Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh :
KELOMPOK XI
NAMA NIM
FITRIANI 191302029
IDAR SUTRYANI JAYA 191302165
FAKULTAS KEPERAWATAN
2020
A. Pilar Pendidikan
Pengertian Pilar Pendidikan
Menurut Prof. Herman H. Horn, Pendidikan adalah proses abadi dari penyesuaian
lebih tinggi bagi makhluk yang telah berkembang secara fisik dan mental yang bebas
dan sadar kepada Tuhan seperti termanifestasikan dalam alam sekitar, intelektual,
emosional dan kemauan dari manusia. Sedangkan menurut Prof. Dr. John
Dewey, pendidikan adalah suatu proses pengalaman.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pendidikan diartikan sebagai proses
pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih
tinggi mengenai objek-objek tertentu dan spesifik.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pilar artinya tiang penguat (dari batu,
beton). Selain itu, Pilar juga diartikan sebagai dasar, Induk, dan pokok. Pilar
Pendidikan adalah sebagai dasar atau pokok untuk mencapai pengetahuan dan
pemahaman bagi individusecara fisik dan mental yang bebas dan sadar kepada
Tuhan.
Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa dapat dilakukan melalui
peningkatan mutu pendidikan. Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui lembaga
UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization) yang
bergerak dibidang pendidikan, pengetahuan dan budaya mencanangkan empat pilar
pendidikan sebagai berikut :
1. Learning To Know
Pilar pertama ini memeliki arti bahwa para peserta didik dianjurkan
untuk mencari dan mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya, melalui
pengalaman-pengalaman. Hal ini akan dapat memicu munculnya sikap kritis dan
semangat belajar peserta didik meningkat. Learning to know selalu mengajarkan
tentang arti pentingnya sebuah pengetahuan, karena didalam learning to know
terdapat learning how to learn, artinya peserta didik belajar untuk memahami apa
yang ada di sekitarnya, karena itu adalah proses belajar. Hal ini sesuai pendapat
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004: 128) yaitu belajar adalah suatu
proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Sedangkan menurut Purwanto (2004: 44), belajar merupakan proses dalam diri
individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan
dalam perilakunya. Dari dua pendapat diatas menunjukkan bahwa belajar bukan
saja berasal dari bangku sekolahan saja tetapi belajar dapat terjadi melalui
interaksi dengan lingkungan. Belajar bukan hanya dinilai dari segi hasilnya saja,
melainkan dinilai dari segi proses, bagaimana cara anak tersebut memperoleh
pengetahuan, bukan apa yang diperoleh anak tersebut. Learning to know juga
mengajarkan tentang live long of education atau yang disebut dengan belajar
sepanjang hayat. Arti pendidikan sepanjang hayat (long life education) adalah
bahwa pendidikan tidak berhenti hingga individu menjadi dewasa, tetapi tetap
berlanjut sepanjang hidupnya (Suprijanto, 2008: 4). Hal ini menegaskan bahwa
pendidikan di sekolah merupakan kelanjutan dalam keluarga. Sekolah merupakan
lembaga tempat dimana terjadi proses sosialisasi yang kedua setelah keluarga,
sehingga mempengaruhi pribadi anak dan perkembangan sosialnya. Sekolah
diselenggarakan secara formal. Di sekolah anak akan belajar apa yang ada di
dalam kehidupan, dengan kata lain sekolah harus mencerminkan kehidupan
sekelilingnya. Oleh karena itu, sekolah tidak boleh dipisahkan dari kehidupan dan
kebutuhan masyarakat sesuai dengan perkembangan budayanya.
2. Learning To Do
Pilar kedua menekankan pentingnya interaksi dan bertindak. “di sini para
peserta didik diajak untuk ikut serta dalam memecahkan permasalahan yang ada
di sekitarnya melalui sebuah tindakan nyata”. Belajar untuk menerapkan ilmu
yang didapat, bekerja sama dalam sebuah tim guna untuk memecahkan masalah
dalam berbagai situasi dan kondisi. Learning to do berkaitan dengan
kemampuan hard skill dan soft skill. Soft skill dan hard skill sangat penting dan
dibutuhkan dalam dunia pendidikan, karena sesungguhnya pendidikan
merupakan bagian terpenting dari proses penyiapan SDM (Sumber Daya
Manusia) yang berkualitas, tangguh, dan terampil dan siap untuk mengikuti
tuntutan zaman. Peserta didik sebagai hasil dari produk pendidikan memang
harus dituntut memiliki kemampuan soft skill dan hard skill.
