Anda di halaman 1dari 5

DAMPAK SOSIAL- EKONOMI DALAM SKENARIO TERBURUK DARI

PADEMI COVID-19

Pandemi virus korona memiliki konsekuensi luas di luar penyebaran penyakit

dan upaya karantina. Ketika pandemi telah menyebar di seluruh dunia, kekhawatiran

telah bergeser dari masalah manufaktur sisi penawaran ke penurunan bisnis di

sektor jasa. Perkiraan dampak sosial-ekonomi dari pandemi Covid-19 pada bulan

Januari sampai April 2020 adalah 5-25 juta pekerjaan hilang (ILO), kerugian dalam

pendapatan tenaga kerja sebesar US $ 860 miliar sampai US $ 3,4 triliun (ILO), arus

investasi asing langsung global menurun sebesar 30% sampai 40% (UNCTAD),

penurunan wisatawan internasional sebesar 20% sampai 30% (UNWTO), 3,6 miliar

orang bekerja secara offline (ITU), dan 1,5 miliar siswa putus sekolah (UNESCO).

Ketika pandemi Covid-19 memburuk, beberapa negara tidak memiliki kekayaan

finansial yang cukup untuk hidup di luar garis kemiskinan nasional selama tiga

bulan. Contohnya pada negara Italia dan Spanyol, menurut United Nation

diperkirakan 27 sampai 40% masyarakatnya tidak memiliki tabungan yang cukup

untuk tidak bekerja lebih dari tiga bulan.

Kekurangan pasokan diperkirakan akan memengaruhi sejumlah sektor

karena panik membeli , meningkatnya penggunaan barang untuk memerangi

pandemi, dan gangguan pada pabrik dan logistik, di samping itu, hal itu juga

menyebabkan gouging harga . Ada banyak laporan tentang kekurangan pasokan

obat-obatan, dengan banyak daerah melihat pembelian panik dan akibatnya

kekurangan makanan dan bahan makanan pokok lainnya. Selain itu, dampak

terburuk yang diprediksi akan terjadi seperti gangguan rantai pasokan yang

menghentikan industri manufaktur sehingga jatuhnya harga komoditas. Kondisi ini

akan mengganggu pasar keuangan, memperketat kondisi likuiditas di banyak


negara, menciptakan arus keluar modal yang belum pernah terjadi sebelumnya dari

negara-negara berkembang dan memberikan tekanan pada pasar valuta asing.

Mata uang lokal yang lemah akan membatasi kemampuan pemerintah untuk

menstimulus fiskal pada skala yang diperlukan untuk menstabilkan ekonomi.

Hal ini juga terjadi di Indonesia yang memiliki ketergantungan ekonomi pada

sektor pariwisata. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa wisatawan

asal China yang berkunjung ke Indonesia mencapai 2,07 juta orang pada tahun

2019 yang mencakup 12,8% dari total wisatawan asing sepanjang 2019.

Penyebaran virus Covid-19 menyebabkan wisatawan yang berkunjung ke Indonesia

akan berkurang. Melemahnya pariwisata juga berdampak pada industri retail.

Adapun daerah yang sektor retailnya paling terdampak adalah Manado, Bali,

Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Medan dan Jakarta. Penyebaran virus Covid-19

juga berdampak pada sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) karena para

wisatawan yang datang ke suatu destinasi biasanya akan membeli cenderamata.

Jika wisatawan yang berkunjung berkurang, maka pendapatan UMKM itu sendiri

akan mengalami penurunan. Berdasarkan data Bank Indonesia, pada tahun 2016

sektor UMKM mendominasi unit bisnis di Indonesia dan merupakan jenis usaha

mikro yang paling tinggi menyerap tenaga kerja.

Pada sektor pendidikan, 166 negara telah menerapkan penutupan sekolah

dan universitas. Lebih dari 1,52 miliar anak-anak dan remaja saat ini mengadakan

pembelajaran mandiri di rumah. Selain itu, hampir 60,2 juta guru tidak lagi berada di

ruang kelas. Penutupan sekolah memiliki berbagai dampak buruk pada anak-anak

dan remaja, seperti pembelajaran yang terputus dan berkurangnya interaksi sosial

yang sangat penting bagi perkembangan sosial dan perilaku. Gangguan pada

sekolah juga menyebabkan kesenjangan dalam pengasuhan anak dan memberikan


tekanan terutama pada perempuan dan orang tua ketika diminta untuk memfasilitasi

pembelajaran anak-anak di rumah. Teknologi digital berdampak positif dalam krisis

ini karena mampu memfasilitasi kesinambungan bisnis dan menghubungkan

komunikasi. Namun, ketimpangan akses konektivitas broadband dan tidak dapat

diaksesnya TIK dapat menghambat komunikasi jarak jauh yang efektif dan akses

pada masyarakat di daerah terpencil. Pandemi telah mempengaruhi sistem

pendidikan di seluruh dunia, yang mengarah ke penutupan sekolah dan universitas

secara luas. Menurut data yang dikeluarkan oleh UNESCO pada tanggal 25 Maret,

penutupan sekolah dan universitas karena COVID-19 dilaksanakan secara nasional

di 165 negara. Termasuk penutupan lokal, ini mempengaruhi lebih dari 1,5 miliar

siswa di seluruh dunia, terhitung 87% dari siswa yang terdaftar.

