OLEH
(1914401182)
TA 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunianya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam menyusun makalah ini
mungkin ada sedikit hambatan, namun berkat bantuan dan dukungan teman teman serta
bimbingan dari dosen. Sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Dengan terselesainya makalah ini, saya menyadari akan dukungan dan dorongan dari
berbagai pihak, yang menginginkan makalah ini dapat selesai dengan baik dan tepat
waktu.Namun apabila ada kesalahan dan kekurangan saya mohon maaf. saya juga mohon kritik
dan saran yang membangun.
Akhirnya, saya ucapkan terima kasih dan saya berharap agar makalah ini bermanfaat.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang…………………………………………………………………………1
B. Rumusan masalah……………………………………………………………………...2
C. Tujuan………………………………………………………………………………….2
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kesehatan reproduksi merupakan hal yang sangat penting dan sangat marak dibicarakan akhir-
akhir ini, begitu banyaknya fernomena yang terjadi karena kurangnya perhatian terhadap peningkatan
mutu kesehatan reproduksi wanita di Indonesia dan meningkatnya kekerasan terhadap kaum wanita
pemerkosaan, kehamilan yang tidak diinginkan yang mengakibatkan rentetan masalah yang
berkepanjangan umumnya dikalangan wanita khususnya remaja
Fakta mengungkapkan betapa kurangnya perhatian masyarakat terhadap kesehatan reproduksi
mengakibatkan dampak yang begitu fatal, hal ini terlihat dari Angka Kematian Ibu di Indonesia dimana
setiap 100.000 kelahiran 307 ibu meninggal dunia. Sebagai perbandingan di Singapura AKI (Angka
Kematian Ibu) 6/100.000 kelahiran, Malaysia 39/100.000 kelahiran, Thailand 44/100.000 kelahiran,
Vietnam 160/100.000 kelahiran Filipina 170/100.000. Data ini menjelaskan betapa rendahnya kesehatan
reproduksi perempuan di Indonesia. Kesehatan reproduksi yang rendah ini berkaitan erat dengan hak-hak
reproduksi perempuan yang masih timpang.Oleh karena itu perlu adanya pengakajiantentang kesehatan
reproduksi dan dampak dari masalah kesehatan reproduksi dan bagaimana menanggulangi serta
mencegah masalah-masalah yang seharusnya tak terjadi, demi terwujudnya masyrakat yang sehat dan
berkualitas.
Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Sebagai
Pendapat Malthus yang dikutip oleh Manuaba (1998) mengemukakan bahwa pertumbuhan dan
kemampuan mengembangkan sumber daya alam laksana deret hitung, ssedangkan pertumbuhan dan
perkembangan manusia laksana deret ukur, sehingga pada suatu titik sumber daya alam tidak
mampu menampung pertumbuhan manusia telah menjadi kenyataan. Berdasarkan pendapat di atas,
diharapkan setiap keluarga memperhatikan dan merencanakan jumlah keluarga yang didingikan berkenaa
dengan hal tersebut. paradigma baru KB Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan NKKBS
menjadi “Keluarga berkualitas 2015” untuk mewuj udkan keluarga yang berkualitas adalah
keluarga sejahtera, sehat, maju, mandiri, dan memiliki jumlah anak yang cukup.
Program KB ini dirintis sejak tahun 1951 dan terus berkembang, sehingga pada tahun
1970 terbentuk Badan koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Program ini
salah satu tujuannya adalah penjarangan kehamilan mengunakan metode kontrasepsi dan
menciptakan kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat melalui usaha-usaha perencanaan
dan pengendalian penduduk. Saat Program Keluarga Berencana (KB) mulai dicanangkan pada tahun
1970-an oleh presiden Soeharto. Sebagian masyarakat banyak menentang kebijakan pemerintah atau
presiden di kala itu, karena di benak masyarakat masih ada mitos yang menyatakan bahwa banyak anak
banyak rejeki. Padahal apabila dikaitkan dengan kondisi saat ini, maka banyak anak banyak masalah. Itu
adalah pandangan masyarakat pada waktu itu, namun dari sudut pandang agama islam sendiri banyak
pendapat mengenai program keluarga berencana ini.
Sejak terlaksananya program KB ini, banyak pandangan dari masyarakat. Ada yang mendukung,
namun ada pula yang tidak mendukung terlaksananya program Keluarga berencana. Para agamawan pun
mempunyai berbagai pandangan tentang program KB. Pro dan kontra inilah yang akan dibahas dalam
makalah ini.
B. Rumusan masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah bagaimana pandangan islam terhadap penggunaan alat
kontrasepsi dalam program kb dan kesehatan reproduksi
C. Tujuan
Untuk mendeskripsikan pandamgan islam terhadap penggunaan alat kontrasepsi dalam program
keluarga berencana dan kesehatan reproduksi
BAB II
PEMBAHASAN
a. Sunat perempuan dilakukan terhadap anak perempuan yang tidak bisa memberikan informed
consent.
