-Jorgensen (1993), pasien yang memakai gigitiruan

terus menerus mempunyai prevalensi Candida albicans yang lebih tinggi. Sekitar

74% pasien yang memakai gigitiruan siang dan malam hari, cenderung mengalami

iritasi akibat gigitiruan yang digunakannya, sehingga meningkatkan pertumbuhan

Candida albicans.5

Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi Candida albicans di rongga

mulut, adalah:12,28,40-42

1. Saliva

Gigitiruan yang dipasang di dalam rongga mulut akan berkontak dengan

saliva dan membentuk lapisan organik tipis yang disebut pelikel yang mengandung

protein yang dapat mengikat mikroorganisme Candida albicans sehingga melekat

pada permukaan gigitiruan dan menyebabkan saliva pada pemakai gigitiruan tidak

dapat mengalir dengan baik sehingga perlekatan mikroorganisme pada mukosa

semakin besar. Edgerton dkk, Hoffman dan Haidaris (1998) melaporkan bahwa

Candida albicans secara selektif menyerap musin saliva yang akan meningkatkan

perlekatan Candida albicans ke permukaan gigitiruan.

2. pH

Verra dkk (1998) menyatakan bahwa pertumbuhan Candida albicans

disebabkan oleh perubahan pH dalam rongga mulut. Candida albicans adalah spesies

Candida yang paling banyak ditemukan dalam rongga mulut normal rata-rata 45%

yaitu pada dorsum lidah, mukosa dan permukaan gigi yang ditutupi plak.9,39 Jumlah

Universitas Sumatera Utara


Candida albicans pada pH yang normal (7,2-7,5) adalah kurang dari 100 koloni atau

300-500 organisme permilimeter saliva. Pemakaian gigitiruan dapat menyebabkan

pH antara permukaan gigitiruan yang berkontak dengan mukosa bersifat lebih asam

(pH 5,0-5,5), sehingga dapat meningkakan pertumbuhan Candida albicans dalam

rongga mulut.

3. Adhesi

Mekanisme perlekatan Candida albicans melibatkan interaksi antara sel

ligand Candida dan sel reseptor inang. Reseptor ligand Candida albicans adalah

mannoprotein.

4. Mannoprotein

Dinding sel Candida albicans terdiri atas mannan polisakarida, glukan dan

kitin. Mannan dan mannoprotein merupakan lapisan terluar dinding sel Candida

albicans dengan persentasi 15,2-22,9%, protein 6-25%, lipid 1-7% dan kitin kira-kira

0,6-9%.

5. Hidrofobik Permukaan Sel

Hidrofobik permukaan sel Candida albicans melibatkan perlekatan

blastospora pada sel epitel rongga mulut. Hidrofobik sel Candida albicans berikatan

dengan jaringan rongga mulut yang merupakan sel hidrofilik.

6. Bakteri Rongga Mulut

Bakteri rongga mulut seperti Streptococcus sanguis, Streptococcus gordinii,

Streptococcus anginosus akan mendukung kolonisasi dan proliferasi Candida

albicans di rongga mulut. Branting dkk (1998) mengatakan bahwa perlekatan

Universitas Sumatera Utara


Candida albicans pada permukaan resin akrilik akan meningkat jika diinkubasi

secara bersamaan dengan Streptococcus mutans.

7. Hifa

Bentuk hifa Candida albicans dihubungkan dengan perlekatannya pada sel

epitel rongga mulut. Germ tube Candida albicans akan meningkatkan perlekatan ke

sel mukosa, hal ini merupakan mekanisme virulensi spesies Candida. Beberapa faktor

yang mengatur perubahan bentuk blastospora Candida albicans ke bentuk hifa

diantaranya temperatur 37-40◦ C, pH media pertumbuhan 6,5-7, dan media

pertumbuhan.

2.2.3 Pemeriksaan Candida albicans

Candida albicans dapat tumbuh pada media yang terdiri dari garam, karbon

(misalnya glukosa), nitrogen (misalnya garam amonia) dan phospat serta memerlukan

persyaratan adanya biotin. Candida albicans ini akan tumbuh pada temperatur 20°-

40° C dan pada pH antara 2-8.43-44

Pemeriksaan Candida albicans dapat dibagi menjadi pemeriksaan

langsung, yang dilakukan dengan pewarnaan gram yang akan terlihat sel ragi,

blastospora, atau hifa semu dan pemeriksaan biakan, yang dilakukan dengan

menggunakan media Sabouraud's dextrose agar (SDA) yang terdiri dari nutrien agar

dan antibiotik (Chloramphenicol dan Gentamicin) dan diinkubasi pada suhu 37ºC

dalam inkubator selama 24-48 jam. Koloni yang terlihat berupa yeast like colony.

Koloni Candida diidentifikasi jika ada koloni halus seperti pasta yang berwarna

krem serta mempunyai bau ragi. Pembiakan jamur tersebut dilakukan pada corn meal

Universitas Sumatera Utara


agar, jika dijumpai blastospora, pseudohifa, dan klamidospora maka diidentifikasi

sebagai Candida albicans.34,44

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai