Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar


1. Volume cairan tubuh

Cairan dan elektrolit merupakan komponen tubuh yang berperan


dalam memelihara fungsi tubuh dan proses homeostatis. Tubuh kita
terdiri atas sekitar 60% air yang tersebar di dalam sel maupun di luar sel.
Namun demikian, besarnya kandungan air tergantung dari usia, jenis
kelamin , dan kandungan lemak. (Tarwoto.dkk,2010)
Proporsi tubuh manusia yang terdiri dari cairan yang sangat besar.
Sekitar 46% sampai 60% berat badan rata-rata orang dewasa adalah air,
cairan tubuh primer. Konstan dan berat badan individu bervariasi kurang
dari 0,2 kg dalam 24 jam. (Kozier, 2010)
Menurut (Kozier.dkk terjemahan 2011) Air sangat penting untuk
kesehatan dan fungsi sel normal, yang berperan sebagai:
a. Sebuah medium untuk reaksi metabolik di dalam sel
b. Sebagai pengangkut zat gizi,produk sisa, dan zat lain
c. Sebuah pelumas
d. Sebuah penyekat dan penyerap guncangan
e. Sebuah cara dalam mengatur dan mempertahankan suhu tubuh

Pada anak 1 tahun pertama, volume air total dalam tubuh sebanyak
65 – 80% dari berat badan. Persentase ini akan berkurang seiring
bertambahnya usia, menjadi 55 – 60% saat remaja. Cairan diperlukan
untuk berbagai fungsi tubuh, antara lain dalam metabolisme, fungsi
pencernaan, fungsi sel, pengaturan suhu, pelarutan berbagai reaksi
biokimia, pelumas, dan pengaturan komposisi elektrolit. Secara normal,
cairan tubuh keluar melalui urin, feses, keringat, dan pernapasan dalam
jumlah tertentu. Bila tubuh sehat maka relatif konstan dan berat badan
individu bervariasi kurang dari 0,2 kg dalam 24 jam, tanpa

7
8

memperhatikan jumlah cairan yang dikonsumsi. (Kozier terjemahan.


2010).
Kebutuhan cairan anak setiap hari dapat ditentukan dengan dua
cara, ditentukan berdasarkan umur dan berat badan.Jika berdasarkan
umur ditentukan dari umur 0-1 tahun memerlukan air sekitar 120 ml/kg
BB, 1-3 tahun memerlukan air sekitar 100 ml/kg BB, 3-6 tahun
memerlukan air sekitar 90 ml/kg BB, 7 tahun memerlukan air sekitar 70
ml/kg BB, dan dewasa memerlukan sekitar 40-50 ml/kg BB.
(Dewi,2017).
Sedangkan berdasarkan berat badan ditentukan mulai dari 0-10 kg
kebutuhan cairannya 100 ml/kg BB, 10-20 kg kebutuhan cairannya 1000
ml ditambah dengan 50 ml/kg BB (jika diatas 10 kg), dan jika diatas
20kg kebutuhan cairannya sekitar 1500ml ditambah 20 ml/kg BB (jika
diatas 20 kg), dan jika dewasa memerlukan cairan 40-50 ml/kg
BB.(Dewi, 2017).

Cara menghitung kebutuhan cairan perhari berdasarkan rumus Holliday


dan Segard:
Berdasarkan berat badan bayi dan anak anak:
4ml/kgBB/jam = berat badan 10 kg pertama
2ml/kgBB/jam = berat badan 10 kg kedua
1ml/kgBB/jam = sisa berat badan 10 kg selanjutnya
Contoh kasus:
Pasien dengan berat badan 23 kg
Maka kebutuhan cairan basalnya = (4 x 10) + (2 x 10) + (1 x 3)
= 63 ml/jam

Berdasarkan umur, tapi BB tidak diketahui


> 1 tahun = 2n+8 (n adalah umur dalam tahun)
3-13 bulan = n+9 (n adalah usia dalam bulan)
9