b. Ada kebiasaan di lingkungan budaya tertentu, di mana sunat perempuan mengarah kepada
genital mutilation, dan bisa berdampak negatif pada kesehatan perempuan
2. Masalah kesehatan reproduksi remaja (kemungkinan besar dimulai sejak masa kanak-kanak yang
seringkali muncul dalam bentuk kehamilan remaja, kekerasan/pelecehan seksual dan tindakan
seksual yang tidak aman);
a. Mortalitas dan morbiditas ibu dan anak (sebagai kesatuan) selama kehamilan, persalian dan masa
nifas, yang diikuti dengan malnutrisi, anemia, berat bayi lahir rendah;
Tidak terpenuhinya kebutuhan ber-KB, biasanya terkait dengan isu aborsi yang tidak aman
b. Infeksi saluran reproduksi, yang berkaitan dengan penyakit menular seksual
c. Kemandulan, yang berkaitan erat dengan infeksi saluran reproduksi dan penyakit menular
seksual;.Sindrom pre dan post menopause dan peningkatan resiko kanker organ
reproduksi;Kekurangan hormon yang menyebabkan osteoporosis dan masalah ketuaan lainnya.
d. Masalah kesehatan reproduksi mencakup area yang jauh lebih luas, dimana masalah tersebut
dapat kita kelompokkan sebagai berikut:
Kesehatan reproduksi
1. Kesehatan, morbiditas (gangguan kesehatan) dan kematian perempuan yang berkaitan
denga kehamilan. Termasuk didalamnya juga maslah gizi dan anemia dikalangan
perempuan, penyebab serta komplikasi dari kehamilan, masalah kemandulan dan
ketidaksuburan; Peranan atau kendali sosial budaya terhadap masalah reproduksi.
Maksudnya bagaimana pandan gan masyarakat terhadap kesuburan dan kemandulan,
nilai anak dan keluarga, sikap masyarakat terhadap perempuan hamil;
2. Intervensi pemerintah dan negara terhadap masalah reproduksi. Misalnya program KB,
undang-undang yang berkaitan dengan masalah genetik, dan lain sebagainya.
3. Tersedianya pelayanan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana, serta
terjangkaunya secara ekonomi oleh kelompok perempuan dan anak-anak;
4. Kesehatan bayi dan anak-anak terutama bayi dibawah umur lima tahun;
5. Dampak pembangunan ekonomi, industrialisasi dan perubahan lingkungan terhadap
kesehatan reproduksi.
Masalah gender dan seksualitas
1. Pengaturan negara terhadap masalah seksualitas. Maksudnya adalah peraturan dan
kebijakan negara mengenai pornografi, pelacuran dan pendidikan seksualitas;
2. Pengendalian sosio -budaya terhadap masalah seksualitas, bagaimana norma-norma.
3. sosial yang berlaku tentang perilaku seks, homoseks, poligami, dan perceraian;
4. Seksualitas dikalangan remaja;
5. Status dan peran perempuan;
6. Perlindungan terhadap perempuan pekerja.
Masalah kekerasan dan perkosaan terhadap perempuan
1. Kencenderungan penggunaan kekerasan secara sengaja kepada perempuan, perkosaan,
serta dampaknya terhadap korban;
2. Norma sosial mengenai kekerasan dalam rumah tangga, serta mengenai berbagai
tindak kekerasan terhadap perempuan;
3. Sikap masyarakat mengenai kekerasan perkosaan terhadap pelacur;
4. Berbagai langkah untuk mengatasi masalah- masalah tersebut.
Masalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual
1. Masalah penyakit menular seksual yang lama, seperti sifilis, dan gonorhea;
2. Masalah penyakit menular seksual yang relatif baru seperti chlamydia, dan herpes;
3. Masalah HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acguired immunodeficiency
Syndrome);
4. Dampak sosial dan ekonomi dari penyakit menular seksual;
5. Kebijakan dan progarm pemerintah dalam mengatasi maslah tersebut (termasuk
penyediaan pelayanan kesehatan bagi pelacur/pekerja seks komersial);
6. Sikap masyarakat terhadap penyakit menular seksual.
Masalah pelacuran
1. Demografi pekerja seksual komersial atau pelacuran;
2. Faktor-faktor yang mendorong pelacuran dan sikap masyarakat terhadapnnya;
3. Dampaknya terhadap kesehatan reproduksi, baik bagi pelacur itu sendiri maupun bagi
konsumennya dan keluarganya
Masalah sekitar teknologi
1. Teknologi reproduksi dengan bantuan (inseminasi buatan dan bayi tabung);
2. Pemilihan bayi berdasarkan jenis kelamin (gender fetal screening);
3. Pelapisan genetik (genetic screening);
4. Keterjangkauan dan kesamaan kesempatan;
5. Etika dan hukum yang berkaitan dengan masalah teknologi reproduksi ini.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi
Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat berdampak
buruk bagi kesehatan reproduksi:
1. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang
rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta
lokasi tempat tinggal yang terpencil);
2. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk
pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang
fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu
dengan yang lain, dsb)
3. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena
ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang membeli
kebebasannya secara materi, dsb);
4. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit
menular seksual, dsb).
Pengaruh dari semua faktor diatas dapat dikurangi dengan strategi intervensi yang tepat
guna, terfokus pada penerapan hak reproduksi wanita dan pria dengan dukungan disemua
tingkat administrasi, sehingga dapat diintegrasikan kedalam berbagai program kesehatan,
pendidikan, sosial dam pelayanan non kesehatan lain yang terkait dalam pencegahan dan
penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.
b. Dengan orientasi seksual (sebagai tempat pemenuhan) yang benar yakni dengan lawan jenis.
Allah telah menciptakan laki-laki sebagai pasangan dari perempuan, dan sebaliknya, sebagai pasangan
suami-istri yang dengannya manusia akan menemukan kecenderungan dan ketentraman. Sebaliknya,
Islam memandang upaya mencari kepuasan seksual selain dari/kepada lawan jenisnya (suami/istri) adalah
sebuah pelanggaran dan kemaksiatan yang akan mengantarkan pada adzab Allah di akhirat nanti dan juga
kerusakan kehidupan di dunia ini.
