Anda di halaman 1dari 33

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Osteoarthritis (OA) ialah suatu penyakit sendi menahun yang ditandai
oleh adanya kelainan pada tulang rawan (kartilago) sendi dan tulang
didekatnya Penyebab OA belum diketahui secara pasti, tetapi usia, jenis
kelamin, ras, riwayat keluarga yang menderita osteoartritis, obesitas, riwayat
cedera dan aktifitas fisik yang berlebihan merupakan faktor resiko terjadinya
osteoartritis (Wiarto, 2017). Dalam hal ini masalah osteoarthritis dipandang
sebagai salah satu masalah kesehatan utama sejak dulu kala (Syapitri, 2018).
Berdasarkan survey World Health Organization (WHO), penderita
osteoarthritis di dunia mencapai angka 151 juta dan 24 juta jiwa pada kawasan
Asia Tenggara. Sedangkan National Centers for Health Statistics,
memperkirakan terdapat 15,8 juta (12%) orang dewasa antara rentang usia 25-
74 tahun memiliki keluhan osteoarthritis (Kauret et al, 2018)
Prevalensi osteoarthritis di dunia termasuk dalam kategori tinggi
berkisar antara 2.3% hingga 11.3%, selain itu OA merupakan penyakit
muskuloskeletal yang sering terjadi yaitu pada urutan ke 12 di antara seluruh
penyakit yang ada. Hal tersebut dapat diketahui bahwa prevalensi OA pada
lansia usia > 60 tahun diestimasikan sebesar 10 -15% dengan angka kejadian
18.0% pada perempuan dan 9.6% pada laki - laki, dari angka tersebut dapat
dilihat bahwa prevalensi OA pada perempuan lebih tinggi dibandingkan
dengan laki - laki (Ireneu et al, 2017).
Angka kejadian osteoartritis di Indonesia yang didiagnosis oleh tenaga
kesehatan sejak tahun 1990 hingga 2010 telah mengalami peningkatan
sebanyak 44,2% yang diukur dengan DALY (Disability Adjust Lost Years).
Berdasarkan hitungan DALY kualitas hidup pada penderita OA mengalami
kemunduran yaitu per 100.000 pada laki - laki hanya 907,7 tahun dan pada
tahun 2013, perhitungan OA berdasarkan DALY per 100.000 perempuan

1
2

mencapai puncak pada 1.327,4 tahun. Prevalensi OA berdasarkan usia di


Indonesia cukup tinggi yaitu 5% pada usia 40 tahun, 30% pada usia 40 - 60
tahun, dan 65% pada usia tua (lansia) lebih dari 61 tahun (Ireneu et al, 2017).
Penyakit rematik di Provinsi Sumatera Selatan termasuk dalam
golongan Penyakit Tidak Menular (PTM). Kejadian rematik di dapatkan
angka berkisar 8,4% terdiagnosis. Dari kasus tersebut menyebabkan dampak
jangka panjang salah satunya terkait dengan kasus rematik. Dampak jangka
panjang yang ditimbulkan oleh penyakit rematik ini adalah terganggunya
sistem otot dan sendi (Dinkes Sumsel, 2017)
Pada tahun 2016 di Palembang, jumlah penduduk lansia yang
menderita penyakit pada sistem otot dan jaringan berjumlah 41.605 orang.
Jumlah tersebut meningkat menjadi 44.200 orang penderita pada tahun 2017,
dan angka tersebut meningkat lagi menjadi 45.070 pada tahun 2018 (Dinkes
Palembang, 2018).
Osteoartritis menimbulkan berbagai masalah kesehatan yaitu
penurunan kemampuan fisiologis, perubahan psikologis, keterbatasan interaksi
sosial, keterbatasan dalam melaksanakan kebutuhan spiritual dan menurunnya
produktivitas kerja. Masalah fisiologis pada lanjut usia dengan osteoartritis
adalah nyeri. Dampak nyeri pada osteoartritis adalah penurunan kualitas
harapan hidup seperti kelelahan yang demikian hebatnya, menurunkan rentang
gerak tubuh dan nyeri pada gerakan (Farizal, 2018).
Nyeri adalah suatu yang tidak menyenangkan, bersifat subjektif dan
berhubungan dengan panca indera, serta merupakan suatu pengalaman
emosional yang dikaitkan dengan kerusakan jaringan baik aktual maupun
potensial, atau digambarkan sebagai suatu kerusakan/ cedera (Potter dan
Perry, 2015).
Terapi yang bisa diberikan untuk mengatasi nyeri pada lanjut usia
dengan osteoartritis adalah terapi farmakologi dari golongan analgesik dan
anti inflamasi seperti Non Steroid Anti Inflammatory Drugs (NSAIDs) dan
Disease Modifying Anti Rheumatoid Drugs (DMARDs) (Smeltzer & Bare,
2012). Penggunaan NSAIDs dalam waktu yang lama terutama pada orang tua
3

ternyata dilaporkan banyak menimbulkan efek samping, seperti gangguan


saluran cerna, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal dan sebagainya,
sehingga terapi alternatif (non-farmakologis) untuk mengatasi dan mengurangi
rasa nyeri osteoartritis sangat diperlukan (Farizal, 2018).
Pengobatan tradisional seperti kompres hangat menggunakan bahan
herbal menjadi salah satu pilihan, selain bahan yang mudah ditemukan
pengobatan tradisional ini aman digunakan dalam jangka waktu yang lama.
Salah satu tumbuhan yang digunakan sebagai obat herbal untuk mengurangi
nyeri osteoartritis adalah jahe merah. Kandungan jahe bermanfaat untuk
mengurangi nyeri reumatik atau osteoarthritis karena jahe memiliki sifat
pedas, pahit, dan aromatic dari oleoresin seperti zingeron, gingerol dan
shogaol. Oleoresin memiliki potensi antiinflamasi dan antioksidan yang kuat,
kandungan air dan minyak pada jahe berfungsi sebagai enhancer yang dapat
meningkatkan permeabilitas oleoresin menembus kulit tanpa menyebabkan
iritasi atau kerusakan hingga ke sirkulasi perifer (Masyhurrosyidi dalam
Sunarti, 2018).
Dalam daftar prioritas WHO jahe sebagai tanaman obat yang paling
banyak digunakan di dunia, Rimpangnya yang mengandung zingiberol
terbukti berkhasiat mengurangi peradangan dan nyeri sendi. Hal ini
dikarenakan kompres air hangat dapat memperlebar pembuluh darah sehingga
kandungan yang terdapat di dalam jahe dapat meningkatkan permeabilitas
oleoresin menembus kulit dapat masuk melalui pembuluh darah yang dapat
merangsang penurunan nyeri (Ardiansyah, 2015).
Menurut penelitian Hernani dan Hayani (2014), jahe merah
mempunyai kandungan pati (52,9%), minyak atsiri (3,9%), dan ekstrak yang
larut dalam alkohol (9,93%) lebih tinggi dibandingkan jahe emprit (41,48, 3,5
dan 7,29%) dan jahe gajah (44,25, 2,5, dan 5,81%). Beberapa komponen
kimia jahe, seperti gingerol, shogaol dan zinggerone memberi efek
farmakologi dan fisiologi seperti antioksidan, anti-inflamasi, analgesik,
antikarsinogenik, nontoksik, dan non-mutagenik (Hernani & Winarti, 2014).
4

