Anda di halaman 1dari 29

ANALISIS JURNAL READING

“PERBEDAANPOSISI TRIPOD DAN POSISI SEMI FOWLER


TERHADAP PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN PADA
PASIEN ASMA”

DISUSUN OLEH:

RIKA ROHANI
I4051191007

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Asma adalah suatu penyakit peradangan kronis pada saluran udara yang
menyebabkan hyperensponsive nafas, edema mukosa dan produksi lendir.
Peradangan ini akhirnya mengarah pada episode berulang seperti gejala asma,
batuk, sesak dada, mengi dan dyspnea (Smeltzer dan Bare, 2004). Asma
merupakan penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible di mana trakhea
dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma
dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas, yang mengakibatkan dispnea,
batuk, dan mengi (Somantri, 2009).
Berdasarkan data dari World Health Organisation (WHO) memperkirakan
jumlah pasien asma pada tahun 2014 mencapai angka 235 juta jiwa. Penyakit ini
lebih sering ditemukan di negara maju dibandingkan negara berkembang. Di
Amerika dan Australia angka prevalensi asma lebih tinggi dibandingkan dengan
Asia, Eropa Timur dan Afrika (Depkes RI, 2014).
Tanda dan gejala yang biasanya muncul pada penderita asma dapat berupa
batuk, mengi, hipoksia, takikardi, berkeringat, pelebaran tekanan nadi dan sesak
napas serta sesak dada yang ditimbulkan oleh alergen, infeksi atau stimulus lain.
Namun, keluhan yang sering diutarakan oleh pasien asma yaitu sesak napas. Hal
ini menjadi salah satu alasan mengapa pasien asma memerlukan penanganan
keperawatan di rumah sakit.
Di samping terapi oksigen, juga dapat dilakukan tindakan non farmakologi
untuk mengatasi sesak nafas pada pasien. Tindakan non Farmakologi yang dapat
diberikan berupa latihan pernafasan, dapat di lakukan oleh seorang perawat untuk
membantu mengurangi sesak napas pada pasien asma. Latihan tersebut diberikan
dengan cara mengatur posisi istirahat yang enak dan nyaman, sehingga otot napas
tambahan dapat bekerja dengan baik (Djodjodibroto, 2013)
Pemberian posisi yang bisa dilakukan yaitu dengan posisi tripod dan posisi
semifowler. Posisi ini membantu untuk mengatasi sesak napas pada pasien asma.
posisi tripod dan posisi semi fowler sebagai terapi untuk memperbaiki pernapasan
pasien dan peningkatan nilai saturasi oksigen.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin menganalisa lebih jauh
mengenai perbedaan peningkatan nilai saturasi oksigen setelah pemberian posisi
tripod dan posisi semifowlersehingga didapatkan posisi yang efektif untuk
mengatasi sesak klien. Dengan demikian, klien akan merasa lebih nyaman dan
sesak yang dirasakan dapat berkurang

