Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Apoteker
pada Program Studi Profesi Apoteker Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung
Disusun oleh:
Sheren Regina Harly 90719012
Oki Marsela 90719029
Sri Sulung Wahyuni 90719048
Achnis Akbar Jum 90719066
Eka Oktawiguna 90719086
Stephanie 90719094
BAB I ..................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................. 1
BAB II.................................................................................................................................... 2
2.1. Tinjauan Umum Tentang Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat ........................... 2
2.3.1. Pelayanan Perizinan Bidang Kefarmasian dan Alkes di Jawa Barat ............. 10
2.3.2. Pemberian Setifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) ... 13
i
2.5.7. Pengendalian/Inventarisasi ............................................................................ 25
3.6. Perizinan Sarana Pelayanan Kesehatan Farmasi, Makanan Minuman, dan Obat
Tradisional ........................................................................................................................ 33
BAB 4 .................................................................................................................................. 26
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu faktor penting dalam kehidupan masyarakat yaitu kesehatan, baik secara
fisik maupun mental. Peran pemerintah sebagai pengatur regulasi dalam meningkatkan
drajat kesehatan masyarakat sangatlah penting. Upaya dalam meningkatkan derajat
kesehatan depat dilakukan dengan melakukan pencagahan penyakit atau pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan dilingkungan masyarakat. Dalam mewujudkan optimalisasi derajat
kesehatan di lingkungan masyarakat maka diselenggarakan berbagai upaya kesehatan
secara menyeluruh, berjenjang, dan terpadu. Upaya kesehatan yang dilakukan dengan
berbagai macam kegiatan diantaranya peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan
penyakit (preventive), penyembuhan penyakit (kurative), dan pemulihan kesehatan
(rehabilitative). Kegiatan dalam meningkatkan upaya kesehatan ini harus dilakukan
dengan kolaborasi antara pemerintah yang memiliki kekuasaan dalam bidang regulasi dan
masyarakat.
Pemerintah yang mengatur regulasi dibidang kesehatan yaitu dinas kesehatan. Dinas
kesehatan sebagai unsur pelaksana otonomi daerah di bidang kesehatan yang terdapat di
setiap provinsi dan kota/kabupaten. Tugas dan fungsi dinas kesehatan ditingkat provinsi
utamanya yaitu dalam perumusan dan penetapan kebijakan teknis dalam bidang kesehatan
dan melakukukan pembinaan kebijakan kesehatan. Dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya dinas kesehatan provinsi dibantu oleh dinas kesehatan kota yang berhubungan
langsung dengan Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyatakat) yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan perorangan tingkat pertama dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Dilakukannya Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) oleh calon apoteker
merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan pengalaman dan keterampilan praktis
dengan melihat dan merasakan secara langsung peran serta tugas seorang apoteker dalam
penetapan regulasi di dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehatan kota/kabupaten, serta di
tingkat sarana Pelayanan Kesehatan yaitu puskesmas.
1
BAB II
KEGIATAN PKPA DAN PEMBAHASAN
DINAS KESEHATAN
PROVINSI JAWA BARAT
2
• Bidang Pelayanan dan Pengendalian
Tahun 1986 Struktur organisasi dan tata kerja Kanwil Depkes Provinsi Jawa
Barat mengalami perubahan semula terdiri dari kepala kantor Wilayah yang
membawahi 1 bagian dan 4 bidang menjadi 1 bagian dan 5 bidang.
Ada era desentralisasi terjadi lagi perubahan struktur organisasi dan tatakerja , tahun
2001 terjadi penggabungan antara Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dengan
Kanwil Depkes Provinsi Jawa Barat menjadi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.
3
Gambar 1. Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat
4
Hidup Sehat dapat segera tercapai, dan masyarakat Jawa Barat menjadi Sehat.
Untuk mencapai visi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat ditetapkan 4 misi, yaitu:
1. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
berkualitas.
2. Mengembangkan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan.
3. Meningkatkan sistem surveilans dalam upaya pencegahan dan pengendalian
penyakit.
4. Menjamin ketersediaan sumber daya manusia dan fasilitas pelayanan kesehatan
yang merata, terjangkau dan berkualitas.
5
Dengan diterapkannya Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 2007 dan PP 38
Tahun 2007 yang mengatur tentang Organisasi Perangkat Daerah, maka Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Barat berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa
Barat, telah terbentuk dan secara resmi telah berjalan, walaupun belum lengkap dengan
pengaturan UPTD.
2.5 Fasilitas Fisik
Saat ini, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat berlokasi di Jalan Pasteur no. 25
Bandung. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat mencakup gedung perkantoran di Jl.
Pasteur no. 25 dan 7 (Tujuh) UPTD, yaitu : Unit Pelatihan Kesehatan (Upelkes) Jl.
Pasteur no. 31 Bandung, Balai Laboratorium Kesehatan ( BLK) Jl. Sederhana No 3 – 5
Bandung, RSUD Al Ihsan Jl. Ki Astramanggala, Baleendah, Bandung, RS Jiwa
Provinsi Jl. Kolonel Masturi KM. 7 Cisarua Bandung Barat, RS Paru Provinsi Jawa
Barat Jl. Pangeran Kejaksan Sidawangi Cirebon, RSUD Pamengpeuk Garut Jl. Raya
Miramareu No. 99 Desa Sirna Bakti Kecamatan Pamengpeuk Garut, RSUD
Jampangkulon Jl. Cibarusah No.1 Jampang Kulon.
6
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844).
• Undang-Undang Nomor. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 182 ayat (3) Pasal
182 dengan uraian sebagai berikut :
1) Menteri melakukan pengawasan terhadap masyarakat dan setiap penyelenggara
kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya di bidang kesehatan dan upaya
kesehatan.
2) Menteri dalam melakukan pengawasan dapat memberikan izin terhadap setiap
penyelengaraan upaya kesehatan.
3) Menteri dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dapat mendelegasikan kepada lembaga pemerintah non
kementerian, kepala dinas di provinsi, dan kabupaten/kota yang tugas pokok dan
fungsinya di bidang kesehatan.
• Undang-Undang Nomor. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 26 ayat (1), (3),
dan (4) dengan uraian sebagai berikut:
1. Izin Rumah Sakit kelas A dan Rumah Sakit penanaman modal asing atau
penanaman modal dalam negeri diberikan oleh Menteri setelah mendapatkan
rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada
Pemerintah Daerah Provinsi.
a. Izin Rumah Sakit kelas B diberikan oleh Pemerintah Daerah Provinsi setelah
mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan
pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
b. Izin Rumah Sakit kelas C dan kelas D diberikan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota setelah mendapat rekomendasi dari pejabat yang berwenang di
bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
• Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737), dengan
7
Lampiran PP No. 38 Tahun 2007 khususnya Bidang Kesehatan pada sub bidang 1,
3, 4, dan 6 yang berbunyi Dinas Kesehatan memiliki peran dan fungsi sebagai
berikut :
1. Registrasi, akreditasi, sertifikasi sarana kesehatan
2. Pemberian rekomendasi izin sarana kesehatan tertentu
3. Registrasi, akreditasi, sertifikasi tenaga kesehatan tertentu
4. Pemberian izin praktik tenaga kesehatan tertentu
5. Sertifikasi sarana produksi dan distribusi alat kesehatan, Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)
6. Pemberian rekomendasi izin industri komoditi kesehatan, PBF dan
Pedagang Besar Alat Kesehatan (PBAK).
7. Pemberian izin apotik, toko obat
8. Pembinaan, monitoring, evaluasi dan pengawasan
• Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI
Nomor 53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan
Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah;
• Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pembentukan
Peraturan Daerah ( Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 12 seri E, Tambahan
lembaran daerah Nomor 1);
• Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2008 tentang Urusan
Pemerintahan Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun
2008 Nomor 9 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 46);
• Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pokok- pokok
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008
Nomor 11 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 47);
• Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 21 tahun 2008 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2008
Nomor 20 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 55);
8
• Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 23 tahun 2008 tentang Rumah Sakit
Daerah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 22 Seri D,
Tambahan Lembaran Daerah Nomor 57);
• Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 6 Tahun 2009 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun
2009 Nomor 6 Seri E)
• Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 11 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Kesehatan (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
Nomor 11 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 77);
• Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 – 2029 (Lembaran Daerah Tahun
2010 Nomor 22 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 86);
• Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 24 Tahun 2010 tentang Perubahan
Peraturan Daerah No 9 Tahun 2008, tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah
Tahun 2010 Nomor Seri );
• Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 25 Tahun 2013 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat Tahun
2013-2018;
• Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2017 tentang Perubahan
Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 25 Tahun 2013 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat Tahun
2013-2018;
• Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 72 tahun 2005 tentang Tata Cara
Perencanaan Pembangunan Tahunan Daerah;
• Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 32 Tahun 2009, tentang Tugas Pokok,
Fungsi, Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat
• Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 79 Tahun 2010, tentang Petunjuk
Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No 6 Tahun 2009;
9
• Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 82 Tahun 2015, tentang Tata Cara
Penganggaran, Pelaksanaaan dan Panatausahaan, Pertanggungjawaban dan
Palaporan serta Monitoring dan Evaluasi Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial
yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD);
• Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor : 050/Kep-12133/RKK/2014,
tentang Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2013- 2018;
Sukabumi dan. RS Kesehatan Kerja Jl. Rancaekek Bandung Jl. Rancaekek
Bandung,
10
8) Izin cabang penyalur alkes
9) Pengakuan PBF cabang
Untuk IF, IK, IEBA, UKOT, PBF Dinkes provinsi memberikan pertimbangan teknis
administrasi dengan output berupa surat pertimbangan teknis administrasi. Sedangkan
untuk produksi alkes, produksi PKRT dan penyalur alkes, Dinkes Provinsi memberikan
pertimbangan teknis (aspek administratif dan fisik) dengan output surat pertimbangan
teknis.
Berikut alur penerbitan surat pertimbangan teknis oleh dinas kesehatan provinsi:
11
4) IEBA : izin persetujuan prinsip IEBA dan izin IEBA
5) Industri kosmetika : izin produksi kosmetika dan izin perpanjangan produksi
kosmetika
Masa berlaku untuk persetujuan prinsip berlaku selama 3 tahun dan dapat
diperpanjang paling lama 1 tahun. Izin IOT, IEBA dan IF berlaku seterusnya selama
industri masih berproduksi. Izin PBF berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang
selama memenuhi syarat.
1. Industri Farmasi (Permenkes no. 1799/MENKES/PER/XII/2010
Persetujuan prinsip : Izin dikeluarkan oleh Kemenkes, Tembusan I ke Badan POM
untuk RIP, Tembusan II ke Dinkes provinsi
Permohonan izin ke Dirjen dengan tembusan I ke Badan POM untuk rekomendasi
pemenuhan CPOB, tembusan II ke Dinkes provinsi untuk rekomendasi pemenuhan
persyaratan administrasi, tembusan III ke Balai POM untuk audit pemenuhan CPOB,
rekomendasi DPMPTSP.
2. PBF (Permenkes no. 1148/Menkes/per/VI/2011)
Perizinan PBF dikeluarkan oleh Dirjen dengan tembusan I ke Dinkes provinsi untuk
rekomendasi pemerintah pelengkap administratif, tembusan II ke Balai POM untuk
audit pemenuhan CDOB. Izin PBF pusar berlaku selama 5 tahun sedangkan izin PBF
cabang mengikuti jangka waktu izin PBF puat. PBF caban memperoleh pengakuan
dari Ka Dinkes provinsi dan PBF berada.
3. Obat tradisional (Permenkes no. 006 tahun 2012)
• IOT/IEBA : izin dari Kemenkes dan penanggung jawab Apoteker
• UKOT : izin dari Dinkes provinsi
• UMOT : izin dari Dinkes Kabupaten/kota
• UJR dan UJG : tidak ada perizinan
4. Kosmetika (Permenkes RI no. 1175/menkes/per/2010)
Izin dari Dirjen dengan tembusan surat permohonan untuk Balai POM (pemeriksaan
CPKB), Badan POM (rekomendasi pemenuhan CPKB) dan BPPT Provinsi (Dinkes
provinsi untuk rekomendasi administrasi).
12
5. Penyalur Alat Kesehatan (Permenkes no. 1191/menkes/per/VIII/2010)
Penyaluran alkes hanya dapat dilakukan oleh PAK, cabang PAK dan toko alkes
(eceran). Pengamanan alat kesehatan dilakukan saat pre market dan post market.
a. Premarket : pengamanan sarana produksi (sertifikat produksi), sarana distribusi
(izin penyalur) dan produk (izin edar)
b. Post market : pengamanan pengawasan produk (sampling dan vigilance) dan
pengawasan sarana produksi dan distribusi (audit sarana)
Perizinana penyalur alkes:
a. PAK, izin dari Dirjen dan harus memenuhi CDAKB
b. Cabang PAK, izin dari Ka Dinkes Provinsi melalui DPMPTSP, minimal
penanggung jawab TTK dan harus memenuhi CDAKB
c. Toko alkes, izin dari Ka Dinkes Kab/kota dengan tembusan ke Dinkes Provinsi
6. Produksi Alkes dan PKRT (Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga) (Permenkes no.
1189/menkes/per/VIII/2010)
Produksi alkes dan PKRT hanya dilakukan oleh perusahaan dengan sertifkat produksi
dari Dirjen Farmasi dan Alkes. Serifikan produksi dibagi menjadi 3 kelas yaitu :
1. Kelas A untuk industri yang memenuhi CPAKB kelas I, IIa, IIb dan III
2. Kelas B untuk industri yang memenuhi CPAKB keals I, Iia dan Iib
3. Kelas C untuk industri yang memenuhi CPAKB keals I dan II
Selain sertifikat produksi, Alkes dan PKRT juga harus memiliki sertifikat penyuluhan
dari Dinkes Provinsi berdasarkan rekomendasi dari Dinkes Kab/kota dan berlaku
selama 4 tahun. Sedangkan sertifikat produksi dari Dirjen farmasi dan alkes
rekomendasi dari Dinkes provinsi dan berlaku selama 5 tahun. Kedua sertifikat ini
hanya berlaku di satu provinsi.
13
bahan tambahan pangan (BTP), bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Pangan yang beredar dalam masyarakat memiliki persyaratan utama berupa keamanan,
mutu dan Gizi supaya dapat memberikan perlindungan kesehatan pada masyarakat.
Secara umum, pangan terbagi menjadi pangan segar dan pangan olahan.
Sebagaimana yang tertera dalam UU No. 18 tahun 2012, pangan segar merupakan
pangan yang belum mengalami pengolahan yang dapat dikonsumsi langsung dan/atau
yang dapat menjadi bahan baku pengolahan Pangan. Sedangkan pangan olahan
merupakan makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu
dengan atau tanpa bahan tambahan. Pangan olahan, berdasarkan pengolahannya juga
diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu :
I. Pangan Produksi Pabrikan
Pangan olahan yang diproduksi dalam jumlah besar dengan menggunakan peralatan
otomatis.
II. Pangan Produksi Industri Rumah Tangga Pangan
Pangan olahan yang diproduksi dengan alat manual hingga semi otomatis pada
tempat usaha yang berupa tempat tinggal dan diedarkan dalam kemasan eceran dan
berlabel
III. Pangan Siap Saji
Pangan olahan yang disajikan dan dimakan langsung habis saat itu juga.
Pangan merupakan salah satu aspek penting bagi kehidupan manusia. Sehingga
ketersediaan dan keamanan pangan juga sangat penting untuk diselenggarakan. Untuk
memastikan keamanan pangan, dapat dilakukan dengan mencegah kemungkinan
adanya cemaran biologis (contoh: bakteri, jamur), kimia (contoh: BTP berlebih, sisa
pestisida), dan benda lain (contoh: staples, rambut) yang dapat mengganggu,
merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Keamanan pangan juga diatur
dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, bagian 16: Pengamanan Makanan
dan Minuman. Dalam undang-undang tersebut, dijelaskan bahwa makanan dan
minuman harus memenuhi standar dan/atau persyaratan kesehatan serta hanya dapat
14
diedarkan setelah memperoleh izin edar. Setiap makanan dan minuman yang dikemas
wajib diberi tanda atau label yang berisi : nama produk, daftar bahan yang digunakan,
berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau
memasukkan makanan dan minuman kedalam wilayah Indonesia, serta tanggal;bulan
dan tahun kadaluarsa.
Berdasarkan alasan keamanan pangan, maka perlu adanya pengawasan
terhadap keamanan pangan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang. Untuk
pangan produksi pabrikan, pengawasan dilakukan oleh BPOM dengan memberikan
izin edar berupa nomor izin edar dengan format MD/ML diikuti 12 digit angka.
Sementara untuk pangan produksi Industri Rumah Tangga Pangan, pengawasan
dilakukan oleh bupati/walikota dengan persetujuan bagian farmasi Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota melalui pemberikan Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah
Tangga dengan nomor Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) yang terdiri dari 15
digit angka. Sedangkan untuk pangan siap saji pengawasan dilkukan dengan
pemberian sertifikan laik sehat oleh bupati/walikota atas persetujuan bagian kesehatan
lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 12 tahun 2018 tentang
Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga menjelaskan
mengenai persyaratan pangan Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) dan berbegai
ketentuan dan alur untuk mendapatkan Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah
Tangga (SPP-IRT). Pangan produksi IRTP adalah pangan olahan hasil produksi IRTP
yang diedarkan dalam kemasan eceran dan berlabel. Pangan olahan yang dibebaskan
dari kewajiban membuat SPP-IRT adalah pangan yang masa simpannya kurang dari 7
hari pada suhu kamar dan pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia dalam
jumlah kecil untuk keperluan permohonan surat persetujuan pendaftaran, penelitian,
atau komsumsi sendiri.