Allah SWT berfirman, “ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-
isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda bagi kaum yang berfikir. “(QS. Ar Rum 21)
Rasulullah SAW bersabda, ”Ada tujuh golongan yang tidak akan dilihat (dengan rahmat) di hari kiamat
dan tidak Dia sucikan. Dia berfirman kepada mereka, ’Masuklah ke neraka bersama penghuninya yaitu
pelaku homoseks, pelaku onani, orang yang menyetubuhi binatang, bersetubuh dengan wanita di lubang
belakangnya, lelaki yang bersetubuh dengan seorang wanita dan sekaligus anak wanitanya (incest), orang
yang berzina dengan istri tetangganya, dan orang yang menyakiti tetangganya sehingga dia melaknatnya.”
(HR. Ath Thabrani)
c. Dilakukan dengan ma’ruf dan sesuai dengan tuntunan Syara’
Ketika aktivitas seksual sudah terbingkai dalam sebuah pernikahan dan dilakukan dengan tempat
pemenuhan yang benar (pasangan/lawan jenisnya), maka merupakan suatu kewajiban bagi suami – istri
tersebut untuk juga senantiasa menyandarkan pada syara’ (hukum Allah) segala aktivitas lain berkaitan
dengan kehidupan seksual mereka. Diantaranya adalah gaya/teknik bersetubuh yang boleh dilakukan.
Seorang suami diperbolehkan ’mendekati’ istrinya dengan cara apapun, dari sisi dan tempat manapun
selama dalam farji (kemaluan wanita; lubang vagina).
Islam, sebaliknya telah mengharamkan bagi seorang suami yang ’mendekati’ istrinya melalui dubur
(lubang belakang). Termasuk cara /teknik mendapatkan kepuasan seksual yang terlarang di sini (selain
sodomi) adalah yang membahayakan diri sendiri atau pasangan (suami/istri) nya. Seperti dengan
melakukan tindakan kekerasan seperti pada Sado-Masokisme yang hanya akan memperoleh kepuasan
ketika melakukan aktivitas seksualnya dengan melakukan kesadisan/kekerasan atau dengan menjadi
korban kesadisan/kekerasan, atau dengan melakukan hal yang membahayakan (dharar) lainnya.
”Tidak (boleh) menimpakan bahaya pada diri sendiri dan kepada orang lain” (HR. Ibnu Majah). Bahwa
larangan itu merupakan larangan yang bersifat jazim (tegas dan pasti) yang melahirkan hukum haram,
dipertegas oleh hadits lain.
Dari Abu Shirmah Malik bin Qais Al Anshoriy, bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Barang siapa yang
membahayakan, maka Allah akan mendatangkan bahaya, dan barang siapa ysng menyusahkan, maka
Allah akan menyusahkan atasnya.” (HR. Abu daud An Nasa’iy dan Tirmidzi)
8. Pahami dan kenali barbagai perilaku seksual yang Salah.
Sebaliknya perilaku seksual yang salah/menyimpang adalah semua perilaku seksual yang melanggar dan
tidak sesuai dengan tuntunan syara’ (hukum Allah). Semua perilaku seksual yang salah ini idak hanya
akan mengantarkan kerusakan kehidupan manusia, lebih lanjut akan menuai kemurkaan dan adzab Allah
SWT di akhirat nanti.
Rasulullah SAW bersabda, ”Ada tujuh golongan yang tidak akan dilihat (dengan rahmat) di hari kiamat
dan tidak Dia sucikan. Dia berfirman kepada mereka, “ Masuklah ke neraka bersama penghuninya yaitu
pelaku homoseks, pelaku onani, orang yang menyetubuhi binatang, bersetubuh dengan wanita di lubang
belakangnya, lelaki yang bersetubuh dengan seorang wanita dan sekaligus anak wanitanya (incest), orang
yang berzina dengan istri tetangganya, dan orang yang menyakiti tetangganya sehingga dia melaknatnya.”
(HR. Ath Thabrani)
Termasuk di dalam perilaku seksual yang salah tersebut diantaranya adalah:
a. sex before married, dilakukan tanpa/diluar lembaga pernikahan
b. Bebas orientasi seksual/tempat pemenuhan, tidak hanya dengan lawan jenisnya, seperti:
Homoseksual/lesbian: mencari dan mendapatkan pemuasan seksual dari jenis kelamin yang sama; sesama
pria (homo) atau sesama wanita (lesbian)
Fetihisme: mencari dan mendapatkan pemuasan seksual dengan memakai sebuah benda kepunyaan seks
(jenis kelamin) lain, misal pakaian dalamnya, rambutnya, sepatu, dsb.
Pedofilia: untuk mencapai pemuasan seksual harus memakai obyek seorang anak.Bestialitas: mencari
pemuasan seksual dengan binatang
Nekrofilia: mencari pemuasan seksual dengan mayatc. Bebas teknik pemuasan, dengan cara sodomi,
menggunakan kekerasan, pesta seks dengan lebih dari satu cewek atau cowok sekaligus, dlld. Perilaku
seksual lainnya yang bertentangan dengan tuntunan syara (Islam), misal:
Transvetitisme: mencari rangsangan dan pemuasan seksual dengan memakai pakaian dan berperan
sebagai seorang dari jenis kelamin yang berlainan.
koprofilia: didefekasi, mendefekasi partner, atau memakan feses/kotoran manusia untuk mendapatkan
pemuasan seksual
urolagnia: sama dengan koprofilia tetapi menggunakan urine/air kencing
sadisme: untuk mencapai rangsangan dan pemuasan seksual harus dengan menyakiti (secara fisik dan
psikologik) obyek seksualnya.