Hasil penelitian Farizal (2018) tentang pengaruh kompres jahe


terhadap penurunan skala nyeri osteoartritis pada lanjut usia di Wilayah Kerja
Puskesmas Kampung Delima Tahun 2016 menunjukkan ada perbedaan rerata
skala nyeri osteoartritis sebelum dan sesudah diberi kompres jahe 1,72 + 0,741
dengan ρ=0,000 (ρ<0,05).
Dari uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Pengaruh pemberian kompres hangat memakai parutan jahe merah
terhadap penurunan skala nyeri pada pasien osteoarthritis”.

B. Rumusan Masalah
Osteoarthritis (OA) ialah suatu penyakit sendi menahun yang ditandai
oleh adanya kelainan pada tulang rawan (kartilago) sendi dan tulang
didekatnya Penyebab OA belum diketahui secara pasti, tetapi usia, jenis
kelamin, ras, riwayat keluarga yang menderita osteoartritis, obesitas, riwayat
cedera dan aktifitas fisik yang berlebihan merupakan faktor resiko terjadinya
osteoarthritis. Terapi yang diberikan untuk mengatasi nyeri pada lanjut usia
dengan osteoartritis adalah terapi farmakologi dari golongan analgesik dan
anti inflamasi seperti Non Steroid Anti Inflammatory Drugs (NSAIDs) dan
Disease Modifying Anti Rheumatoid Drugs (DMARDs). Pengobatan
tradisional seperti kompres hangat menggunakan bahan herbal menjadi salah
satu pilihan, selain bahan yang mudah ditemukan pengobatan tradisional ini
aman digunakan dalam jangka waktu yang lama. Salah satu tumbuhan yang
digunakan sebagai obat herbal untuk mengurangi nyeri osteoartritis adalah
jahe merah, sehingga dapat dirumuskan masalah yaitu apakah ada Pengaruh
pemberian kompres hangat memakai parutan jahe merah terhadap penurunan
skala nyeri pada pasien osteoarthritis?

C. Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis pengaruh pemberian kompres hangat memakai
parutan jahe merah terhadap penurunan skala nyeri pada pasien osteoarthritis.
5

D. Ruang Lingkup
Penelitian ini termasuk dalam bidang keperawatan medikal bedah.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian kompres
hangat memakai parutan jahe merah terhadap penurunan skala nyeri pada
pasien osteoarthritis. Penelitian ini menggunakanmetode literature review
dengan cara mencari artikel-artikel terkait dengan judul penelitian. Strategi
pencarian artikel penelitian yaitu dengan menggunakan mesin pencari google
scholar, PubMed, dan Science Direct. Metode pencarian dilakukan dengan
menggunakan analisis PICO yaitu (1) Population: dimana populasi yang
diambil adalah penderita penyakit sendi yang mengalami nyeri, (2)
Intervention: yang diteliti adalah kompres, (3) Comparison: tidak ada pem-
banding, (4) Outcome: mengurangi nyeri pada penderita osteoarthritis.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
kepustakaan di STIKes Muhammadiyah Palembang serta menambah
pengetahuan peneliti dan mahasiswa keperawatan serta pembaca
mengenai pengaruh pemberian kompres hangat memakai parutan jahe
merah terhadap penurunan skala nyeri pada penderita osteoarthritis.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Responden
Dapat menambah pengetahuan dalam mengatasi nyeri
osteoarthritis, dimana responden dapat mandiri mengolah jahe sebagai
terapi komplementer dalam mengatasi nyeri.
b. Bagi Peneliti selanjutnya
Diharapkan dapat menjadi bahan acuan untuk meningkatkan
kualitas hasil penelitian.
6

c. Bagi Puskesmas Palembang


Memberikan masukan pengetahuan terapi komplementer dengan
kompres jahe yang dapat digunakan sebagai tindakan keperawatan
untuk mengurangi intensitas nyeri pada penderita osteoarthritis.
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Osteoarthritis
1. Definisi Osteoarthritis
Osteoarthritis ialah suatu penyakit sendi menahun yang ditandai
oleh adanya kelainan pada tulang rawan (kartilago) sendi dan tulang
didekatnya (Wiarto, 2017). American College of Rheumatology (2011)
mengartikan osteoarthritis sebagai sekelompok kondisi heterogen yang
mengarah kepada tanda dan gejala sendi. Penyakit ini ditandai oleh
adanya abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru yang
irregular pada permukaan persendian.
2. Klasifikasi
Menurut Wiarto (2017), osteoarthritis diklasifikasikan menjadi :
a. Tipe primer (idiopatik)
Osteoarthritis yang kausanya tidak diketahui dan tidak ada
hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan
lokal pada sendi. Osteoarthritis primer lebih sering ditemukan daripada
osteoarthritis sekunder.
b. Tipe sekunder
Osteoarthritis yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi,
metabolik, pertumbuhan dan imobilisasi yang lama.
3. Etiologi
Menurut Aspiani (2014), penyebab dari osteoarthritis hingga saat
ini masih belum diketahui, namun ada beberapa faktor risiko untuk
timbulnya osteoarthritis antara lain adalah :
a. Umur
Prevalensi dan beratnya osteoarthritis semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. Osteoarthritis hampir tidak pernah pada anak-
anak, jarang pada umur <40 tahun dan sering pada umur >60 tahun.

