Laporan Apendisitis (Risma Dwi Lestari)
Laporan Apendisitis (Risma Dwi Lestari)
APENDISITIS
OLEH :
RISMA DWI LESTARI
P07120317065
2. Penyebab/Faktor Predisposisi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada
factor prediposisi yaitu:
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini
terjadi karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2) Adanya faekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid
pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendik yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks. (Nuzulul, 2009)
3. Klasifikasi
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks.
Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya
akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi
tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan
intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin
tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding
apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus /
nanah pada dinding apendiks.Selain obstruksi, apendisitis juga dapat
disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian
menyebar secara hematogen ke apendiks.
4. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan
ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih
pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .
Pathway
5. Manifestasi Klinik
a. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan,
mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
b. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
c. Nyeri tekan lepas dijumpai.
d. Terdapat konstipasi atau diare.
e. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
f. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
g. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau
ureter.
h. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
i. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
j. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen
terjadi akibat ileus paralitik.
k. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Nama pemeriksaan Tanda dan gejala
Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan
pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada
sisi kanan.
Psoas sign atau Obraztsova’s Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif
jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif
jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut
pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau
sekitar pusat, kemudian berpindah ke kuadran
kanan bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign Nyeri yang semakin bertambah pada perut
kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan
pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-
Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-
tiba
6. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis.
Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor
penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi
kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit,
dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis
10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi
pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR
komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak
memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan
belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan
pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi
diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba
massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-
mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung
pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi
oleh omentum
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang
timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak
toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan
timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai
timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan leukositosis.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu
komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah
terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis
serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan
bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks,
sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang
dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi
serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka
sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan
mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas
yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
c. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
d. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa
peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
e. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa
adanya kemungkinan kehamilan.
f. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan
Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk
kemungkinan karsinoma colon.
g. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti
Apendisitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis
dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis
meliputi penanggulangan konservatif dan operasi.
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang
tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita
Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan
elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks
(appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik
dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks
dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
c. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen.
Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila
diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam
fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan
intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan
besar infeksi intra-abdomen.
Pengkajian Sekunder
a. Kaji nyeri
Perhatikan sifat, progrsivitas dan lokasi nyeri. Biasanya, nyeri yang
berlahan-lahan karakteristik untuk peradangan. Nyeri pada apendisitis
adalah termasuk nyeri primer atau nyeri viseral dimana nyeri yang berasal
dari organ itu sendiri artinya dapat terlokalisir. Nyerinya seperti kram dan
gas, nyeri ini makin intens kemudian berkurang.
b. Kaji adanya vomitus, anoreksia, nausea.
c. Kaji adanya diare, karena biasanya diare menyertai apendisitis.
d. Kaji adanya demam (pada pasien peradangan intra abdomen).
e. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
a) Tidak ditemukan gambaran spesifik.
b) KembungKembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
c) PenonjolanPenonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa
atau abses periapendikuler.
d) TampakTampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan.
2. Palpasi
a) Nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri
tekan lepas.
b) Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietale.
3. Perkusi
a) Pekak hati menghilang jika terjadi perforasi usus.
4. Auskultasi
a) Biasanya normal
b) Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforata.
5. Rectal Toucher
a) Tonus musculus sfingter ani baik
b) Ampula kolaps
c) Nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12
d) Terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).
6. Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi
panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha
kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menepel di m. poas
mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.
7. Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak
dengan m. obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil.
Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang
akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji
psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan
untuk mengetahui letak apendiks.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi
jaringan intestinal oleh inflamasi)
2) Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan
penurunan peritaltik.
3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4) Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
b. Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post
operasi appenditomi).
2) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post
pembedahan).
3) Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d kurang informasi.