SPP-IRT diterbitkan oleh bupati/walikota kepada IRTP yang memenuhi
persyaratan, yaitu memiliki sertifikan Penyuluhan Keamanan Pangan, hasil
pemeriksaan sarana produksi Pangan Produksi IRTP memenuhi syarat dan label
pangan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. SPP-IRT memiliki masa
15
berlaku selama 5 tahun dan harus diperbaharui 6 bulan sebelum masa berlaku habis.
Sertifikat ini merupakan syarat pangan olahan produksi IRTP diedarkan, sehingga bila
SPP-IRT sudah tidak berlaku, maka pangan produksi IRTP dilarang untuk diedarkan.
SPP- IRT diajukan oleh pemohon ke bupati/walikota melalui Unit Pelayanan terpadu
Satu Pintu dengan persyaratan administrative berupa formulir permohonan SPP-IRT,
surat keterangan atau izin usaha dari camat/lurah/kepala desa, rancangan label pangan,
dan sertifikat penyuluhan keamanan pangan (bagi pemohon baru). Pemohon dapat
memperoleh sertifikat penyuluhan keamanan pangan apabila pemilik atau penanggung
jawab mengikuti penyuluhan keamanan pangan yang diadakan oleh Dinas kesehatan.
Selain itu, dilakukan pula pemeriksaan sarana produksi pangan IRT setelah pemilik
memperoleh sertifikat penyuluhan keamanan pangan. Pemeriksaan sarana dilakukan
oleh tenaga Pengawas Pangan kabupaten/kota dan apabila hasil pemeriksaan
memenuhi persyaratan maka SPP IRT dapat dikeluarkan. Setelah kedua sertifikat
diupload melalui OSS dan diverifikasi, maka pemohon memperoleh izin untuk
melakukan produksi dan peredaran pangan.
Pangan yang diedarkan harus menyantumkan No. P-IRT yang terdiri dari 15 digit, yaitu
1. Digit ke-1 menunjukkan kode jenis kemasan
16
2. Digit ke-2 dan 3 menunjukkan nomor urut/kode jenis pangan IRTP
3. Digit ke-4, 5, 6, 7, menunjukkan kode Provinsi dan Kota/Kabupaten
4. Digit ke-8 dan 9 menunjukkan nomor urut pangan IRTP yang telah memperoleh
SPP-IRT
5. Digit ke-10, 11, 12, 13 menunjukkan nomor urut IRTP di kabupaten/kota
bersangkutan
6. Digit 14 dan 15 menunjuukan tahun berakhir masa berlaku
No. P-IRT hanya diberikan untuk satu jenis pangan IRT dan harus dicantumkan pada
bagian utama label.
Beberapa jenis pangan yang termasuk dalam pangan produksi IRTP yang dapat
mengajukan SPP-IRT
a. Hasil olahan daging kering
b. Hasil olahan ikan kering
c. Hasil olahan ungags kering
d. Hasil olahan sayur
e. Hasil olahan kelapa
f. Tepung dan hasil olahnya
g. Minyak dan lemak
h. Selai, jeli dan sejenisnya
i. Gula, kembang gula dan madu
j. Kopi dan teh kering
k. Bumbu
l. Rempah-rempah
m. Minuman serbuk
n. Hasil olahan buah
o. Hasil olahan biji-bijian, kacang-kacangan dan umbi
17
2.4 Manajemen Sumber Daya Manusia Dinas Kesehatan
Jumlah pegawai di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat seluruhnya 1183
orang, dengan uraian:
JUMLAH ASN JUMLA
NO UNIT STRUTURA FUNGSIONAL FUNGSIONA H
L ANGKA L UMUM TOTAL
KREDIT
1. Dinas Kesehatan 21 10 173 204
2. RSUD Kesehatan Kerja 4 71 13 88
3. UPELKES 4 12 18 34
4. LABKES 4 38 16 58
5. RS Al Ihsan 4 37 26 67
6. RS Paru Sidawangi 8 148 66 222
7. RS Jiwa 26 213 130 369
8. RS Pameungpeuk 3 21 2 26
9. RSUD Jampangkulon 12 46 57 115
86 596 501 1183
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dengan jumlah pegawai 204 orang terdiri dari :
Kepala Dinas (1 orang), Sekretaris ( 1 orang). Sekretariat sebanyak 68 orang terdiri
atas : Subbag Perencanaan dan pelaporan (13 orang ), Subbag Keuangan (25 orang ),
Subbag Kepegawaian dan Umum (30 orang);
Bidang Kesehatan Masyarakat sebanyak 33 orang, terdiri atas : 1 orang Kepala Bidang,
Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi (14 orang ), Seksi Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat (10 orang), Seksi Kesehatan Lingkungan (8 orang);
Bidang Bina Pelayanan Kesehatan sebanyak 32 orang, terdiri atas : 1 orang kepala
Bidang, Seksi Pelayanan Kesehatan Primer dan Kesehatan tradisional (10 orang ),
Seksi Rujukan ( 13 orang ), Seksi Mutu Pelayanan Kesehatan (8 orang );
Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit sebanyak 35 orang, terdiri atas : 1
orang kepala bidang Seksi Surveilans dan Imunisasi (14 orang), Seksi Pencegahan dan
18
Pengendalian Penyakit Menular (13 orang), Seksi Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Tidak Menular (7 orang);
Bidang Sumber Data Kesehatan sebanyak 34 orang terdiri atas : 1 orang Kepala
Bidang, Seksi Kefarmasian dan Alat Kesehatan (13 orang), Seksi Pembiayaan dan
Jaminan Kesehatan (10 orang), dan Seksi Sumber Daya Manusia Kesehatan (10
orang).
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dikepalai oleh seorang kepala dinas yang
membawahi 4 bidang, yaitu bidang kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan,
pencegahan & pengendalian penyakit, dan sumber daya kesehatan. Selain itu kepala
dinas juga memiliki jalur komando pada sekretariat, kelompok jabatan fungsional dan
unit pelayanan terpadu. Tenaga kefarmasian pada Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Barat bertanggung jawab pada seksi kefarmasian dan alat kesehatan yang berada di
bawah bidang sumber daya kesehatan.
Seksi kefarmasian dan alat kesehatan mempunyai tugas pokok berupa
mengelola dan memfasilitasi sediaan dan perbekalan farmasi termasuk perencanaan
dan penilaian ketersediaan, manajemen farmasi dan klinikan farmasi, penggunaan obat
rasional, ketersediaan obat dan makanan, minuman dan pembinaan obat tradisional
dan narkotika. Sedangkan fungsi yang dijalankan berupa penyusunan bahan kebijakan
teknis kefarmasian dan alat kesehatan, pengelolaan & pemfasilitasan kefarmasian &
alkes, evaluasi dan pelaporan seksi serta pelaksaan fungsi lain sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi. Adapun rincian dari tugas seksi kefarmasian dan alat kesehatan
adalah:
a. Melaksanakan Penyusunan program Kerja Seksi Kefarmasian dan Alat kesehatan
b. Melaksanakan Penyusunan bahan kebijakan teknis Kefarmasian dan Alat kesehatan
c. Melaksanakan koordinasi, pembinaan dan pengendalian teknis Kefarmasian dan
Alat kesehatan
d. Melaksanakan perencanaan dan penilaian ketersediaan
e. Melaksanakan pembinaan Manajemen Farmasi dan Klinikal Farmasi
f. Melaksanakan pembinaan Penggunaan Obat Rasional, meliputi peningkatan POR
dan pemantauan POR
19
g. Melaksanakan pembinaan Ketersediaan Obat dan makanan minuman
h. Melaksanakan pembinaan Obat Tradisional dan Kosmetika
i. Melaksanakan pembinaan Pelaporan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor
Farmasi
j. Melaksanakan pembinaan dan Penyiapan Rekomendasi Teknis Perijinan Sarana
Kefarmasian dan Alat Kesehatan
k. Melaksanakan Pengelolaan Obat dan Vaksin di Gudang Perbekalan Kesehatan
Provinsi
l. Melaksanakan penyusunan bahan pembinaan dan pengendalian teknis, pelaksanaan
fasilitasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan
m. Melaksanakan penyusunan bahan tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan lingkup
seksi
n. Melaksanakan penyusunan bahan verifikasi, rekomendasi dan menyelenggarakan
pemantauan terhadap permohonan dan realisasi bantuan keuangan dan hibah/
bantuan sosial di Seksi Kefarmasian dan Alat Kesehatan
o. Melaksanakan penyampaian bahan saran pertimbangan mengenai aspek
Kefarmasian dan Alat Kesehatan sebagai bahan perumusan kebijakan Pemerintah
Daerah
p. Melaksanakan pengendalian kegiatan Seksi Kefarmasian dan Alat Kesehatan
q. Melaksanakan penyusunan bahan pengkoordinasian dan pembinaan uptd
r. Melaksanakan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan
s. Melaksanakan evaluasi dan pelaporan kegiatan Seksi Kefarmasian dan Alat
Kesehatan
t. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan tupoksi
Sumber Daya Manusia (SDM) pada Seksi kefarmasian dan Alkes Dinas
Kesehatan Jawa Barat terdiri dari 20 orang, 16 diantaranya merupakan PNS dan 4
merupakan non-PNS. SDM PNS terdiri dari 9 apoteker, 1 non-apoteker, 5 admin dan 1
pengemudi. Sedangkan SDM non-PNS terdiri dari 3 Tenaga Teknis Kefarmasian
(TTK) dan 1 tenaga IT.
20
2.5 Manajemen Persediaan Obat dan Perbekalan Farmasi di Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Barat
Kegiatan manajemen persediaan obat dan perbekalan farmasi di dinas
kesehatan provinsi Jawa Barat terdiri dari beberapa tahapan kegiatan dimulai dari
pemilihan,perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian,
pemusnahan, serta pencatatan dan pelaporan.
2.5.1 Pemilihan
Pemilihan dilakukan untuk memastikan perbekalan farmasi dan alat kesehatan yang
akan dikelola nantinya memiliki kualitas yang baik, keamanan yang terjamin, dan
efikasi yang diinginkan. Pemilihan terhadap perbekalan farmasi dan alat kesehatan
dapat melalui legalitas distributor/ industri, ketersediaan perbekalan farmasi dan alat
kesehatan, kualitas (penerapan CPOB dan CDOB), harga, waktu tunggu, maupun izin
edar dari produk tersebut.
Dalam era JKN, pemilihan obat dilakukan dengan melakukan penetapan jenis-jenis
obat berdasarkan kriteria pemilihan obat yang paling tepat yang selanjutnya akan
dikumpulkan dan disusun dalam Formularium Nasional. Formularium Nasional
(Fornas) adalah daftar obat yang disusun berdasarkan bukti ilmiah mutakhir oleh
Komite Nasional Penyusunan Fornas. Obat yang masuk dalam daftar obat Fornas
adalah obat yang paling berkhasiat, aman, dan dengan harga terjangkau yang
disediakan serta digunakan sebagai acuan untuk penulisan resep dalam sistem Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN). Selain itu, Fornas adalah bagian dari Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN). Oleh karena itu, perlu disusun suatu daftar obat yang digunakan
sebagai acuan nasional penggunaan obat dalam pelayanan kesehatan SJSN untuk
menjamin aksesibilitas keterjangkauan dan penggunaan obat secara nasional dalam
Formularium Nasional, sehingga dalam Fornas terdapat daftar obat terpilih yang paling
dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai acuan dalam
pelaksanaan JKN.
2.5.2 Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi sediaan Farmasi dan Bahan Medis
21
Habis Pakai untuk menentukan jenis dan jumlah sediaan farmasis dalam rangka
pemenuhan kebutuhan. Perencanaan bertujuan untuk mengoptimalkan dana pengadaan
melalui peningkatan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar instansi yang terkait
dengan perencanaan perbekalan farmasi dan alat kesehatan sehingga perencanaannya
menjadi lebih efektif dan efisien dalam rangka meningkatkan mutu dan memperluas
cakupan pelayanan kesehatan.
Perencanaan kebutuhan diawali dengan mengisi lembar LPLPO (Laporan Pemakaian
dan Lembar Permintaan Obat) dan dilaporkan dari puskesmas kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setiap bulannya. Kemudian dibuatlah RKO (Rencana Kebutuhan
Obat) dan RKO tersebut disampaikan kepada Dinas kabupaten/kota dan UPTD Obat
daerahnya. Dilakukan rekapitulasi dan dibuat prioritas. Dinas Kesehatan Provinsi
selanjutnya mengajukan perencanaan obat ke ULP Kementrian Kesehatan.
Perencanaan kebutuhan ini kemudian disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Dalam proses perencanaan sediaan farmasi di fasilitas pelayanan kesehatan
(Puskesmas), perlu dilakukan juga permintaan. Permintaan yang dilayani oleh Dinkes
provinsi khusus untuk obat program (contoh: Obat TB, HIV, KIA) dan buffer untuk
obat Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) (contoh: untuk kebutuhan bencana,
pengobatan massal, dan keperluan TNI yang akan bertugas ke luar negeri) dengan alur
perlu melalui Dinkes kab/kota terlebih dahulu, sementara Dinkes kab/kota dapat
melayani kebutuhan obat PKD untuk Puskesmas perbulan.
2.5.3 Pengadaan
Merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan. Pengadaan
yang efektif harus menjamin ketersediaan yang tepat, jumlah yang tepat, harga yang
terjangkau, dan juga sesuai standar mutu. Kegiatan dalam pengadaan
berkesinambungan mulai dari pengkajian pemilihan perbekalan farmasi dan alat
kesehatan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dan
pemilihan metode teknis pengadaan. Pengadaan yang dilakukan oleh puskesmas adalah
berupa obat-obat program (termasuk vaksin) dan obat pelayanan kesehatan dasar.
Dalam era JKN, pengadaan dilaksanakan melalui e-katalog berdasarkan Permenkes 63
22
Tahun 2014 tentang Pengadaan Obat berdasarkan Katalog Elektronik. PKM tersebut
menyatakan “Seluruh Satuan Kerja di bidang kesehatan baik Pusat maupun Daerah dan
FKTP atau FKRTL Pemerintah melaksanakan pengadaan obat melalui E-Purchasing
berdasarkan Katalog Elektronik (E- Catalogue) sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. Hal ini pun diatur dalam PP No 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah. Selain dengan E-Purchasing, pengadaan barang pemerintah
dapat dilaksanakan dengan metode lain seperti Pengadaan Langsung, Penunjukan
Langsung, Tender Cepat, dan Tender.
Pengadaan berdasarkan perhitungan RKO yang sudah direkap oleh Dinas Kesehatan
Kab/Kota masing-masing selanjutnya diajukan ke Dinas Kesehatan Provinsi dan
dikirimkan ke Kemenkes Pusat dan dilakukan perhitungan untuk mencocokan dan
menyesuaikan kebutuhan. Setelah dikonfirmasi jumlah dan jenis kemudian akan
dilakukan pengaturan jadwal pengiriman ke Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Barat dalam 1 waktu atau terbagi dalam beberapa waktu.
2.5.4 Penerimaan
Penerimaan sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu kegiatan
dalam menerima sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dari Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota atau hasil pengadaan Puskesmas secara mandiri sesuai dengan
permintaan yang telah diajukan. Tujuan dari kegiatan ini adalah agar sediaan Farmasi
yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh
puskesmas, dan memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu.
Kegiatan penerimaan dilakukan setelah ditentukan kesepakatan jadwal untuk
pengiriman barang dari pusat ke Gudang Farmasi Dinkes Prov Jabar, selanjutnya
dilakukan pengiriman dan barang diterima di gudang, pihak gudang perlu melakukan
pengecekan beberapa berkas diantaranya SBBK (Surat Bukti Barang Keluar), SPB
(Surat Pengiriman Barang) dan BAST (Berita Acara Serah Terima). Tidak seluruhnya
barang dikirim langsung oleh penyedia, tapi dapat dikirim juga melalui ekspedisi.
Pada tahap ini dilakukan verifikasi, penerimaan/penolakan, dokumentasi, dan
penyerahan. Apabila perbekalan farmasi atau alat kesehatan ditolak, maka harus
23
menyertakan berita acara penolakan dan juga alasannya. Hal-hal yang diperhatikan saat
penerimaan perbekalan farmasi dan alat kesehatan yaitu bahan baku obat harus disertai
dengan sertifikat analisis, bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data
Sheet (MSDS), alat kesehatan harus mempunyai Certificate of Origin, tanggal
kadaluarsa minimal 2 tahun kecuali untuk perbekalan farmasi tertentu (vaksin,
reagensia).
2.5.5 Penyimpanan
Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan perbekalan farmasi dan
alat kesehatan sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian
tersebut meliputi stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan
penggolongan jenis sediaan. kegiatan penyimpanan adalah mengamankan persediaan
farmasi dari kerusakan, hilang, dan juga memudahkan pencarian dan pengawasan
terhadap persediaan tersebut.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat memiliki lokasi khusus untuk menyimpan obat-
obat program serta stok buffer PKD yakni pada Gudang Farmasi Provinsi. Pada GFP,
perihal penyimpanan sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai perlu
mempertimbangkan beberapa hal dibawah ini yaitu:
2.5.6 Pendistribusian
Pendistribusian merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan atau
menyerahkan perbekalan farmasi dan alat kesehatan dari tempat penyimpanan sampai
kepada unit pelayanan atau pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis,
jumlah dan ketepatan waktu untuk memenuhi kebutuhan di unit pelayanan. Khusus
untuk Gudang Farmasi, pendistribusian dapat dilakukan berdasarkan permintaan
langsung Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau berdasarkan alokasi obat program.