BAB II
ANALISIS JURNAL

- Judul : Perbedaan Posisi Tripod Dan Posisi Semi Fowler Terhadap


Peningkatan Saturasi Oksigen Pada Pasien Asma Di RS
Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga
- Nama penulis : Dwi istiyani, sri puguh kristiyawati, dan supriyadi
- Nama,Edisi, : Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), 2015
halamanjurnal
- Setting/tempat
penelitian : RS paru dr. Ario wirawan salatiga
- waktu penelitian : 28 november – 25 mei 2015
- subyek penelitian : Dalam penelitian ini peneliti memakai populasi terjangkau
yang artinya memenuhi kriteria penelitian dan biasanya
dapat dijangkau oleh peneliti dari kelompoknya. Populasi
terjangkau dalam penelitian ini yaitu semua pasien asma di
RS paru dr. Ario wirawan salatiga.
- Tujuan penelitian : untuk mengetahui perbedaan posisi tripod dan posisi
semifowler terhadap peningkatan saturasi oksigen pada
pasien asma di rumah sakit dr. Ario wirawan salatiga.
- Metodologi penelitian : Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
rancangan eksperimen semu (quasi eksperiment) yaitu
dengan menggunakan rancangan separate sampel pretest
posttest.Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik total sampling atau sampling
jenuh.Alat pengumpulan data yang digunakan yaitu lembar
observasi, oksimetri nadi, lembar prosedur prosedur posisi
tripod dan lembar prosedur posisi semi fowler.
- Hasil/temuan penelitian : Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan peningkatan nilai saturasi oksigen
setelah pemberian posisi tripod dan posisi semifowler.
Terdapat peningkatan saturasi oksigen pada pasien asma
setelah pemberian posisi tripod maupun semifowler.
Berdasarkan uji t dependen, didapatkan p-value sebesar
0,000. Terlihat bahwa p-value 0,000 < α (0,05), ini
menunjukkan bahwa ada perbedaan secara bermakna nilai
saturasi oksigen sebelum dan sesudah diberikan posisi
semifowler pada pasien asma di rumah sakit paru dr. Ario
wirawan salatiga.

BAB III

TINJAUAN TEORI
1. ASMA
A. PENGERTIAN
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana
trakea dan bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu,
dan dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan
dispnea, batuk dan mengi.(Brunner & Suddarth, Edisi 8, Vol. 1, 2001. Hal.
611).
Asma adalah suatu penyakit peradangan kronik pada jalan napas yang mana
peradangan ini menyebabkan perubahan derajat obstruksi pada jalan napas dan
menyebabkan kekambuhan. (Lewis, 2000, hal. 660).
 
B. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3
tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik) : Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh
faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu
binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma
ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik
seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma
ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik) : Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang
bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti
udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran
pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering
sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi
bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan.
3. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
 
C. ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkhial. 
a. Faktor predisposisi
Genetik: Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alerg biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita
sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan
foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga
bisa diturunkan. 
b. Faktor presipitasi
1. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
 Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan  ex: debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
 Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan
 Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit ex: perhiasan,
logam dan jam tangan 
2. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga
dan debu. 
3. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping
gejala asma yang  timbul harus segera diobati penderita asma yang
mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati. 
4. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang
yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,
polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. 
5. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
 
D. PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada
asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang
alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E
abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila
reaksi dengan antigen spesifikasinya.

Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus
kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast
dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan
leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan
dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen
bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan
tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada


selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi
paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat
sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal
yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita
asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi
sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas
residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama
serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal
ini bisa menyebabkan barrel chest.
 
E. MANIFESTASI KLINIK
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala
klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam,
gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu
pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah
sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang
merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan.

Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin
banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi
dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali
terjadi pada malam hari.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
 Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinofil.
 Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan
silinder sel-sel cabang-cabang bronkus
 Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
 Terdapatnya neutrofil eosinofil
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi,
sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat
komplikasi asma
 Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat
peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis
yang buruk
 Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang
meninggi
 Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
 Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada
waktu seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari
serangan.
 Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma
atopik.
3. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada 
serangan asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa
rradiolusen yang bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta
diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan
yang terjadi adalah:
 Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
 Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran
yang bertambah.
 Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran
infiltrat pada paru.
4. Pemeriksaan faal paru
 Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan
penurunan tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%,
seluruh pasien menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
 Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi
pada seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC
sering terjadi pada asma yang berat.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi
atas tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :
 Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke
kanan dan rotasi searah jarum jam
 Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni terdapat RBBB
 Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan
VES atau terjadinya relatif ST depresi.

G. KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi  yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
6. Deformitas thoraks
7. Gagal nafas

 
H. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan
asma 
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan
penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang
diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang
merawatnnya. 

Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:


1. Pengobatan  non farmakologik: Memberikan penyuluhan, Menghindari
faktor pencetus, Pemberian cairan, Fisiotherapy, dan Beri O2 bila perlu. 
2. Pengobatan farmakologik : Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran
nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
b. Santin (teofilin)

2. PENGATURAN POSISI PASIEN


A. Pengertian
     Posturing / mengatur dan merubah posisi adalah mengatur pasien dalam posisi
yang baik dan mengubah secara teratur dan sistematik. Hal ini merupakan salah
satu aspek keperawatan yang penting. Posisi tubuh apapun baik atau tidak akan
mengganggu apabila dilakukan dalam waktu yang lama. (Potter dan perry,2009)
Tujuan merubah posisi :
1. Mencegah nyeri otot
2. Mengurangi tekanan
3. Mencegah kerusakan syaraf dan pembuluh darah superficial
4. Mencegah kontraktur otot
5. Mempertahankan tonus otot dan reflek
6. Memudahkan suatu tindakan baik medic maupun keperawatan

B. Jenis Jenis
1. Posisi Fowler
Pengertian
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, dimana bagian kepala
tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk
mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.

Posisi Fowler

Tujuan
a. Mengurangikomplikasiakibatimmobilisasi.
b. Meningkatkan rasa nyaman
c. Meningkatkandoronganpadadiafragmasehingga  meningkatnyaekspansi
dada danventilasiparu
d. Mengurangikemungkinantekananpadatubuh akibatposisi yang menetap
Indikasi
a. Pada pasien yang mengalami gangguan pernapasan
b. Pada pasien yang mengalami imobilisasi
Alatdanbahan :
a. Tempat tidur khusus
b. Selimut
Cara kerja :
a. Jelaskanprosedur yang akandilakukan.
b. Dudukkanpasien
c. Berikansandaranataubantalpadatempattidurpasienatauaturtempattidur.
d. Untukposisisemifowler (30-45˚) danuntuk fowler (90˚).
e. Anjurkanpasienuntuktetap berbaringsetengahduduk.
 

2. Posisi semi fowler


Pengertian
Semi fowler adalah sikap dalam posisi setengah duduk 15-60 derajat

Tujuan
a. Mobilisasi
b. Memerikan perasaan lega pada klien sesak nafas
c. Memudahkan perawatan misalnya memberikan makan
Cara / prosedur
a. Mengangkat kepala dari tempat tidur kepermukaan yang tepat ( 45-90
derajat)
b. Gunakan bantal untuk menyokong lengan dan kepala klien jika tubuh
bagian atas klien lumpuh
c. Letakan bantal di bawah kepala klien sesuai dengan keinginan klien,
menaikan lutut dari tempat tidur yang rendah menghindari adanya
tekanan di bawah jarak poplital ( di bawah lutut )

3. Posisi sim
Definisi :
Posisi sim adalah posisi miring kekanan atau kekiri, posisi ini dilakukan
untuk memberi kenyamanan dan memberikan obat melalui anus (supositoria).

Posisi Sim
Tujuan :
a. Mengurangi penekanan pada tulang secrum dan trochanter mayor otot
pinggang
b. Meningkatkan drainage dari mulut pasien dan mencegah aspirasi
c. Memasukkan obat supositoria
d. Mencegah dekubitus
Indikasi :
a. Untukpasien yang akan di huknah
b. Untukpasien yang akandiberikanobatmelalui anus
Alatdanbahan :
a. Tempattidurkhusus
b. Selimut
Cara kerja :
1. Jelaskanprosedur yang akandilakukan
2. Pasiendalamkeadaanberbaring,
kemudianmiringkankekiridenganposisibadansetengantelungkupdan kaki
kiriluruslutut. Paha kananditekukdiarahkanke dada.
3. Tangankiridiataskepalaataudibelakangpunggungdantangankanandiatastem
pattidur.
4. Bilapasien miring kekanandenganposisibadansetengantelungkupdan kaki
kananlurus, lututdanpahakiriditekukdiarahakanke dada.
5. Tangankanandiataskepalaataudibelakangpunggungdantangankiridiatastem
pattidur.

4. Posisi trendelenburg
Definisi :
Padaposisiinipasienberbaring di
tempattidurdenganbagiankepalalebihrendahdaripadabagiankaki.Posisiinidilak
ukanuntukmelancarkanperedarandarahkeotak.