3. Rencana Keperawatan
PRE OPERASI
DIAGNOSA
N
KEPERAWA NOC NIC RASIONAL
O
TAN
1. Kekurangan Setelah dilakukan - Monitor tanda- - Tanda yang
volume cairan asuhan keperawatan tanda vital membantu
berhubungan diharapkan mengidentifikasika
dengan mual keseimbangan cairan n fluktuasi volume
muntah. dapat dipertahankan intravaskuler.
dengan kriteria hasil: - Kaji membrane - Indicator
- kelembaban mukosa, kaji tugor keadekuatan
membrane mukosa kulit dan pengisian sirkulasi perifer dan
turgor kulit baik kapiler. hidrasi seluler.
- Haluaran urin
adekuat: 1 cc/kg - Awasi masukan - Penurunan haluaran
BB/jam dan haluaran, catat urin pekat dengan
- Tanda-tanda vital warna peningkatan berat
dalam batas urine/konsentrasi, jenis diduga
normal : TD berat jenis. dehidrasi/kebutuha
(systole 110- n peningkatan
130mmHg, cairan.
diastole 70-
90mmHg), HR(60- - Auskultasi bising - Indicator
100x/menit), RR usus, catat kembalinya
(16-24x/menit), kelancaran flatus, peristaltic, kesiapan
suhu (36,5-37,50C) gerakan usus. untuk pemasukan
per oral.
- Selang NG
- Pertahankan
biasanya
penghisapan
dimasukkan pada
gaster/usus.
praoperasi dan
dipertahankan pada
fase segera
pascaoperasi untuk
dekompresi usus,
meningkatkan
istirahat usus,
mencegah mentah.
- Kolaborasi
pemberiancairan - Peritoneum
IV dan elektrolit bereaksi terhadap
iritasi/infeksi
dengan
menghasilkan
sejumlah besar
cairan yang dapat
menurunkan
volume sirkulasi
darah,
mengakibatkan
hipovolemia.
Dehidrasi dapat
terjadi
ketidakseimbangan
elektrolit
DIAGNOSA
N
KEPERAWA NOC NIC RASIONAL
O
TAN
1. Nyeri Setelah dilakukan - Kaji skala nyeri -Berguna dalam
berhubungan asuhan keperawatan, lokasi, pengawasan dan
dengan agen diharapkan nyeri karakteristik dan keefesien obat,
injuri fisik berkurang dengan laporkan kemajuan
(luka insisi kriteria hasil: perubahan nyeri penyembuhan,peruba
post operasi - Melaporkan nyeri dengan tepat. han dan karakteristik
appenditomi). berkurang nyeri.
- Klien tampak - Monitor tanda- -Deteksi dini terhadap
rileks tanda vital perkembangan
- Dapat tidur dengan kesehatan pasien.
tepat - Pertahankan -Menghilangkan
- Tanda-tanda vital istirahat dengan tegangan abdomen
dalam batas posisi semi powler. yang bertambah
normal : TD dengan posisi
(systole 110- terlentang.
130mmHg, - Dorong ambulasi -Meningkatkan
diastole 70- dini. kormolisasi fungsi
90mmHg), HR(60- organ.
100x/menit), RR - Berikan aktivitas -Meningkatkan
(16-24x/menit), hiburan. relaksasi.
suhu (36,5-37,50C) - Kolaborasi tim -Menghilangkan nyeri.
dokter dalam
pemberian
analgetika.
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan - Kaji adanya tanda- -Dugaan adanya infeksi
berhubungan asuhan keperawatan tanda infeksi pada
dengan diharapkan infeksi area insisi
tindakan dapat diatasi dengan -Dugaan adanya
invasif (insisi kriteria hasil: - Monitor tanda- infeksi/terjadinya
post - Klien bebas dari tanda vital. sepsis, abses,
pembedahan). tanda-tanda infeksi Perhatikan demam, peritonitis
- Menunjukkan menggigil,
kemampuan untuk berkeringat,
mencegah perubahan mental -Mencegah transmisi
timbulnya infeksi - Lakukan teknik penyakit virus ke
- Nilai leukosit (4,5- isolasi untuk orang lain.