Jika terdapat demam (tambahkan cairan sebanyak 10% setiap kenaikan


suhu 1 derajat celcius demam)
2. Distribusi cairan tubuh

Menurut Haswita.Sulistyowati (2017), Cairan tubuh dibagi dalam


dua kelompok besar yaitu:
a. Cairan intraseluler (CIS)
Cairan intraseluler merupakan cairan yang berada di dalam sel tubuh
dan berfungsi sebagai media tempat aktivitas kimia sel berlangsung.
Cairan ini merupakan 70% dari total cairan tubuh (total body water)
b. Cairanekstraseluler (CES)
Cairan ekstraseluler merupakan cairan yang berada di luar sel dan
menyusun 30% dari total body water. Cairan ini terdiri atas plasma
(cairan intravaskular) 5%, cairan interstisial 10-15% dan cairan
transeluler 1-3%.
Hanya ½ dari cairan tubuh bayi adalah cairan intraselular. Pada
bayi baru lahir, kira-kira ½ cairan tubuh terkandung didalam (CES).
Setelah 1 tahun, volume relatif dari (CES) menurun sampai kira-kira 1/3
dari volume total. (Yuliasih, 2017).
3. Komposisi cairan dan elektrolit
Cairan tubuh mengandung oksigen yang berasal dari paru-paru,
nutrisi yang berasal dari saluran pencernaan, produk metabolisme seperti
karbondioksida, dan ion-ion yang merupakan bagian dari senyawa atau
molekul atau disebut juga elektrolit. Seperti misalnya sodium clorida
dipecah menjadi satu ion natrium atau sodium (Na+) dan satu ion klorida
(Cl-). Ion yang bermuatan positif disebut kation, sedangkan yang
bermuatan negatif disebut anion (Tarwoto.dkk,2010).
Komposisi cairan bervariasi antara satu komponen tubuh dengan
komponen tubuh yang lain. Dalam cairan ekstrasel, elektrolit utama
adalah natrium, klorida, dan bikarbonat. Elektrolit lain seperti kalium,
kalsium, dan magnesium juga ada tetapi dalam jumlah yang jauh lebih
10

kecil. Plasma dan cairan interstisial, dua komponen primer dalam CES,
pada intinya mengandung elektrolit dan zat terlarut yang sama, dengan
pengecualian protein. Plasma adalah cairan kaya protein , mengandung
sejumlah besar albumin, tetapi cairan interstisial mengandung sedikit
atau tidak mengandung protein. (Kozier.dkk terjemahan, 2011).
4. Konsentrasi Cairan Tubuh
Menurut Tarwoto.dkk(2010), konsentrasi cairan tubuhdibagi menjadi
dua:
a. Osmolaritas
Osmolaritas adalah konsentrasi larutan atau partikel terlarut
perliter larutan, diukur dalam miliosmol. Osmolaritas ditentukan
oleh jumlah partikel terlarut perkilogram air. Dengan demikian
osmolaritas menciptakan tekanan osmotik sehingga memengaruhi
pergerakan cairan.
Jika terjadi penurunan osmolaritas CES, maka terjadi
pergerakan air dari CIS ke CES. Sebaliknya, jika terjadi penurunan
osmolaritas CES, maka terjadi pergerakan terjadi dari CIS ke CES.
Partikel yang berperan adalah sodium atau natrium, urea dan
glukosa.
b. Tonisitas

Tonisitas merupakan osmolaritas yang menyebabkan pergerakan


dari kompartemen ke kompartemen yang lain. Beberapa istilah yang
terkait dengan tonisitas adalah sebagai berikut.
1. Larutan isotonik yaitu larutan yang mempunyai osmolaritas
sama efektifnya dengan cairan tubuh misalnya NaCl 0,9%,
Ringer Laktat, dan larutan 5% dextrose dalam air.
2. Larutan hipertonik adalah larutan yang mempunyai osmolaritas
efektif lebih besar dari cairan tubuh , misalnya larutan 0,45%
NaCl dan larutan 0,33 NaCl.
11

3. Larutan hipotonik adalah larutan yang mempunyai osmolaritas


efektif lebih kecil dari cairan tubuh misalnya larutan 5% dextroe
dalam saline normal (D5NS), 5% dextrose dalam 0,45% NaCl
(D5 1/2NS), dan 5% dextrose dalam Ringer Laktat (D5RL)

5. Pergerakan Cairan Tubuh


Mekanisme pergerakan cairan tubuh melalui tiga proses berikut ini.
Menurut Tarwoto.dkk ( 2010).
a. Difusi
Merupakan proses dimana partikel yang terdapat dalam cairan
bergerak dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah sampai terjadi
keseimbangan. Cairan dan elektrolit didisfusikan menembus
membran sel. Kecepatan difusi dipengaruhi oleh ukuran molekul,
konsentrasi larutan dan temperatur.

b. Osmosis

Merupakan bergeraknya pelarut bersih seperti air, melalui


membran semipermabel dari larutan yang berkonsentrasi lebih
rendah ke konsentrasi yang lebih tinggi yang sifatnya menarik.
c. Transpor aktif

Partikel bergerak dari konsentrasi rendah ke tinggi karena


adanya daya aktif dari tubuh seperti pompa jantung. Proses ini
berbeda dari difusi dan osmosis dalam hal energi metabolik yang
dihabiskan. Dalam transfor aktif, sebuah zat berikatan dengan
sebuah pembawa di permukaan luar membran sel keduanya bergerak
ke permukaan dalam membran sel. Setelah di dalam, pertikel dan
pembawa berpisah, dan zat yang dilepaskan ke bagian dalam sel.
Sebuah pembawa spesifik dibuuhkan untuk setiap zat, enzim
dibutuhkan untuk transpor aktif dan energi yang dikeluarkan.
6. Pengaturan Cairan Tubuh
12