Khusus untuk permintaan obat program, perlu adanya koordinasi dengan pihak masing-
masing program. Selanjutnya apabila permintaan telah disetujui, dilaksanakan
pengambilan obat oleh pihak Dinkes Kab/Kota. Staff perwakilan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dapat langsung mengambil/meminta obat ke Gudang Farmasi Provinsi
dengan membawa Surat Tugas dan Nota Dinas (program bersangkutan).
24
2.5.7 Pengendalian/Inventarisasi
Pengendalian adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang
diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak
terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit-unit pelayanan. Kegiatan
pengendalian mencakup memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode
tertentu (stok kerja), enentukan stok obat yang diserahkan kepada unit pelayanan agar
tidak mengalami kelurangan/kekosongan (stok optimum), dan menentukan waktu
tunggu (lead time) mulai pemesanan sampai obat diterima. Pengendalian sediaan
farmasi terdiri dari pengendalian persediaan, pengendalian penggunaan, serta
penanganan sediaan farmasis hilang, rusak, dan kadaluwarsa.
2.5.8 Pemusnahan
Pemusnahan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi yang tidak
terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara
membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan
prosedur yang berlaku. Tujuan penghapusan adalah untuk menjamin perbekalan
farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang
berlaku. Adanya penghapusan akan mengurangi beban penyimpanan maupun
mengurangi risiko terjadi penggunaan obat yang dibawah standar.
2.5.9 Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor transaksi
perbekalan farmasi yang keluar dan masuk gudang penyimpanan perbekalan farmasi
dan alat kesehatan. Adanya pencatatan akan memudahkan petugas untuk melakukan
penelusuran bila terjadi adanya mutu obat yang dibawah standar dan harus ditarik dari
peredaran. Pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk digital maupun
manual. Pencatatan meliputi nama, bentuk dan kekuatan sediaan, industri, nomor batch
produk, tanggal dan tahun kadaluwarsa obat, dan rak penyimpanan (jika disimpan pada
rak).
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi perbekalan
farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang ditujukan kepada pihak yang
25
berkepentingan. Tujuan dari pelaporan ialah untuk menjamin tersedianya data yang
akurat sebagai bahan evaluasi, informasi yang akurat, tersedianya arsip yang
memudahkan penelusuran surat dan laporan, serta untuk mendapatkan data yang
lengkap untuk membuat perencanaan.
Salah satu keterlibatan Apoteker dalam GeMa CerMat adalah dengan menjadi
apoteker Agent of Change (AoC). Apoteker AoC merupakan apoteker yang
mempunyai kemampuan mempengaruhi perilaku masyarakat dan tenaga kesehatan
26
dalam rangka pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan penggunaan obat secara
rasional. Hal-hal yang dapat dilakukan oleh AoC terkait dengan pelaksanaan GeMa
CerMat, yaitu :
a. Pengumpulan data dan dokumentasi dari masyarakat sekitar untuk pelaporan
b. Sosialisasi dan advokasi dengan lintas program/sector
c. Sosialisasi dan advokasi dengan tenaga kesehatan lintas profesi
d. Komunikasi dan penyebaran informasi melalui media
e. Edukasi dan pemberdayaan masyarakat setempat.
27
BAB III
KEGIATAN PKPA DAN PEMBAHASAN
DINAS KESEHATAN KOTA BANDUNG
28
3. Mengutamakan profesionalisme dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
4. Menggali potensi masyarakat dalam pembangunan kesehatan
29
b. APDB I
c. APBD II
d. Sumber-sumber lain
30
V. Pemantauan status pesanan.
3.4.3 Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan obat dan perbekalan kesehatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman
dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat dan perbekalan
kesehatan. Penyusunan obat yaitu berdasarkan jenis sediaan dan secara alfabetis. Untuk
mempermudah pengendalian stok maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Gunakan Prinsip Fist Expired Date Fist Out (FEFO) dan Fist In Fist Out (FIFO)
dalam penyusunan obat yaitu obat yang masa kadaluwarsanya lebih awal atau yang
diterima lebih awal harus digunakan lebih awal sebab umumnya obat yang datang
lebih awal biasanya juga diproduksi lebih awal dan umumnya relatif lebih tua dan
masa kadaluwarsanya mungkin lebih awal.
2) Susun obat dalam kemasan besar di atas pallet secara rapi dan teratur. Untuk obat
kemasan kecil dan jumlahnya sedikit disimpan dalm rak dan pisahkan antara obat
dalam dan obat untuk pemakaian luar dengan memperhatikan keseragaman nomor
batch.
3) Gunakan lemari khusus untuk menyimpan narkotik dan psikotropika.
4) Simpan obat yang stabilitasnya dapat dipengaruhi oleh temperatur, udara, cahaya
dan kontaminasi bakteri pada tempat yang sesuai. Perhatikan untuk obat yang perlu
penyimpanan khusus.
5) Cantumkan nama masing-masing obat pada rak dengan rapi.
6) Apabila persediaan obat cukup banyak, maka biarkan obat tetap dalam box masing-
masing.
3.4.4 Pendistribusian
Kegiatan distribusi di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yaitu distribusi rutin dan
distribusi khusus. Kegiatan distribusi rutin yang mencakup distribusi untuk kebutuhan
pelayanan umum di unit pelayanan kesehatan. Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
merencanakan dan melaksanakan pendistribusian obat ke unit pelayanan kesehatan di
wilayah kerjanya serta sesuai kebutuhan. Untuk itu dilakukan kegiatan-kegiatan antara
31
lain: perumusan stok optimum; penetapan frekuensi pengiriman obat ke unit pelayanan;
penyusunan peta lokasi, jalur dan jumlah pengiriman. Sedangkan kegiatan distribusi
khusus yang mencakup distribusi obat untuk program kesehatan, kejadian luar biasa
(KLB), atau bencana (alam dan sosial).
3.4.5 Pencatatan dan Pelaporan
Kegiatan pencatatan dan pelaporan meliputi :
a. Pencatatan dan pengelolaan data untuk mendukung perencanaan pengadaan obat
melalui kegiatan perhitungan tingkat kecukupan obat per UPK.
b. Kegiatan ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa rencana disrtibusi akan
dapat di dukung sepenuhnya oleh sisa stok obat di IFK.
c. Perhitungan di lakukan langsung pada Kartu Rencana Distribusi Obat.
d. Tingkat kecukupan dihitung dari sisa stok obat di IFK di bagi dengan pemakaian
rata-rata obat di Unit Pelayanan Kesehatan.
32
rekomendasi tentang kemampuan dari apoteker yang telah memiliki stra, atau pimpinan
institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang menghimpun tenaga teknis kefarmasian;
dan membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian.
STRTTK dikeluarkan oleh Menteri. Menteri dapat mendelegasikan pemberian STRTTK
kepada pejabat kesehatan yang berwenang pada pemerintah daerah provinsi dalam hal ini
Dinas Kesehatan Provinsi.
Setiap Tenaga Kefarmasian yang melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia
wajib memilikisurat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian bekerja. Surat izin dapat
berupa SIPA bagi Apoteker dan SIPTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian. Surat izin
dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di Kabupaten/Kota tempat Pekerjaan
Kefarmasian dilakukan. SIPA atau SIPTTK diberikan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota
tempat Tenaga Kefarmasian menjalankan praktiknya.
33
Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak tim pemeriksa ditugaskan, tim
pemeriksa harus melaporkan hasil pemeriksaan setempat yang dilengkapi Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Paling lama dalam waktu
12 (dua belas) hari kerja sejak Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menerima laporan dan
dinyatakan memenuhi persyaratan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menerbitkan SIA
dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala
Balai POM, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan Organisasi Profesi.
Dalam hal hasil pemeriksaan dinyatakan masih belum memenuhi persyaratan,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus mengeluarkan surat penundaan paling lama
dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja. Tehadap permohonan yang dinyatakan belum
memenuhi persyaratan, pemohon dapat melengkapi persyaratan paling lambat dalam waktu
1 (satu) bulan sejak surat penundaan diterima. Apabila pemohon tidak dapat memenuhi
kelengkapan persyaratan, maka Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mengeluarkan Surat
Penolakan. Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menerbitkan SIA melebihi
jangka waktu, Apoteker pemohon dapat menyelenggarakan Apotek dengan menggunakan
BAP sebagai pengganti SIA.
Dalam hal pemerintah daerah menerbitkan SIA, maka penerbitannya bersama
dengan penerbitan SIPA untuk Apoteker pemegang SIA. Masa berlaku SIA mengikuti
masa berlaku SIPA. Izin apotek berlaku selama apotek yang bersangkutan masih aktif
melakukan kegiatan. Untuk mendapatkan SIA, APA mengajukan surat permohonan SIA
kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota. SIA diberikan oleh menteri yang
mendelegasikan wewenangnya kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/ kota.
2) Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP)
Industri Rumah Tangga Pangan, yang selanjutnya disebut IRTP adalah perusahaan
pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan
manual hingga semi otomatis. Dalam menjalankan IRTP, perusahaan pangan harus
mempunyai Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga atau SPP-IRT. Pedoman
Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT). Menurut
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 22 tahun 2018 Sertifikat Produksi
34
Pangan Industri Rumah Tangga yang selanjutnya disingkat SPP-IRT adalah jaminan
tertulis yang diberikan oleh Bupati/Walikota terhadap Pangan Produksi IRTP di wilayah
kerjanya yang telah memenuhi persyaratan pemberian SPP-IRT. SPP-IRT diterbitkan oleh
Bupati/Wali dalam hal ini Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota wajib melakukan monitoring terhadap pemenuhan persyaratan SPP-IRT
yang telah diterbitkan minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Hasil monitoring dilaporkan
oleh Bupati/Walikota dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada Dinas
Kesehatan Provinsi dan Balai Besar/ Balai POM setempat.
3) Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT)
Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) adalah usaha yang hanya membuat sediaan
obat tradisional dalam bentuk param, tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan. UMOT
hanya dapat diselenggarakan oleh badan usaha perorangan yang memiliki izin usaha sesuai
ketentuan peraturan perundang- undangan. Setiap industri dan usaha di bidang obat
tradisional wajib memiliki izin dari Menteri. Menteri dalam pemberian izin
mendelegasikan kewenangan pemberian izin untuk UMOT kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Pembinaan terhadap UMOT dilakukan secara berjenjang oleh
Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Pengawasan terhadap produk dan penerapan persyaratan CPOTB
dilakukan oleh Kepala Badan.
4) Toko Obat
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1331/MENKES/SK/X/2002
Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor. 167/KAB/B.VIII/1972
Tentang Pedagang Eceran Obat menetapkan:
1) Pedagang eceran obat menjual obat-obat bebas dan obat-obatan bebas terbatas
dalam bungkusan dari pabrik yang membuatnya secara eceran.
2) Pedagang eceran obat harus menjaga agar obat-obat yang dijual bermutu baik dan
berasal dari pabrik-pabrik farmasi atau pedagang besar farmasi yang mendapat ijin
dari Menteri Kesehatan.
35
3) Setiap Pedagang Eceran Obat wajib mempekerjakan seorang Asisten Apoteker
sebagai penanggung jawab teknis farmasi.
4) Pemberian ijin Pedagang Eceran Obat dilaksanakan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat.
5) Setiap penerbitan ijin Pedagang Eceran Obat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/
Kota harus menyampaikan tembusan kepada Menteri, Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi serta Kepala Balai POM setempat.
36
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)
PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE
PERIODE JANUARI 2020
Disusun oleh :
Oki Marsela 90719029
Eka Oktawiguna 90719086
37
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)
PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE
PERIODE JANUARI 2020
Disusun oleh :
Oki Marsela 90719029
Eka 90719086
Oktawiguna
Mengetahui,
Pembimbing Puskesmas Ibrahim Adjie
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di UPT Puskesmas Ibrahim Adjie dan laporan ini dapat disusun
untuk memenuhi salah satu persyaratan guna menyelesaikan Pendidikan Profesi Apoteker
Institut Teknologi Bandung.
Penulisan laporan PKPA dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak
yang telah memberikan dukungan baik secara moral maupun materil serta bimbingan
sebagai bahan masukan dalam penyusunan laporan ini. Penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Ibu Rd. Hermalia, S.Farm.,Apt., selaku pembimbing dari Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Barat.
2. Ibu Iis Rukmawati S.Si., MM. Kes., Apt sebagai pembimbing PKPA dan
penanggung jawab unit farmasi Puskesmas Ibrahim Adjie yang telah membimbing
dan memberikan bantuan serta arahan kepada penulis selama PKPA.
3. Ibu Dr. Lia Amalia, M.Si., Apt., sebagai pembimbing PKPA Institut Teknologi
Bandung.
4. Seluruh staff dan karyawan Program Studi Profesi Apoteker Sekolah Farmasi
Institut Teknologi Bandung yang telah menerima dan memberikan arahan kepada
penulis selama PKPA.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu penulis sangat mengharapkan keritik
dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan laporan ini. Semoga
laporan PKPA ini bermanfaat bagi para pembaca dan dapat memberikan wawasan serta
ilmu pengetahuan bagi penulis.
i
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................ vi
BAB 1 .................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................. 1
BAB 2 .................................................................................................................................... 3
2.4 Pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai .................................. 10
2.4.1 Perencanaan kebutuhan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai ........ 10
2.4.2 Permintaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai ............................ 11
2.4.3 Penerimaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai ........................... 11
2.4.4 Penyimpanan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai ........................ 12
2.4.6 Pengendalian sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai ......................... 13
2.4.9 Pemantauan dan evaluasi pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis
pakai................................................................................................................14
BAB 3 .................................................................................................................................. 20
3.4 Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia Puskesmas Ibrahim Adjie ......... 22
BAB 4 .................................................................................................................................. 26
PEMBAHASAN.................................................................................................................. 26
4.10 Kegiatan Mahasiswa saat Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Puskesmas
Ibrahim Adjie ........................................................................................................ 35
BAB 5 .................................................................................................................................. 37
PENUTUP ........................................................................................................................... 37
LAMPIRAN ........................................................................................................................ 39
DAFTAR GAMBAR
1
memahami dan mencari solusi permasalahan kesehatan yang ada di masyarakat dengan
modal ilmu kefarmasian yang didapat selama proses belajar mengajar di bangku kuliah.
PKPA juga menjadi sarana untuk mengasah keterampilan mahasiswa apteker untuk
menghadapi dunia kerja.
3. 1.3 Manfaat
a) Dapat menjalankan peran seagai seorang apoteker dengan baik di dunia kerja
khususnya Puskesmas
b) Dapat menerapkan ilmu kefarmasian yang telah didapat di perkuliahan
c) Dapat mencari solusi (problem solving) dari masalah yang ada di bidang farmasi
dalam dunia kerja
2
BAB 2
TINJAUAN UMUM
a. Kesehatan
1. Definisi kesehatan
Menurut WHO 1947, kesehatan merupakan keadaan sejahterah, sempurna fisik,
mental, maupun sosial yang tidak hanya terbatas pada bebas dari penyakit saja. Sedangkan
menurut Depkes, kesehatan merupakan faktor penting yang dibutuhkan manusia untuk
melakukan aktivitas sehari-hari dan untuk mencapai kesejahteraan hidup yang lebih baik
serta menciptakan kemandirian hidup. Seorang manusia perlu melakukan upaya perilaku
hidup sehat yang berkesinambungan untuk memelihara kesehatan yang mencakup aspek-
aspek kesehatan yaitu, preventif (pencegahan penyakit), kuratif (penyembuhan penyakit),
rehabilitative (pemulihan kesehatan), dan promotif (peningkatan kesehatan) secara
menyeluruh (Depkes, 2014).
Definisi lain tentang kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009,
kesehatan adalah suatu keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam upaya
mencapai kesehatan yang baik harus terintegrasi dan berkesinambungan untuk
meningkatkan derajat kesehatan serta untuk memelihara kesehatan masyarakat dalam
bentuk pencegahan, pengobatan, dan pemulihan penyakit serta peningkatan kesehatan oleh
masyarakat dan pemeritah.
2. Sumber daya di bidang kesehatan
Sumber daya di bidang kesehatan mencakup segala bentuk dana, tenaga,
perbekalan kesehatan, alat kesehatan, sediaan farmasi, fasilitas pelayanan kesehatan serta
teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang
dilakukan oleh pemerintah kota maupun daerah serta masyarakat luas.
3. Upaya kesahatan
Segala kegiatan atau serangkaian kgiatan yang dilakukan secara terpadu, sinergis
dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
merupakan bentuk dari upaya kesehatan. Bentuk upaya kesehatan mencakup pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh
pemerintah dan masyarakat.