Hard skill merupakan kemampuan yang harus menuntut fisik, artinya hard
skill memfokuskan kepada penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan
keterampilan teknis yang berhubungan dengan kemampuan peserta didik.
Penguasaan kemampuan hard skill dapat dilakukan dengan menerapkan apa yang
dia dapatkan /apa yang telah dipelajarinya di kehidupan sehari-hari, contohnya
anak disekolah belajar tentang arti penting sikap disiplin, maka untuk memahami
dan mengerti tentang disiplin itu, anak harus belajar untuk melakukan sikap
disiplin, baik dirumah, disekolah atau dimanapun. Dengan begitu anak menjadi
tahu dan faham tentang pentingnya sikap disiplin.
Selanjutnya adalah soft skill, artinya keterampilan yang menuntut intelektual. Soft
skill merupakan istilah yang mengacu pada ciri-ciri kepribadian, rahmat sosial,
kemampuan berbahasa dan pengoptimalan derajat seseorang Jadi yang dimaksud
dengan kemampuan soft skill adalah kepribadian dari masing-masing individu.
Soft skill tidak diajarkan tetapi gurulah yang harus mencontohkan, seperti sikap
tanggung jawab, disiplin, dan lain sebagainya. Dengan memberikan contoh
tersebut, anak akan mencoba untuk menirukan apa yang dilihat. Hal itu
merupakan bagian dari menumbuhkan kemampuan soft skill.
3. Learning To Be
Pilar ketiga artinya bahwa pentingnya mendidik dan melatih peserta didik
agar menjadi pribadi yang mandiri dan dapat mewujudkan apa yang peserta didik
impikan dan cita-citakan. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan (soft
skill dan hard skill) merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning
to be). Menjadi diri sendiri dapat diartikan sebagai proses pemahaman terhadap
kebutuhan dan jati diri. Belajar untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma
dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil,
sesungguhnya merupakan proses pencapaian aktualisasi diri. Learning to
be sangat erat kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik, kejiwaan anak
serta kondisi lingkungannya. Misal : bagi siswa yang agresif, akan menemukan
jati dirinya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan sebaliknya
bagi siswa yang pasif, peran guru sebagai fasilitator bertugas sebagai penunjuk
arah sekaligus menjadi mediator bagi peserta didik. Hal ini sangat diperlukan
untuk menumbuh kembangkan potensi diri peserta didik secara utuh dan
maksimal. Selain itu, pendidikan juga harus bermuara pada bagaimana peserta
didik menjadi lebih manusiawi, menjadi manusia yang berperi kemanusiaan.
.
STUDENT CENTER TEACHER CENTER
LEARNING(SCL) LEARNING(TCL)
Berfokus pada Mahasiswa Berfokus pada Dosen
Two Way Traffic One Way Traffic
Dosen sebagai fasilitator dan mitra
Dosen sebagai sumber ilmu utama
pembelajaran
Mahasiswa bertanggung jawab
atas pembelajarannya dan
Mahasiswa diberi kuliah oleh dosen
menciptakan kemitraan antara
mahasiswa dan dosen
C. Kelebihan dan Kekurangan Teacher Center Learning
Kelebihan TCL
1. Sejumlah besar informasi dapat diberikan dalam waktu singkat
2. Informasi dapat diberikan ke sejumlah besar siswa
3. Pengajar mengendalikan sepenuhnya organisasi, bahan ajar, dan irama
pembelajaran
4. Merupakan mimbar utama bagi pengajar dengan kualifikasi pakar
5. Bila kuliah diberikan dengan baik, menimbulkan inspirasi dan stimulasi bagi
siswa
6. Metode assessment cepat dan mudah
Kekurangan TCL
1. Pengajar mengendalikan pengetahuan sepenuhnya, tidak ada partisipasi dari
pembelajar
2. Terjadi komunikasi satu arah, tidak merangsang siswa untuk mengemukakan
pendapatnya
3. Tidak kondusif terjadinya critical thinking
4. Mendorong pembelajaran pasif
5. Suasana tidak optimal untuk pembelajaran secara aktif dan mandiri
D. Kelebihan dan Kekurangan Student Center Learning
Kelebihan SCL
1. Siswa atau peserta didik akan dapat merasakan bahwa pembelajaran menjadi
miliknya sendiri karena mahasiswa diberi kesempatan yang luas untuk
berpartisipasi
2. Siswa memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran
3. Tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajara sehingga akan terjadi
dialog dan diskusi untuk saling belajar-membelajarkan di antara mahasiswa
4. Dapat menambah wawasan pikiran dan pengetahuan bagi dosen atau
pendidik karena sesuatu yang dialami dan disampaikan mahasiswa mungkin
belum diketahui sebelumnya oleh dosen.
5. Mengaktifkan siswa
6. Mendorong siswa menguasai pengetahuan
7. Mengenalkan hubungan antara pengetahuan dan dunia nyata
8. Mendorong pembelajaran secara aktif dan berpikir kritis
9. Mengenalkan berbagai macam gaya belajar
10. Memperhatikan kebutuhan dan latar belakang pembelajar
11. Memberi kesempatan pengembangan berbagai strategi assessment
Kekurangan SCL :
1. Sulit diimplementasikan pada kelas besar
2. Memerlukan waktu lebih banyak
3. Tidak efektif untuk semua jenis kurikulum
4. Tidak cocok untuk mahasiswa yang tidak terbiasa aktif, mandiri, dan
demokratis
c) COOPERATIVE
Cooperative learning merupakan suatu aktivitas pembelajaran dengan penekanan
pada pemberdayaan peserta didik untuk saling belajar melalui pembentukan
kelompok-kelompok sehingga mereka dapat bekerja sama dalam memaksimalkan
proses pembelajaran diri sendiri ataupun peserta didik lainnya secara lebih
efektif. Cooperative learning mempunyai tujuan untuk meningkatkan
kepercayaan diri, memperbaiki kemampuan berfikir secara global, meningkatkan
hubungan antarkelompok, dan meningkatkan gairah belajar. Manfaat yang
diperoleh dalam pembelajaran cooperative learning adalah peningkatan rasa
kepercayaan diri, peningkatan rasa menghargai keberadaan orang lain,
peningkatan rasa untuk saling memberikan dan menerima pengetahuan diantara
peserta, dan peningkatan kesadaran perlunya kemampuan dalam bekerjasama
(Team work).
d) COLLABORATIVE
Collaborative learning pada dasarnya merupakan pembelajaran yang
berdasarkan pengalaman peserta didik sebelumnya (prior knowledge) dan
dilakukan secara berkelompok. Collaborative learning dilakukan dalam
kelompok, seperti halnya pada
pembelajaran kooperatif dan kompetitif, tetapi tidak diarahkan untuk
berkompetisi dan tidak diarahkan hanya pada satu kesepakatan tertentu.
Collaborative learning mempunyai tujuan untuk memperluas perspektif
atau wacana peserta didik, mengelola perbedaan dan konflik karena proses
berpikir divergen, membangun kerjasama, toleransi, belajar menghargai
pendapat orang lain, dan belajar mengemukakan pendapat. Manfaat yang
diperoleh dalam pembelajaran colaborative learning adalah mengembangkan
daya nalar berdasarkan pengetahuan/ pengalaman yang dimiliki
dan sharing pengetahuan/pengalaman dari teman kelompoknya, memupuk
rasa tenggang rasa, empati, simpati dan menghargai pendapat orang lain,
menambah pengetahuan secara kolektif, dan mendapatkan tambahan
pengetahuan untuk dirinya sendiri.
e) ACTIVE
Active learning mengacu pada teknik di mana peserta didik
melakukan lebih banyak aktivitas dan bukan hanya mendengarkan
fasilitator. Peserta didik melakukan beberapa hal termasuk menemukan,
mengolah, dan menerapkan informasi. Active learning bertujuan untuk
mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh peserta
didik, sehingga semua peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang
memuaskan sesuai dengan karakteristika pribadi yang mereka miliki.
Prosedur pelaksanaan active learning adalah :
1) Penentuan kebutuhan untuk pembelajaran dan peserta didik
2) Menyusun hasil pembelajaran (secara umum)
3) Menetapkan tujuan pembelajaran
4) Merancang aktifitas pembelajaran
5) Rangkaian aktifitas pembelajaran
6) Mengawali rencana secara terperinci
7) Meninjau kembali rancangan secara rinci
8) Mengevaluasi hasil keseluruhan.
f) SELF DIRECTED
Self-directed learning (SDL) adalah cara pembelajaran di mana
peserta didik mengambil inisiatif dan tanggung jawab tentang
pembelajaran. Dalam SDL peserta didik sendiri yang menentukan bahan
ajar, mengelola dan menilai proses pembelajaran dan hasilnya. SDL
dapat dilaksanakan kapan saja dan di mana saja, memakai cara
pembelajaran yang bebas dipilih sendiri.