Pada orang sehat, volume dan komposisi kimia kompartemen cairan


tetap berada dalam batasan aman yang sempit. Normalnya asupan cairan
dan kehilangan cairan seimbang. Penyakit dapat mengganggu
keseimbangan ini sehingga tubuh memiliki terlalu sedikit atau terlalu
banyak cairan. (Kozier.dkk terjemahan, 2011).
Menurut Tarwoto.dkk(2010), menyebutkan pengaturan cairan tubuh
berdasarkan:
a. Mekanisme Rasa Dahaga

Mekanisme dahaga yaitu penurunan fungsi ginjal merangsang


pelepasan renin, yang dapat merangsang hipotalamus untuk
melepaskan substrat neural yang bertanggung jawab terhadap sensai
haus. Haus normalnya segera hilang setelah meminum sejumlah
kecil cairan, bahkan sebelum cairan tersebut diserap dari saluran
pencernaan . bagaimanapun juga, reda dari haus ini hanya bersifat
sementara dan haus akan kembali dirasakan sekitar 15 menit. Haus
sekalilagi hanya reda sementara setelah cairan yang diminum
mendistensi saluran pencernaan atas.
b. Anti Diuretik Hormon (ADH)
ADH dibentuk di hipotalamus dan disimpan dalam
neurohifosis dari hiposis posterior. Stilmuli utama untuk sekresi
ADH adalah peningkatan osmolaritas dan penurunan cairan eksrasel.
Hormon ini meningkatkan reabsorpsi air pada duktus koligentes
sehingga dapat menghemat air.

c. Aldosteron
Hormon ini disekresi oleh kelenjar adrenal yang bekerja pada
tubulus ginjal untuk meningktakan absorpsi natrium. Pelepasan
aldosteron dirangsang oleh perubahan konsentrasi kalium, natrium
serum dan sistem renin-angiostensin serta sangat efektrif dalam
mengendalikan hiperkalemia.
13

d. Prostaglandin

Prostaglandin adalah asam lemak yang terdapat dalam banyak


jaringan dan berfungsi dalam merespon radang, pengendalian tekanan
darah, kontraksi uterus, dan mobilitas gastrointestinal. Dalam ginjal,
prostaglanding berperan mengatur sirkulasi ginjal, respon natrium dan
efek ginjal pada ADH.

e. Glukokortikoid
Meningkatkan resorpsi natrium dan air, sehingga volume darah
naik dan terjadi retensi natrium. Perubahan kadar glukokortikoid
menyebabkan perubahan pada keseimbangan volume darah.

7. Pengeluaran Cairan

Pengeluaran cairan terjadi melalui beberapa proses atau organ menurut


Haswita.dkk (2017), yaitu:
1. Urine (Ginjal)
Proses pembentukan urine oleh ginjal dan eksresi melalui
traktur urinarius merupakan proses keluaran cairan tubuh yang
utama. Jumlah urine yang diproduksi dipengaruhi oleh ADH
dan aldosteron, yang mana hormon ini mempengaruhi eksresi
air dan natrium serta distimulasi oleh perubahan volume darah.
2. Feses (gastrointestinal)
Pengeluaran air melalui feses berkisar antara 100-200
ml/hari, yang diatur melalui mekanisme reabsorbsi di dalam
mukosa usus besar (kolon).
3. Insensible Water Loss (IWL)
a. Insensible water loss terjadi melalui paru-paru dan kulit.
Kehilangan air melalui paru-paru tidak dapt dirasakan oleh
individu, dalam sehari rata-rata kehilangan air mencapai
400 ml.
14

b. Kehilangan air melalui kulit diatur oleh sistem saraf


simpatis, yang mengaktifkan kelenjar keringat. Stimulasi
kelenjar kringat dapat dihasilkan dari olahraga otot,
peningkatan suhu lingkungan dan peningkatan aktivitas
metabolik. Rata-rata kehilangan air mencapai 15-20 ml/hari.
Perhitungan IWL dewasa menggunakan rumus:
IWL= 15 𝑐𝑐 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛
Gambaran kehilangan cairan tubuh berdasarkan usia dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Tabel 2.1 Besar Insensible Water Loss menurut usia
Usia Besar IWL
(mg/kg/BB/hari)
Bayi baru lahir 30
Bayi 50-60
Anak-anak 40
Remaja 30
Dewasa 20

Sumber : Buku Kebutuhan Dasar Manusia


UntukMahasiswa Keperawatan Dan Kebidanan (2017)
Haswita,Sulistiyowati (2017)