3
4. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan terdiri dari pelayanan kesehatan perseorangan dan pelayanan
kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan untuk menyembuhkan
penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga. Sedangkan pelayanan
kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat. Selama pelaksanaan pelayanan
kesehatan, pertolongan terhadap nyawa pasien lebih utama dibandingkan kepentingan
lainnya dan sesudah menjadi tanggung jawab pemerintah dalam menjamin
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang bertanggung jawab, aman, bermutu, serta
merata. Sehingga pemerintah wajib menetapkan standar mutu pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan meliputi kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif. Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan atau serangkaian
kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan dalam bentuk promosi
kesehatan. Pelayanan kesehatan preventif adalah kegiatan dalam bentuk pencegahan
terhadap suatu masalah kesehatan. Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan atau
serangkain kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyemuhan penyakit, pengurangan
penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar
kualitas penderita dapat terjaga dengan optimal. Pelayanan kesehatan rehabilitatif dengan
kegiatan atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan pasien ke dalam masyarakat
sehingga dapat kembali beraktifitas dan berfungsi sebagai anggota masyarakat yang
berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuannya. Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan atau perawatan yang
mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dapat diterapkan dimasyarakat sesuai dengan norma yang
berlaku.
b. Puskesmas
I. Definisi puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan organisasi kesehatan
fungsional yang menjadi pusat pengembangan kesehatan masyarakat dan juga membina
peran masyarakat serta memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Namun, definisi Puskesmas
mengalami penyesuaian mengitu perkemangan yang ada saat ini, puskesmas menjadi unit
pelaksanaan tenis dinas kesehatan kabupaten atau kota yang bertanggung jawab untuk
4
menjamin kesehatan suatu wilayah kerja dengan menyelenggarakan pembangunan dan
pelayanan kesehatan terpadu (Depkes, 2016). Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, yang mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.
J. Tujuan puskesmas
Pelayanan dan pembangunan kesehatan yang dijalankan oleh puskesmas bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat yang mempu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu,
hidup dalam lingkungan sehat, memiliki prilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemapuan
dan kemapuan hidup sehat, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat. Selain itu, puskesmas juga ikut mendukung
terwujudnya daerah sehat.
Ada beberapa pinsip yang dilakukan oleh puskesmas untuk mewujudkan tujuan
dari pelayanan kesehatan di puskesmas meliputi paradigma sehat, pertanggungjawaban
wilayah, kemendirian maasyarakat, pemerataan, teknologi yang tepat guna dan
keterpaduan dan kesinambungan atau kesesuian dengan tenaga kesehatan lainnya.
5
3. Pelayanan satu hari
4. Home care
5. Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan
Tugas yang harus dilakukan oleh puskesmas untuk menjalankan fungsi berdasarkan
standar pelayanan mutu, maka puskesmas harus menyelenggarakan:
1) Manajemen puskesmas
2) Pelayanan kefarmasian
3) Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat
4) Pelayanan laboratorium
1.
L. Kategori puskesmas
Berdasarkan kebutuhan dan kondisi masyarakat untuk pemenuhan pelayanan
kesehatan, puskesmas dapat dikategorikan berdasarkan karakteristik wilayah kerja dan
kemampuan penyelenggaraan. Sehingga ada puskesmas dapat dibagi menjadi beberapa
kategori.
Berdasarkan kemampuan penyelenggaraannya, puskesmas dikategorikan sebagai
berikut:
a) Puskesmas rawat inap, yaitu puskesmas yang memberikan tambahan sumber daya
kesehatan untuk menyelenggarakan pelayanan rawat inap, sesuai kebutuhan kesehatan
masyarakat.
b) Puskesmas non rawat inap, yaitu puskesmas yang tidak menyelenggarakan pelayanan
rawat inap, kecuali pertolongan persalinan normal.
Berdasarkan karakteristik wilayah kerjanya, puskesmas dikategorikan sebagai berikut:
• Puskesmas kawasan perkotaan
2. Ada beberapa kriteria puskesmas kawasan perkotaan yaitu terkait wilayah
kerjanya. Wilayah kerja puskesmas perkotaan harus memenuhi minimal 3 dari kriteria
puskesmas kawasasan perkotaan yang ada yaitu sebagai berikut:
1. Aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen) penduduknya pada sektor non agraris,
terutama industri, perdagangan dan jasa;
2. Memiliki fasilitas perkotaan antara lain sekolah radius 2,5 km, pasar radius 2km,
memiliki rumah sakit radius kurang dari 5 km, bioskop, atau hotel;
3. Lebih dari 90% (sembilan puluh persen) rumah tangga memiliki listrik; dan/atau
6
4. Terdapat akses jalan raya dan transportasi menuju fasilitas perkotaan sebagaimana
dimaksud pada poin no 2
Beberapa karakteristik penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh puskesmas di
kawasan perkotaan yakni sebagai berikut:
I. Memprioritaskan pelayanan UKM;
J. Pelayanan UKM dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat;
K. Pelayanan UKP dilaksanakan oleh Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat;
L. Optimalisasi dan peningkatan kemampuan jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring
fasilitas pelayanan kesehatan; dan
M. Pendekatan pelayanan yang diberikan berdasarkan kebutuhan dan permasalahan yang
sesuai dengan pola kehidupan masyarakat perkotaan.
• Puskesmas kawasan pedesaan
Ada beberapa kriteria puskesmas kawasan pedesaan yaitu terkait wilayah kerjanya.
Wilayah kerja puskesmas pedesaan harus memenuhi minimal 3 dari kriteria puskesmas
kawasasan pedesaan yang ada yaitu sebagai berikut:
a. Aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen) penduduk pada sektor agraris;
b. Memiliki fasilitas antara lain sekolah radius lebih dari 2,5 km, pasar dan perkotaan
radius lebih dari 2 km, rumah sakit radius lebih dari 5 km, tidak memiliki fasilitas
berupa bioskop atau hotel;
c. Rumah tangga dengan listrik kurang dari 90% (Sembilan puluh persen; dan
d. Terdapat akses jalan dan transportasi menuju fasilitas sesuai yang dimaksud pada poin2
Beberapa karakteristik penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh puskesmas di
kawasan pedesaan yakni sebagai berikut:
1) Pelayanan UKM dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat;
2) Pelayanan UKP dilaksanakan oleh Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan oleh masyarakat;
3) Optimalisasi dan peningkatan kemampuan jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring
fasilitas pelayanan kesehatan; dan
4) Pendekatan pelayanan yang diberikan menyesuaikan dengan pola kehidupan masyarakat
perdesaan.
• Puskesmas Kawasan terpencil dan sangat terpencil
Ada beberapa kriteria puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil yaitu
terkait wilayah kerjanya:
7
* Berada di wilayah yang sulit dijangkau atau rawan bencana, pulau kecil, gugus pulau,
atau pesisir;
* Akses transportasi umum rutin 1 kali dalam 1 minggu, jarak tempuh pulang pergi dari
ibukota kabupaten memerlukan waktu lebih dari 6 jam, dan transportasi yang ada
sewaktu-waktu dapat terhalang iklim atau cuaca; dan
* Kesulitan pemenuhan bahan pokok dan kondisi keamanan yang tidak stabil.
Beberapa karakteristik penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh puskesmas di
kawasan terpencil dan sangat terpencil yakni sebagai berikut:
1. Memberikan pelayanan UKM dan UKP dengan penambahan kompetensi tenaga
kesehatan;
2. Dalam pelayanan UKP dapat dilakukan penambahan kompetensi dan kewenangan
tertentu bagi dokter, perawat, dan bidan.
3. Pelayanan UKM diselenggarakan dengan memperhatikan kearifan lokal;
4. Pendekatan pelayanan yang diberikan menyesuaikan dengan pola kehidupan
masyarakat di kawasan terpencil dan sangat terpencil;
5. Optimalisasi dan peningkatan kemampuan jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring
fasilitas pelayanan kesehatan; dan
6. Pelayanan UKM dan UKP dapat dilaksanakan dengan pola gugus pulau/cluster
dan/atau pelayanan kesehatan bergerak untuk meningkatkan aksesibilitas.
3.
8
keselamatan kerja.
c. Farmasi di puskesmas
1. Standar pelayanan farmasi di puskesmas
Pelaksanaan standar mutu pelayanan kesehatan masyarakat harus oleh tenaga
kesehatan di puskesmas harus dioptimalkan untuk meningkatkan mutu pelayanan bagi
9
masyarakat. Pelayanan kefarmasian di puskesmas merupkan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan dalam pelaksanaan standar upaya kesehatan di puskesmas, dan harus
mendukung fungsi pokok puskesmas yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan
pertama yang meliputi pelayanan kesehatan masyarakat dan kesehatan perorangan.
Pelayanan kefarmasian sebagai kegiatan terpadu yang bertujuan untuk mengidentifikasi,
mencegah, dan menyelesaikan masalah obat dan masalah kesehatan yang berhubungan
dengan penggunaan obat. Berdasarkan perkembangan dan peningkatan mutu pelayanan
kefarmasian, orientasi farmasi terhadap produk berubah menjadi berorientasi kepada
pasien dengan prinsip pelayanan kefarmasian atau pharmaceutical care.
10
perencanaan kebutuhan sedian farmasi dilakukan per tahun secara berjenjang, dan
puskesmas harus menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan laporan
pemakaian dan lembar permintaan obat (LPLPO). Kegiatan perencanaan bertujuan untuk
mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
yang sesuai kebutuhan atau mendekati kebutuhan, meningkatkan penggunaan obat
rasional, dan meningkatkan efisiensi penggunaan obat. Pertimbangan yang dilakukan
dalam proses seleksi sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai terkait pola penyakit di
wilayah puskesmas, pola konsumsi sediaan farmasi periode sebelumnya, data mutasi
sediaan farmasi, dan rencana pengembangan. Proses sleksi juga harus mengacu pada
DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional) dan Formularium Nasional. Kemudian instalasi
farmasi kabupaten/kota akan melakukan perbandingan dan analisa terhadap kebutuhan
sediaan farmasi beberapa puskesmas di wilayah tersebut.
11
yang sesuai dengan dokumen LPLPO. Kemudian setelah dilakukan pengecekan, maka
tenaga farmasi harus menandatangani dokumen LPLPO, diketahui oleh kepala
puskesmas. Apabila tidak memenuhi syrat maka tenaga farmasi berhak mengajukan
keberatan, dan tidak menerima sediaan yang diserahkan. Pengecekan juga harus
dilakukan terhadap masa kadaluwarsa, minimal dari sediaan farmasi yang diterima
disesuaikan dengan periode pengelolaan di puskesmas ditambah satu bulan.
Pendistribusian sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai betujuan untuk
memenuhi kebutuhan sediaan farmasi sub unit pelayanan kesehatan yang ada dalam
wilayah kerja puskesmas, dengan memeperhatikan jenis, mutu, dan jumlah sediaan
serta waktu yang tepat. Pendistribusian dilakukan dengan cara pemberian obat yang
sesuai dengan resep yang diterima (floor stock), pemberian obat per sekali minum
(dispensing dosis unit) atau kombinasi, sedangkan pendistribusian ke jaringan
puskesmas dilakukan dengan penyerahan obat sesuai dengan kebutuhan. Kegiatan ini
mencakup pengeluaran dan penyebaran sedian farmasi dan bahan medis habis pakai
12
secara merata dan teratur untuk memenihi kebutuhan sub unit atau satelit farmasi
puskesmas dan jaringannya. Sub-sub unit di puskesmas dan jaringan antara lain:
I. Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan puskesmas
J. Puskesmas pembantu
K. Puskesmas keliling
L. Posyandu
M. Polindes
13
Adapun tahap yang harus diikuti untuk melakukan pemusnahan sediaan
farmasi dan bahan medis habis pakai diantaranya:
a. Membuat daftar sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai yang akan
dimusnahkan
b. Menyiapkan berita acara pemusnahan
c. Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait
d. Menyiapkan tempat pemusnahan
e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentul sediaan serta
peraturan yang berlaku.
4.
h. Administrasi
Pada pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai, kegiatan
administrasi meliputi kegiatan pencatatan dan pelaporan terhadap seluruh rangkaian
kegiatan. Pencatatan dan pelaporan meliputi penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian dan penggunaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai di
puskesmas atau unit pelayanan lainnya. Tujuan dilakukannya pencatatan dan
pelaporan ini yaitu:
1) Bukti bahwa kegiatan pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
telah dilakukan
2) Sumber data untuk melakuakan pengaturan dan pengendalian
3) Sumber data untuk pembuatan laporan
5.
i. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis
pakai
Seluruh rangkaian kegiatan pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis
habis pakai haus dilakukan sesuai standar prosedur oprasional (SOP). SOP ini
ditetapkan oleh kepala puskesmas dan diletakkan ditempat yang mudah dilihat.
Adanya SOP mengharuskan adanya proses pemantauan dan evaluasai, agar
pengelolaan tetap sesuai dengan SOP yang berlaku. Tujuan dilakukannya pemantauan
dan evaluasi pengelolaan sedian farmasi dan bahan medis habis pakai yang dilakukan
secara periodic adalah:
14
1. Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan sediaan
farmasi dan bahan medis habis pakai, sehingga dapat menjaga kualitas maupun
pemerataan pelayanan.
2. Memperbaiki pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai secara
berkelanjutan
3. Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan
6.
7.
15
2) Persyaratan farmasetik meliputi:
1. Bentuk dan kekuatan sediaan
2. Dosis dan jumlah obat
3. Stabilitas dan ketersediaan
4. Aturan dan cara penggunaan
5. Inkompatibilitas (ketidakcampuran obat)
3) Persyaratan klinis meliputi:
• Ketepatan indikasi, dosis, dan waktu penggunaan obat
• Duplikasi pengobatan
• Alergi, interaksi, dan efek samping obat
• Kontra indikasi
• Efek adiktif
Pelayanan resep merupakan kegiatan penyerahan atau dispensing atau
pemberian informasi obat yang dimulai dari tahap meracik atau menyiapkan obat,
memberikan etiket atau label, penyerahan sediaan farmasi dengan informasi yang
memadai disertai dengan pendokumentasian. Tujuan dari rangkaian kegiatan
pelayanan resep yaitu:
1) Pasien memperoleh obat sesuai dengan kebutuhan klinis atau pengobatan
2) Pasien memahami tujuan dari pengoatan dan mematuhi intruksi pengobatan
16
4. Melakuakan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat inap, rawat inap dan
masyarakat
5. Melakukan Pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya terkait dengan obat dan bahan medis habis pakai
6. Mengoordinasikan penelitian terkait obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian
Tujuan dari kegiatan PIO diantaranya:
• Menyediakan informasi mengenai obat kepada tenaga kesehatan lain di lingkungan
puskesmas, pasien, dan masyarakat
• Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan obat
• Menunjang penggunaan obat yang rasional
11.
c. Konseling
Konseling merupakan suatu proses kegiatan untuk mengidentifikasi dan
penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat oleh pasien
rawat inap, rawat jalan, maupun keluarga pasien. Kegiatan konseling mencakup hal-
hal sebagai berikut:
1) Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien
2) Menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter kepada
pasien dengan metode pertanyaan terbuka, misalnya apa yang dikatakan oleh dokter
mengenai obat, bagaimana cara penggunaan obat, apa efek yang diharapkan dari
obat, dan lain-lain
3) Menjelaskan dan memperagakan mengenai cara penggunaan obat
4) Verifikasi akhir atau konfirmasi, yaitu mengecek pemahaman pasien,
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara
penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi
Beberapa farktor yang harus diperhatikan saat melakukan konseling:
1. Kriteria pasien:
1) Pasien dengan rujukan dokter
2) Pasien dengan penyakit kronis
3) Pasien dengan obat yang indeksterapinya sempit dan poli farmasi
4) Pasien geriatrik
5) Pasien pediatrik
6) Pasien pulang sesuai dengan kriteria diatas
17
2. Sarana dan prasarana
o Ruangan khusus
o Kartu pasien / catatan konseling
Dilakukannya kegiatan konseling ini bertujuan untuk memberikan pemahaman
yang benar mengenai informaso tentang obat kepada pasien atau keluarga pasien,
meliputi infomasi tentang tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama
penggunaan obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara penggunaan obat dan dan
cara penyimpanan obat.
18
efek samping yang berat dan tidak dikenali, atau frekuensinya jarang, serta untuk
menentukan fekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah ada atau yang baru
ditemukan. Kegiatan dalam melakukan monitoring efek samping obat meliputi:
1. Menganalisis laporan efek samping obat
2. Mengidentifikasi obat dan pasien yang memiliki resiko tinggi mengalami efek
samping obat
3. Mengisi formulir monitoring efek samping obat
4. Melaporkan ke pusat monitoring efek samping obat nasional
19
penggunaan obat yang sesuai indikasi, efektif, aman serta terjangkau oleh pasien
(rasional). Tujuan dari kegiatan evaluasi penggunaan obat ini adalah untuk
mendapatkan gambaran pola pengobatan pada kasus tertentu dan melakukan evaluasi
secara berkala untuk penggunaan obat tertentu.
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
20
teknis operasional pelayanan kesehatan kepada masyarakat, melaksanakan operasional
pelayanan kesehatan masyarakat dan pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah
kerja sesuai dengan kewenangan, melaksanakan tatausaha yang ada di puskesmas, dan
melaksanakan pengawasan, pengendalian, evaluasi dan pelaporan setiap kegiatan
puskesmas. Berdasarkan fungsi yang dimiliki oleh pusksesmas sebagai pelakasana
pelayanan kesehatan yang utama di masyarkat, maka puskesmas memiliki peran sebagai
pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemerdayaan masyarakat,
dan pusat kesehatan strata pertama.
21
4) Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia Puskesmas Ibrahim Adjie
Dalam mewujudkan standar pusat pelayanan kesehatan di masyarakat,
puskesmas Ibrahim Adjie tentu harus memiliki strukur organisasi yang terpusat pada
satu kepala puskesmas yang dibantu oleh kepala sub bagian. Struktur Organisasi
puskesmas Ibrahim Adjie juga berkoordinasi dengan puskesmas yang ada disekitar
wilayah kerja yaitu puskesmas Achmad Yani dan puskesmas Gemuruh.