8
8

b. Jenis kelamin
Secara keseluruhan di bawah 45 tahun frekuensi osteoarthritis kurang
lebih sama pada pria dan wanita, tetapi diatas 50 tahun frekuensi
osteoarthritis lebih banyak pada wanita daripada pria. Hal ini
menunjukkan adanya peran hormonal pada pathogenesis osteoarthritis.
c. Suku
Osteoarthritis lebih sering dijumpai pada orang-orang Amerika asli
daripada orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan
perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan
konginetal dan pertumbuhan.
d. Obesitas (kegemukan)
Membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan tulang
bekerja dengan lebih berat, diduga memberi andil pada terjadinya
osteoarthritis. Setiap kilogram penambahan berat badan atau masa
tubuh dapat meningkatkan beban tekan lutut sekitar 4 kilogram, dan
terbukti bahwa penurunan berat badan dapat mengurangi risiko
terjadinya osteoarthritis atau memperparah keadaan osteoarthritis lutut.
e. Pengausan (wear and tear)
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak tulang
rawan sendi melalui dua mekanisme, yaitu pengikisan dan proses
degenerasi karena bahan yang harus dikandungnya.
f. Trauma
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoarthritis adalah trauma
yang menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik
sendi tersebut. Cedera sendi pada sendi-sendi penumpu berat tubuh
seperti sendi pada lutut berkaitan dengan risiko osteoarthritis yang
lebih tinggi. Trauma lutut yang akut termasuk robekan terhadap
ligamentum krusiatum dan meniscus merupakan faktor timbulnya
osteoarthritis lutut.
9

g. Akibat penyakit radang sendi lain


Infeksi (arthritis rematoid, infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan
reaksi peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi
oleh membran sinovial dan sel-sel radang.
h. Joint mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormone pertumbuhan, maka rawan
sendi akan membal dan menyebabkan sendi menjadi tidak
stabil/seimbang sehingga mempercepat proses degenerasi.
i. Penyakit endokrin
Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam proteglikan
yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehingga merusak
sifat fisik rawan sendi, ligament, tendon, synovial, dan kulit. Pada
diabetes mellitus, glukosa akan menyebabkan produksi proteaglikan
menurun.
j. Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat
mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis,
Kristal monosodium urat / pirofosfat dalam rawan sendi
Beberapa faktor timbulnya osteoarthritis menurut Wiarto (2017), yaitu :
a. Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoarthritis. Adanya
mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk
unsure-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen dan proteoglikan
berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada osteoarthritis.
b. Riwayat cedera sendi
Pada cedera sendi berat dari beban benturan yang berulang-ulang dapat
menjadi faktor penentu lokasi pada orang-orang yang mempunyai
predisposisi osteoarthritis dan berkaitan dengan perkembangan dan
beratnya osteoarthritis.
10

c. Kelainan pertumbuhan tulang


Pada kelainan konginetal atau pertumbuhan tulang paha seperti
penyakit perthes dan dislokasi konginetal tulang paha dikaitkan
dengan timbulnya osteoarthritis paha pada usia muda.
d. Pekerjaan dengan beban berat.
e. Tingginya kepadatan tulang
Tingginya kepadatan tulang merupakan salah satu faktor yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya osteoarthritis, hal ini terjadi akibat
tulang yang lebih padat atau keras tidak membantu mengurangi
benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi.
4. Patogenesis
OA disebabkan oleh perubahan biomekanikal dan biokimia tulang
rawan yang terjadi oleh adanya penyebab multifaktorial antara lain karena
faktor umur, stress mekanis, atau penggunaan sendi yang berlebihan,
defek anatomik, obesitas, genetik, humoral dan faktor kebudayaan,
dimana akan terjadi ketidakseimbangan antara degradasi dan sintesis
tulang rawan. Ketidakseimbangan ini menyebabkan pengeluaran enzim-
enzim degradasi dan pengeluaran kolagen yang akan mengakibatkan
kerusakan tulang rawan sendi dan sinovium (sinuvitis sekunder) akibat
terjadinya perubahan matriks dan struktur. Selain itu juga akan terjadi
pembentukan osteofit sebagai suatu proses perbaikan untuk membentuk
kembali persendian sehingga dipandang sebagai kegagalan sendi yang
progresif (Kapoor, 2011).
Dua keluarga enzim yang penting dalam degradasi matriks, baik
dalam tulang rawan yang sehat ataupun pada osteoarthritis adalah
metaloproteinase dan aggrecanases. Metaloproteinase (stromelysin,
collagenase, gelatinase) akan memecah kolagen, gelatin, dan komponen
protein lain dari matriks. Enzim ini disekresi oleh sinovial sel dan
khondrosit. Aggrecanases (ADAMTS) akan mendegradasi aggrecan.
Peningkatan degradasi aggrecans oleh enzim ADAMTS adalah salah satu
indikasi dari osteoarthritis awal, dan memberikan kontribusi yang
11

signifikan terhadap hilangnya struktur tulang rawan dan fungsi (Kapoor,


2011).
Pada tulang rawan yang sehat, aktivitas degradasi enzim
diseimbangkan dan diregulasi oleh faktor pertumbuhan dan inhibitor
degradasi enzim. Faktor pertumbuhan ini menginduksi khondrosit untuk
mensistesis DNA dan protein seperti kolagen dan proteoglikan. Faktor
pertumbuhan yang berperan adalah insulin-like growth factor (IGF-1),
growth hormone, transforming growth factor b (TGF-b) dan coloni
stimulating factors (CSFs). Tetapi pada keadaan inflamasi, sel menjadi
kurang sensitif terhadap efek IGF-1.1,2,3,4 Tissue inhibitor of
metalloproteinase (TIMP) dan plasminogen activator inhibitor (PAI-1)
adalah inhibitor-inhibitor enzim yang berfungsi untuk mendegradasi
collagenase dan aggrecanase.2,3 Pembentukan dan perkembangan OA
sekarang dipercayai melibatkan keradangan bahkan pada tahap awal
penyakit. Keseimbangan aktivitas sendi terganggu melalui suatu
degradative cascade dan penyebab terpenting adalah IL- 1 dan TNF.
Sekresi dari factor inflamasi seperti sitokin merupakan mediator yang bisa
menyebabkan terganggunya proses metabolisme dan meningkatkan
proses katabolik pada sendi. IL-1 dan TNF yang diproduksi oleh
khondrosit, sel mononeuklear, osteoblast dan tisu sinovial menstimulasi
sintesis dan sekresi metalloproteinase dan tissue plasminogen activator
serta mensupresi sintesis proteoglikan di dalam sendi (Kapoor, 2011).