Menurut Oktiawati.dkk (2017),Menghitung balance cairan anak


tergantung tahap umur, untuk menentukan Air Metabolisme, yaitu :
Rumus balance cairan yaitu :
Balance cairan = Intake - Output
Yang termasuk dalam cairan masuk (intake) diantaranya adalah :
1. Makan, minum, NGT
2. Cairan eflex, injeksi
3. Air metabolisme.
Usia balita (1-3 tahun) : 8 cc/kgBB/hari
15

Usia 5- 7 tahun : 8 – 8,5 cc/kgBB/hari


Usia 7 – 11 tahun : 6 – 7 cc /kgBB/hari
Usia 12 – 14 tahun: 5 – 6 cc/kgBB/hari
Sedangkan untuk cairan keluar output yaitu:
1. Muntah,urine,feses. Apabila anak mengompol, maka dihitung
urin yangkeluarkeluar sebanyak 0,5-1 ml/KgBB/hari.
2. IWL (Insensible water loss ) yaitu kehilangan cairan yang
menguap melalui paru paru dan kulit. Rumus untuk menghitung
IWL pada anak yaitu :
IWL : (30-Usia anak dalam tahun) x Berat badan/kg
Jika anak mengompol menghitung urine:
0,5 cc – 1 cc/kgBB/hari.

8. Faktor – Faktor Yang Memengaruhi Keseimbangan Cairan Dan


Elektrolit
Menurut Islami(2016), faktor yang memengaruhi keseimbang cairan dan
elektrolit adalah:
a. Usia
Asupan cairan individu bervariasi berdasarkan usia. Dalam hal ini,
usiaberpengaruh terhadap proporsi tubuh, luas permukaan tubuh,
kebutuhan metabolik, serta berat badan. Bayi dan anak di masa
pertunbuhan memiliki proporsi cairan tubuh yang lebih besar
dibandingkan orang dewasa.Karenanya, jumlah cairan yang
diperlukan dan jumlah cairan yang hilang juga lebih besar
dibandingkan orang dewasa. Besarnya kebutuhan cairan pada bayi
dan anak-anak juga dipengaruhi oleh laju metabolik yang tinggi serta
kondisi ginjal mereka yang belum atur dibandingkan ginjal orang
dewasa.
b. Aktivitas
Aktivitas hidup seseorang sangat berpengaruh terhadap kebutuhan
cairan dan elektrolit. Aktivitas menyebabkan peningkatan proses
16

metabolisme dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan penigkatan


haluaran cairan melalui keringat. Dengan demikian, jumlah cairan
yang dibutuhkan juga meningkat. Selain itu,kehilangan cairan yang
tidak disadari (insensible water loss) juga mengalami peningkatan
laju pernapasan dan aktivasi kelenjar keringat.
c. Iklim
Normalnyaindividu yang tinggal di lingkungan yang iklimnya tidak
terlalu panas tidak akan mengalami pengeluaran cairan yang ekstrem
melalui kulit dan pernapasan. Dalam situasi ini, cairan yang keluar
umumnya tidak dapat disadari (insensible water loss, IWL).
Besarnya IWL pada tiap individu bervariasi, dipengaruhi oleh suhu
lingkungan, tingkat metabolisme,dan usia. Individu yang tinggal di
lingkungan yang bertsuhu tinggi atau di dearah dengan kelembapan
yang rendah akan lebih sering mengalami kehilangan cairandan
elektrolit. Umumnya, orang yang biasa berada di lingkungan panas
akan kehilangan cairan sebanyak 700 ml per jam saat berada
ditempat yang panas, sedangkan orang yang tidak biasa berada di
lingkungan panas dapat kehilangan cairan hingga dua liter per jam.
d. Diet
Diet seseorang berpengaruh juga terhadap asupan cairan dan
elektrolit. Jika asupan makanan tidak seimbang, tubuh berusaha
memcah simpanan protein dengan terlebih dahulu memecah
simpanan lemak dan glikogen. Kondisi ini menyebabkan penurunan
kadar albumin.
e. Stress
Kondisi stress berpengaruh pada kebutuhan cairan dan elektrolit
tubuh. Saat stress, tubuh mengalami peningkatan metabolism seluler,
peningkatan konsentrasi glukosa darah, dan glikolisis otot.
f. Penyakit
Trauma pada jaringan dapat menyebabkan kehilangan cairan dan
elektrolit dasar sel atau jaringan yang rusak (mis., Luka robek, atau
17