Masokisme: terangsang dan terpuaskan kalau disakiti oleh obyek seksualnya.
Sado-masokisme: Sadist yang juga menjadi masokist
9. Pahami resiko perilaku seksual yang salah/menyimpang
Memahami akibat dari melakukan suatu kesalahan bisa menjadi pelajaran bagi remaja untuk
mencegahnya melakukan kesalahan tersebut. Diantara akibat/resiko melakukan seks bebas (seks
pranikah) yang dilakukan oleh remaja adalah terjadinya kehamilan yang tidak diharapkan/diinginkan
(KTD), dan tertularnya penyakit menular seksual (PMS) atau terkena infeksi menular seksual (IMS)
seperti AIDS, Sifilis, jengger ayam, dsb.
Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) adalah suatu kehamilan yang karena suatu sebab maka
keberadaanya tidak diinginkan oleh salah satu atau kedua calon orang tua bayi tersebut. Kehamilan yang
tidak direncanakan sebelumnya bisa merampas "kenikmatan" masa remaja yang seharusnya dinikmati
oleh setiap remaja, lelaki maupun perempuan. Ada dua hal yang bisa dan biasa dilakukan oleh remaja jika
mengalami KTD:
a) mempertahankan kehamilan atau
b) mengakhiri kehamilan (aborsi).
10. Kenali organ-organ reproduksimu beserta fungsinya dan bagaimana perawatan yang mesti kamu
lakukan.
Agar seorang remaja kelak bisa menjalankan fungsi reproduksinya dengan tepat, tentu saja dia harus
mengenali organ-organ reproduksinya, fungsi yang bakal dijalankannya dalam proses reproduksi tersebut
dan tentu saja hal itu tidak akan bisa dilakukan kalau organ-organ reproduksi tersebut tidak terawat sejak
awal. Sehingga informasi tentang semua hal ini juga harus diberikan.
Menurut ayat tersebut pernikahan adalah penyatuan kembali pada bentuk asal kemanusiaan yang hakiki,
yakni nafsin wahidah (diri yang satu). Allah SWT sengaja menggunakan istilah nafsin wahidah karena
dengan istilah ini ingin ditunjukan bahwa pernikahan pada hakikatnya adalah reunifikasi antara
perempuan dan lelaki pada tingkat praktik. Setelah didahului reunifikasi pada tingkat hakikat yaitu
kesamaan asal-usul kejadian umat manusia dari diri yang satu. Dengan pernikahan sebagai
pengejawantahan dari reunifikasi kemanusiaan, didalamnya seharusnya tidak diperhitungkan lagi antara
kepentingan lelaki di satu pihak dan kepentingan perempuan di pihak lain secara dominatif apalagi
subordinatif oleh salah satu pihak.
Dengan demikian di sini tidak dikenal konsep kepemilikan yang sentralistik pada diri lelaki. Di sini tidak
pula dikenal konsep dominasi oleh salah satu pihak. Oleh karena itu, sangat tepat apabila Wahbah al-
Zuhaili membuat definisi nikah sebagai ikatan yang ditentukan oleh pembuat hokum syar’I yang
memungkinkan laki-laki untuk istimta (mendapatkan kesenangan seksual) dari istrinya demikian juga
bagi perempuan untuk mendapatkan kesenangan seksual dari pihak suaminya. Oleh karena itu relasi
suami dan Istri dalam Islam merupakan relasi keadilan dan kesetaraan.
Pada saat relasi antara suami dan istri tidak terdapat ketimpangan, maka sangat mungkin bagi seorang
perempuan mendapatkan hak-haknya termasuk hak reproduksi. Hak reproduksi merupakan kesempatan
dan cara membuat perempuan mampu dan sadar memutuskan serta melaksanakan keputusan-
keputusannya yang berkaitan dengan fungsi reproduksinya secara aman dan efektif. Ketika hak
reproduksi terpenuhi maka kualitas perempuan akan terjamin, bisa sehat dan selamat dalam menjalankan
proses reproduksi. Dengan sendirinya manusia-manusia yang akan dilahirkan darinya, dididik dari
asuhannya dan didampingi oleh kebersamaanya akan sehat dan tinggi kemampuan dan kualitasnya.
Kualitas Perempuan atau perempuan berkualitas dalam terminology Islam dikenal dengan mar’ah ash-
shalihah atau perempuan shalih. Shalih secara literal diartikan sebagai lawan kata dari fasid atau rusak.
Makna yang menunjukan bahwa sesuatu itu tidak rusak adalah makna-makna shalih seperti sehat, kokoh,
kuat, layak, sesuai, tepat bermanfaat, damai dan baik. Dalam kaitannya dengan hak reproduksi,
perempuan yang shalihah adalah yang secara sadar dan mengerti, dapat menjalankan fungsi-fungsi
reproduksinya dengan benar, sesuai tepat dan sehat baik fisik-biologis mental maupun social. Hanya
dengan kualitas perempuan seperti inilah kita bisa memperbaiki takdir AKI yang tinggi di Indonesia.
Bukan hanya itu kualitas perempuan shalihah akan membuat kehidupan lebih baik lagi.
