CHARACTER BUILDING
FAKULTAS HUKUM
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan Makalah “ Pemulung dan Anak
Jalanan serta Kemiskinan di Indonesia ” ini dengan baik dan tepat waktu. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Kata Pengantar
Bab III.Pembahasan
Bab IV.Penutup
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
Pada tahun 2014 jumlah anak jalanan di Indonesia sekitar 8.000 orang,
pada tahun 2015 jumlah mereka mencapai lebih dari 12.000 jiwa. Dan pada
tahun 2016, ketika pertama kali dilakukan pendataan secara nasional, ditemukan
ada sekitar 240.000 anak jalanan di 12 kota besar di Indonesia. Angka yang
fantastik jika sekarang pada tahun 2017 ini angka tersebut mengalami kenaikan
lagi. Padahal, Pemprov DKI menjadikan penekanan jumlah anak jalanan
sebagai salah satu agenda kerja prioritas tahun lalu. Oleh karena itu, sebagai
sesama manusia sudah selayaknyalah kita membuat suatu kontribusi yang dapat
membantu anak-anak kurang beruntung tersebut dengan cara apapun yang dapat
kita usahakan sebagai suatu penghormatan terhadap sesama manusia ciptaan-
Nya.
Di ibukota Jakarta pun bahkan sampai ada perda yang mengatur tentang
pemberian uang di jalanan kepada anak-anak jalanan yaitu Perda No 8 tahun
2007 tentang Ketertiban Umum yang dalam pelaksanaannya masih belum
sesuai dengan harapan, bahkan hingga saat ini masih banyak pro dan kontra.
“Namun akan kita usahakan agar semuanya tepat sasaran. Tujuannya
melindungi anak-anak tersebut dan juga pengendaranya,” jelas Supeno, Kepala
Biro Kesejahteraan Sosial DKI Jakarta. Hal ini senada dengan apa yang
diungkapkan oleh Ketua Satgas PA Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI), Muhammad Ichsan mengatakan, harus ada solusi konkret dari
pemerintah terkait pengentasan anak-anak jalanan dengan cara menempatkan
petugas Satpol PP, dan memonitor masyarakat yang memberikan uang kepada
anak-anak di jalanan. “Satpol PP harus memberikan sanksi kepada yang
memberikan uang kepada mereka. Karena uang yang diberikan itu yang
membuat mereka bertahan di jalanan. Kalau mau memberikan jangan di
jalanan,” tegasnya seperti dilansir situs berita Jakarta.
I.2 Rumusan Masalah
4. Mencari tahu solusi yang tepat untuk menangani problem anak jalanan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orang tuanya (children of the
street). Mereka tinggal 24 jam di jalanan dan menggunakan semua fasilitas
jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan dengan keluarga sudah terputus.
Kelompok anak ini disebabkan oleh faktor sosial psikologis keluarga, mereka
mengalami kekerasan, penolakan, penyiksaan dan perceraian orang tua.
Umumnya mereka tidak mau kembali ke rumah, kehidupan jalanan dan
solidaritas sesama temannya telah menjadi ikatan mereka.
2. Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua. Mereka adalah
anak yang bekerja di jalanan (children on the street). Mereka seringkali
diindentikan sebagai pekerja migran kota yang pulang tidak teratur kepada
orang tuanya di kampung. Pada umumnya mereka bekerja dari pagi hingg sore
hari seperti menyemir sepatu, pengasong, pengamen, tukang ojek payung, dan
kuli panggul. Tempat tinggal mereka di lingkungan kumuh bersama dengan
saudara atau teman-teman senasibnya.
Secara garis besar terdapat dua kelompok anak jalanan, yaitu : 1). Kelompok
anak jalanan yang bekerja dan hidup di jalan. Anak yang hidup di jalan
melakukan semua aktivitas dijalan, tidur dan menggelandang secara
berkelompok. 2). Kelompok anak jalanan yang bekerja di jalanan (masih pulang
ke rumah orang tua).
II.3 Faktor-faktor yang Menyebabkan Adanya Anak Jalanan
Menurut Saparinah Sadli (1984:126) bahwa ada berbagai faktor yang saling
berkaitan dan berpengaruh terhadap timbulnya masalah gelandangan, antara
lain: faktor kemiskinan (struktural dan pribadi), faktor keterbatasan kesempatan
kerja (faktor intern dan ekstern), faktor yang berhubungan dengan urbanisasi
dan masih ditambah lagi dengan faktor pribadi seperti tidak biasa disiplin, biasa
hidup sesuai dengan keinginannya sendiri dan berbagai faktor lainnya.
Menurut Nugroho ada tiga pendekatan untuk mengatasi masalah anak jalanan,
yaitu:
Selain itu ada cara lain yang mampu mengatasi masalah anak jalanan, yaitu
sebagai berikut:
Sering kita melihat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) merazia
Anak-anak Jalanan dan Gelandangan untuk dibawa ke Dinas Sosial dengan
alasan dan dalih untuk ‘Di Bina dan Dididik’ secara baik sehingga mereka tidak
kembali ke jalan lagi. Namun yang terjadi di balik dalih pembinaan sosial
tersebut justru adanya tindak kekerasan, pelecehan dan pelanggaran hak-hak
anak yang dialami oleh anak-anak jalanan. Kejadian tersebut jarang terungkap
ke masyarakat karena anak-anak jalanan selaku korban tidak banyak yang
melakukan perlawanan apalagi hingga melapor ke pihak yang berwajib karena
mereka takut hal itu justru akan menjadi bumerang bagi mereka sendiri. Pada
saat kita pergi kita sering melihat banyak pengemis, pengamen, dan lain-lain.