5. Manifestasi Klinis
Menurut Wiarto (2017), penyakit osteoarthritis mempunyai gejala-
gejala yang biasanya menyulitkan bagi kehidupan penderitanya. Adapun
gejala tersebut antara lain :
a. Nyeri sendi (recurring pain or tenderness in joint)
Biasanya nyeri sendi bertambah dikarenakan gerakan dan sedikit
berkurang bila istirahat.Pada gerakan tertentu (missal lutut digerakkan
ke tengah) menimbulkan rasa nyeri. Nyeri pada osteoarthritis dapat
12

menjalar ke bagian lain, misal osteoarthritis pinggang menimbulkan


nyeri betis yang disebut sebagai “claudication intermitten”.
b. Kekakuan (stiffness)
Kaku sendi dapat timbul setelah duduk lama dikursi, dimobil, atau
setelah bangun tidur. Kebanyakan penderita juga mengeluh kaku
setelah berdiam pada posisi tertentu. Kaku biasanya kurang dari 30
menit.
c. Hambatan gerakan sendi (inability to move a joint)
Kelainan ini biasanya ditemukan pada osteoarthritis sedang sampai
berat. Hambatan gerak ini disebabkan oleh nyeri, inflamasi, sendi
membengkok, perubahan bentuk. Hambatan gerak sendi biasanya
dirasakan pada saat berdiri dari kursi, bangun dari tempat berbaring,
menulis atau berjalan. Semua gangguan aktivitas tergantung pada
lokasindan beratnya kelainan sendi yang terkena.
d. Bunyi gemeretak (krepitasi)
Sendinya terdengar berbunyi saat bergerak. Suaranya lebih kasar
dibandingkan dengan arthritis rheumatoid dimana gemeretaknya lebih
halus. Gemeretak yang jelas terdengar dan kasar merupakan tanda
yang signifikan.
e. Pembengkakan sendi (swelling in a joint)
Sendi membengkak / membesar bisa disebabkan oleh radang sendi dan
bertambahnya cairan sendi atau keduanya.
f. Perubahan cara berjalan atau hambatan gerak
Hambatan gerak atau perubahan cara berjalan akan berkembang sesuai
dengan beratnya penyakit. Perubahan yang terjadi dapat konsentris
atau seluruh arah gerakan maupun eksentris atau salah satu gerakan
saja
g. Kemerahan pada daerah sendi (obvious redness or heat in a joint)
Kemerahan pada sendi merupakan salah satu tanda peradangan sendi.
Hal ini mungkin dijumpai pada osteoarthritis karena adanya sinovitis,
13

dan biasanya tanda kemerahan ini tidak menonjol dan timbul


belakangan.

6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Aspiani (2014), pemeriksaan penunjang yang dilakukan
untuk pasien dengan osteoarthritis, yaitu :
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Reaksi aglutinasi positif.
2) LED meningkat.
3) Protein C Reaktif : postif pada masa inkubasi.
4) SDP meningkat pada proses inflamasi.
5) Ig (IgG dan IgM) meningkat menunjukkan proses autoimun.
b. Foto Rontgen
Menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi sebagai
penyempitan rongga sendi.
c. Serologi
Cairan sinovial dalam batas normal.
d. Tes-tes khusus
1) Tes Ballotement (menggoyang-goyangkan objek di dalam cairan).
2) Tes Fluktuasi.
3) Tes Lekuk.
7. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada pasien osteoarthritis adalah untuk
mengurangi gejala dan mencegah terjadinya kontraktur atau atrofi otot
(Wiarto 2017). Menurut Aspiani (2014), penatalaksaan yang dilakukan
pada penderita Osteoarthritis, yaitu :
a. Pencegahan
1) Penurunan berat badan.
2) Pencegahan cedera.
3) Skrining sendi paha.
4) Pendekatan ergonomic untuk memodifikasi stress akibat kerja.
14

b. Terapi Farmakologis
Obat yang diberikan pada penderita osteoarthritis bertujuan untuk
mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi
ketidakmampuan. Obat-obat anti inflammation nonsteroid bekerja
sebagai analgetik dan sekaligus mengurangi sinovitis, meskipun tidak
dapat memperbaiki atau menghentikan proses patologis osteoarthritis.
1) Acetaminophen
Merupakan obat analgesic dan antipiretik yang digunakan untuk
mengurangi rasa sakit atau nyeri.
2) NSAIDs (Non Steroid Anti Inflammatory Drugs)
Dapat mengatasi rasa sakit dan peradangan pada sendi. Obat ini
memiliki efek samping, yaitu menyebabkan sakit perut dan
gangguan fungsi ginjal.
3) Topical Pain
Dalam bentuk cream atau spray yang dapat digunakan langsung
pada kulit yang terasa sakit.
4) Tramadol
5) Mild Narcotic Painkillers
Mengandung analgesik seperti codein atau hydrocodone yang
efektif mengurangi rasa sakit pada penderita osteoarthritis.
6) Corticosteroids
7) Hyaluronic Acid
Merupakan glycosaminoglycan yang tersusun oleh disaccharides
of glucuronic acid dan N-acetyangluosamine. Disebut juga
viscosupplementation. Digunakan dalam perawatan pasien
osteoarthritis.
8) Glucosamine dan Chondroitin sulfate
9) Terapi Konservatif
Terapi hangat, mengistirahatkan sendi, pemakaian alat-alat
orthotic untuk menyangga sendi yang mengalami inflamasi.
15

Massage / pijat, bertujuan untuk membuat rileks otot-otot yang


spasme dan membantu melancarkan sirkulasi darah.
c. Terapi Non Farmakologi
1) Olahraga
Olahraga yang dianjurkan adalah olahraga yang tidak terlalu berat
dan tidak menyebabkan bertambahnya kompresi atau tekanan atau
trauma pada sendi, yaitu misalnya berenang dan menggunakan
sepeda statis. Olahraga selain berfungsi untuk mengurangi rasa
sakit dan kaku juga bermanfaat untuk mengontrol berat badan.
Terapi fisik seperti olahraga berguna untuk melatih pasien agar
persendiannya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk
melindungi sendi. Terapi fisik membuat penderita dapat
beraktivitas seperti biasanya sekaligus mengurangi resiko fisik
yang tidak berfungsi dengan baik. Terapi fisik ini berusaha untuk
tidak memberikan beban yang terlalu berat pada penderita (Wiarto,
2017).
2) Proteksi / perlindungan sendi
Sendi dijaga dari berbagai aktivitas sehari-hari dan pekerjaan yang
dapat menambah stress / tekanan pada sendi.
3) Terapi panas atau dingin
a) Terapi panas digunakan untuk mengurangi rasa sakit, membuat
otot-otot sekitar sendi menjadi rileks dan melancarkan
peredaran darah. Terapi panas dapat diperoleh dari kompres
dengan air hangat / panas, sinar IR (infrared) dan alat-alat
terapi lain seperti SWD / MWD.
b) Terapi dingin digunakan untuk mengurangi bengkak pada sendi
dan mengurangi rasa sakit. Terapi dingin biasanya dipakai saat
kondisi masih akut.
4) Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoarthritis yang
gemuk harus menjadi program utama pengobatan osteoarthritis.
16

Penurunan berat badan seringkali dapat mengurangi timbulnya


keluhan dan peradangan. Pemberian vitamin C, D, E dan Beta
Karoten, vitamin-vitamin tersebut bermanfaat untuk mengurangi
laju perkembangan osteoarthritis.
d. Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoarthritis,
meliputi terapi panas dan dingin dan program latihan yang tepat.
e. Operasi
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoarthritis dengan
kerusakan sendi yang nyata dengan nyeri yang menetap dan kelemahan
fungsi. Tindakan yang dilakukan adalah osteotomy untuk mengoreksi
ketidaklurusan atau ketidaksesuaian, debridement sendi untuk
menghilangkan fragmen tulang rawan sendi, pembersihan osteofit.
f. Akupuntur
Dapat mengurangi rasa sakit dan merangsang fungsi sendi.

