Penelitian sebelumnya menggunakan nilai BSISO yang lebih dari 1,5 sebagai ambang batas untuk menentukan indeks BSISO kuat yang aktif. Namun, seperti yang disebutkan sebelumnya, penelitian ini memilih indeks BSISO dengan nilai lebih dari 1 untuk hanya mewakili kondisi BSISO aktif. Dengan merujuk pada kejadian BSISO dengan nilai di luar ambang batas ini, penelitian ini memilih dan mengklasifikasikan data curah hujan yang terjadi pada waktu yang sama dengan setiap fase BSISO. Pendekatan ini dilakukan secara terpisah untuk indeks BSISO1 dan BSISO2 dan hasilnya ditunjukkan pada gambar 2. Dari gambar ini, kita dapat mengidentifikasi fase di mana terjadinya curah hujan ekstrim dominan. Curah hujan ekstrem ditentukan oleh nilai di luar ambang batas tertentu, yaitu ke-90, ke,-95, dan ke-99. Persentil-dari data curah hujan harian ini berdasarkan distribusi Gamma. Masing- masing, ambang batas curah hujan ekstrim yang diidentifikasi untuk wilayah tersebut adalah 16,91 mm/hari untuk persentil ke 90 ; 21,62 mm/hari untuk persentil ke 95 ; dan 32,44 mm/hari untuk persentil ke 99. Dari hasil yang ditunjukkan pada Gambar 2a dan 2b, kami menghitung jumlah peristiwa curah hujan yang terjadi di luar tiga ambang batas (Tabel 1). Banyaknya kejadian curah hujan ekstrem di luar ambang batas sebagian besar ditemukan selama fase 1, 2 dan 3 BSISO1. Hal ini kemungkinan karena selama tiga fase propagasi BSISO1 terutama terletak di khatulistiwa Samudra Hindia untuk fase 1 dan di Samudra Hindia dan Asia Timur dalam fase 2 dan 3, yang relatif dekat dengan Sumatera Utara dan dapat mempengaruhi peningkatan frekuensi dan intensitas curah hujan ekstrem di wilayah tersebut. Di antara ketiga fase BSISO1, jumlah kejadian curah hujan tertinggi untuk periode yang dipilih 20 tahun (1991-2010) ditemukan ketika BSISO1 terutama berlokasi di Samudra Hindia selama fase 2, dengan 59 peristiwa curah hujan melebihi ambang persentil ke-90 dan 17 peristiwa curah hujan melebihi ambang persentil ke-95. Selain itu, kejadian curah hujan ekstrem juga ditemukan selama fase BSISO1, tetapi jumlah kejadiannya tidak sebanyak di fase 1, 2 dan 3 Selama BSISO2 aktif, jumlah kejadian curah hujan ekstrem di Sumatera Utara sebagian besar tinggi selama fase 1 dan 2 (Tabel 1), di mana fenomena tersebut masing-masing terletak di Samudra Hindia dan Laut Filipina. Sama dengan hasil yang ditemukan di BSISO1, jumlah curah hujan ekstrem tertinggi selama periode 20 tahun juga ditemukan selama fase 2 BSISO2 dengan jumlah kejadian 54 untuk curah hujan melebihi persentil ke-90 dan 16 untuk curah hujan melebihi persentil ke-95. Selain itu, sejumlah peristiwa curah hujan ekstrem juga ditemukan selama fase 3 di mana kejadian tersebut terutama berlokasi di India dan Laut Cina Selatan. Hasilnya juga ditemukan dengan jumlah kejadian yang relatif tinggi di fase 8, dengan 31 kejadian curah hujan melebihi persentil ke-90 dan 10 kejadian untuk curah hujan di atas persentil ke-95, tetapi ini mungkin dianggap tidak relevan untuk secara langsung mempengaruhi curah hujan ekstrem di wilayah tersebut karena yang utama Lokasi selama fase ini sebagian besar di Samudra Pasifik Utara Barat. Penting untuk mempertimbangkan bahwa fenomena iklim lainnya, seperti MJO juga dapat berkontribusi pada peningkatan frekuensi dan intensitas curah hujan ekstrem di Sumatera Utara. 3.3 Hubungan Variabilitas Curah Hujan dengan BSISO di Sumatera Utara Analisis lebih lanjut dilakukan dalam penelitian ini dengan memilih data curah hujan selama fase aktif BSISO1 dan BSISO2, secara terpisah. Sebagai gantinya, menghitung nilai rata-rata dari data curah hujan yang dipilih dan diklasifikasikan, kami menghitung standar deviasi dari data curah hujan dalam setiap fase. Deviasi standar adalah parameter statistik yang digunakan untuk menentukan distribusi jarak data terhadap nilai rata-rata. Dengan menggunakan metrik ini, kami bertujuan untuk menyelidiki dan membandingkan penyimpangan curah hujan selama berbagai fase BSISO. Dari pendekatan ini, diharapkan karakteristik spasial dari variabilitas curah hujan intraseasonal di Sumatera Utara yang dipengaruhi oleh BSISO dapat di identifikasi.