11ribu/ul) infeksi enterik,
termasuk cuci
tangan efektif. -Mencegah meluas dan
- Pertahankan teknik membatasi
aseptik ketat pada penyebaran
perawatan luka organisme infektif /
insisi / terbuka, kontaminasi silang.
bersihkan dengan
betadine. -Menurunkan resiko
- Awasi / batasi terpajan.
pengunjung dan
siap kebutuhan. -Terapi ditunjukkan
- Kolaborasi tim pada bakteri anaerob
medis dalam dan hasil aerob gra
pemberian negatif.
antibiotik
3. Defisit self Setelah dilakukan - Mandikan pasien -Agar badan menjadi
care asuhan keperawatan setiap hari sampai segar, melancarkan
berhubungan diharapkan kebersihan klien mampu peredaran darah dan
dengan nyeri. klien dapat melaksanakan meningkatkan
dipertahankan dengan sendiri serta cuci kesehatan.
kriteria hasil: rambut dan potong
- klien bebas dari kuku klien.
bau badan - Ganti pakaian yang -Untuk melindungi klien
- klien tampak kotor dengan yang dari kuman dan
bersih bersih. meningkatkan rasa
- ADLs klien dapat nyaman
mandiri atau - Berikan -Agar klien dan keluarga
dengan bantuan Hynege Edukasipa dapat termotivasi
da klien dan untuk menjaga
keluarganya personal hygiene.
tentang pentingnya
kebersihan diri. -Agar klien merasa
- Berikan pujian tersanjung dan lebih
pada klien tentang kooperatif dalam
kebersihannya. kebersihan
-Agar keterampilan
- Bimbing keluarga dapat diterapkan
klien
memandikan / -Klien merasa nyaman
menyeka pasien dengan tenun yang
- Bersihkan dan atur bersih serta
posisi serta tempat mencegah terjadinya
tidur klien. infeksi.
4. Kurang Setelah dilakukan - Kaji ulang -Memberikan informasi
pengetahuan asuhan keperawatan pembatasan pada pasien untuk
tentang kondisi diharapkan aktivitas merencanakan
prognosis dan pengetahuan pascaoperasi kembali rutinitas
kebutuhan bertambah dengan biasa tanpa
pengobatan b.d kriteria hasil: menimbulkan
kurang - menyatakan masalah.
informasi. pemahaman proses -Membantu kembali ke
penyakit dan - Anjuran fungsi usus semula
pengobatan menggunakan mencegah ngejan
- berpartisipasi laksatif/pelembek saat defekasi
dalam program feses ringan bila
pengobatan perlu dan hindari
enema -Pemahaman
- Diskusikan meningkatkan kerja
perawatan insisi, sama dengan terapi,
termasuk meningkatkan
mengamati penyembuhan
balutan,
pembatasan mandi,
dan kembali ke
dokter untuk
mengangkat
jahitan/pengikat -Upaya intervensi
- Identifikasi gejala menurunkan resiko
yang memerlukan komplikasi
evaluasi medic, lambatnya
contoh penyembuhan
peningkatan nyeri peritonitis.
edema/eritema
luka, adanya
drainase, demam
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart. Edisi 8. Volume
2. Jakarta, EGC
Scenario Kasus apendisitis
Ny. IM umur 39 tahun datang ke UGD RSUD Kota Mataram pada tanggal 7 April 2020 pukul 16.45
WITA diantar oleh keluarganya dengan keluhan nyeri pada perut kanan bawah sejak 3 hari yang lalu.
Sekitar 6 jam sebelumnya, nyeri dirasakan di ulu hati. Nyeri bersifat terus-menerus semakin lama
semakin kuat dan tidak tertahankan dan seperti ditusuk-tusuk serta dirasakan pada seluruh bagian perut.