Sedangkan menurut Kapoor (2011), Pengelolaan pasien dengan


OA bertujuan untuk untuk menghilangkan keluhan, mengoptimalkan
fungsi sendi, mengurangi ketergantungan dan meningkatkan kualitas
hidup, menghambat progresivitas penyakit dan mencegah komplikasi.
Pilar terapi: non farmakologis (edukasi, terapi fisik, diet/penurunan berat
badan), farmakologis (analgetik, kortikosteroid lokal, sistemik,
kondroprotektif dan biologik), dan pembedahan.
1. Edukasi
Sangat penting bagi semua pasien OA diberikan edukasi yang
tepat. Dua hal yang menjadi tujuan edukasi adalah bagaimana
mengatasi nyeri dan disabilitas. Pemberian edukasi (KIE) pada pasien
ini sangat penting karena dengan edukasi diharapkan pengetahuan
pasien mengenai penyakit OA menjadi meningkat dan pengobatan
menjadi lebih mudah serta dapat diajak bersama-sama untuk mencegah
kerusakan organ sendi lebih lanjut. Edukasi yang diberikan pada
17

pasien ini yaitu memberikan pengertian bahwa OA adalah penyakit


yang kronik, sehingga perlu dipahami bahwa mungkin dalam derajat
tertentu akan tetap ada rasa nyeri, kaku dan keterbatasan gerak serta
fungsi. Selain itu juga diberikan pemahaman bahwa hal tersebut perlu
dipahami dan disadari sebagai bagian dari realitas kehidupannya. Agar
rasa nyeri dapat berkurang, maka pasien sedianya mengurangi
aktivitas/pekerjaannya sehingga tidak terlalu banyak menggunakan
sendi lutut dan lebih banyak beristirahat. Pasien juga disarankan untuk
kontrol kembali sehingga dapat diketahui apakah penyakitnya sudah
membaik atau ternyata ada efek samping akibat obat yang diberikan.
2. Terapi fisik
Terapi fisik bertujuan untuk melatih pasien agar persendiannya
tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang
sakit. Pada pasien OA dianjurkan untuk berolah raga tapi olah raga
yang memperberat sendi sebaiknya dihindari seperti lari atau joging.
Hal ini dikarenakan dapat menambah inflamasi, meningkatkan tekanan
intraartikular bila ada efusi sendi dan bahkan bisa dapat menyebabkan
robekan kapsul sendi. Untuk mencegah risiko terjadinya kecacatan
pada sendi, sebaiknya dilakukan olah raga peregangan otot seperti m.
Quadrisep femoris, dengan peregangan dapat membantu dalam
peningkatan fungsi sendi secara keseluruhan dan mengurangi nyeri.
Pada pasien OA disarankan untuk senam aerobic low impact/intensitas
rendah tanpa membebani tubuh selama 30 menit sehari tiga kali
seminggu. Hal ini bisa dilakukan dengan olahraga naik sepeda atau
dengan melakukan senam lantai. Senam lantai bisa dilakukan dimana
pasien mengambil posisi terlentang sambil meregangkan lututnya,
dengan cara mengangkat kaki dan secara perlahan menekuk dan
meluruskan lututnya.
3. Diet
Diet bertujuan untuk menurunkan berat badan pada pasien OA
yang gemuk. Hal ini sebaiknya menjadi program utama pengobatan
18

OA. Penurunan berat badan seringkali dapat mengurangi keluhan dan


peradangan. Selain itu obesitas juga dapat meningkatkan risiko
progresifitas dari OA. Pada pasien OA disarankan untuk mengurangi
berat badan dengan mengatur diet rendah kalori sampai mungkin
mendekati berat badan ideal. Dimana prinsipnya adalah mengurangi
kalori yang masuk dibawah energi yang dibutuhkan. Penurunan energi
intake yang aman dianjurkan pemberian defisit energi antara 500-1000
kalori perhari, sehingga diharapkan akan terjadi pembakaran lemak
tubuh dan penurunan berat badan 0,5 – 1 kg per minggu. Biasanya
intake energi diberikan 1200-1300 kal per hari, dan paling rendah 800
kal per hari. Formula yang dapat digunakan untuk kebutuhan energi
berdasarkan berat badan adalah 22 kal/kgBB aktual/hari, dengan cara
ini didapatkan defisit energi 1000 kal/hari. Pada pasien di anjurkan
untuk diet 1200 kal perhari agar mencapai BB idealnya yakni
setidaknya mencapai 55 kg. Contoh komposisi makanan yang kami
anjurkan adalah dalam sehari pasien bisa memasak 1 gelas beras (550
kal), 4 potong tempe sedang (150 kal), 1 buah telur (100 kal), 2 potong
ayam sedang (300 kal) dan 1 ikat sayuran kangkung (75 kal).
4. Terapi Farmakologis
Pada pasien OA biasanya bersifat simptomatis. Untuk
membantu mengurangi keluhan nyeri pada pasien OA, biasanya
digunakan analgetika atau Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS).
Untuk nyeri yang ringan maka asetaminophen tidak lebih dari 4 gram
per hari merupakan pilihan pertama. Untuk nyeri sedang sampai berat,
atau ada inflamasi, maka OAINS yang selektif COX-2 merupakan
pilihan pertama, kecuali jika pasien mempunyai risiko tinggi untuk
terjadinya hipertensi dan penyakit ginjal. OAINS yang COX-2 non-
selektif juga bisa diberikan asalkan ada perhatian khusus untuk
terjadinya komplikasi gastrointestinal dan jika ada risiko ini maka
harus dikombinasi dengan inhibitor pompa proton atau misoprostol.
Injeksi kortikosteroid intraartikuler bisa diberikan terutama pada
19

pasien yang tidak ada perbaikan setelah pemberian asetaminophen dan


OAINS. Tramadol bisa diberikan tersendiri atau dengan kombinasi
dengan analgetik.