Namun, Islam pun mengizinkan kepada setiap Muslim untuk mengatur keturunan apabila
didorong oleh alasan kuat. Hal yang masyhur digunakan pada zaman Rasulullah untuk mengatur
kelahiran adalah dengan azl, yaitu mengeluarkan sperma di luar rahim ketika akan terasa keluar.
Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dijelaskan, para sahabat menyatakan bahwa
mereka biasa melakukan azl pada masa Nabi Muhammad SAW. Ketika informasi itu sampai kepada
Rasulullah, beliau tidak melarangnya. Di sisi lain ada bantahan terhadap cerita-cerita tentang orang
Yahudi bahwa azl merupakan pembunuhan kecil.
Rasulullah menegaskan dusta orang-orang Yahudi itu. Kalau Allah SWT berkehendak untuk
menjadikannya hamil dari hubungan itu, maka tak akan ada yang dapat mengelaknya. Maksudnya, dalam
hubungan intim dengan cara azl terkadang ada setetes sperma yang menyebabkan kehamilan.
Menurut Al-Qaradhawi, ada alasan-alasan yang menjadi pijakan untuk berkeluarga berencana. Di
antaranya, adanya kekhawatiran kehidupan atau kesehatan ibu bila hamil atau melahirkan. Ini setelah
penelitian dan pemeriksaan dokter yang dapat dipercaya. Ia mengutip Al Baqarah ayat 195, agar
seseorang tak menjatuhkan diri dalam kebinasaan.
Alasan lainnya adalah kekhawatiran munculnya bahaya terhadap urusan dunia yang tak jarang
mempersulit ibadah. Pada akhirnya, hal itu membuat seseorang mau saja menerima barang haram atau
menjalankan pekerjaan terlarang demi memenuhi kebutuhan anak-anaknya.
Persoalan kesehatan dan pendidikan juga menjadi faktor yang menjadi pertimbangan dalam
memutuskan berkeluarga berencana. Keharusan melakukan azl karena khawatir terhadap keadaan
perempuan yang sedang menyusui kalau hamil atau melahirkan anak lagi. Rasulullah, kata Al-Qaradhawi,
selalu berusaha demi kesejahteraan umatnya.
Oleh karena itu, Rasulullah memerintahkan umatnya berbuat hal yang melahirkan maslahat dan
tak mengizinkan sesuatu yang menimbulkan bahaya. Menurut Al-Qaradhawi, di masa kini sudah ada
beragam alat kontrasepsi yang dapat dipastikan kebaikannya. Hal inilah yang diharapkan oleh Rasulullah.
Beliau, ujar Al-Qaradhawi, ingin melindungi anak yang masih menyusu dari bahaya. Dengan
dasar inilah ia mengatakan, jarak yang pantas antara dua anak adalah sekitar 30 atau 33 bulan bagi mereka
yang berkeinginan menyempurnakan susuannya.
Imam Ahmad menuturkan, se muanya tentu jika ada perkenan sang istri.
Sebab, istrilah yang lebih berhak atas anaknya. Istri juga mempunyai hak bersenang-senang.
2. Pandangan Muhammadiyah
Sementara itu, Tim Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui
fatwafatwa tarjih menjelaskan, surah An-Nisa ayat 9 secara umum dapat menjadi motivasi keluarga
berencana, tapi bukan jadi dasar langsung kebolehannya.
Ayat tersebut berbunyi, "Hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang sekiranya mereka
meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka, yang mereka khawatir terhadap
kesejahteraannya, oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
berbicara dengan tutur kata yang benar".
Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid, Islam menganjurkan agar kehidupan anak-anak jangan
sampai telantar sehingga menjadi tanggungan orang lain. Ayat tersebut mengingatkan agar orang tua
selalu memikirkan kesejahteraan jasmani dan rohani anak-anaknya.
Imam Al-Ghazali membolehkan hal itu jika istri merasa khawatir akan rusak kecantikannya.
Dalam kondisi tersebut, suami dan istri berhak memutuskan untuk melakukan pembatasan. Ada pula
ulama yang mengatakan pembatasan bisa dilakukan tanpa syarat apa pun yang mendasarinya.
Mereka berpegang pada hadis-hadis mengenai sikap Rasulullah yang mengizinkan para sahabat
melakukan azl. Sumber hukum utama dalam Islam ada dua, yaitu Alquran dan Sunnah. Hal ini
berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Aku meninggalkan dua hal untuk kalian. Kalian tidak akan tersesat selama berpegah teguh pada
keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku. Kebaikan pada keduanya tidak akan berpisah hingga mereka
datang kepadaku di haudh (telaga al-Kautsar di surga).” (HR. Hakim).
Melalui metode induksi (istiqra`) terhadap ayat-ayat Alquran, kita dapat menjumpai bahwa tidak
ditemukan sebuah ayat yang secara khusus dan tegas mengharamkan pembatasan keturunan atau
pelarangan kehamilan. Yang ada adalah menjadikan tindakan menjaga keturunan sebagai salah satu dari
lima tujuan primer dalam menetapkan hukum. Namun, di dalam Sunnah terdapat hadis-hadis –
diriwayatkan dalam kitab Shahih dan lainnya— yang membolehkan ‘azl terhadap istri. ‘Azl adalah
mengeluarkan sperma di luar saluran reproduksi istri ketika seseorang menggauli istrinya.