Tujuan dari pembelajaran dengan cara SDL ialah untuk pengembangan
tanggung jawab dan kemandirian peserta didik dalam proses
pembelajaran dan dalam menentukan materi pembelajaran dan
kompetensi yang diharapkan. Bentuk kegiatannya ialah setiap peserta
didik harus mempunyai logbook yang dipakai untuk mengatur
pembelajarannya. Peserta didik mempelajari dan mengetahui berbagai
tugas, hak, kewajiban mereka serta berbagai pengetahuan dasar yang
perlu dimilikinya. Institusi memberi peluang kepada peserta didik untuk
melakukan pengaturan belajar mandiri (self-regulated learning) yang
meliputi: membuat rencana pembelajaran, monitoring setiap kegiatan
belajar dan melakukan evaluasi belajar secara tertulis dalam logbook.
g) RESEARCH BASED
Research-based learning (RBL) adalah merupakan salah satu
metode (SCL) yang mengintegrasikan penelitian di dalam proses
pembelajaran. RBL memberi peluang/kesempatan kepada peserta didik
untuk mencari informasi, menyusun hipotesis, mengumpulkan data,
menganalisis data, dan membuat kesimpulan atas data yang sudah
tersusun; dalam aktivitas ini berlaku pembelajaran dengan pendekatan
“learning by doing”. (Jones, Rasmussen, & Moffitt, 1997; Thomas,
Mergendoller, & Michaelson,1999, Thomas, 2000). RBL bertujuan
untuk menciptakan proses pembelajaran yang mengarah pada aktivitas
analisis, sintesis, dan evaluasi serta meningkatkan kemampuan peserta
didik dan dosen dalam hal asimilasi dan aplikasi pengetahuan.
h) CASE BASED
Case-based learning (CBL) adalah pembelajaran berbasis kasus.
Peserta didik disediakan kasus yang merupakan simulasi bagi mereka
untuk melatih diri sebagai profesional yang sesungguhnya. CBL
bertujuan untuk melatih mahasiswa belajar secara kontekstual,
mengintegrasikan prior knowledge dengan permasalahan yang ada di
dalam kasus dalam rangka belajar untuk mengambil keputusan secara
professional, dan mengenalkan tatacara pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan yang tepat atau rasional (evidence-based).
i) PROBLEM BASED LEARNING DENGAN METODE SEVEN JUMPS
Problem-Based Learning (PBL) adalah suatu metoda pembelajaran
di mana peserta didik sejak awal dihadapkan pada suatu masalah,
kemudian diikuti oleh proses pencarian informasi yang bersifat student-
centered. PBL bertujuan mengembangkan knowledge (materi dasar dan
komunitas selalu dalam konteks), skills – hard-soft-life skills ( berpikir
secara ilmiah), critical appraisal (terampil dalam mencari informasi,
terampil dalam belajar secara aktif & mandiri, dan belajar sepanjang
hayat), attitudes(nilai kerjasama, etika, ketrampilan antarpersonal,
menghargai nilai psikososial). PBL bermanfaat untuk peserta didik
memiliki kecakapan dan sikap yang positif, antara lain: kerjasama dalam
kelompok, kerjasama
antarpeserta didik di luar diskusi kelompok, memimpin kelompok,
mendengarkan pendapat kawan, mencatat hal-hal yang didiskusikan,
menghargai pendapat/pandangan kawan, bersikap kritis terhadap
literatur, belajar secara mandiri, mampu menggunakan sumber belajar
secara efektif, dan ketrampilan presentasi. Secara keseluruhan,
kecakapan dan sikap tadi merupakan modal utama dalam
pembentukan lifelong learner.
DAFTAR PUSTAKA
Priyatmojo, Achmadi dkk. 2010. Buku Panduan Pelaksanaan Student Centered
Learning(Scl) Dan Student Teacher Aesthethic Role-Sharing (Star).
Kasinyo Hartato dan Abduramansyah. 2009. Metodologi Pembelajaran Berbasis Active
Learni. Palembang:Grafika Telindo.
Sudjana, D. 2005. Metoda dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung:Falah
Production.
http://amdayhary.blogspot.com/2014/04/model-pembelajaran-teacher-center-dan.html
https://www.silabus.web.id/pengertian-empat-pilar-pendidikan/
http://erinutami.blogspot.com/2014/11/pilar-pilar-pendidikan.html