B. Konsep Nyeri
1. Definisi
Nyeri adalah suatu yang tidak menyenangkan, bersifat subjektif
dan berhubungan dengan panca indera, serta merupakan suatu pengalaman
emosional yang dikaitkan dengan kerusakan jaringan baik aktual maupun
potensial, atau digambarkan sebagai suatu kerusakan/ cedera (Potter dan
Perry, 2015).
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial.
Nyeri post operasi merupakan nyeri yang dirasakan akibat dari hasil
pembedahan (Smeltzer dan Bare, 2012).

2. Klasifikasi Nyeri
Menurut Smeltzer dan Bare (2012), dua kategori dasar dari nyeri
yang secara umum diketahui:
a. Nyeri akut
Nyeri akut biasanya awitannya tiba – tiba dan umumnya berkaitan
dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan
atau cedera telah terjadi. Hal ini benar terjadi dan mengajarkan kepada
kita untuk menghindari situasi serupa yang secara potensial
menimbulkan nyeri. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada
penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan
terjadinya penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam
bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri
akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa
detik hingga enam bulan.
20

b. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan
dengan penyebab atau cedera spesifik.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri


Menurut Potter dan Perry (2015), rasa nyeri merupakan suatu
hal yang bersifat kompleks, mencakup pengaruh fisiologis, sosial,
spiritual, psikologis dan budaya.
a. Faktor fisiologis
1) Usia
Usia dapat mempengaruhi nyeri, terutama pada bayi dan
dewasa akhir. Perbedaan tahap perkembangan yang ditemukan
di antara kelompok umur tersebut mempengaruhi bagaimana
anak – anak dan dewasa akhir berespons terhadap nyeri. Anak–
anak memiliki kesulitan dalam mengenal/ memahami nyeri dan
prosedur – prosedur yang diberikan oleh perawat yang
menyebabkan nyeri.
2) Kelemahan (fatigue)
Kelemahan meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan
menurunkan kemampuan untuk mengatasi masalah. Apabila
kelemahan terjadi di sepanjang waktu istirahat, persepsi
terhadap nyeri akan lebih besar. Nyeri terkadang jarang dialami
setelah tidur/ istirahat cukup dari pada di akhir hari yang
panjang.
3) Gen
Riset terhadap orang yang sehat mengungkapkan bahwa
informasi genetik yang diturunkan dari orang tua
memungkinkan adanya peningkatan atau penurunan sensitivitas
seseorang terhadap nyeri. Pembentukan sel – sel genetik
21

kemungkinan dapat menentukan ambang nyeri seseorang atau


toleransi terhadap nyeri.
4) Fungsi neurologis
Fungsi neurologis klien mempengaruhi pengalaman nyeri.
Faktor apa saja dapat mengganggu atau mempengaruhi
penerimaan atau persepsi nyeri yang normal (contoh: cedera
medulla spinalis, neuropatik perifer, atau penyakit – penyakit
saraf) dapat mempengaruhi kesadaran dan respons klien
terhadap nyeri. Beberapa agen farmakologis (analgesic,
sedative, dan anestesi) mempengaruhi persepsi dan respons
terhadap nyeri, karena itulah membutuhkan asuhan
keperawatan yang bersifat preventif.
b. Faktor sosial
1) Perhatian
Tingkatan di mana klien menfokuskan perhatiannya terhadap
nyeri yang dirasakan mempengaruhi persepsi nyeri.
Meningkatnya perhatian berhubungan dengan meningkatnya
nyeri, sebaliknya distraksi berhubungan dengan kurangnya
respons nyeri.
2) Pengalaman sebelumnya
Ketika klien tidak memiliki pengalaman terhadap
kondisi yang menyakitkan, persepsi pertama terhadap nyeri
tersebut dapat merusak kemampuan seseorang untuk mengatasi
masalah. Sebagai contohnya, setelah menjalani operasi
abdomen, apabila klien mengalami nyeri hebat akibat insisi
dalam beberapa hari, maka itu adalah suatu hal yang umum
terjadi. Terkecuali jika klien merasa sadar akan hal ini, maka
serangan awal nyeri tersebut akan terlihat seperti komplikasi
yang serius. Dari pada berpartisipasi secara aktif dalam latihan
teknik bernapas pasca operasi, klien, klien akan lebih memilih
untuk berbaring tak bergerak di tempat tidur dan
22

mempertahankan teknik pernapasan dangkal karena telah


terjadi suatu ketakutan akan sesuatu yang salah. Dalam fase
antisipasi dari pengalaman nyeri, perawat perlu untuk
mempersiapkan klien melalui penjelasna yang jelas tentang
jenis nyeri yang mungkin akan timbul dan metode – metode
yang digunakan untuk mengurangi nyeri tersebut. Hal ini
biasanya menghasilkan penurunan persepsi nyeri.
3) Keluarga dan dukungan sosial
Orang dengan nyeri terkadang bergantung kepada anggota
keluarga yang lain atau teman dekat untuk dukungan, bantuan,
atau perlindungan. Meski nyeri terasa, tetapi kehadiran
keluarga atau pun teman terkadang dapat membuat pengalaman
nyeri yang menyebabkan stress sedikit berkurang. Kehadiran
orang tua sangat penting bagi anak – anak yang mengalami
nyeri.
c. Faktor spiritual
Spiritualitas menjangkau antara agama dan mencakup pencarian
secara aktif terhadap makna situasi di mana seseorang menemukan
dirinya sendiri.
d. Faktor psikologis
Tingkat dan kualitas nyeri yang diterima klien berhubungan
dengan arti dari nyeri tersebut. Hubungan antara nyeri dan
kecemasan bersifat kompleks. Kecemasan terkadang meningkatkan
persepsi terhadap nyeri, tetapi nyeri juga menyebabkan perasaan
cemas. Sulit untuk memisahkan dua perasaan tersebut. Stimulus
nyeri yang mengaktivasi bagian dari sistem limbik dipercaya dapat
mengontrol emosi, terutama kecemasan. Sistem limbik memproses
reaksi emosional terhadap nyeri, apakah dirasa menganggu atau
berusaha untuk mengurangi nyeri tersebut.
23

e. Faktor budaya
1) Arti dari nyeri
Sesuatu yang diartikan seseorang sebagai nyeri akan
mempengaruhi pengalaman nyeri dan bagaimana seseorang
beradaptasi terhadap kondisi tersebut. Hal ini terkadang erat
kaitannya dengan latar belakang budaya seseorang. Seseorang
akan merasakan sakit yang berbeda apabila hal tersebut terkait
dengan ancaman, kehilangan, hukuman, atau tantangan.
Sebagai contoh, wanita yang melahirkan akan merasakan sakit
yang berbeda dibandingkan dengan wanita dengan riwayat
penyakit kanker yang baru merasakan sakit dan ketakutan akan
terulangnya nyeri tersebut.
2) Suku bangsa
Nilai – nilai dan kepercayaan terhadap budaya mempengaruhi
bagaimana seorang individu mengatasi rasa sakitnya. Individu
belajar tentang apa yang diharapkan dan diterima oleh
budayanya, termasuk bagaimana reaksi terhadap nyeri. Budaya
mempengaruhi ekspresi nyeri. Beberapa budaya percaya bahwa
menunjukkan rasa sakit adalah suatu hal yang wajar, sementara
yang lain cenderung untuk lebih introvert.