Posisi trendelenburg

Alatdanbahan :
a. Tempattidurkhusus
b. Selimut
Indikasi :
a. Pasien dengan pembedahan pada daerah perut
b. Pasien shock
c. Pasien hipotensi.
Alatdanbahan :
a. Tempattidurkhusus
b. Selimut
Cara kerja :
1. Jelaskanprosedur yang akandilakukan
2. Pasiendalamkeadaanberbaring,
kemudianmiringkankekiridenganposisibadansetengantelungkupdan kaki
kiriluruslutut. Paha kananditekukdiarahkanke dada.
3. Tangankiridiataskepalaataudibelakangpunggungdantangankanandiatastem
pattidur.
4. Bilapasien miring kekanandenganposisibadansetengantelungkupdan kaki
kananlurus, lututdanpahakiriditekukdiarahakanke dada.
5. Tangankanandiataskepalaataudibelakangpunggungdantangankiridiatastem
pattidur

5. Posisi dorsal recumbent


Definisi :
Padaposisiinipasienberbaringterlentangdengankedualutut flexi
(ditarikataudirenggangkan)
diatastempattidur.Posisiinidilakukanuntukmerawatdanmemeriksagenetaliasert
apada proses persalinan.

Posisi dorsal recumbent


Tujuan :
Meningkatkankenyamananpasien,
terutamadenganketeganganpunggungbelakang.
Indikasi :
a. Pasien yang akanmelakukanperawatandanpemeriksaangenetalia
b. Untukpersalinan

Alatdanbahan :
a. Tempattidur
b. Selimut
Cara kerja :
1. Jelaskanprosedur yang akandilakukan
2. Pasiendalamkeadaanberbaringterlentang,
letakkanbantaldiantarakepaladanujungtempattidurpasiendanberikanbantal
dibawahlipatanlutut
3. Berikanbalokpenopangpadabagian kaki
tempattiduratauaturtempattidurkhususdenganmeninggikanbagian kaki
pasien.

6. Posisi Litotomi
Definisi :
Posisiberbaringtelentangdenganmengangkatkedua kaki
danmenariknyakeatasbagianperut.Posisiinidilakukanuntukmemeriksa
genitalia pada proses persalinan, danmemasangalatkontrasepsi.
Indikasi :
1. Untukibuhamil
2. Untukpersalinan
3. Untukwanita yang inginmemasangalatkontrasepsi
Alatdanbahan :
1. Tempattidurkhusus
2. Selimut
Cara kerja:
1. Pasiendalamkeadaanberbaringtelentang,
kemudianangkatkeduapahadantarikkearahperut
2. Tungkaibawahmembentuksudut 90 derajatterhadappaha
3. Letakkanbagianlutut/kaki padatempattidurkhususuntukposisi lithotomic
4. Pasangselimut
 

7. Posisi Genu pectrocal/ Knee chest


Definisi :
Padaposisiinipasienmenunggingdengankedua kaki di tekukdan dada
menempelpadabagian alas
tempattidur.Posisiinidilakukanuntukmemeriksadaerahrectumdan sigmoid.

Posisi Genu pectrocal/ Knee chest

Tujuan :
Memudahkan pemeriksaandaerahrektum, sigmoid, dan vagina.
Indikasi :
1. Pasien hemorrhoid
2. Pemeriksaandanpengobatandaerah rectum, sigmoid dan vagina.
Cara kerja :
1. Anjurkanpasienuntukposisimenunggingdengankedua kaki ditekukdan dada
menempelpadakasurtempattidur.
2. Pasangselimutpadapasien.

8. Posisi orthopeneic
Pengertian
Posisipasiendudukdenganmenyandarkankepalapadapenampang yang sejajar
dada, sepertipadameja.
Tujuan
Memudahkanekspansiparuuntukpasiendengankesulitanbernafas yang
ekstrimdantidakbiastidurterlentangatauposisikepalahanyabiaspadaelevasiseda
ng.
Indikasi
Pasiendengansesakberatdantidakbiastidurterlentang.