Struktur organisasi puskesmas Ibrahim Adjie terdiri dari sumber daya manusia
yang memiliki keahlian dibidangnya masing-masing untuk menjalankan fungsi
puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan masyarakat. Sumber daya manusia yang
ada di puskesmas Ibrahim Adjie terdiri dari dokter anak, dokter umum, dokter gigi,
perawat, perawat gigi, bidan, sanitarian, ahli gizi, staf tata usaha, petugas laboratorium,
farmasi atau apoteker, petugas kebersihan, rumah tangga, pengemudi atau supir, dan
petugas keamanan atau satpam.
22
Gambar 1. Struktur Organisasi Puskesmas Ibrahim Adjie
23
Adjie memiliki wilayah kerja di delapan kelurahan yaitu, kelurahan Cibangkong,
kelurahan Kebon Waru, kelurahan Kebon Gedang, kelurahan Samoja, kelurahan
Binong, kelurahan Kacapiring, kelurahan Maleer, dan kelurahan Gumuruh. Dalam
mempermudahan operasional kegiatan program, UPT Puskesmas Ibrahim Adjie dibagi
menjadi tiga wilayah kerja yaitu Pusksesmas di kelurahan Kebon Waru dan dua
puskesmas jejaring yaitu puskesmas Achmad Yani di kelurahan Kacapiring dan
Puskesmah Gemuuh di kelurahan Gemuruh. UPT Puskesmas Ibrahim Adjie di
kelurahan Kebon Waru mengerus beberapa wilayah yaitu 8 RW di kelurahan Kebon
Waru, 8 RW di keluraan Kebon Gedang dan 13 RW di kelurahan Cibangkong.
Puskesmah Achmad Yani mengurus 9 RW di kelurahan Kacapiring, dan 11 RW di
kelurahan Samoja. Sedangkan Puskesmas Gumuruh mengurus 12 RW di kelurahan
Gumuruh, 12 RW di kelurahan Maleer, dan 10 RW di kelurahan Binong.
12.
24
6) Sarana Pelayanan Kesehatan
UPT Puskemas Ibrahim Adjie memiliki sarana Gedung 2 lantai dan beberapa
ruangan yang mendukung aktivitas kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat. Beberapa
ruangan yang ada di Puskesmas Ibrahim Adjie diantaranya ruangan dokter gigi, dokter
anak, dua ruangan poli umum, ruangan bersalin dan ruang inap setelah bersalin, ruangan
MTBS, ruangan lansia, ruang P2PL, ruang program TB, ruang KB, musholah, toilet, dapur,
kantin, lapangan parkir, UGD, Gudang Farmasi, tempat konseling Apoteker dan tempat
PIO, serta ruang adminstrasi dan perndaftaran, dan lain-lain.
Gambar 3. Denah ruangan lantai 1 dan lantai 2 UPT Puskesmas Ibrahim Adjie
25
BAB 4
PEMBAHASAN
26
dibagian paling depan dekat dengan ruang tunggu pasien, sehingga memudahkan pasien
untuk duduk diruang tunggu setelah meletakkan resep yang diterima dari dokter. Tempat
penerimaan resep terdiri dari meja yang memiliki keranjang untuk meletakan resep dan
satu unit komputer beserta printer untuk pelayanan resep online yang diterima langsung
oleh apoteker dari dokter.
2) Ruang dispensing
UPT Puskesmas Ibrahim Adjie memiliki ruang dispensing atau ruang pelayanan resep
dan peracikan yang terdiri dari tiga lemari obat, dua meja peracikan dan penulisan etiket,
dua arak obat, dan satu lemari pendingin. Di dalam ruang dispensing juga tesedia
peralatan untuk meracik obat seperti mortar, dan alat peracik sirup kering seperti gelas
ukur dan pipet. Terdapat juga buku catatan pelayanan resep, etiket obat, blanko salinan
resep, buku referensi, dan alat tulis lainnya. Ruangan ini juga dilengkapi dengan container
obat dan pendingin ruang serta wastafel.
3) Ruang Pelayanan Informasi Obat dan penyerahan obat
UPT Puskesmas Ibrahim Adjie memiliki ruang pelayanan informasi obat yang terdiri
dari kursi untuk apoteker dan pasien (saling berhadapan) dengan meja yang memisahkan.
Ruang PIO juga menjadi tempat untuk penyerahan obat resep. Ruangan ini terletak
dibagian paling depan, besebelahan dengan tempat penerimaan resep dan dekat dengan
ruang tunggu pasien, sehingga memudahkan apoteker yang akan memberikan pelayanan
PIO untuk memanggil pasien.
4) Ruang konseling
UPT Puskesmas Ibrahim Adjie memiliki ruang konseling yang terdiri dari satu meja,
dua kursi konseling, buku referensi, alat bantu konseling, buku konseling dan formulir
jadwal konsumsi obat, formulir pengobatan pasien, poster dan leaflet yang mendukung
kegiatan konseling.
5) Ruang penyimpanan atau gudang sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP
Kondisi ruang penyimpanan harus selalu diperhatikan kebersihan dan beberapa aspek
lain, untuk menjaga kualitas dan menjamin mutu produk serta keamanan. Beberapa aspek
yang harus diperhatikan dalam perawatan tuang penyimpanan yaitu kondisi sanitasi,
temperature, ventilasi, dan kelemapan ruangan, serta penting untuk mengatur pencahayaan
ruang penyimpanan. Ruang penyimpanan perekalan farmasi ini terdiri dari rak
penyimpanan obat yang dilengkapi dengan kartu stok obat, lemari penyimpanan khusus
obat psikotropika, rak untuk alat kesehatan, dan lain-lain.
6) Ruang arsip
27
UPT Puskesmas Ibrahim Adjie memiliki ruang arsip yang menyatu dengan ruang
dispensing. Ruang arsip dibutuhkan untuk penyimpanan dokumen yang berkaitan dengan
pengelolaan obat, bahan medik habis pakai, pelayanan kefarmasian dalam periode
tertentu.
28
oriented atau berorientasi pada produk menjadi patient oriented atau berorientasi pada
pasien dengan landasan pharmaceutical care atau pelayanan kefarmasian.
Pelayanan kefarmasian yang dilakukan di UPT Puskesmas Ibrahim Adjie mulai
pukul 08.00 sampai 20.00 dengan waktu pendaftaran dimulai pukul 07.00 pagi. Untuk
pelayanan yang dilakukan 24 jam yaitu hanya untuk kondisi persalinan yang di layani oleh
Unit Gawat Darurat atau UGD yang terdiri dari dokter dan perawat. Pelayanan kefamasian
di puskesmas Ibrahim Adjie terdiri dari satu orang apoteker sebagai penanggung jawa dan
2 orang tenaga teknis kefarmasian (TTK). TTK dipuskesmas Ibrahim Adjie dibagi menjadi
2 shift kera yaitu pukul 08.00 pagi sampai pukul 14.00 siang, dan shift selanjutnya hingga
pukul 20.00 malam. Namun, pelayanan kefarmasian di Puskesmas Ibrahim Adjie juga
dibantu oleh siswa SMK yang melakukan praktik kerja lapangan, mahasiswa S1 yang
melakukan magang, dan mahasiswa apoteker yang melakukan Praktik Kerja Profesi
Apoteker (PKPA). Kegiatan praktik kerja lapangan, magang dan PKPA hanya dilakukan
pada periode waktu tertentu.
29
maka Dinas Kesehatan Kota Bandung akan menyerahkan form LPLPO ke UPT Puskesmas
Ibrahim Adjie untuk diisi sesuai dengan kebutuhan dengan pertimbangan seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya sedangkan untuk perencanaan kebutuhan obat selama satu tahun
dilaporkan dalam Rencana Kebutuhan Obata tau RKO.
31
g. Pemantauan dan evaluasi perbekalan farmasi
Kegiatan pemantauan dan evaluasi pebekalan farmasi di puskesmas Ibrahim Adjie
dilakukan dalam periode waktu tertentu untuk mengendalikan dan menghindari terjadinya
kesalahan pengelolaan perbekalan farmasi sehingga dapat dijaga kualitas dan pemerataan
pelayanan. Selain itu evaluasi perlu dlakukan untuk melakukan perbaikan terhadap
pengelolaan perbekalan farmasi dan memberikan penilaian terhadap kinerja pengelolaan.
Metode evaluasi yang dilakukan di puskesmas Ibrahim Adjie melalui penilaian POR,
semakin besar nilai persentase POR makan akan semakin rasional.
Puskesmas Ibrahim Adjie telah menjalankan program prolanis yang dilakukan setiap
hari selasa diawal bulan. Kegiatan prolanis ini dikhususkan untuk pasien lansia yang
mengalami beberapa keluhan penyakit yaitu hipertensi, deiabetes melitus dan gangguan
lipid.
32
obat, konseling, pelayanan informasi obat, visite, pemantauan efek samping obat,
pemantauan terapi obat, dan evaluasi penggunaan obat.
4.1. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pengkajian resep dilakukan pada setiap resep yang masuk ke instalasi farmasi
Puskesmas Ibrahim Adjie tujuannya untuk mencegah terjadinya kesalahan penulisan
maupun masalah lain terkait obat. Apabila ditemukan masalah terkait penulisan resep maka
harus dilakukan konfirmasi atau konsultasi kepada dokter yang menuliskan resep tersebut.
Resep yang ada di UPT Puskesmas Ibrahim Adjie yaitu resep online dan resep manual.
Resep online yaitu resep yang dikirim langsung oleh dokter ke komputer yang tersambung
keberbagai ruangan, termasuk instalasi farmasi. Sedangkan resep manual yaitu resep yang
ditulis langsung oleh dokter dan dibawa oleh pasien ke counter pelayanan resep di ruang
farmasi. Selanjutnya setelah melakukan pengkajian resep, TTK (Tenaga Teknik
Kefarmasian) akan melakukan dispensing. Proses dispensing yaitu menyiapkan obat sesuai
dengan permintaan resep, dan memberi etiket pada obat. UPT Puskesmas Ibrahim Adjie
memiliki beberapa jenis etiket untuk memberikan petunjuk penggunaan obat pada pasien
yaitu etiket antibiotil, etiket obat luar, etiket obat hipertensi, etiket obat diabetes melitus,
etiket sirup, dan lain-lain.
Obat-obatan yang memerlukan peracikan khusus harus dilakukan oleh TTK, salah satunya
meracik sirup kering. Salain itu, untuk obat-obatan golongan narkotik seperti diazepam
harus dilakukan pencatatan nama pasien dan jumlah obat yang digunakan. Setelah obat
selesai disiapkan, obat dan resep dimasukan kedalam keranjang untuk diantar ke counter
pelayanan informasi obat dan penyerahan obat. Obat langsung diserahkan oleh apoteker
atau TTK yang bertugas.
4.2. Pelayanan PIO
Pelayanan PIO (Pemberian Infomasi Obat) di UPT Puskesmas Ibrahim Adjie
dilakukan langsung oleh apoteker dibantu oleh TTK yang sedang bertugas. Kegiatan
pelayanan informasi obat di Pusksmas Ibrahim Adjie merupakan kegiatan yang dilakukan
oleh apoteker kepada pasien untuk memberikan informasi dan menyebarkan informasi
terkait cara penggunaan obat, dosis obat, dan informasi penting lain terkait obat yang akan
digunakan oleh pasien secara langsung dan tidak langsung. Pada saat melakukan pelayanan
informasi obat apoteker dituntut untuk mampu menjawab pertanyaan dari pasien maupun
tenaga kesehatan lain, dan mampu untuk melakukan kegiatan penyuluhan bagipasien rawat
inap dan rawat jalan, serta masyarakat umum terkait informasi obat.
Alur pelayanan pemberian informasi obat ini yaitu dengan memanggil pasien sesuai
33
urutan, lalu mengkonfirmasi kembali nama pasien, umur dan alamat atau dengan meminta
tanda pengenal pasien, tujuannya agar tidak terjadi kesalahan pemberian obat karena
banyak pasien yang memiliki kesamaan nama. Dokumentasi dilakukan pada buku khusus
yang dibuat pertanggal untuk mengetahui jumlah pasien yang datang untuk menerima obat.
Dokumentasi dengan mencatat nama pasien, tanggal lahir atau umur pasien, serta
menuliskan obat dan jumlah obat yang diterima oleh pasien serta cara penggunaannya.
Pasien diberikan informasi terkait nama obat, cara penggunaan obat, cara penyimpanan
obat, dan efek samping yang mungkin muncul setelah mengkonsumsi obat-obatan, serta
memberikan intruksi untuk menghabiskan obat (untuk antibiotik) atau memberhentikan
penggunaan obat untuk penyakit-penyakit simptomatik. Selanjutnya pasien diberikan
kesempatan untuk bertanya, lalu diminta untuk menandatangani buku dokumentasi obat
pasien dan menandatangani resep. Resep yang sudah ditandatangni oleh pasien
dikumpulkan dalam satu tanggal, dan digunakan untuk dokumentasi pengeluaran obat atau
penggunaan instalasi farmasi puskesmas Ibrahim Adjie.
4.3. Konseling
Farmasi UPT Puskesmas Ibrahim Adjie juga melakukan kegiatan konseling yang
merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien terkait
penggunaan obat. Konseling dilakukan padap asien rawat inap dan pasien rawat jalan serta
keluarga pasien. Hal ini dilakukan untuk memberikan pemahaman yang tepat tentang obat
mengenai indikasi obat, cara pemakaian obat, dan cara menangani saat terjadi efek
samping, kepada pasien maupun keluarga pasien. Di UPT Puskesmas Ibrahim Adjie
kegiatan konseling di dukung dengan sarana dan prasarana berupa ruang konseling yang
tertutup dan lembar konseling pasien.
Kegiatan konseling di Puskesmas Ibrahim Adjie juga dilakukan untuk beberapa pasien
yang mengalami perhatian khusus seperti pasien HIV, pasien prolanis yang baru, dan
pasien TB dengan pengobatan yang baru.
4.4. Visite Pasien
Visite pasien merupakan kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
melakukan kunjungan ke pasien rawat inap secara mandiri atau bersama professional
kesehatan lain, untuk melakukan evaluasi kondisi pasien. Kegiatan ini belum dilakukan
oleh Puskesmas Ibrahim Adjie, namun apoteker penanggung jawab farmasi di Puskesmas
Ibrahim Adjie telah melakukan kegiatan home pharmacy care atau pelayanan kefarmasian
di rumah. Kegiatan home pharmacy care dilakukan oleh apoteker yang mendampingi
pasien untuk melakukan pelayanan kefarmasian di rumah dengan persetujuan pasien dan
34
keluarga.
4.5. Pemantauan Terapi Obat
Kegiatan Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan kegiatan untuk memastikan
bahwa pasien telah mendapatkan pengobatan yang tepat, efektif, terjangkau, dan
memaksimalkan efek seta meminimalkan efek samping. Kegiatan PTO ini dilakukan untuk
mendeteksi masalah terkait obat dan memberikan rekomendasi untuk menyelesaikan
masalah terkait pengobatan yang didapatkan oleh pasien. UPT Puskesmas Ibrahim Adjie
belum melakukan kegiatan PTO kepada pasien.
4.6. Pemantauan Efek Samping Obat
Pemantauan efek samping obat yaitu kegiatan pemantauan pada pasien yang menerima
obat dan dilihat setiap respon yang diberikan pasien setelah menggunakan obat tersebut.
Efek yang diamati yaitu efek obat merugikan atau yang tidak diharapkan terjadi pada
penggunaan dosis normal terapi untuk tujuan pengobatan. Kegiatan ini belum dilakukan
oleh UPT Puskesmas Ibrahim Adjie, karena belum ada kasus efek obat merugikan yang
dilaporkan oleh pasien.
4.7. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Kegiatan evaluasi penggunaan obat dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan obat
oleh pasien. Kegiatan ini dilakukan secaa terstruktur dan berkesinambungan dalam rangka
menjamin bahwa obat yang digunkan telah sesuai indikasi, efekasi, dana man serta
terjangkau atau rasional bagi pasien. Puskesmas Ibrahim Adjie melakukan kegiatan EPO
pada kelompok pasien diare non-spesifik, pasien ISPA non -pneumonia dan pasien yang
mengalami penyakit system otot dan jaringan atau myalgia. Kegiatan EPO yang dilakukan
Puskesmas Ibrahim Adjie meliputi evaluasi terhadap ketepatan penggunaan obat untuk
menangani penyakit tersebut.
35
36
BAB 5
PENUTUP
a. Kesimpulan
Berdasarkan Peraturan Menteri kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat, Puskesmas Ibrahim Adjie merupakan puskesmas rawat inap,
kategori puskesmas Kawasan perkotaan. Puskesmas Ibrahim Adjie memiliki stuktur
organisasi sesuai standar Peraturan Menteri Kesehatan yaitu salah satu syaratnya memiliki
kepala Puskesmas. Pelayanan Farmasi di Puskesmas Ibrahim Adjie telah memenuhi
standar pelayanan kefarmasian, diantaranya pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai.
Pada umumnya Sarana prasarana di Puskesmas Ibrahim Adjie dalam kondisi yang baik dan
terawat, namun ada beberapa bagian yang harus perbaikan dan penambahan fasilitas
tertentu yang ada di puskesmas. Pelayanan farmasi klinik di Puskesmas Ibrahim Adjie
memiliki prosedur yang teratur dan terstruktur yaitu dimulai dari pemuatan resep, lalu obat
yang langsung disiapkan oleh instalasi farmasi, dan diserahkan langsung kepada pasien
oleh apoteker sekaligus melakukan PIO (Pemberian Informasi Obat) kepada pasien.