4. Pengukuran Skala Nyeri


Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan
sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan
pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon
fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan
teknik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu
sendiri. Menurut Smeltzer, S.C & Bare B.G (2012) skala intensitas nyeri
adalah berikut :
24

Gambar 2.1
Skala Nyeri

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri berat


nyeri terkontrol tidak
terkontrol

Keterangan:
0 : Tidak nyeri.
1-3 : Nyeri ringan (Secara obyektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik).
4-6 : Nyeri sedang (Secara obyektif klien mendesis, menyeringai,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan
baik).
7-9 : Nyeri berat (Secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi
nafas panjang dan distraksi).
10 : Nyeri sangat berat (Pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul).

C. Konsep Terapi Kompres Hangat Menggunakan Parutan Jahe Merah


1. Definisi Kompres Menggunakan Parutan Hangat Jahe Merah
Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan
menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau dingin
pada bagian tubuh yang memerlukan (Asmadi, 2018).
Kompres hangat jahe adalah terapi nonfarmakologis yang
merupakan salah satu kombinasi antara terapi hangat dan terapi relaksasi
25

yang bermanfaat. Kompres jahe juga bertujuan untuk memperlancar


sirkulasi darah, memberikan rasa rileks, dan memantu melakukan aktivitas
sehari-hari (Hesti, 2013)
2. Jahe
Jahe (Zingiber Officinale) merupakan tanaman yang bertubuh
lunak tidak berkayu yang tumbuh tegak. Tingginya dapat mencapai 0,4-1
m. Batangnya merupakan batang tanaman jahe berbentuk pipih
memanjang dengan ujung melancip. Akarnya berbentuk tunggang
(rimpang) yang bisa bertahan lama di dalam tanah. Rimpang tanaman jahe
yang memiliki aroma khas ini sering digunakan sebagai rempah- rempah,
bumbu, atau obat-obatan. Rimpang jahe digunakan sebagai obat-obatan
tradisional yang berfungsi untuk mengatasi nyeri persendian, batuk,
menyehatkan perut, dan mengembalikan stamina (Supriyanti H, 2015).
Kandungan jahe Senyawa yang dikandung jahe, yaitu oleoresin
yang menyebabkan rasa pahit dan pedas. Aroma wangi yang khas pada
jahe adalah minyak atsiri yang dikandungnya. Minyak yang terkandung
dalam jahe merupakan minyak yang mudah menguap biasa disebut dengan
minyak atsiri, sedangkan minyak yang tidak menguap biasanya disebut
oleoresin. Minyak atsiri yang terdapat dalam jahe mengandung beberapa
komponen seperti zingiberal, shagol, zingiberen, gingeral, dan lain-lain.
Selain minyak atsiri (minyak yang mudah menguap), jahe juga
mengandung minyak tak menguap yang menyebabkan rasa jahe pedas dan
pahit yaitu oleoresin. Oleoresin pada jahe sebanyak 3% yang banyak
terdapat pada jahe merah (Supriyanti H, 2015).
Jahe dapat digunakan sebagai anti peradangan dan pereda nyeri
dikarenakan rimpang jahe mengandung oleoresin yang menyebabkan rasa
pedas pada jahe sehingga memiliki efek anti radang dan mampu mengusir
penyakit sendi dan ketegangan otot. Rasa pedas pada oleoresin dapat
menimbulkan rasa hangat sehingga baik untuk mengobati rasa nyeri
terutama pada sendi (Ramadhan, 2013). Efek panas pada jahe ini yang
dapat menyebabkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah sehingga akan
26

menyebabkan peningkatan pada sirkulasi darah dan menyebabkan


penurunan nyeri dengan menyingkirkan produk-produk inflamasi seperti
bradikinin, histamin, dan prostaglandin yang menimbulkan nyeri lokal.
Panas akan merangsang serat saraf yang menutup gerbang sehingga
transmisi impuls nyeri ke medula spinalis dan otak dapat dihambat (Price
& Wilson, 2010). Proses vasodilatasi yang terjadi dapat melebarkan
pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan aliran darah, meningkatkan
relaksasi otot, serta mengurangi nyeri akibat kekakuan (Potter & Perry,
2015).

3. Tujuan Kompres Hangat Menggunakan Parutan Jahe Merah


Menurut Asmadi (2018), tujuan kompres hangat adalah:
a. Memperlancar sirkulasi darah
b. Menurunkan suhu tubuh
c. Mengurangi rasa sakit
d. Memberikan rasa hangat, nyaman dan tenang pada klien
e. Memperlancar pengeluaran eksudat
f. Merangsang peristaltik usus

4. Mekanisme Kompres Hangat Jahe


Pada tahap fisiologis kompres hangat jahe menurunkan nyeri lewat
transmisi dimana sensasi hangat pada pemberian kompres hangat jahe
dapat menghambat pengeluaran mediator inflamasi, kemokin, yang dapat
menurunkan sensitivitas noseseptor yang akan meningkatkan rasa ambang
pada nyeri sehingga terjadilah penurunan nyeri. Pada jahe seringkali
digunakan digunakan untuk mengurangi nyeri karena kandungan gingerol
dan shoagol (Asmadi, 2018).
27

5. Indikasi
Menurut Asmadi (2018) indikasi kompres hangat adalah:
a. Spasme otot.
Merelaksasi otot dan meningkatkan kontratilitasnya.
b. Inflamasi
Meningkatkan aliran darah dan melunakkan eksudat.
c. Nyeri.
Meredakan nyeri, kemungkinan dengan meningkatkan relaksasi otot,
meningkatkan sirkulasi, meningkatkan relaksasi psikologis, dan
merasa nyaman.
d. Kontraktur.
Mengurangi kontraktur dan meningkatkan rentang pergerakan sendi
dengan lebih memungkinkan terjadinya distensi otot dan jaringan
penyambung.
e. Klien yang kedinginan (suhu tubuh yang rendah)
f. Klien dengan perut kembung

6. Kontraindikasi
Menurut (Breman, et al, 2009) kontraindikasi kompres hangat yaitu :
a. Kehilangan sensasi, yang dapat disebabkan oleh cedera tulang
belakang, diabetes neuropati, kondisi medis lain atau menggunakan
beberapa obatobatan. Kondisi ini dapat mengubah seseorang tidak
dapat merasakan nyeri dari aplikasi yang terlalu panas. Jangan
letakkan sesuatu yang panas di daerah yang mati rasa karena dapat
menyebabkan kulit terbakar.
b. 24 jam pertama setelah cedera traumatik. Panas akan meningkatkan
perdarahan dan pembengkakan.
c. Perdarahan aktif. Panas menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan
perdarahan. Edema noninflamasi. Panas meningkatkan permeabilitas
kapiler dan edema.
28

d. Tumor ganas terlokalisasi. Karena panas mempercepat metabolisme


sel pertumbuhan sel dan meningkatkan sirkulasi, panas dapat
mempercepa metastase (tumor sekunder).