Dari sisi latar belakang kehidupan keluarga yang sangat tidak nyaman
untuk tumbuh dan berkembang secara wajar, sesungguhnya tak ada tempat
untuk menyia-nyiakan anak-anak miskin yang terlunta-lunta hidup di jalanan.
Kehadiran mereka justru perlu diberdayakan dengan sentuhan lembut penuh
kemanusiawian. Namun, berkembangnya sikap latah dan kemaruk ingin
menjadi kaum borjuis dan bergaya hidup feodal secara instan agaknya telah
membakar dan menghanguskan nilai-nilai kemanusiawian itu. Alih-alih
menyantuni, gaya hidup borjuasi dan feodalistik itu, disadari atau tidak, justru
telah memosisikan anak-anak jalanan makin kehilangan kesejatian dirinya.
Kata-kata kasar dan perlakuan tak senonoh sudah menjadi hiasan hidup dalam
keseharian anak-anak jalanan. Orang-orang kaya yang seharusnya bisa
memberdayakan dan menggerakkan semangat hidup mereka justru makin
tenggelam dalam sikap hipokrit, pongah, dan kehilangan kepekaan terhadap
nasib sesama.
Kini, ketika momentum HAN itu tiba, tak jugakah kita tergerak untuk
menjadikan anak-anak jalanan sebagai generasi masa depan yang punya hak
untuk hidup secara layak di bumi yang konon “gemah ripah loh jinawi” ini?
Sudah tak ada ruangkah bagi mereka untuk bersemayam di dalam rongga hati
kita hingga akhirnya mereka benar-benar harus kehilangan masa depan?
Anak jalanan atau biasa disingkat anjal adalah potret kehidupan anak-
anak yang kesehariannya sudah akrab di jalanan. Dan mungkin kita sudah tidak
asing tentang sosok ini, karena disetiap penjuru kota, kita dapat dengan mudah
menemukan mereka. Lalu apa sebenarnya yang terjadi dengan anak-anak ini?
Mereka yang tergolong kecil dan masih dalam tanggung jawab orang tuanya
harus berjuang meneruskan hidup sebagai anak jalanan dan terkadang mereka
menjadi sasaran tindak kekerasan dari orang-orang yang tidak bertanggung
jawab. Tapi ada juga sebagian orang tua yang dengan alasan untuk membantu
ekonomi keluarga, menganjurkan agar anak-anaknya untuk menghabiskan masa
kecilnya sebagai anak jalanan. Banyak faktor mengapa mereka menjadi anak
jalanan, disamping masalah ekonomi keluarga salah satunya adalah kurangnya
pendidikan. Usia mereka yang relatif masih kecil dan muda seharusnya masih
dalam tahap belajar dan merasakan sebuah pendidikan, tetapi mungkin karena
dengan alasan tertentu, mereka malah asyik menikmati hidup sebagai anak
jalanan dan tidak mementingkan sebuah pendidikan.
Bila kita melihat orang jalanan atau pengamen yang selalu yang ada di
benak kita adalah anak yang kotor, kumuh, dan nakal. Memang semua itu benar,
tapi ada suatu hal yang lebih berharga di balik semua itu. Anak jalanan atau
pengamen mempunyai suatu keistimewaan yang tidak kita miliki. Apa
keistimewaannya? Setiap hari mereka mampu melawan kekejaman kehidupan
hanya untuk satu tujuan yaitu mencari uang untuk hidup sehari. Walaupun yang
didapat sedikit namun mereka tetap bersyukur dan tak mengenal kata “putus
asa” untuk kembali berjuang pada hari-hari selanjutnya. Namun bagaimana
dengan kita? Belum tentu kita sehebat itu. Oleh karena itu, hargailah mereka
karena sesungguhnya kita tidak tahu bagaimanakah kehidupan mereka
sesungguhnyaa itu
BAB III
PENUTUP
Permasalahan anak putus sekolah (anak jalanan) akan semakin rumit jika
dibiarkan saja. Semakin hari angka tersebut akan semakin tinggi, jika tidak
dilakukan upaya tegas dari pemerintah. Banyaknya anak putus sekolah dan
beralih menjadi anak jalanan sebab yang mendasar adalah masalah ekonomi
keluarga. Disini peran pemerintah sangat diperlukan, untuk menanggulanginya
pemerintah dapat menciptakan lapangan kerja, program kredit usaha rakyat atau
koperasi, memberikan keterampilan dan modal usaha agar para orang tua
bekerja dan mampu menyekolahkan anak mereka. Dan yang terpenting adalah
sosialisasi atau kampanye tentang arti penting pendidikan. Memberikan
pemahaman tentang arti penting dari generasi sekarang untuk masa depan
bangsa ini.
III.1 Kesimpulan
Orang tua seharusnya mendidik anak nya dan memantau nya bukan hanya
sibuk mencari nafkah sehingga lupa dengan anaknya
Pemerintah jangan pura-pura buta soal anak jalanan, sebenarnya ini salah
pemerintah yang menaikan harga makanan, biaya sekolah, dll sehingga anak
jalan tidak sanggup untuk melanjutkan sekolahnya lagi
DAFTAR PUSTAKA