Kegiatan mahasiswa selama praktik kerja profesi apoteker di puskesmas Ibrahim Adjie
yaitu melakukan PIO, stok of name obat di Gudang farmasi, dispensing obat dan meracik
obat, menulis etiket, mengisi stok obat di ruang instalasi farmasi, mendokumentasi resep
kedalam buku untuk data LPLPO, menghitung jumlah dan ketersediaan obat.
b. Saran
1. Peningkatan sarana prasarana diperlukan untuk meningkatan pelayanan kesehatan di
Puskesmas Ibrahim Adjie, terutama ruang konseling khusus yang lebih nyaman dan
tertutup untuk menjaga kerahasiaan pasien
2. Dalam rangka mengoptimalkan pelayanan kesehatan masyarakat tenaga profsi
pelayanan kesehatan pun harus ditingkatkan, salah satunya dengan menambah tenaga
farmasi, baik Apoteker maupun Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) agar pelayanan
pasien lebih optimal.
37
DAFTAR PUSTAKA
38
LAMPIRAN
39
Lampiran 3. Ruang PIO dan Pemberian Obat
40
Lampiran 5. Tempat Penyimpanan Obat
T
e
m
p
a
t
41
Lampiran 6. LPLPO
Lampiran 7. RKO
42
Lampiran 8. Permintaan perbekalan farmasi
43
Lampiran 9. Tempat Penyimpanan Obat Psikotropika
44
Lampiran 11. Buku Prolanis
R
e
s
e
p
O
n
l
i
n
e
45
46
Lampiran 14. Tugas Khusus Kajian Interaksi Obat di PKM UPT Ibrahim Adjie
Interaksi KETERA
Jenis Interaksi
Obat NGAN
N Obat dalam Intera Jum
Farma Farmak Mi Mod M
o Resep ksi lah
kokinet odinami no erat aj
ik k r e or
Meningka
tkan
resiko
hipertensi
Amlodipin-
1 V 7 V V atau
Asmef
menurunk
an efek
amlodipin
.
Meningka
tkan
Amlodipine- risiko
Metfor
Glimepiride- hipoglike
min-
2 Metformine-Pct- 8 V V mi
Glime
Bcom- (Dilakuka
pirid
Simvastatin n
penyesuai
an dosis)
Miopati
Amlodipine- Gemfi
parah dan
Simvastatin- brozil-
3 6 V V rhabdomi
Gimfibrozil- Simva
olisis
Omeprazole-Pct s
telah
47
dilaporka
n selama
pengguna
an
bersamaa
n dari
inhibitor
reduktase
HMG-
CoA dan
turunan
asam
fibrat,
terutama
gemfibroz
il.
Penangan
an:
Pengguna
an
simvastati
n dan
gemfibroz
il secara
bersamaa
n
dianggap
kontraindi
kasi oleh
48
produsen
simvastati
n.
melemahk
an efek
antihipert
ensi.
4 Amlodipin-Nadic V V V Penangan
an:
kontrol
tekanan
darah
Meningka
tkan
konsentra
si
simvastati
n plasma
dan
metabolit
Amlodipin-
5 V 10 V V aktifnya,
Simvastatin
asam
simvastati
n, dan
mempoten
siasi
risiko
miopati
yang
49
diinduksi
statin.
Solusi:
Dosis
simvastati
n tidak
boleh
melebihi
20 mg
setiap hari
bila
digunakan
dalam
kombinasi
dengan
amlodipin
e.
Manfaat
kombinasi
ini harus
dipertimb
angkan
dengan
hati-hati
terhadap
potensi
risiko
miopati
yang
50
meningkat
termasuk
rhabdomy
olysis.,
pengguna
annya
dipisah
Menigkat
Asam Asmef kan laju
Mefenamat- - penyerapa
6 4 V V
Antasida- Antasi n asam
Omeprazol d mefenama
t
Antasida
dapat
menurunk
an
Allupu absorbsi
rinol- allupurino
Asam
Antasi l dan
Mefenamat-Kalk-
da, menguran
7 Vit B12-Antasid- 3 V V V
Asmef gi efek
Alupurinol-
- terapetik
Dimenhidrinat
Antasi alupurinol
da .
Penangan
an
konsumsi
allupurino
51
l satu jam
sebelum
atau 2jam
sesudah
konsumsi
antasida.
Antasida
dapat
meningkat
kan laju
penyerapa
n asmef
Kortikoste
roid
(dexa)
dapat
menganta
gonis
Dexa- 5
antihipert
Cefixime-Gg- Amlod (dex
ensi
Salbutamol- ipin, a-
8 V V (amlodipi
Dexametason- Kalk- amlo
n) karena
Kalk-Amlodipin Amlod dipin
dapat
ipin )
mengindu
ksi retensi
natrium
dan
cairan.
Penangan
52
an dengan
mengontr
ol tekanan
darah dan
retensi
cairan,
atau
menyesua
ikan dosis
anti
hipertensi.
Kalk atau
kalsium
dapan
menurunk
an
efektivitas
obat HT
Kombinas
i
keduanya
dapat
Cloramphenicol
meningkat
TM- Dexa-
9 3 V V kan
Dexametason- Asmef
potensi
Amox-Asmef
toksisitas
gastrointe
stinal (GI)
yang
53
serius,
termasuk
peradanga
n,
perdaraha
n,
ulserasi,
dan
perforasi.
Penangan
an: :
Perhatian
disaranka
n jika
kortikoste
roid dan
NSAID
digunakan
bersama,
terutama
pada
pasien
dengan
riwayat
penyakit
ulkus
peptikum
sebelumn
ya atau
54
perdaraha
n GI dan
pada
pasien
lanjut usia
dan
lemah.
Selama
terapi
bersamaa
n, pasien
harus
disaranka
n untuk
mengambi
l obat-
obatan
dengan
makanan
dan untuk
segera
melaporka
n tanda-
tanda dan
gejala
ulserasi
dan
perdaraha
n GI
55
seperti
sakit perut
yang
parah,
pusing,
sakit
kepala
ringan,
dan
munculny
a tinja
berwarna
hitam.
Pengguna
an selektif
terapi
anti-ulkus
profilaksis
(mis.,
Antasid,
antagonis
H2) dapat
dipertimb
angkan
Erythr Meningka
Erythromycin,
omyci tkan kadar
1 Methylprednisolo
n- 2 V V plasma.
0 ne, Dexametason,
Dexa Monitor
Vit BC
metaso pengguna
56
n an
Lamiv
udine-
Efavir
enz,
FDC ARV- Efavir Resiko
1
Omeprazole- enz- 1 V V toksisitas
1
Domperidone-Pct Tenof pada hati
ovir,
Pct-
Efavir
enz
Pengguna
an
bersamaa
n obat
antiinflam
asi
nonsteroid
Loratadin-Nadic- Furose (NSAID)
1
Furosemid- mid- 4 V V dan
2
Alupurinol Nadic diuretik
dapat
mempeng
aruhi
fungsi
ginjal.
Penangan
an: Pada
57
pasien
yang
menerima
terapi
diuretik
dan
NSAID,
manajeme
n terdiri
dari
menghind
ari
dehidrasi
dan secara
hati-hati
memantau
fungsi
ginjal dan
tekanan
darah
pasien.
Jika
insufisien
si ginjal
atau
hiperkale
mia
berkemba
ng, kedua
58
obat harus
dihentikan
sampai
kondisiny
a
diperbaiki
.
Meningka
tkan
Metfor
Metformin- risiko
1 min-
Glibenclamid- 5 V V hipoglike
3 Gliben
Pct-Kalk mi.
clamid
Penangan
an:
Meningka
tkan
risiko
hipoglike
mia.
Solusi:
Metformin- Glime
pengguna
1 Glimipirid- pirid-
4 V V an dalm
4 Simvastatin- Vit Metfor
dosis
Bc min
rendah,
dan
pemantau
an kadar
gula
darah,
59
serta
melihat
tanda-
tanda
hipoglike
mi
Meningka
tkan
risiko
efek
samping
pada
saluran
cerna
seperti
peradanga
Natrium n,
1
Diklofenak- V 4 V V perdaraha
5
Dexametason n,
ulserasi,
dan
perforasi.
Penangan
an:
konsumsi
obat
dengan
makanan,
pemantau
60
an
pengguna
an obat .
Isonia
zid-
Resiko
1 Pyrazi
OAT- Vit B6 5 V V toksisitas
6 namid-
pada hati
Rifam
pin
Salbutamol-
1
Dexametason- V 2 V
7
Ambroxol
Laporan
kasus
menunjuk
kan
bahwa
pemberian
Simvastatin- bersama
Omepr
Allupurinol- dengan
1 azole-
Asam 3 V V esomepra
8 Simva
Mefenamat- zole dapat
statin
Omeprazole meningkat
kan
konsentra
si
atorvastati
n plasma
dan risiko
61
terkait
miopati.
Mekanism
e yang
diusulkan
adalah
penghamb
atan
kompetitif
P-
glikoprote
in usus,
menghasil
kan
penurunan
sekresi
obat ke
dalam
lumen
usus dan
meningkat
kan
ketersedia
an hayati
obat.
Mekanism
e lain
yang
mungkin
62
kecil
adalah
penghamb
atan
kompetitif
metabolis
me
CYP450
3A4.
Interaksi
diduga
pada
pasien
yang
diobati
dengan
atorvastati
n (lebih
dari 1
tahun)
dan
esomepra
zole (6
minggu)
yang
mengemb
angkan
rhabdomy
olysis
63
dengan
blok AV
dua hari
setelah
penambah
an
klaritromi
sin.
Pasien
melaporka
n
mengalam
i gejala
peningkat
an
kelelahan,
nyeri dada
ringan,
dan sesak
napas
yang
bertepatan
dengan
inisiasi
esomepra
zole
sekitar
enam
minggu
64
sebelum
masuk.
Secara
teoritis,
interaksi
juga dapat
terjadi
dengan
inhibitor
pompa
proton
lain
seperti
lansopraz
ole,
omeprazol
e, dan
pantopraz
ole dan
inhibitor
reduktase
HMG-
CoA
seperti
lovastatin
dan
simvastati
n, karena
obat-
65
obatan ini
semua
adalah
substrat
P-
glikoprote
in dan
CYP450
3A4.
66
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)
PUSKESMAS PASUNDAN
PERIODE JANUARI 2020
Disusun oleh :
Sri Sulung Wahyuni 90719048
Stephanie 90719094
67
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN
Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan pada mata kuliah Praktek Kerja Profesi
Apoteker di Dinas Kesehatan dan Puskesmas dari Program Profesi Apoteker Sekolah
Farmasi Institut Teknologi Bandung
Januari 2020
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-
Nya, kami dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di UPT Puskesmas Pasundan, untuk memenuhi salah satu persyaratan guna
menyelesaikan pendidikan Profesi Apoteker Institut Teknologi Bandung.
Dalam penulisan laporan ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan, arahan, bantuan
serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu dr. Siti Nurhasijati Ningsih selaku Kepala UPT Puskesmas Pasundan yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan PKPA.
2. Ibu Sani Nuraeni, S.Farm.,Apt selaku pembimbing PKPA dan Penanggung
jawab unit farmasi yang telah membimbing dan memberikan bantuan kepada
penulis selama PKPA berlangsung.
3. Ibu Lia Amalia selaku pembimbing PKPA Institut Teknologi Bandung
4. Ibu Nisa Selaku Apoteker dan ibu Gina selaku asisten apoteker yang telah
menerima kami di UPT Puskesmas Pasundan
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka
penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat
memperbaiki laporan ini.
Akhir kata penulis berharap ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Untuk itu penulis melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dengan
tujuan untuk memperoleh pengalaman, keterampilan dan wawasan terkait profesi apoteker
di fasilitas pelayanan kesehatan. Adanya PKPA ini diharapkan dapat menjadi bekal dasar
seorang calon apoteker agar menjadi siap pakai setelah lulus dari pendidikan profesinya.
1
2. Memperkenalkan peran apoteker dari tingkat penentu kebijakan hingga pelaksana
kebijakan di Puskesmas
3. Mendapatkan pengalaman dasar dari pekerjaan kefarmasian di Puskesmas
4. Memberikan gambaran masalah yang terjadi pada pelaksanaan pekerjaan kefarmasian
di Puskesmas untuk selanjutnya dapat ditindaklanjuti (problem solving)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4.1. Tinjauan Umum
5
KEPALA UPT
PUSKESMAS PASUNDAN
dr Siti Nur hasijati Ningsih
NIP. 19681120 199903 2 004
KASUBBAG TATA USAHA
Ati Kurniawati, S. IP
NIP. 19810831 200604 2 011
KESEHATAN TRADISIONAL
KIA-KB KOMPLEMENTER
MTBS
Dewi Kusumawardani, Amd.Keb Siti Nurjanah Septiani, SKM Sulastri Handayani, Amd. Keb
NIP. 19860810 200902 2 002 NIP. 19910926 201903 2 008 NIP. 19910110 201704 2 004
6
Adapun Tugas Pokok dan Fungsi berdasarkan struktur organisasi UPT Puskesmas
Pasundan ditetapkan sebagai berikut :
3. Kepala UPT Puskesmas
a. Tugas Pokok
Memimpin Puskesmas dalam menjalankan fungsi Puskesmas sesuai dengan azas
penyelenggaraan Puskesmas dan melaksanakan sebagian kegiatan teknis dinas.
b. Fungsi
1) Melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, bimbingan dan supervisi
2) Sebagai penggerak pembangunan kesehatan di tingkat kecamatan
3) Sebagai tenaga ahli pendamping Camat
4) Mengkoordinir dan bertanggung jawab terhadap semua kegiatan di
puskesmas
5) Melakukan pengawasan melekat bagi seluruh pelaksanaan kegiatan program
dan pengelolaan keuangan
6) Mengadakan koordinasi dengan Camat dan Lintas Sektoral dalam upaya
pembangunan kesehatan di wilayah kerja
7) Menjalin kemitraan dengan berbagai pihak dan masyarakat dalam rangka
peningkatan derajat kesehatan masyarakat
8) Menyususn perencanaan kegiatan Puskesmas dengan dibantu oleh staf
Puskesmas
9) Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Puskesmas
10) Melaporkan hasil kegiatan program ke Dinas Kesehatan Kota, baik berupa
laporan rutin maupun khusus
11) Membina petugas dalam meningkatkan mutu pelayanan
4. Kepala Sub Bagian Tata Usaha
a. Tugas Pokok
Melaksanakan pengelolaan umum dan kepegawaian, pengelolaan keuangan,
pengoordinasian penyusunan program, data dan informasi serta pengoordinasian
tugas-tugas bidang.
b. Fungsi
6) Merencanakan dan mengevaluasi kegiatan di unit TU
7) Mengkoordinir dan berperan aktif terhadap kegiatan di unit TU
8) Menggantikan tugas Kepala Puskesmas bila Kepala Puskesmas berhalangan
hadir
7
9) Menyelenggarakan rapat di tingkat puskesmas
5. Penanggung Jawab Upaya Kesehatan Masyarakat dan Perkesmas
a. Tugas Pokok
Mengkoordinir dan bertanggung jawab dalam penyusunan perencanaan dan evaluasi kegiatan
program Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, KIA/KB, Gizi dan Perkesmas.
b. Fungsi
4) Penyusunan rencana dan program kerja lingkup kesehatan masyarakat
5) Penyiapan bahan perumusan lingkup kesehatan masyarakat
6) Pelaksanaan kebijakan lingkup kesehatan masyarakat
7) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan lingkup kesehatan masyarakat
8) Pelaksanaan administrasi lingkup kesehatan masyarakat; dan
9) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan
6. Penanggung Jawab Program Promosi Kesehatan
a. Tugas Pokok
Menyusun rencana kegiatan promosi kesehatan berdasarkan data program
Puskesmas
b. Fungsi
4) Mengkoordinir dan bertanggung jawab terhadap semua kegiatan promosi
kesehatan di wilayah kerja puskesmas
5) Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan promosi dilakukan bersama-
sama dengan koordinator program yang terkait
6) Kegiatan dalam Gedung
c) Penyuluhan langsung kepada perorangan maupun kelompok penderita di
Puskesmas
d) Penyuluhan tidak langsung melalui media promosi kesehatan
7) Kegiatan di luar Gedung
g) Penyuluhan melalui media masa, pemutaran Film,siaran keliling maupun
media tradisional.
h) Penyuluhan kelompok melalui posyandu dan sekolah.
8) Pencatatan dan pelaporan
9) Pemeliharaan alat penyuluhan
10) Mengelola Media informasi Kesehatan Puskesmas
11) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan
8
7. Penanggung Jawab Program Kesehatan Lingkungan
j. Tugas Pokok
Melakukan Upaya Kesehatan Lingkungan di wilayah kerja Puskesmas
k. Fungsi
1) Menyusun perencanaan dan evaluasi program kesehatan lingkungan
2) Mengurangi bahkan menghilangkan semua unsur fisik dan lingkungan yang
memberi pengaruh buruk terhadap kesehatan masyarakat melalui penyuluhan
kesehatan lingkungan
3) Penyehatan air bersih.