9. Posisi Supinasi
Pengertian
Posisitelentangdenganpasienmenyandarkanpunggungnya agar
dasartubuhsamadengankesejajaranberdiri yang baik.

Posisi Supinasi
Tujuan
Meningkatkankenyamananpasiendanmemfasilitasipenyembuhanterutamapada
pasienpembedahanataudalam proses anestesitertentu.
Indikasi
1. Pasiendengantindakan post anestesiataupenbedahantertentu
2. Pasiendengankondisisangatlemahataukoma.
10. Posisi pronasi
Pengertian
Pasien tidur dalam posisi telungkup Berbaring dengan wajah menghadap
kebantal.

Posisi Pronasi

Tujuan
1. Memberikanekstensi  maksimalpadasendilututdanpinggang
2. Mencegahfleksidankontrakturpadapinggangdanlutut.
Indikasi
1. Pasien yang menjalanibedahmulutdankerongkongan
2. Pasiendenganpemeriksaanpadadaerahbokongataupunggung.

11. Posisi lateral

Posisi Lateral

Pengertian
Posisi miring
dimanapasienbersandarkesampingdengansebagianbesarberattubuhberadapada
pingguldanbahu.
Tujuan
1. Mempertahankan body aligement
2. Mengurangikomplikasiakibatimmobilisasi
3. Meningkankan rasa nyaman
4. Mengurangikemungkinantekanan yang menetappadatubuhakibatposisi
yang menetap.
Indikasi
1. Pasien yang inginberistirahat
2. Pasien yang ingintidur
3. Pasien yang posisi fowler atau dorsal recumbent dalamposisi lama
4. Penderita yang mengalamikelemahandanpascaoperasi.
12. Tripod Position

Pengertian
Duduk dengan tangan bersandar di sebelah badan. Posisi tangan bisa
disamping belakang badan atau samping depan badan.
Tujuan
Meningkatkan tekanan Intra abdominal dan menurunkan penekanan
diafragma kebagian rongga abdomen selama inspirasi. Dapat membantu
meningkatkan kondisi pernafasan
Indikasi
Pasiendengansesakberat
BAB IV

PEMBAHASAN

Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible


dimana trakea dan bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli
tertentu, dan dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang
mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi.(Brunner & Suddarth, Edisi 8, Vol.
1, 2001. Hal. 611).
Berdasarkan survey pendahuluan, pasien asma sering mengalami
keluhan yang sering muncul adalah sesak napas. Salah satu indikator
penatalaksanaan asma adalah dengan cara pengaturan posisi istirahat. Akan
tetapi penelitian mengenai cara penatalaksanaan keperawatan pada pasien
asma terutama pada pengaturan posisi masih sedikit, penelitian ini meneliti
posisi tripod dan posisi semi fowler yang dapat diterapkan sebagai salah satu
penatalaksanaan pada pasien dengan asma di rumah sakit.
Posturing / mengatur dan merubah posisi adalah mengatur pasien
dalam posisi yang baik dan mengubah secara teratur dan sistematik. Hal ini
merupakan salah satu aspek keperawatan yang penting. Posisi tubuh apapun
baik atau tidak akan mengganggu apabila dilakukan dalam waktu yang lama.
(Potter dan perry,2009)
Tujuan merubah posisi :
1. Mencegah nyeri otot
2. Mengurangi tekanan
3. Mencegah kerusakan syaraf dan pembuluh darah superficial
4. Mencegah kontraktur otot
5. Mempertahankan tonus otot dan reflek
6. Memudahkan suatu tindakan baik medic maupun keperawatan
Posisi semi fowler atau posisi setengah duduk adalah posisi di
tempat tidur dengan kepala dan tubuh ditinggikan dan lutut dapat fleksi atau
tidak fleksi. Posisi semi fowler dapat bermanfaat membantu memusatkan
diafragma dan ekspansi paru. Caranya dengan mengatur posisi setengah
duduk kepala diberi bantal atau mengatur tempat tidur pasien dengan
meninggikan bagian atas kepala. . Dengan dilakukan tindakan pengaturan
posisi semi fowler pada pasien dengan penyakit kardiopulmonari
menggunakan gaya gravitasi bisa membantu pengembangan paru dan
mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma (Potter dan Perry, 2005,
hlm. 1594).
Posisi tripod adalah posisi klien diatas tempat tidur yang
bertompang di atas overbed table (yang dinaikkan dengan ketinggian yang
sesuai) dan bertumpu pada kedua tangan dengan posisi kaki ditekuk kearah
dalam. Pasien yang diberikan posisi tripod dapat dibantu agar ekspansi dada
membaik. Caranya dengan mengatur posisi duduk pasien agak condong ke
depan dengan bertumpu pada kedua tangan di tempat tidur dengan posisi
kedua kaki kedalam (Kozeir, et al., 2009, hlm 544).
Pada hasil penelitian ini Berdasarkan uji dependen, didapatkan p-
value sebesar 0,000. Terlihat bahwa p-value 0,000 <(0,05), ini
menunjukkan bahwa ada perbedaan secara bermakna nilai saturasi oksigen
sebelum dan sesudah diberikan posisi tripod pada pasien asma di Rumah
Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. Ini menunjukkan bahwa pemberian
posisi tripod memiliki pengaruh terhadap peningkatan saturasi oksigen pada
pasien asma di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. Peningkatan
nilai rata-rata saturasi oksigen setelah di berikan posisi tripod sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Willeput dan Segrsels (2006) yang
menyatakan bahwa pemberian posisi condong ke depan pada pasien PPOK
efektif menurunkan sesak nafas dan meningkatkan fungsi paru serta
meningkatkan saturasi oksigen secara signifikan.