Di antara hadis-hadis yang berbicara mengenai ‘azl ini adalah hadis Jabir binAbdullah r.a., dia
berkata, “Kami melakukan ‘azl di zaman Rasulullah SAW. dan ketika itu Alquran masih turun (kepada
beliau).” (Muttafaq alaih).
Muslim juga meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah r.a., dia berkata, “Kami melakukan ‘azl pada
zaman Rasulullah SAW. Perbuatan kami itu terdengar oleh Nabi SAW tapi beliau tidak melarang kami
untuk melakukannya.”
Para ulama fikih berbeda pendapat mengenai kebolehan melakukan ‘azl guna mencegah
kehamilan atau membatasi keturunan. Imam Ghazali, dalam kitab Ihyâ` ‘Ulûmiddîn dalam bab Adab
Menikah, mengatakan bahwa para ulama terbagi menjadi empat kelompok dalam masalah ‘azl ini. Di
antara mereka ada yang membolehkannya secara mutlak. Kelompok kedua berpendapat bahwa ‘azl
adalah haram secara mutlak. Kelompok ketiga membolehkan ‘azl tapi dengan seizin istri. Dan kelompok
terakhir membolehkan ‘azl terhadap budak perempuan saja, bukan terhadap perempuan merdeka. Lalu
Imam Ghazali berkata, “Pendapat yang benar menurut kami–ulama mazhab Syafi’i adalah kebolehan
melakukan ‘azl.”
Hampir seluruh ahli fikih dari berbagai mazhab sepakat bahwa ‘azl–usaha untuk mencegah
pertemuan antara sperma dan sel telur-adalah boleh jika kedua suami-istri itu sepakat untuk
melakukannya. Salah seorang dari keduanya tidak boleh melakukannya tanpa persetujuan yang lain. Dalil
atas kebolehan ini adalah tindakan para sahabat yang melakukan ‘azl terhadap para istri dan budak
perempuan mereka di masa Rasulullah saw. Perbuatan mereka tersebut telah sampai juga kepada
Rasulullah saw tapi beliau tidak melarangnya, sebagaimana disebutkan dalam riwayat Muslim dari Jabir
bin Abdullahr r.a. di atas.
Jika demikian adanya, maka kebolehan melakukan pengaturan kehamilan adalah hal yang tidak
ditolak oleh nash-nash Sunnah. Perbuatan ini dapat dikiyaskan (dianalogikan) dengan ‘azl yang dilakukan
dan dibolehkan pada masa Rasulullah saw. Seperti dalam kisah Jabir bin Abdullah yang diriwayatkan
oleh Muslim dalam kitab Shahih-nya, “Kami melakukan ‘azl di zaman Rasulullah saw dan ketika itu
Alquran masih turun (kepada beliau).” Hal ini juga sesuai dengan riwayat dalam Bukhari.
Yang dimaksud dengan pengaturan kehamilan di sini adalah menjauhkan jarak antar kehamilan,
guna menjaga kondisi kesehatan sang ibu. Atau guna meminimalisir dampak negatif dari proses
kehamilan dan melahirkan yang terus-menerus, serta memberikan waktu yang cukup bagi seorang ibu
untuk mendidik anak-anaknya. Bahkan, sebagaimana dikatakan oleh Imam Ghazali dalam Ihyâ`
‘Ulûmiddîn dan Imam Syaukani dalam Nailul Authâr, di antara tujuan utama dari ‘azl adalah menghindari
kehamilan di masa menyusui yang dapat berimplikasi buruk terhadap bayi yang sedang disusui, tidak
ingin mempunyai anak yang banyak atau tidak menginginkan anak sama sekali. Adapun jika maksud
mencegah kehamilan adalah menghentikan kemampuan untuk melahirkan secara permanen, maka ini
bertentangan dengan risalah dan tujuan Islam dalam menjaga keberlangsungan manusia sampai
batas masa yang ditentukan oleh Allah.
Allah berfirman,
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi
rezeki kepada mereka dan juga kepadamu.” (Al-Isrâ`: 31).
Ayat ini tidak bertentangan dengan pendapat jumhur ulama yang membolehkan ‘azl terhadap istri
guna memperlambat kehamilan atau menghentikannya sementara waktu karena suatu alasan yang
dibenarkan oleh syarak. Ayat di atas menjelaskan mengenai larangan membunuh anak, sedangkan
mencegah kehamilan dengan mencegah terjadinya pembuahan sebagai proses awal dari pembentukan
janin, tidak dianggap sebagai suatu pembunuhan, karena ketika itu janin belum terbentuk. Hal ini
sebagaimana ketika seorang suami melakukan ‘azl yang membuat spermanya tidak bertemu dengan
indung telur istri. Dalam kondisi ini, wallahu a’lam, proses pembentukan janin belum berlangsung dan
belum melalui fase-fase pembentukan yang diterangkan dalam ayat:
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).” (Al-
Mu`minûn: 12 – 13).
Fase ini pun telah dijelaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud
r.a., dia berkata, “Rasulullah saw. menjelaskan kepada kami,
“Sesungguhnya setiap kalian mengalami proses penciptaan dalam perut ibunya selama empat puluh hari
empat puluh malam sebagai air mani. Lalu dia menjadi segumpal darah selama waktu itu pula. Lalu
menjadi sekerat daging selama waktu itu pula. Lalu diutuslah malaikat dan menetapkan baginya empat
hal: menuliskan rezekinya, ajalnya, perbuatannya dan apakah akan menjadi orang celaka atau bahagia.