4) Pengawasan depot isi ulang air minum
5) Penyehatan pembuangan sampah
6) Penyehatan lingkungan dan pemukiman
7) Penyehatan pembuangan air limbah
8) Penyehatan makanan dan minuman
9) Pengawasan sanitasi tempat-tempat umum
10) Pelaksana perundangan di bidang kesehatan lingkungan
11) Pembakaran sampah medis dan pengelolaan sampah non medis
12) Pengawasan pemisahan sampah di puskesmas dan jejaringnya
13) Pencatatan dan pelaporan
14) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan
8. Penanggung Jawab Program KIA/KB
a. Tugas Pokok
Menyusun perencanaan dan evaluasi kegiatan program KIA/KB
b. Fungsi
5) Melaksanakan kegiatan pemeriksaan/pembinaan kepada ibu hamil, ibu
bersalin, ibu nifas,dan ibu menyusui
6) Bertanggung jawab atas pemeliharaan alat medis, non medis di poli KIA.
7) Mengkoordinir Kegiatan imunisasi di Puskesmas
8) Menentukan pemeriksaan dan tindakan penunjang
9) Melaksanakan rujukan
10) Melaksanakan pelayanan persalinan di unit pelayanan persalinan sesuai
pedoman berkoordinasi dengan bidan penanggung jawab unit pelayanan
persalinan puskesmas.
11) Pencatatan dan pelaporan
9
12) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan
9. Penanggung Jawab Program Gizi
h. Tugas Pokok
Membantu Kepala Puskesmas dalam menyelenggarakan kegiatan perbaikan Gizi
Masyarakat
i. Fungsi
8) Menyusun rencana kegiatan peningkatan gizi masyarakat berdasarkan data
program puskesmas
9) Menyusun rencana kegiatan peningkatan gizi masyarakat berdasarkan data
program puskesmas
10) Melaksanakan kegiatan peningkatan gizi masyarakat meliputi:
d) Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK)
e) Penanggulangan Gizi Kurang dan Gizi Buruk
f)Penanggulangan Anemia Gizi Besi (AGB)
g) Penanggulangan GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium)
h) Penanggulangan defisiensi vitamin A. Sasarannya adalah : Bayi, Balita
dan Ibu Nifas
i) SKPG (Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi)
j) Pengembangan Pojok Gizi dengan penyuluhan diet kepada pasien rawat
jalan
11) Mengevaluasi hasil kegiatan peningkatan gizi masyarakat
12) Pencatatan dan pelaporan
13) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan
10. Penanggung Jawab Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P)
f. Tugas Pokok
Melaksanakan Program Kesehatan di puskesmas dengan lingkup pencegahan dan
pengendalian penyakit meliputi pencegahan dan pengendalian penyakit menular,
surveilans dan imunisasi, pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular
dan kesehatan jiwa.
g. Fungsi
3) Penyusunan rencana dan program kerja lingkup pencegahan dan
pengendalian penyakit
4) Penyiapan bahan perumusan kebijakan lingkup pencegahan dan pengendalian
penyakit
10
5) Pelaksanaan kebijakan lingkup pencegahan dan pengendalian penyakit
6) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan lingkup pencegahan dan pengendalian
penyakit
7) Pelaksanaan administrasi lingkup pencegahan dan pengendalian penyakit
8) Pencatatan dan pelaporan
9) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan
11. Penanggung Jawab Program Perkesmas
e. Tugas Pokok
Melakukan Asuhan Keperawatan Pasien individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat
f. Fungsi
5) Merencanakan , melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan program perkesmas
6) Merencakan, melaksanakan dan mengevaluasi asuhan keperawatan pada
keluarga dan kelompok masyarakat
7) Pemberdayaan dalam upaya kemandirian pada keluarga dan kelompok
masyarakat lepas asuh
8) Membuat laporan kegiatan program Perkesmas
9) Melaksanakan koordinasi kerja dengan lintas program dan lintas sektor
10) Melakukan tugas lapangan lainnya
11) Pencatatan dan pelaporan
12) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan
12. Penanggung Jawab Program Kesehatan Jiwa
u. Tugas Pokok
Melakukan upaya kesehatan jiwa di wilayah kerja Puskesmas
v. Fungsi
7) Menyusun rencana kegiatan kersehatan jiwa
8) Memberi penyuluhan kepada masyarakat
9) Mengenali penderita yang memerlukan pelayanan kesehatan psikiatri
10) Memberi pertolongan pertama psikiatri, memberi pengobatan atau merujuk
pasien ke RS jiwa
11) Kunjungan ke rumah penderita
12) Pencatatan dan pelaporan
13) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan
13. Penanggung Jawab Program Kesehatan Gigi Masyarakat
11
a. Tugas Pokok
Melaksanakan upaya kesehatan gigi masyarakat di wilayah kerja puskesmas
b. Fungsi
6) Menyusun rencana kegiatan Kesehatan Gigi dan Mulut
7) Melaksanakan kegiatan Kesehatan Gigi dan Mulut serta koordinasi lintas
program terkait
8) Mengevaluasi hasil kegiatan Kesehatan Gigi dan Mulut secara keseluruhan
9) Pencatatan dan pelaporan
10) Bekerja sama dengan Lintas Sektor dan Lintas Program dalam melaksanakan
kegiatan/menanggulangi masalah kesehatan lainya
11) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan
14. Penanggung Jawab Program Kesehatan Tradisional dan Komplementer
d. Tugas Pokok
Melaksanakan upaya kesehatan tradisional di wilayah kerja puskesmas
e. Fungsi
5) Menyusun rencana kegiatan program Kesehatan Tradisional dan
Komplementer
6) Melakukan penyuluhan dan Demo TOGA untuk mengembangkan “Self Care”
(Pengobatan dirumah) dengan cara tradisional
7) Pemantauan dan membina praktek pengobat tradisional Menggerakan dan
membina serta optimalisasi kader TOGA
8) Melakukan monitoring dan evaluasi hasil kegiatan program Pengobatan
Tradisional
9) Mengolah dan menganalisa data hasil kegiatan Program Pengobatan
Tradisional
10) Melaporkan hasil Monitoring dan evaluasi kegiatan kepada penanggung jawab
UKM Pengembangan
11) Pencatatan dan pelaporan
12) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan
12
7) Menyusun perencanaan program kesehatan olahraga
8) Pendataan kelompok olah raga
9) Pembinaan kelompok olah raga (Ibu hamil, Kelompok UKS, jemaah haji,
pekerja, lansia)
10) Pengukuran kebugaran
11) Penanganan cedera olehraga
12) Pelayanan kesehatan pada event olah raga
13) Penyuluhan tentang kesehatan olah raga
14) Pencatatan dan pelaporan
15) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan
16. Penanggung Jawab Program Kesehatan Indera
e. Tugas Pokok
Melaksanakan upaya kesehatan indera di wilayah kerja puskesmas
f. Fungsi
4) Menyusun perencanaan dan evaluasi
5) Pengobatan kasus lama dan baru
6) Pemeriksaan mata, tes buta warna dan penyuluhan
7) Merujuk pasien dan kerjasama dengan RS Indra
8) Pencatatan dan pelaporan
9) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan
17. Penanggung Jawab Program Lansia
f. Tugas Pokok
Melaksanakan upaya kesehatan lansia di wilayah kerja puskesmas
g. Fungsi
10) Menyusun rencana kegiatanan pelayanan kesehatan lansia
11) Melaksanakan kegiatan kesehatan lansia meliputi pendataan sasaran lansia,
penjaringan kesehatan lansia, pelayanan kesehatan lansia, penyuluhan
kesehatan lansia dan koordinasi lintas program terkait
12) Mengevaluasi hasil kegiatan pelayanan kesehatan lansia secara keseluruhan.
13) Pencatatan dan pelaporan
14) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan
18. Penanggung Jawab Program Kesehatan Kerja
a. Tugas Pokok
Melaksanakan upaya kesehatan kerja di wilayah kerja puskesmas
13
b. Fungsi
7) Menyusun rencana program kesehatan kerja
8) Melaksanakan kegiatan kesehatan kerja meliputi pembinaan kesehatan kerja
dan koordinasi lintas program serta lintas sektor terkait
9) Mengevaluasi hasil kegiatan pelayanan kesehatan kerja secara keseluruhan.
10) Pencatatan dan pelaporan
11) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan
19. Pelayanan Umum
3.7 Tugas Pokok
Melakukan Upaya Kesehatan bersifat kuratif dan rehabilitatif di puskesmas
3.8 Fungsi
4) Menyusun perencanaan pelayanan umum
5) Melakukan pemeriksaan dan pengobatan penderita
6) Melaksanakan pelayanan kesehatan di Puskesmas secara kolaborasi sesuai
dengan kondisi pasien
7) Melakukan tindakan medis
8) Memberikan pelayanan rujukan
9) Menerima konsultasi tentang pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh
pasien dan keluarga pasien
10) Memberikan pelayanan surat-surat yang berhubungan dengan hasil
pemeriksaan kesehatan
11) Mengkoordinir pelayanan kesehatan yang dilaksanakan
12) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan
20. Farmasi
c. Tugas Pokok
Melaksanakan pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan kefarmasian
d. Fungsi
1) Meyusun perencanaan kefarmasian
2) Melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai resep
3) Memberikan penjelasan tentang obat sesuai kaidah
4) Mencetak resep
5) Bertanggung jawab atas pemeliharaan alat medis dan non medis di apotek
dan gudang obat
6) Merencanakan amprahan dan pengadaan obat serta pendistribusisan obat
14
7) Penerimaan, pengeluaran dan penyimpanan obat puskesmas
8) Pengecekan obat di puskesmas (kerapian dan kebersihan gudang obat)
9) Penyuluhan cara pemakaian obat yang benar di puskesmas
10) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan
21. Laboratorium
a. Tugas Pokok
Melaksanakan pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan laboratorium di
puskesmas
b. Fungsi
1) Menyusun rencana kerja dan kebijaksanaan teknis laboratorium
2) Bertanggung jawab terhadap mutu laboratorium, validasi hasil pemeriksaan
laboratorium, mengatasi masalah yang timbul dalam pelayanan
laboratorium
3) Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan evaluasi kegiatan
laboratorium
4) Merencanakan dan mengawasi kegiatan pemantapan mutu
5) Pencatatan dan pelaporan
6) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan
15
2. Amanah
Dalam memberikan pelayanan pada masyarakat, seluruh karyawan UPT
Puskesmas Pasundan bertanggung jawab mengerjakan tugas yang diberikan sesuai
profesi yang diembannya serta mengerjakan sesuai tata tertib dan standar yang
berlaku.
3. Santun
Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat seluruh karyawan
menggunakan tutur kata, perilaku , dan norma yang baik kepada seluruh
masyarakat.
4. Adil
Tidak membedakan masyarakat satu dengan masyarakat lainnya dalam
memberikan pelayanan pencegahan pengakit dan memberikan pengobatan yang
tepat.
5. Gesit
Dalam pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat seluruh karyawan cepat
tanggap dalam memberikan tindakan dan pencegahan.
6. Inovatif
Bahwa staff UPT Puskesmas Pasundan selalu mendayagunakan kemampuan dan
keahlian untuk menghasilkan karya baru yang bermanfaat bagi masyarakat dan
lingkungan
3. Fasilitas fisik
16
Luas UPT Puskesmas Pasundan
No Uraian Jumlah Bangunan Rusak
Baik
(m) Ringan Sedang Berat
5 Ruangan Pelayanan KIA 1 3.5x6 √
6 Ruangan Pelayanan Lab 1 6x6 √
7 Ruangan Pelayanan Obat 1 3x12 √
Ruangan Pimpinan √
8 1 6x6
Puskesmas
9 Ruangan Staf Puskesmas 1 3x15 √
10 Ruangan Tata Usaha 1 √
11 Ruangan Pertemuan 1 4x6 √
12 Ruangan Gudang Obat 1 3.5x3.5 √
13 Ruangan Dapur 1 3.5x3.5 √
14 Ruangan Kamar Mandi/WC 21 1.5x1.5 √
15 Ruang Mushola 1 3x5 √
16 Ruang UGD 1 4x9 √
17 Ruang Penjaga 1 2x2 √
18 Gudang 3 6x8 √
17
Dengan Pendekatan Keluarga;
q. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2016 Tentang Pedoman Manajemen Puskesmas;
r. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Sistem Kesehatan Kota Bandung (SKKB);
s. Permenkes no 74 Tahun 2016 tentang Standart Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas.
PNS NON
NO JENIS PENDIDIKAN JUMLAH
PNS
1 Kepala UPT S1 Kedokteran 1 0 1
Puskesmas
2 Dokter umum S1 Kedokteran 2 1 3
3 Dokter gigi S1 Kedokteran Gigi 2 1 3
4 Perawat Gigi SPRG 2 1 3
5 Bidan D- III Kebidanan 1 5 6
6 Perawat D-3 Keperawatan 6 4 10
7 Apoteker Profesi Apoteker 2 0 2
8 Asisten Apoteker S-1 farmasi 0 1 1
9 Analis Laboratorium D-3 Analis 1 1 2
Kesehatan
10 Pengelola Gizi D-3 Gizi 1 0 1
11 Sanitarian D-3 Sanitasi 0 0 0
12 Penyuluh Kesehatan S-1 Kesehatan 1 2 3
Masyarakat masyarakat
13 Administrasi umum SLTA 2 0 2
14 Administrasi umum S-1 Administrasi 5 0 5
18
PNS NON
NO JENIS PENDIDIKAN JUMLAH
PNS
15 Administrasi S1 Ekonomi 0 2 2
keuangan
16 Rekam Medis D3 Rekam Medis 2 0 2
17 Pengemudi SMA 0 1 1
18 Cleaning Servis SMA 0 3 3
19 Satpam SMA 0 2 2
TOTAL 28 26 54
19
4.2.1. Manajemen Persediaan Obat dan Perbekalan Farmasi di Puskesmas
Berdasarkan Permenkes 75 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian si
Puskesmas, pengelolaan obat dan bahan medis di Puskesmas meliputi:
a. Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan untuk Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP) merupakan proses kegiatan untuk menyeleksi jenis dan jumlah sediaan
farmasi dan BMHP agar dapat memenuhi kebutuhan di Puskesmas. Kegiatan
perencanaan dilakukan oleh bidang farmasi di Puskesmas dengan melibatkan dokter,
dokter gigi, bidan, dan perawat serta pengelola program yang berkaitan. Tujuan dari
perencanaan obat adalah unutk memperkirakan jenis dan jumlah sediaan farmasi dan
BMHP agar mendekati kebutuhan Puskesmas serta meningkatkan efisiensi dan
penggunaan obat rasional. Prencanaan obat mempertimbangkan pola penyakit, pola
konsumsi, pemakaian periode sebelumnya, data mutasi sediaan farmasi dan rencana
pengambangan. Proses perencanaan obat memperhatikan anggaran, lead time, buffer
stock, dan harus menghindari overstock.
b. Permintaan
Permintaan obat bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sediaan farmasi dan BMHP di
Puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat sebelumnya.
Secara umum, permintaan obat dibagi menjadi permintaan rutin dan permintaan
khusus. Untuk permintaan rutin, permintaan ini dilakukan sesuai dengan jadwal yang
disusun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sedangkan permintaan khusus
dilakukan di luar jadwal distribusi rutin apabila terjadi peningkatan kebutuhan,
kekosongan mendadak atau ada Kejadian Luas Biasa (KLB). Permintaan dilakukan
dengan menentukan stok optimum dan juga memperhatikan sisa stok. Bila sisa stok
melebihi stok optimum, maka permintaan tidak dilakukan.
c. Penerimaan
Penerimaan sediaan farmasi dan BMHP di Puskesmas dilakukan oleh petugas
Puskesmas dari Instalasi Farmasi Kab/Kota. Petugas penerima sediaan farmasi dan
BMHP di Puskesmas bertanggung untuk melakukan pemeriksaan fisik, penyimpanan,
pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan obat. Selain itu, petugas juga
berkewajiban melakukan pengecekan terhadap kemasan, jenis & jumlah obat, bentuk
sediaan serta kelengkapan dokumen pengiriman. Petugas juga dapat menolak sediaan
20
farmasi dan BMHP yang rusak dan kurang.
d. Penyimpanan
Kegiatan penyimpanan ditujukan agar sediaan farmasi dan BMHP di Puskesmas dapat
dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan sehingga terhindar dari
kerusakan fisik & kimia serta tetap menjamin mutu. Hal-hal yang mempengaruhi
penyimpanan adalah bentuk & jenis sediaan, persyaratan penyimpanan, mudah atau
tidaknya terbakar, golongan narkotika & psikotropika dan tempat penyimpanan.
Beberapa persyaratan gudang untuk penyimpanan sediaan farmasi dan BMHP, yaitu :
1) Gudang hanya digunakan khusus untuk penyimpanan obat
2) Luas minimal 3x4 m2 atau sesuai dengan jumlah obat yang disimpan
3) Ruangan kering dan tidak lembab
4) Ventilasi cukup, pencahayaan cukup namun terhindari dari cahaya matahari
langsung
5) Jendela berteralis
6) Lantai terbuat dari bahan yang tidak memungkinkan penumpukan debu dan
kotoran
7) Lantai dialasi dengan palet
8) Dinding dibuat licin dan dicat warna cerah
9) Ruangan terhindar dari sudut lantai dan dinding yg tajam
10) Pintu dilengkapi dengan kunci ganda
11) Terdapat lemari khusus untuk narkotika dan psikotropika yang terkunci dan
terjamin keamanannya
12) Terdapat pengukur suhu dan hygrometer ruangan
e. Pendistribusian
Distribusi sediaan farmasi dan BMHP dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
21
subunit/satelit farmasi Puskesmas dan jejaringnya (Puskesmas pembantu, Puskesmas
keliling, Posyandu, Polindes) agar memperoleh kebutuhan sesuai dengan jenis, mutu,
jumlah dan waktu yang tepat. Penyerahan obat dapat dilkukan dengan menyerahkan
langsung ke subunit Puskesmas berdasarkan permintaan atau diambil sendiri-sendiri
dengan menggunakan formulir LPLPO. Distribusi obat ke pasien diserahkan melalui
loket.
f. Pengendalian
Kegiatan ini dimaksudnkan untuk memastikan tercapaiknya sasaran strategi dan
program sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekosongan sediaan farmasi dan BMHP
di Puskesmas. Kegiatan pengendalian terdiri dari pengendalian persediaan,
pengendalian penggunaan dan penanganan sediaan farmasi & BMHP yang dihilang
rusak atau kadaluarsa.