Hal ini disebabkan karena pada pemberian posisi tripod


melibatkan otot diafragma dan otot interkosta eksternal. Pemberian posisi
tripod menyebabkan kedua otot ini akan meningkat. Otot diafragma yang
berada pada posisi 45◦ menyebabkan gaya gravitasi bumi bekerja cukup
adekuat. Gaya gravitasi bumi yang bekerja pada otot diafragma memudahkan
otot tersebut berkontraksi bergerak ke bawah memperbesar volume rongga
toraks dengan menambah panjang vertikalnya. Begitu juga dengan otot
interkosta eksternal, gaya gravitasi bumi yang bekerja pada otot tersebut
mempermudah iga terangkat keluar sehingga semakin memperbesar rongga
toraks dalam dimensi anteroposterior (Saryono, 2009, hlm. 11). Di jelaskan
oleh Kim (2004) bahwa pada pemberian posisi semi fowler pada pasien asma
dengan derajat kemiringan 45 derajat dengan menggunakan gaya gravitasi
bermanfaat untuk membantu pengembangan paru dan mengurangi tekanan
dari abdomen pada diafragma.

Berdasarkan uji t dependen, didapatkan p- value sebesar 0,000.


Terlihat bahwa p-value 0,000 <(0,05), ini menunjukkan bahwa ada
perbedaan secara bermakna nilai saturasi oksigen sebelum dan sesudah
diberikan posisi semifowler pada pasien asma di Rumah Sakit Paru dr. Ario
Wirawan Salatiga. Hal ini senada dengan penelitian Majampoh, Rondonuwu,
& Onibala, (2013) juga menyatakan hal yang sama. Terdapat pengaruh
pemberian posisi semifowler terhadap kestabilan pola napas pada pasien TB
paru dengan nilai p-value 0,000.Pada pasien hipoksemia jumlah oksigen
yang berikatan dengan darah akan berkurang sehingga jika nilai saturasi
oksigennya diukur juga ikut berkurang. Menurut Muttaqin (2010) Pemberian
posisi semifowler di indikasikan dapat meningkatkan nilai saturasi oksigen
pasien. Dengan memanfaatkan gaya gravitasi akan meningkatkan tekanan
intrapleural dan juga tekanan intra alveolar pada dasar paru. Akibatnya,
semakin banyak pertukaran udara yang terjadi pada bagian atas paru daripada
di dasar paru.