Malaikat itu lalu meniupkan ruh padanya. Sesungguhnya seseorang dari kalian melakukan perbuatan
penduduk surga, sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali satu hasta, akan tetapi catatan
tentang dirinya (di Lauh Mahfuzh) telah mendahuluinya, sehingga dia melakukan perbuatan penduduk
neraka, maka dia pun masuk neraka. Dan sesungguhnya seorang dari kalian melakukan perbuatan
penduduk neraka, sehingga tidak ada jarak antara dirinya dengan neraka kecuali satu hasta, akan tetapi
catatan tentang dirinya (di Lauh Mahfuzh) telah mendahuluinya, sehingga dia pun melakukan perbuatan
penduduk surga, maka dia pun masuk surga.” (HR. Bukhari di beberapa tempat dalam kitab Shahîh-nya).
Dengan demikian, segala tindakan yang tidak menyebabkan terbunuhnya janin setelah
penciptaannya dalam fase apapun meski hanya sebentar adalah boleh dilakukan sebagaimana dijelaskan
di atas.
“Tidak sah secara syar’i membuat peraturan berupa pemaksaan kepada manusia untuk melakukan
pembatasan keturunan walaupun dengan berbagai macam dalih.
“Pengguguran dengan maksud pembatasan keturunan atau menggunakan cara yang mengakibatkan
kemandulan untuk maksud serupa adalah sesuatu yang dilarang secara syar’i terhadap suami istri atau
lainnya.
Sebelum munculnya alat kontrasepsi di masa Rasulullah SAW telah terjadi suatu tindakan
menghindari kehamilan dengan cara alami yang dilakukan para sahabat dan biasa disebut ‘azl.
Sesuai dengan hadits ini maka tindakan menghindari kehamilan hukumnya boleh sesuai dengan
analogi hukum ‘azl. Tindakan seperti itu misalnya menggunakan sistem kalender sehingga tidak terjadi
pembuahan saat berhubungan suami-istri, menggunakan kondom dan lain-lain. Menggunakan alat-alat
kontrasepsi lain jika menurut medis tidak membahayakan, baik fisik maupun kejiwaan maka dibolehkan.
Adapun menggunakan alat-alat kontrasepsi atau sarana lain yang mengakibatkan alat-alat
reproduksi tidak berfungsi dan mengakibatkan tidak dapat menghasilkan keturunan, baik pada pria
maupun wanita, dengan persetujuan ataupun tidak, dengan motivasi agama atau lainnya, maka hukumnya
haram. Dan para ulama sepakat mengharamkannya. Contoh yang diharamkan adalah fasektomi
(pemutusan saluran sperma) dan tubektomi (pemutusan saluran telur).
Dan syaitan itu mengatakan: "Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau
bahagian yang sudah ditentukan (untuk saya), dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan
akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong
telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka
(merobah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merobahnya". Barangsiapa yang menjadikan
syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata (QS
an-Nisaa 118-119) .
Merubah ciptaan Allah yang dilarang diantaranya merubah sesuatu dari anggota badannya atau
mematikan fungsinya dari fitrah dan penciptaan yang asli.
Syari’ah Islam tidak melarang seseorang untuk melakukan KB jika dilakukan berdasarkan
motivasi-motivasi pribadi dengan syarat-syarat yang sesuai syar’i, seperti: daf’ul haraj (menolak
kesempitan), ad-dharar yuzaal (bahaya harus di hilangkan). Sebagaimana ciri khas ajaran Islam, surat al-
Hajj: 78 artinya, “Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan”. Al-
Baqarah: 173 “Barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan
tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”.
Anjuran Rasulullah saw untuk memperbanyak keturunan tidak berarti agar keluarga muslim
mendapatkan anak setiap tahun. Karena kalau kita konsekwen terhadap pengajaran Islam maka minimal
seorang muslim mendapatkan anak setiap tiga tahun, karena setiap bayi yang melahirkan ada hak untuk
menyusui dua tahun. Dan begitu juga seorang ibu punya hak untuk istirahat.
Jika difahami secara baik, maka Islam mengajarkan perencanaan yang matang dalam mengelola
keluarga dan mengaturnya dengan baik. Dalam konteks inilah KB dibolehkan. Sedangkan upaya
pembatasan keturunan secara masal dalam skala sebuah umat, maka hal tersebut diharamkan, diharamkan
untuk mempromosikannya, apalagi memaksanya dan diharamkan menerimanya.
Menentukan masa subur istri ada tiga patokan yang diperhitungkan pertama: ovulasi terjadi 14+2
hari sesudah atau 14-2 hari sebelum haid yang akan datang; kedua: sperma dapat hidup dan
membuahi dalam 48 jam setelah ejakulasi; ketiga: ovum dapat hidup 24 jam setelah ovulasi.
Jadi, jika konsepsi ingin dicegah, koitus harus dihindari sekurang-kurangnya selama 3 hari (72
jam), yaitu 48 jam sebelum ovulasi dan 24 jam setelah ovulasi terjadi.
Dalam praktek, sukar untuk menetukan saat ovulasi dengan tepat. Hanya sedikit wanita
yang mempunyai daur haid teratur; lagi pula dapat terjadi variasi, lebih-lebih sesudah persalinan,
dan pada tahun-tahun menjelang menopause.
Hukum:
metode ini jelas dibolehkan dalam Islam asal niatnya benar. Misalnya untuk mengatur jarak
kelahiran dan menjaga kondisi ibu.