luka bakar). Gangguan jantung dan ginjal juga dapat menyebabkan


ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Saat aliran darah ke ginjal
menurun karena kemampuan pompajantung menurun, tubuh akan
melakukan penimbunan cairan dan natrium sehingga terjadi retensi
cairan dan kelebihan beban cairan (hipervelomia).
Lebih lajut, kondisi inidapat menyebabkan edema paru.
Normalnya, urine akan dikeluarkan dalam jumlah yang cukup
untukmenyeimbangkan cairan dan elektrolit serta kadar asam dan
basa dalam tubuh. Apabila asupan cairan banyak, ginjal akan
memfiltrasi cairan lebih banyak dan menahan ADH sehingga
produksi urine akan meningkat. Sebaliknya, dalam keadaan
kekurangan cairan, ginjal akan menurunkanproduksi urine dengan
berbagi cara. Diantaranya peningkatan reabsorpsi tubulus, retensi
natrium dan pelepasan renin. Apabila ginjal mengalami kerusakan,
kemampuan ginjal untuk melakukan regulasi akan menurun.
Karenanya, saat terjadi gangguan ginjal (mis., gagal ginjal) individu
dapat mengalami oliguria (produksi urine kurang dari 40ml/ 24 jam)
sehingga anuria (produksi urine kurang dari 200 ml/ 24 jam).
g. TindakanMedis
Beberapa tindakan medis menimbulkan efek sekunder terhadap
kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh. Tindakan pengisapan cairan
lambung dapat menyebabkan penurunan kadar kalsium dan kalium.
h. Pengobatan
Penggunaan beberapa obat seperti Diuretik maupun laksatif secara
berlebihan dapat menyebabkan peningkatan kehilangan cairan dalam
tubuh.. Penggunaan kortikostreroid dapat pula menyebabkan retensi
natrium dan air dalam tubuh.
i. Pembedahan
Klien yang menjalani pembedahan beresiko tinggi mengalami
ketidakseimbangan cairan. Beberapa klien dapat kehilangan banyak
darah selama perode operasi, sedangkan beberapa klien lainya justru
18

mengalami kelebihan beban cairan akibat asupan cairan berlebih


melalui intravena selama pembedahan atau sekresi hormon ADH
selama masa stressAkibatobat-obatanastesia.

9. Gangguan Dalam Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit

1. Kelebihan Volume Cairan


Kelebihan volume cairan atau hipervolemia adalah
peningkatan intravaskular, interstisial, dan/atau intraselular.
Penyebab kelebihan volume cairan atau hipervolemia yaitu
gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan natrium, gangguan
aliran balik vena, efek agen farmakologis misalnya kortikosteroid,
chlorpropamide, tolbutamide, vincristine, tryptilinescarbamazepine)
(SDKI, 2017)
Gejala : sesak napas, peningkatan tekanan darah, denyut nadi
kuat, pernapasan cepat, asites,edema, adanya ronkhi, kulit lembab,
distensi vena jugularis, peningkatan berat badan (Haswita.dkk 2017)
2. Edema
19

Menurut Sudiono.dkk (2015), Edema adalah meningkatnya


cairan ekstraseluler di dalam sela-sela jaringan dan rongga serosa.
Edema disebabkan oleh:
a. Peningkatan permeabilitas kapiler
b. Berkurangnya protein plasma (hipoproteinemia)
Protein plasma yang berkurang mengakibatkan tekanan
osmotik kolid menurun. Sebagian besar tekanan osmotik
plasma ini diselenggarakan oleh albumin. Edema kekurangan
albumin dibagi menjadi:
Edema nefrotik.Edema ini salah satu tipe edema ginjal. akibat
kelainan glomerulus ginjal, albumin seolah-olah bocor keluar
melalui ginjal dalam jumlah yang besar (albuminuria) sehingga
darah kekurangan albumin (hipoalbuminemia). Kejadian ini
sering ditemukan pada sindrom nefrotik.
1) Kekurangan makan atau kelaparan dan gizi buruk
2) Pada penderita penyakit hati seperti hepatitis.
c. Meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler.
d. Obstruksi saluran limfe
e. Peningkatan tekanan kolid osmotik dalam jaringan
f. Retensi natrium
Menurut Deswita (2011),
Skala penilaian pitting edema meliputi :
Tingkat Deskripsi
1+ Pitting ringan, tidak ada
distorsi (perubahan) yang
terlihat, cepat menghilang

2+ Lebih dalam dari 1+, tidak


distorsi yang langsung
terdeteksi, menghilang dalam
20

10-15
3+ Cukup dalam. Dapat
berlangsung lebih dari 1
menit, ektermitas yang
terkena tampak lebih besar
dan membengkak
4+ Sangat dalam, berlangsung 2-
5 menit, ekstermitas yang
terkena tampak sangat
mengalami perubahan

Menurut Deswita (2011), Penilaian derajat edema meliputi:


Derajat I : kedalaman 1-3 mm dengan waktu kembali 3 detik
Derajat II : kedalamn 3 – 5 mm dengan waktu kembali 5 detik
Derajat III : kedalaman 5 – 7 mm dengan waktu kembali 7 detik
Derajat IV : kedalamannya 7 mm lebih dengan waktu kembali 7 detik
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan

4. Pengkajian

Menurut Latief.dkk (2014), pengkajian pada anak terdiri dari:


a. Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara.
Suatu anamnesis yang terarah dapat mempermudah penegakan
diagnosis sesuai dengan keluhan yang dikemukakan oleh anak atau
orang tua.
Anamnesis terdiri dari :
1) Identitas pasien seperti nama,usia, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, alamat,pendidikan, nama orang tua dan pekerjaan orang
tua.
21

2) Keluhan utama
Yaitu keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien
dibawa berobat. Keluhan utama tidak selalu merupakan keluhan
yang pertama disampaikan oleh orang tua pasien. Pada
gangguan cairan keluhan utama yang muncul adalah edema
pada tubuh sehingga mengakibatkan penambahan berat badan.
Edema terjadi pada periorbital, edema pada genetalian eksterna,
asites, distensi abdomen, edema fasial atau pada wajah khusus
daerah mata terlihat bengkak.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Ditanyakan kapan edema mulai tampak, apakah dimulai di
tempat-tempat tertentu (kelopak mata, pergelangan kaki) apakah
kemudian menjalar, dan bagaimana penjalaran seta apakah
tergantung waktu (pagi,siang atau sepanjang hari) ditanyakan
pula perkembangan edema, apakah progresif lambat atau cepat,
atau menetap. Keluhan lain yang ditanyakan apakah ada batuk,
oliguria, sesak napas, cepat lelah, berdebar, pucat, pernah sakit
kuning dan sebagainya.
4) Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit yang pernah diderita anak sebelumnya perlu
diketahui, karena mungkin ada hubungannya dengan penyakit
sekarang.
5) Riwayat kehamilan ibu
Hal pertama yang perlu ditanyakan adalah keadaan
kesehatan ibu selama hamil, ada atau tidaknya penyakit, serta
upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakit tersebut.
6) Riwayat kelahiran
Ikhwal kelahiran pasien harus ditanyakan dengan teliti,
termasuk tanggal dan tempat kelahiran, maa kehamilan juga
ditanyakan apakah cukup bulan, kurang bulan, ataukah lewat
bulan dan berat dan panjang lahir
22

7) Riwayat makanan
Pada anamnesis diharapkan dapat diperoleh keterangan
tentang makanan yang dikonsumsi oleh anak, baik jangka
pendek (beberapa waktu sebelum sakit), maupun jangka panjang
(sejak bayi)
8) Riwayat imunisasi
Status imunisasi pasien, baik imunisasi dasar maupun
imunisasi ulangan khususnya imunisasi BCG, DPT, Polio,
Campak dan Hepatitis B.
9) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
a) Riwayat pertumbuhan
Status pertumbuhan anak terutama pada usia balita
dapat ditelaah dari kurva berat badan terhadap usia dan
panjang badan terhadap usia
b) Riwayat perkembangan menurut
1. Perkembangan sosioemosional : anak berada pada
fase pre school pada masa ini anak dapat mengatakan
apa yang dirasakan. Selain itu emosi malu dan bangga
mulai berkembang. Bermain interaksi dengan teman
sebaya dengan cara bermain
2. Perkembangan kognitif : kemampuan untuk mengenal
tempat, mengetahui jarak melalui peta, mengetahui
sebab akibat, kemampuan memahami ukuran
walaupun bentuk objek diubah, memahami angka
matematika yaitu berhitung
3. Respon hospitalisasi : pada anak prasekolah merasa
takut pada orang asing dan menyadari ketiadan
keluarga mereka, dari usia satu sampai lima tahun,
anak seringkali menunjukkan ansietas berat saat
dipisahkan dari rumah dan keluarga. Pada anak usia
23

sekolah kendati seringkali menyembunyikan banyak


ketakutan.

b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik anak berbeda dengan orang dewasa,
pada pemeriksaan fisik anak diperlukan cara pendekatan tertentu
agar pemeriksa dapat memperoleh informasi keadaan fisik anak
secara lengkap dan akurat. Cara tersebut dimaksudkan agar anak
tidak merasa takut, tidak menangis, dan tidak menolak untuk
diperiksa.
Pada anak yang lebih besar, pendekatan dapat dimulai dengan
memberikan salam, menanyakan nama, usia, sekolahnya, kelasnya
dan lain sebagainya. (Latief.dkk, 2014)
Pemeriksaan umum meliputi:
1. Keadaan umum mencakup kesan keadaan sakit, termasuk posisi
pasien, kesadaran, kesan status gizi
2. Tanda-tanda vital mencakup nadi, tekanan darah (terjadi
peningkatan sistolik dan diastolik), pernapasan, suhu tubuh
3. Berat badan
4. Tinggi badan
5. lingkar lengan atas normal >13,5 cm
6. IMT
7. Lingkar kepala
8. Head to toe:
a. Kepala : Bentuk kepala (normal, makrosefali,
mikrosefali), wajah (adanya pembengkakan
wajah lokal disebabkan edema.
b. Mata : Pengkajian mata eksternal mengamati
kelopak mata mengalami pembengkakan
konjungtiva (anemis, ananemis)
c. Telinga :Adakah tonjolan pada telinga dan
24