Dampak dari agama pandemi tersebut telah memengaruhi agama dengan

berbagai cara, termasuk pembatalan ibadah di berbagai agama, penutupan Sekolah

Minggu , serta pembatalan ziarah di sekitar perayaan dan festival. Banyak gereja,

sinagog, masjid, dan kuil telah menawarkan ibadah melalui streaming langsung di

tengah-tengah pandemi. Sayap bantuan dari organisasi keagamaan telah

mengirimkan persediaan desinfeksi, respirator pemurni udara bertenaga, pelindung

wajah, sarung tangan, reagen pendeteksi asam nukleat coronavirus, ventilator,

monitor pasien, pompa jarum suntik, pompa infus, dan makanan ke daerah yang

terkena. Penganut banyak agama telah berkumpul untuk berdoa untuk mengakhiri

pandemi ini, bagi mereka yang terkena dampaknya, serta bagi Tuhan yang mereka

percayai untuk memberi para dokter dan ilmuwan kebijaksanaan untuk memerangi

penyakit.
Lingkungan alam Penerapan physical distancing yang mengharuskan

seseorang berdiam diri di rumah ternyata banyak berpengaruh terhadap kondisi

alam. Aktivitas ekonomi dan transportasi yang dibatasi juga juga turut berdampak

pada lingkungan. Kegiatan tersebut telah menyebabkan penurunan emisi karbon

secara tiba-tiba.Dibandingkan dengan tahun lalu, tingkat polusi di New York telah

berkurang hampir 50% karena langkah-langkah yang dilakukan untuk menekan

penyebaran virus. Di China, emisi turun 25% pada awal tahun karena orang

diperintahkan untuk tinggal di rumah dan banyak pabrik yang tutup. Penggunaan

batu bara di negara ini juga turun 40% pada enam pembangkit listrik terbesar China

sejak kuartal terakhir di 2019.Bahkan menurut Kementerian Ekologi dan Lingkungan

China, kualitas udara di negaranya telah naik sebesar 11,4% dibandingkan dengan

waktu yang sama di tahun lalu. Di Eropa, gambar satelit menunjukkan emisi nitrogen

dioksida (NO2) memudar di Italia utara. Hal ini juga terjadi di Spanyol dan

Inggris.Penuruan gas emisi karbon ini adalah turut dipengaruhi oleh menurunnya

laju transportasi. Sebagaimana disampaikan Kimberly Nicholas, seorang peneliti

ilmu keberlanjutan di Lund University di Swedia.Ia mengatakan, langkah untuk

menekan penyebaran virus seperti physical distancing dan memotong perjalanan

yang tidak perlu telah menurunkan kontribusi gas emisi di dunia. Di mana

transportasi telah berkontribusi sebesar 72% pada emisi gas rumah kaca.

Lingkungan sosial Pandemi global COVID-19 juga telah mengubah

lingkungan sosial masyarakat. Adanya wabah ini membuat semua elemen bekerja

sama mengatasi virus corona. Di Indonesia sendiri telah ada bantuan atau donasi

yang banyak digalakkan mulai dari kalangan selebriti, pengusaha, hingga

masyarakat umum.
Dukungan dan gerakan physical distancing juga turut mengubah kebiasaan hidup

masyarakat. Dengan menjaga jarak antar individu, kita dibentuk dengan kebiasaan

untuk lebih menjaga kebersihan dan kesehatan diri sendiri serta orang lain. Wabah

ini juga telah mengubah pola pikir masyarakat untuk hidup sehat.

Lingkungan Ekonomi International Monetary Fund (IMF) menyatakan ekonomi

dan keuangan global saat ini tengah mengalami krisis akibat pandemi virus corona.

Hal tersebut dikarenakan pendorong utama pergerakan perekonomian yaitu

konsumsi rumah tangga belakangan terus melambat. Bukan hanya pada sektor

konsumsi rumah tangga, virus corona juga turut menyerang pasar saham. Investor

di berbagai dunia khawatir penyebaran virus corona akan menghancurkan

pertumbuhan ekonomi dan tindakan pemerintah bahkan tidak sanggup

menghentikan penuruan tersebut. Di Indonesia sendiri Indeks Harga Saham

Gabungan (IHSG) turun hingga 24 persen. Sementara kurs rupiah melemah hingga

5,41 persen dalam kurun waktu 6 bulan terakhir sebagai akibat dari keluarnya dana

asing. Menurut Asian Development Bank (ADB), sebanyak 38,5 persen surat utang

pemerintah Indonesia dipegang oleh investor asing, lebih tinggi dari negara Asia

lainnya. Jika terjadi aksi jual secara serentak tentunya ini beresiko tinggi terhadap

krisis ekonomi.

Anda mungkin juga menyukai