2. Spermatisid
Mekanisme kerja:
Preparat spermatisid terdiri atas 2 komponen yaitu bahan kimia yang mematikan sperma
(biasanya nonilfenoksi polietanol), dan medium yang dipakai berupa tablet, krim atau agar.
Tablet busa atau agar diletakkan dalam vagina, dekat serviks. Gerakan-gerakan senggama akan
menyebarkan busa meliputi serviks, sehingga secara mekanis akan menutupi ostium uteri
eksternum dan mencegah masuknya sperma ke dalam kanalis servikalis.
Sering terjadi kesalahan dalam pemakaiannya di antaranya krim atau agar yang dipakai
tidak cukup banyak, pembilasan vagina dalam 6-8 jam setelah senggama yang menyebabkan daya
guna kontrasepsi ini berkurang.
Hukum:
Salah satu metodenya adalah mematikan sperma selain mencegah masuknya. Ketika
metode yang digunakan sekedar mencegah masuknya sperma agar tidak bertemu dengan ovum,
para ulama masih membolehkan. Namun bila pil tersebut berfungsi juga untuk mematikan atau
membunuh sperma, maka umumnya para ulama tidak membolehkannya. Meski masih dalam
bentuk sperma, namun tetap saja disebut pembunuhan. Sebagian ulama ada yang berpendapat
bahwa sperma itu tetap harus dihormati dengan tidak membunuhnya. Sebagian ulama lainnya
mengatakan bila sprema telah membuahi ovum dan menjadi janin, barulah diharamkan untuk
membunuhnya.
3. Kondom
Mekanisme kerja:
Secara teoritis kegagalan kondom terjadi ketika kondom tersebut robek oleh karena
kurang hati-hati, pelumas kurang atau karena tekanan pada waktu ejakulasi. Hal lain yang
berpengaruh pemakaian tidak teratur, motivasi, umur, paritas, status sosio-ekonomi, pendidikan,
dan sebagainya.
Beberapa keuntungan kondom: murah, mudah didapat (tidak perlu resep dokter), tidak
memerlukan pengawasan, mengurangi kemungkinan penularan penyakit kelamin.
Hukum:
Sebagaimana disebutkan di atas, maka kondom tidak termasuk membunuh sperma tetapi
sekedar menghalangi agar tidak masuk dan bertemu dengan ovum sehingga tidak terjadi
pembuahan.
a. Dari segi pemasangan, IUD harus melibatkan orang yang pada dasarnya tidak boleh melihat
kemaluan wanita meskipun dokternya wanita. Karena satu-satunya orang yang berhak untuk
melihatnya adalah suaminya dalam keadaan normal. Sedangkan pemasangan IUD
sebenarnya bukanlah hal darurat yang membolehkan orang lain melihat kemaluan wanita
meski sesama wanita.
b. Salah satu fungsi IUD adalah membunuh sprema yang masuh selain berfungsi menghalagi
masuknya sprema itu ke dalam rahim. Beberapa produk IUD saat ini terbuat dari bahan yang
tidak kondusif bagi zygote sehingga bisa membunuhnya dan proses kehamilan tidak terjadi.
Dengan demikian, maka sebagian metode IUD itu telah menyalahi ajaran syariah Islam
karena melakukan pembunuhan atas zygote yang terbentuk dengan menciptakan ruang yang
tidak kondusif kepadanya.
5. Tubektomi/Vasektomi
Tubektomi pada wanita atau vasektomi pada pria ialah setiap tindakan (pengikatan atau
pemotongan) pada kedua saluran telur (tuba fallopii) wanita atau saluran vas deferens pria yang
mengakibatkan orang/ pasangan bersangkutan tidak akan mendapat keturunan lagi.
Kontrasepsi itu hanya dipakai untuk jangka panjang, walaupun kadang-kadang masih dapat
dipulihkan kembali/reversibel.
6. Morning-after pill
Morning-after pill atau kontrasepsi darurat adalah alat kontrasepsi pil yang mengandung
levonogestrel dosis tinggi, digunakan maksimal 72 jam setelah senggama. Keamanan pil ini
sebenarnya belum pernah diuji pada wanita, namun FDA (Food and Drug Administration) telah
mengijinkan penggunaannya.
Cara kerja kontrasepsi darurat ini adalah:
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat
kontrasepsi dalam islam sendiri memiliki dua pandangan yaitu pandangan yang membolehkan
penggunaan alat kontrasepsi dan juga yang tidak membolehkannya.
Penggunaan alat kontrasepsi dalam KB ini, diperbolehkan dengan alasan – alasan tertentu
misalnya untuk menjaga kesehatan ibu, mengatur jarak diantara dua kelahiran, untuk menjaga
keselamatan jiwa, kesehatan atau pendidikan anak-anak. Namun, penggunaan kontrasepsi dalam KB bisa
menjadi tidak diperbolehkan apabila dilandasi dengan niat dan alasan yang salah, seperti takut miskin,
takut tidak bisa mendidik anak, dan takut mengganggu pekerjaan orang tua. Dengan kata lain, penilaian
tentang penggunaan kontrasepsi itu sendiri tergantung kepada niatan dari orang yang melakukannya.
B. SARAN
Apabila seseorang hendak menggunakan alat kontrasepsi dalam program keluarga berencana,
maka sebaiknya mempertimbangkan terlebih dahulu segala aspek yang menyangkut kelancaran
penggunaannya. Beberapa aspek yang bharus diperhatikan di antaranya sebagai berikut:
Soetjiningsih, SpAK. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.