Nyeri di rasakan semakin sakit apabila ia bergerak. Pasien merasakan mual dan muntah 3x sejak tadi
pagi hingga saat ini berisi air dan bercampur makanan. Pasien BAB 1x sehari dan BAK 5-6 kali sehari
berwarna kuning jernih dan berbau khas. Saat dilakukan pengakajian pasien tampak meringis
kesakitan, pasien tampak tegang dan bertanya-tanya tentang tindakan selanjutnya.
PemeriksaanFisik:
Keadaan umum : lemah
Tingkat kesadaran : Composmentis
GCS :15 (E4V5M6)
Suhu : 37,20C
Denyut jantung : 97x/menit
Irama : regular
Suara jantung : normal (lupdup)
Tekanan darah :110/70 mmHg
Pupil : isokor
Mukosa bibir : kering
CRT: <2 detik
RR: 18x/menit
Suara napas: vesikuler
Nurtisi dan metabolisme: pasien mengatakan mual dan muntah 3x sejak tadi pagi hingga saat ini (di
UGD) dengan konsistensi cair dan bercampur makanan.
Pemeriksaan abdomen:
Pengkajian nyeri :
Umur : 39 Tahun
Riwayat Keperawatan
PENGKAJIAN PIMER
General Assessment : Pediatric Assesment Triangle
Appearance Mental status : Compos mentis
Muscle tone : Sedang
General observation
1. Keadaan umum pasien : lemah , catat posisi & postur tubuh: pasien tampak nyaman dengan
posisi terlentang dengan kepala ditinggikan 150
2. Pasien tampak menjaga/aktifitas yang melindungi diri : pasien tampak menjaga aktivitasnya
supaya tidak menambah atau memperberat rasa sakitnya.
3. Masalah yang tampak terlihat : nyeri akut dan resiko kurang volume cairan
4. Tingkat stress secara umum : pasien masih tampak dapat mengontrol dirinya dan tampak
beristighfar.
5. Perilaku pasien : pasien tampak masih kooperatif
6. Pasien dapat melakukan ambulasi : pasien masih dapat melakukan ambulasi secara mandiri di
tempat tidur namun dengan cara pelan-pelan.
7. Pasien dapat melakukan komunikasi verbal : pasien dapat berkomunikasi dengan jelas dan
konsisten
8. Pasien tampak bau khas : pasien tak memiliki bau khas
9. Tanda luka baru ataupun lama akibat injury: tidak tampak adanya luka injuri.
S: skala 7 (0-10)
Masalah Keperawatan: Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal
oleh inflamasi)
INTEGUMEN
Luka Bakar : Tidak ada
Masalah Kep : -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis Pemeriksaan
Jam Hasil
Lab/Foto/ECG/lain lain
16.50 WITA Psoas sign Positif (+)
Pemberian Terapi
PERAWATAN INTENSIF
P: Intervensi di lanjutakan
di ruang rawat inap.
17.10 WITA Masalah Kep : Tujuan : keseimbangan cairan 1. Memonitor tanda-tanda vital S:
dapat dipertahankan
Resiko kekurangan volume cairan - Pasien mengatakan
2. Mengkaji membrane mukosa,
masih merasa mual..
kaji tugor kulit dan pengisian
kapiler. O:
- Mukosa bibir
Kriteria Hasil :
DATA : (Subyektif & Obyektif) - kelembaban membrane 3. Mengawasi masukan dan tampak kering
mukosa haluaran, catat warna - Pemasukan cairan
DS: Pasien mengatakan merasa
turgor kulit baik urine/konsentrasi. 550 cc dan
mual dan muntah 3x sejak tadi pagi
- Haluaran urin adekuat: 1 pengeluaran 700 cc,
hingga saat ini berisi air dan 4. Mengauskultasi bising usus.
cc/kg BB/jam warna urine kuning
bercampur makanan.
- Tanda-tanda vital dalam jernih dengan bau
DO: batas normal : TD (systole
5. Memberikan IV line. khas.
110-130mmHg, diastole 70-
- Pasien tampak lemah. 90mmHg), HR(60- - TTV:
T: 36,90C
P: Intervensi dilanjutkan di
ruang rawat inap.
- -