kebersihan
d. Hidung : Pernapasan cuping hidung, sianosis
e. Mulut : Pembengkakan,lesi, warna bibir , periksa
lidahterhadap gerakan dan bentuk, karies
gigi, mukosa mulut.
f. Leher : Palpasi leher mengetahui ada tidaknya
pembesaran vena jugularis
g. Intergumen :Keadaann turgor kulit, edema periorbital,
edema (dependen) pada ekstermitas bawah
dan bokong serta sensasi rasa.
h. Dada
1. Paru-paru :
Inspeksi : Amati irama pernapasan, kedalaman,
Frekuensi pernapasan
Palpasi : taktil fremitus dengan menggunakan jari
telunjuk atau permukaan telapak tangan.
Perkusi : perkusi pada dada anterior dan posterior.
Auskultasi : dengar ada bunyi tambahan
2. Kardiovaskuler
Inspeksi dan palpasi : ada atau tidak pembesaran
jantung,
Perkusi : normal berbunyi redup
Auskultasi : bunyi jantung lup-dup

i. Gastrointestinal
Inspeksi: Abdomen menonjol atau ada tidak edema
Auskultasi : Bunyi bising usus normal 10-30 detik
Palpasi: Nyeri tekan, pembesaran hati dan limfa
Perkusi: Bunyi timpani diseluruh
permukaanabdomen,terdapat asites pada
penyakit sindrom nefrotik
25

j. Ekstermitas : menilai keadaan tulang,otot, serta sendi-


sendi,inspeksi terdapat edema pada
ekstermitas.
k. Neurologis : kesadaran anak
l. Sistem perkemihan: urine normal pada anak dalam 24 jam:
Urine normal pada anak berdasarkan umur:
1. 1-2 hari : 30-60 ml
2. 3 – 10 hari : 100-300 ml
3. 10 hari – 2 bulan : 250-450 ml
4. 2 bulan – 1 tahun : 400-500 ml
5. 1-3 tahun : 500-600 ml
6. 3-5 tahun : 600-700 ml
7. 5-8 tahun : 650-800 ml
8. 8-14 tahun : 800-1400 ml

5. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan elektrolit, darah lengkap, pH, protein urin, berat jenis


urine, dan analisis gas darah, analisis serum.
6. Diagnosa Keperawatan

Menurut buku Standar Diagnostis Keperawatan Indonesia


Persatuan Perawat Nasional Indonesia (2017),diagnosa yang muncul
pada Sindrom Nefrotik pada anak yaitu:
a. Hipervolemia

Hipervolemia adalah peningkatan volume cairan


intravaskular, interstisial atau intraseluler. Penyebab nya yaitu
gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan cairan, kelebihan
asupan natrium, gangguan aliran balik vena dan efek agen
farmakologis (misalnya kortikosteroid, chloropropamide,
tolbutamide, vincristine, tryptilinescarbamazepine).
26

Gejala dan tanda diantaranya:


Gejala dan tanda mayor:
Subjektif:
1. Ortopnea
2. Dispnea
3. Paroxysmai nocturnal dyspnea (PND)

Objektif:
1. Edema anasarka atau/dan edema perifer
2. Berat badan meningkat dalam waktu singkat Jugular venous
pressure (JVP)
3. Reflekshepatojugular positif
4. Distensi vena jugularis
5. Terdengar suara tambahan
6. Intake lebih banyak dari output (balance cairan positif)

b. Pola napas tidak efektif

Definisi: inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan


ventilasi adekuat. Penyebab nya yaitu depresi pusat pernapasan,
deformitas dinding dada, kecemasan.
Gejala dan tanda:
1. Dispnea
2. Penggunaan otot bantu pernapasan
3. Fase ekspirasi memanjang
4. Tekanan ekspirasi menurun
5. Tekanan inspirasi menurun

c. Perfusi perifer tidak efektif


27

Definisi : penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang


dapat mengganggu metabolisme tubuh. Penyebab nya yaitu
penurunan hemoglobin, peningkatan tekanan darah.
Gejala dan tanda :
1. Pengisian kapiler >3 detik
2. Nadi perifer menurun atau tidak teraba,
3. Akral teraba dingin,
4. Warna kulit pucat,
5. Turgor kulit menurun
6. Edema

6. Intervensi
Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan
Menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2017) :