22
3. Tingkat ketersediaan obat
23
dana BLUD diawali dengan membuat daftar sediaan farmasi dan BMHP, kemudian
pihak Puskesmas menyiapkan Berita Acara Pemusnahan (BAP) dan mengoordinasikan
jadwal, metode, dan tempat pemusnahan kepada Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten.
Pemusnahan biasanya dilakukan oleh pihak Puskesmas dengan bekerja sama dengan
pihak ketiga. Sementara untuk pemusnahan sediaan farmasi dan BMHP dengan dana
dari APBD, maka pemusnahan diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten
dengan Puskesmas menyerahkan daftar Sediaan Farmasi dan BMHP yang perlu
dimusnahkan.
24
25
BAB III
PEMBAHASAN
Sejak diterapkannya Pola Pengelolaan Keuangan BLUD tahun 2017 sampai dengan tahun
2019, Pendapatan UPT Puskesmas Pasundan menjadi induk dari Puskesmas se- Kecamatan
Regol (Puskesmas M. Ramdan dan Puskesmas Pasirluyu).
Sumber dana yang berbeda mempengaruhi pengelolaan keuangan karena peraturan terkait
pengelolaan dana BLUD, dan dana APBD yang berbeda.
f. Manajemen keuangan sumber dana APBD
Pengelolaan keuangan sumber dana APBD telah ditentukan seluruhnya oleh
pemerintah berupa matriks kegiatan dan acuan pembelanjaan sehingga tidak dapat
dialihkan untuk kebutuhan operasional lainnya. Di samping dana APBD yang
diberikan kepada puskesmas dalam bentuk uang, ada pula yang diberikan dalam
bentuk barang, misal obat-obatan.
Pengelolaan obat-obatan bersumber dana APBD dilakukan sebagai berikut :
• Penanggung jawab unit Farmasi membuat rencana kebutuhan obat (RKO) yang
berisi kebutuhan obat untuk 1 tahun ditambah buffer stock dan estimasi lead time.
RKO tersebut turut ditandatangani oleh Kepala Puskesmas, kemudian diajukan ke
Dinas Kesehatan Kota Bandung.
• Setiap bulan Penanggung jawab unit farmasi membuat Laporan penggunaan dan
lembar permintaan obat (LPLPO) yang diajukan ke Dinas Kesehatan Kota
Bandung dan akan dipenuhi oleh obat-obatan dari sumber dana APBD.
• Obat-obatan, bahan medis habis pakai dan alat kesehatan yang bersumber dana
APBD yang di drop oleh Dinas Kesehatan Kota Bandung ke Puskesmas Pasundan
akan dicatat sebagai asset, dipergunakan sebagaimana mestinya dan dilaporkan
26
sebagai asset bersumber dana APBD
g. Manajemen keuangan sumber dana BLUD
Pengelolaan dana yang bersumber BLUD ini memiliki banyak fleksibilitas sehingga
Puskesmas Pasundan dapat mengatur sendiri alokasinya sesuai kebutuhan dan
peraturan yang berlaku.
Alokasi dana BLUD dibagi dalam 3 kode rekening besar yaitu :
7. Belanja langsung
Terdiri dari belanja pegawai.
8. Belanja modal
Terdiri dari belanja barang yang memiliki nilai lebih dari 1 juta dan memiliki umur
pemakaian lebih dari 1 tahun.
9. Belanja barang dan jasa
Terdiri dari belanja alat tulis kantor, obat-obatan, dan barang lainnya yang habis pakai.
Rancangan alokasi dana BLUD tersebut dituangkan dalam DPA (dokumen
pelaksanaan anggaran) dan diuraikan lebih rinci pada RBA (rencana bisnis anggaran).
Metode yang dilakukan untuk perencanaan biasanya berdasarkan pola konsumsi tahun
sebelumnya, epidemiologi (10 besar penyakit di wilayah Puskesmas), atau dapat pula
mencampukan kedua metode tersebut. Dalam perencanaan penting untuk
memperhitungkan buffer stock paling tidak 20% dari kebutuhan dan juga lead time selama
3-6 bulan.
27
6.2.2. Permintaan
Permintaan obat biasanya disesuai dengan sumber dana untuk pengadaan obat. Obat
dengan dana dari APBD diminta dari Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandung
dengan menggunakan tools berupa LPLPO. Permintaan ini dilakukan setiap bulan. Isi dari
LPLPO tersebut adalah laporan penggunaan obat bulan sebelumnya dan kebutuhan untuk
bulan setelahnya. Sementara untuk obat yang dananya menggunakan dana BLUD,
permintaan dintentukan berdasarkan kebijakan dan keuangan Puskesmas. Pada Puskesmas
Pasundan, pembelian obat dengan dana BLUD biasanya dilakukan pertriwulan (pada
triwulan III dilakukan pembelian langsung untuk 6 bulan). Walaupun pembeliannya
berdasarkan kebijakan dari Puskesmas sendiri, dalam pelaksanaannya harus dilaporkan dan
diverifikasi ke Dinas Kesehatan Kota untuk mencegah kekeliruan dan duplikasi sediaan
farmasi yang diminta.
Adapun tentang pengadaan barang dengan pemanfaatan sumber dana BLUD ini mengacu
pada Peraturan Presiden no 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah,
dapat dilakukan dengan berbagai metode sebagai berikut :
3. E-purchasing
E-purchasing yang termasuk ranah e-procurement merupakan metode pengadaan
paling dianjurkan dalam pengadaan obat, BMHP dan Alkes di sarana kesehatan
pemerintah, karena :transparan, mencegah mafia,mendukung pertumbuhan industri
mikro, mendukung produksi dalam negri
Berikut ini alur pengelolaan melalui sistem e-purchasing.
28
Gambar 5 Alur Pengelolaan Sistem e-puchasing
4. Pengadaan langsung
Syarat dilakukannya pengadaan langsung adalah sebagai berikut :
⦁ Obat yang dimaksud tidak terdapat di e-katalog
⦁ Penyedia e-katalog tidak menyanggupi pemenuhan pesanan
⦁ Obat yang dimaksud lebih ekonomis jika dipenuhi melalui metode pengadaan
langsung
⦁ Nilai pengadaan maksimal 100 juta
5. Penunjukan langsung
29
Metode penunjukan langsung hanya dapat dilakukan dalm kondisi bencana alam,
darurat, dan pada barang-barang tertentu sesuai peratuan perundang-undangan.
6. Tender
Sistem tender dilakukan jika:
a. Jumlah dan jenis barang dalam jumlah yang besar (banyak)
b. Produk didapatkan dari lebih dari satu pemasok
c. Nilai pengadaan lebih dari 100 juta.
6.2.3. Penerimaan
Sediaan dan perbekalan farmasi di Puskesmas yang berasal dari Dinas Kesehatan Kota
Bandung, diterima oleh PPK dan PJPHP. Saat penerimaan sediaan dan perbekalan farmasi
di Puskesmas Pasundan, dilakukan pengecekan terhadap jenis, jumlah, bentuk sediaan,
kondisi barang, kadaluarsa, dan nomor bets.
Sedangkan untuk sediaan dan perbekalan farmasi di Puskesmas yang berasal dari dana
30
BLUD diterima oleh PPK. Persyaratannya adalah SPK harus sesuai dengan faktur. Bila
penyedia yang dimaksud belum dapat menyediakan barang dengan lengkap, bisa hanya
menggunakan SPK terlebih dahulu tanpa faktur. PPK nantinya akan mengingatkan
penyedia untuk segera melengkapi barang.
Keseluruhan barang yang terlah diterima dan diperiksa kemudian disimpan ke bagian asset
dan akan diserahkan kepada subunit Puskesmas sesuai dengan permintaan.
6.2.4. Penyimpanan
Sediaan dan perbekalan farmasi di Puskesmas Pasundan disimpan sesuai dengan petunjuk
penyimpanan yang tertera di kemasan berupa suhu dan kondisi penyimpanan.
Penyimpanan obat juga bisa dilakukan berdasarkan farmakologi obat, alfabet, bentuk
sediaan, sumber dana, sifat bahan, dan keberadaan obat high alert (obat LASA, obat DM,
obat emergensi).
Di Puskesmas Pasundan, obat yang telah melewati proses penerimaan disimpan dalam
gudang obat. Obat disusun berdasarkan efek farmakologi dan alfabet. Obat dari sumber
dana yang berbeda juga dipisahkan. Obat high alert disimpan dalam lemari khusus
31
Gambar 9 Lemari Penyimpanan Obat High Alert
Untuk menjaga suhu dan kelembaban udara, gudang penyimpanan obat, dilengkapi dengan
pendingin ruangan dan termohigrometer untuk memantau suhu dan kelembaban udara.
Obat-obat dengan kondisi penyimpanan khusus seperti obat yang harus diletakkan pada
suhu sejuk atau beku dapat diletakkan di dalam lemari pendingin yang juga dilengkapi
dengan termohigrometer.
Sebelum obat diserahkan ke loket, obat juga dipindahkan ke lemari penyimpanan obat
lebih kecil yang dekat dengan loket untuk mempermudah dan mempercepatan pelayanan
resep. Lemari penyimpanan obat ini menyimpan obat yang disusun berdasarkan efek
32
farmakologi dan alfabet.
Pada Lemari tersebut, penulisan nama obat masih perlu diperbaiki karena masih
menggunakan post it yang mudah rusak dan hilang. Kemudian belum terdapat pengaturan
penulisan nama obat untuk obat LASA.
6.2.5. Pendistribusian
Pendistribusian sediaan dan perbekalan farmasi di Puskesmas Pasundan dilakukan kepada
pasien dan subunit Puskesmas. Untuk penyerahan obat kepada pasien dilakukan lewat
loket melalui pelayananan resep. Sementara untuk distribusi obat kepada subunit
Puskesmas dilakukan berdasarkan LPLPO yang dibuat oleh masing-masing subunit. Dalam
kasus khusus, seperti kasus pasien cito atau emergensi, subunit dapat meminta obat dengan
menggunakan resep. Selain kepada pasien dan subunit Puskesmas, distribusi sediaan dan
perbekalan farmasi dapat didistribusikan pada masyarakat wilayah tanggung jawab
Puskesmas melalui kegiatan bakti sosial dan pengabdian masyarakat Puskesmas.
33
Gambar 13 Tempat Penyerahan Obat via Loket
Dalam mencatat keluar masuk barang pada kartu stok dan kartu barang, perlu menuliskan
tanggal kadaluarsa dan nomer bets barang. Dengan bantuan kartu stok dan kartu barang,
pengendalian keluar masuk barang, kadaluarsa dan kerusakan obat dapat dikendalikan.
Selain itu, yang dapat pula menggunakan Capaian Penggunaan Obat Rasional (CaPOR)
34
untuk memastikan obat yang diberikan kepada pasien rasional. Indikator yang digunakan
untuk menentukan POR adalah pemakaian antibiotic pada ISPA non pneumonia,
pemakaian antibiotic pada diare non spesifik dan pemakaian antibiotik injeksi pada
myalgia.
Sasaran ini pun sudah dijalankan oleh Puskesmas dengan kegiatan berupa :
35
- Mengidentifikasi pasien dengan benar :
Menanyakan nama dan tanggal lahir pasien dan mencocokan dengan rekam medik
atau resep di setiap tahap pelayanan untuk memastikan pasien teridentifikasi dengan
benar.
- Meningkatkan komunikasi efektif :
Melaksanakan TBaK (Tulis Baca Konifrmasi) apabila melakukan komunikasi terkait
pelayanan kesehatan
- Meningkatkan keamanan obat yang harus diwaspadain:
Memisahkan obat high alert dari obat lainny dan memberi label serta penulisan yang
jelas.
- Memastikan lokasi pembedahan benar, prosedur benar, dan pasien yang benar
- Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan:
Melakukan cuci tangan dengan 6 cara langkah cuci tangan menurut WHO
- Mengurangi risiko cedera akibat pasien jatuh :
Memasang stiker rawan jatuh pada pasien yang mempunyai risiko tinggi jatuh.
Kegiatan ini dilakukan dengan metode Morse atau Humpy Dumpy.
36
Persyaratan klinis meliputi:
1. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat.
2. Duplikasi pengobatan.
3. Alergi, interaksi dan efek samping Obat.
4. Kontra indikasi.
5. Efek adiktif.
Di Puskesmas Pasundan sendiri, setiap resep dilengkapi dengan lembar telaah resep pada
bagian belakang sebagai berikut :
37
6.3.2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan
informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi
kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuan:
1. Menyediakan informasi mengenai Obat kepada tenaga kesehatan lain di
lingkungan Puskesmas, pasien dan masyarakat.
2. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan
Obat (contoh: kebijakan permintaan Obat oleh jaringan dengan
mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat penyimpanan yang memadai).
3. Menunjang penggunaan Obat yang rasional.
Kegiatan:
7. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada
konsumen secara pro aktif dan pasif.
8. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat
atau tatap muka.
9. Membuat buletin, leaflet, label Obat, poster, majalah dinding dan lain-lain.
10. Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, serta
masyarakat.
11. Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya terkait dengan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
Di puskesmas pasundan sendiri lebih banyak dilakukan pemberian informasi obat daripada
pelayanan informasi obat.Perbedaan antara pemberian informasi obat dan pelayanan
informasi obat adalah pada pemberian informasi obat dilakukan pemberian informasi dari
Apoteker hanya kepada pasien dan hanya secara langsung.
Seluruh kegiatan pemberian informasi obat yang dilakukan didokumentasikan dalam
laporan PIO yang dibuat setiap harinya sebagai berikut :
38
Gambar 16 Lembar Checklist PIO Pasien Puskesmas Pasundan
6.3.3. Konseling
Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang
berkaitan dengan penggunaan Obat pasien rawat jalan dan rawat inap, serta keluarga
pasien.
Kegiatan:
1. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
2. Menanyakan hal-hal yang menyangkut Obat yang dikatakan oleh dokter kepada
pasien dengan metode pertanyaan terbuka (open-ended question), misalnya apa yang
dikatakan dokter mengenai Obat, bagaimana cara pemakaian, apa efek yang
diharapkan dari Obat tersebut, dan lain-lain.
39
3. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan Obat
4. Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan Obat untuk
mengoptimalkan tujuan terapi.
40
Gambar 17 Lembar Konseling di Puskesmas Pasundan
41
pemberian Obat.
h. Untuk semua pasien
1) Memberikan keterangan pada catatan pengobatan pasien.
2) Membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian masalah dalam
satu buku yang akan digunakan dalam setiap kunjungan.
Pasien rawat inap yang telah pulang ke rumah ada kemungkinan terputusnya kelanjutan
terapi dan kurangnya kepatuhan penggunaan Obat. Untuk itu, perlu juga dilakukan
pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) agar terwujud komitmen,
keterlibatan, dan kemandirian pasien dalam penggunaan Obat sehingga tercapai
keberhasilan terapi Obat.
Visite tidak dilakukan di Puskesmas Pasundan karena bukan merupakan layanan yang
menangani pasien rawat inap.
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau
tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk
tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
42
Tujuan:
1. Menemukan efek samping Obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak
dikenal dan frekuensinya jarang.
2. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping Obat yang sudah sangat dikenal
atau yang baru saja ditemukan.
Kegiatan:
1. Menganalisis laporan efek samping Obat.
2. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek
samping Obat.
3. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
4. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.
Tujuan:
1. Mendeteksi masalah yang terkait dengan Obat.
2. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait dengan Obat.
Kriteria pasien:
1. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
2. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.
3. Adanya multidiagnosis.
4. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
5. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.
6. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan.
43
Kegiatan:
1. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
2. Membuat catatan awal.
3. Memperkenalkan diri pada pasien.
4. Memberikan penjelasan pada pasien.
5. Mengambil data yang dibutuhkan.
6. Melakukan evaluasi.
7. Memberikan rekomendasi.
Tujuan:
1. Mendapatkan gambaran pola penggunaan Obat pada kasus tertentu.
2. Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan Obat tertentu.
Setiap kegiatan pelayanan farmasi klinik, harus dilaksanakan sesuai standar prosedur
operasional. Standar Prosedur Operasional (SPO) ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
SPO tersebut diletakkan di tempat yang mudah dilihat. Contoh standar prosedur
operasional sebagaimana terlampir.
44
BAB IV
TUGAS KHUSUS
45
16 Tanda tangan / Paraf Dokter √
46
VIII. Analisa Farmakologi
Nama Obat Indikasi Efek Interaksi Kontraindikasi/
Samping perhatian
Natrium • Osteoarthriti • Konstipasi Terdapat • Pasien
diklofenak s • Diare interaksi riwayat
• Nyeri, akut, • Mual mayor antara astma
ringan • Sakit natrium • Alergi
sampai kepala diklofenak NSAID
sedang • UTI dengan • Hipersensiti
• Hipertensi dexamethaso v terhadap
n yaitu
• Sindrom natrium
meningkatka diklofenak
stevens