Perawat perlu memberikan posisi tripod ataupun semifowler sebagai


tindakan mandiri perawat untuk mengatasi sesak nafas pasien khususnya
pada pasien asma. Perawat juga dapat menganjurkan klien untuk
menggunakan posisi ini sebagai terapi mengurangi sesak nafas saat
kekambuhan asma terjadi.
BAB V

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat


perbedaan peningkatan nilai saturasi oksigen setelah pemberian posisi
tripod dan posisi semifowler. Posisi tripod dan semifowler bisa digunakan
sebagai alternatif untuk pengelolaan sesak nafas pada pasien asma.

Pemberian posisi merupakan salah satu intervensi mandiri dalam


keperawatan yang dapat diterapkan untuk mengurangi rasa nyeri,
membantu keefektifan bersihan jalan nafas, mengurangi tekanan, dsb.

Perawat juga dapat meningkatkan fungsinya sebagai edukator


dengan berkontribusi secara langsung untuk memberikan teknik
pemberian tindakan keperawatan yang tepat dan tidak menimbulkan resiko
dengan memilih posisi tripod dan posisi semi fowler sebagai terapi untuk
memperbaiki pernapasan pasien dan peningkatan nilai saturasi oksigen.

DAFTAR PUSTAKA:
Andarmoyo, S. 2013. Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Ar-Ruzz Media.
Jogjakarta.

Asmadi. 2014. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. PT. RINEKA
CIPTA. Jakarta.

Bare BG., Smeltzer SC. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC.

Darliana, Devi, dkk. 2014. Kebutuhan Aktivitas dan Mobilisasi. Fakultas


Keperawatan Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.

Dorlan WAN (2011). Kamus Kedokteran Dorland.Jakarta: EGC.

Depkes RI, 2014. Profil Kesehatan Rinkesdas 2013.

Djodjodibroto, Darmanto. 2013. Respirologi. Jakarta: EGC.

Halim Danukusantoso, Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Jakarta, Penerbit


Hipokrates , 2000

Hidayat, Alimul Aziz, 2010. Keterampilan Dasar Praktik Klinik untuk


Kebidanan. Salemba Medika : Jakarta

Hudak & Gallo, Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta, EGC, 2001


Info Media, 2009.
Kim et al. 2012. Effects of breathing maneuver and sitting posture on muscle
activity ininspiratory accessory muscles in  patients with chronic
obstructive  pulmonary disease. Multidisciplinary  Respiratory Medicine.
7:9.

Krisanty Paula, dkk. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan Pertama,


Jakarta, Trans

Lyrawati. 2013. Penilaian Nyeri. 17 Februari 2015 (09.00)

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aeus
Calpius.
Meliala, L & Pinzon, R. 2014. Breakthrough in Management of Acute Pain.
JurnalKedokteran dan Farmasi. 20(4):151-155.

Moeliono, M. A. 2014. Modalitas Fisik Dalam Penatalaksanaan Nyeri.


SimposiumNyeri. Bandung.

Nurhafizah, Erniyati. (2012). Strategi Koping dan Intensitas Nyeri Pasien Post
Operasi di Ruang Rindu B2A RSUP H. Adam Malik Medan. Skripsi.
Medan: fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara.

Potter, & Perry. 2012. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Potter, Perry. (2010). Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and Practice.


Edisi 7. Vol. 3. Jakarta : EGC

Reeves. Keperawatan Medikal Bedah. Ed 1. Jakarta : Salemba Medika; 2001

Smeltzer dan Bare, 2004. Brunner dan Suddarth’s Textbook of Medical Surgical
Nursing. United States America.

Soemantri, Irman., 2009, Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan


Sistem Pernafasan. Salemba Medika, Jakarta.

Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta : EGC.

Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2006.Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3, Jakarta :


EGC.

Smeltzer,  C . Suzanne,dkk, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol


1. Jakarta ,

Tucker S. Martin,  Standart Perawatan Pasien, Jilid 2, Jakarta, EGC, 1998

Pontianak , April 2020


Pembimbing Klinik
H. Mulyanto, S.Kep. Ners.
NIP. 196210251984081001

Anda mungkin juga menyukai