7. Prosedur Pelaksanaan Kompres Hangat Jahe Merah


Persiapan alat dan bahan menurut Lase (2015) adalah sebagai
berikut :
a. Alat
1) Parutan Jahe
2) Timbangan
b. Bahan :
1) Jahe 20 gram
Untuk pelaksanaan kompres jahe dapat mengikuti langkah-langkah berikut
ini :
1) Siapkan jahe 20 gram
2) Cuci jahe dengan air sampai bersih
3) Lalu jahe yang telah dibersihkan diparut dan
4) Di tempel pada daerah sendi yang nyeri selama 20 menit. 20 menit
setelah intervensi ukur intensitas nyeri yang dirasakan penderita.
5) Setelah selesai bereskan semua peralatan yang telah dipakai.
6) Dokumentasi (Documentation)
29

D. Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Penderita
Osteroarthritis

Skala nyeri:
Nyeri sendi a. Ringan
b. Sedang
c. Berat
d. Sangat berat
Manajemen
nyeri Faktor yang mempengaruhi nyeri:
a. Faktor fisiologis (Usia, kelemahan (fatigue),
gen
b. Fungsi neurologis
Farmakologis Non Farmakologis c. Faktor sosial (perhatian, pengalaman
sebelumnya, keluarga dan dukungan sosial
d. Faktor spiritual
Kompres hangat e. Faktor psikologis
jahe merah f. Faktor budaya

Sumber: Smeltzer dan Bare (2012), Potter dan Perry (2015), Asmadi (2018).
30

BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL
DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini adalah suatu uraian dan visualisasi
hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya,atau
antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin
ditelitii (Notoatmodjo, 2013).
Dalam hal ini kerangka konsep dibuat berdasarkan masalah yang akan
di teliti yaitu pengaruh pemberian kompres hangat memakai parutan jahe
merah terhadap nyeri osteoarthritis, secara sistematis digambarkan sebagai
berikut :

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Kompres hangat jahe Nyeri osteoarthritis


merah

B. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah 30
mendefinisikan variabel secara optimal
berdasarkan karakteristik yang diobservasi, memungkinkan peneliti
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek
atau fenomena (Notoatmodjo, 2013). Untuk memudahkan pengertian dan
menyamakan persepsi, diberikan batasan-batasan operasional dari masing-
masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Nyeri sendi penderita osteoarthritis yaitu suatu perasaan tidak santai yang
samar-samar karena ketidaknyamanan
31

C. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan dugaan, atau
biasa disebut juga dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam
penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2013). Hipotesis dalam penelitian ini antara
lain sebagai berikut:
Ada pengaruh pemberian kompres hangat memakai parutan jahe merah
terhadap penurunan skala nyeri pada penderita osteoarthritis.
32

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

A. Pertanyaan Panduan
Pertanyaan panduan : Apa pemberian kompres hangat memakai
parutan jahe merah berpengaruh terhadap penurunan skala nyeri pada pasien
osteoarthritis?. Kata-kata kunci dalam Bahasa Indonesia: kompres hangat jahe
merah, nyeri, osteoarthritis sedangkan kata-kata kunci dalam bahasa Inggris
yaitu pain, ginger compress, osteoarthritis.
Strategi pencarian artikel penelitian yaitu dengan menggunakan mesin
pencari google scholar, PubMed, dan Science Direct. Metode pencarian
dilakukan dengan menggunakan analisis PICO yaitu (1) Population: dimana
populasi yang diambil adalah penderita penyakit sendi yang mengalami nyeri,
(2) Intervention: yang diteliti adalah kompres, (3) Comparison: tidak ada pem-
banding, (4) Outcome: mengurangi nyeri pada penderita osteoarthritis.
.
B. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi : artikel yang memiliki judul dan isi yang relevan
dengan tujuan, berbahasa Indonesia atau Inggris dan fulltext, artikel penelitian
yang ddipublikasi pada 2015-2020. Kriteria ekslusi: artikel yang tidak
memiliki struktur lengkap, review artikel, artikel yang tidak membahas
kompres hangat menggunakan parutan jahe merah terhadap nyeri
osteoarthrithis.

C. Data
Data diperoleh dari database elektronik yakni google, google scholar
antara tahun 2015-2020. Dari kata-kata kunci di tuliskan di database yang
berbeda 10 artikel ditemukan, peneliti memilih sendiri artikel sesuai dengan
judul dan abstrak, dan membedakan dari tujuan dokumen dan artikel yang
berbeda dari pertanyaan awal. Artikel yang tidak terkait penelitian
dikeluarkan.
33

Bagan 4.1
Proses Literature Review

Data base Search Strategy


Google scholar (kompres hangat jahe merah,
nyeri, osteoarthritis, pain,
ginger compress, osteoarthritis.)
Education.journal kompres hangat jahe merah,
nyeri, osteoarthritis, pain,
ginger compress, osteoarthritis.)
Onesearch kompres hangat jahe merah,
nyeri, osteoarthritis, pain,
ginger compress, osteoarthritis.)
Heanoti kompres hangat jahe merah,
nyeri, osteoarthritis, pain,
ginger compress, osteoarthritis.)
Researchgate kompres hangat jahe merah,
nyeri, osteoarthritis, pain,
ginger compress, osteoarthritis.)
Media.neliti kompres hangat jahe merah,
nyeri, osteoarthritis, pain,
Identification

ginger compress, osteoarthritis.)

216.000 artikel
ditemukan di database 215.970 artikel dikecualikan
Seleksi

melalui membaca judul


30 artikel di pilih di
database
4 artikel sama dan 11 artikel
Kelayakan

tidak masuk kategori inklusi


15 artikel di pilih di
database
5 artikel dikeluarkan dengan
membaca teks lengkap
10 artikel dipilih untuk
Inklusi

literature review

Anda mungkin juga menyukai