Diagnosa Intervensi Utama Intervensi Pendukung


Keperawatan
1. Hipervolemia b.d Manajemen Hipervolemia: - Dukungan
Edema anasarka Observasi : Kepatuhan
atau/dan edema - Periksa tanda dan gejala Program
perifer hipervolemia (mis. Ortopnea, Pengobatan
Tujuan : dispnea, edema, JVP/CVP - Edukasi Dialisis
Setelah dilakukan meningkat,refleks Peritoneal
Asuhan hepatojugular positif, suara - Edukasi
Keperawatan napas tambahan) Hemodialisis
diharapkan - Identifikasi penyebab - Edukasi Nutrsi
hipervolemia hipervolemia Parenteral
pasien teratasi - Monitor status hemodinamik - Edukasi Pemberian
dengan kriteria (misal. Frekuensi jantung, Makanan
hasil : tekanan darah, MAP, CVP< Parenteral
a. Anak tidak PAP, PCWP, CO, CI) jika - Insersi Intravena
mengalami tersedia. - Insersi Selang
28

edema - Monitor intake dan output Nasogastrik


anakarsa atau cairan - Kateterisasi Urine
perifer - Monitor tanda - Manajemen
b. Intake = hemokonsentrasi (mis. Kadar Medikasi
output natrium, BUN, Hematokrit, - Manajemen Nutrisi
c. Albumin berat jenis urine) - Manajemen Nutrisi
meningkat Teraupetik: Parenteral
d. Menurunya - Timbang berat badan setiap - Manajemen
protein pada hari pada waktu yang sama Spesimen Darah
urine - Batasi asupan cairan dan Pamantauan
garam Elektrolit
- Tinggikan kepala tempat tidur - Pemantuan Tanda
30-40 derajat Vital
Edukasi: - Konsultasi
- Anjurkan orang tua melapor - Manajemen Asam-
jika haluaran urin Basa
<0,5mL/kg/jam dalam 6 jam - Manajemen Cairan
- Anjurkan orang tua melapor - Manjemen Dialisis
jika BB bertambah >1kg Peritoneal
dalam sehari - Manajemen
- Anjarkan orang tua cara Elektrolit
mengukur dan mencatat - Manajemen
asupan dan haluaran cairan Elektrolit :
- Ajarkan orang tua membatasi Hiperkalemia
cairan - Manajemen
Kolaborasi: Elektrolit :
- Kolaborasi pemberian diuretik Hiperkalsemia
- Kolaborasi penggantian - Manajemen
kehilangan kalium akibat Elektrolit :
diuretik Hipermagnesemia
- Manajemen
Pemantauan cairan Elektrolit :
Observasi Hipernatremia
- Monitor frekuensi dan - Manajemen
kekuatan nadi Elektrolit :
- Monitor frekuensi napas Hipokalsemia
- Monitor tekanan darah - Manajemen
29

- Monitor berat badan Elektrolit:


- Monitor waktu pengisian Hipomagnesemia
kapiler - Manajemen
- Monitor elastisitas atau turgor Elektrolit :
kulit Hiponatremia
- Monitor jumlah, warna, dan - Manajemen
berat jenis urine Hemodialisis
- Monitor kadar albumin dan - Pemberian
protein total Makanan
- Monitor hasil pemeriksaan - Pemberian
serum (mis, osmolaritas serum, Makanan
hematokrit, natrium, kalium, Parenteral
BUN) - Pemberian Obat
- Monitor intake dan output - Pemberian Obat
cairan Intravena
- Identifikasi tanda-tanda - Pengambilan
hipervolemia (mis. Dsispnea, Sampel Darah
edema perifer, edema Arteri
anasarka, JVP meningkat , - Pengambilan
CVP meningkat, repleks Sempek Darah
hepatojuular positif, berat Vena
badan meningkat dalam waktu - Pengaturan Posisi
singkat. - Perawatan Dialisis
- Identifikasi faktor resiko - Perawatan Kateter
ketidakseimbangan cairan Sentral Perifer
(mis. Prosedur pembedahan - Perawatan Kateter
mayor, trauma/perdarahan, Urine
luka bakar, aferesis, obstruksi - Perawatan Luka
intestinal, peradangan - Promosi Berat
pangkreas, penyakit ginjal dan Badan
kelenjar, disfungsi intestinal) - Terapi Intravena
Teraupetik :
- Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil
pemantauan
30

Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan jika perlu
Pola napas tidak Manajemen Jalan Napas - Dukungan
efektif b.d Observasi emosional
- Monitor pola napas (frekuensi, - Dukungan
kedalaman, usaha napas) kepatuhan program
- Monitor bunyi napas tambahan pengobatan
(mis. Gurgling, mengi, - Dukungan ventilasi
whezzing, ronki kering) - Eduksi pengukuran
- Monitor sputup (jumlah, respirasi
warna, aroma) - Kunsultasi via
Terapeutik telepon
- Posisikan semi-Fowler atau - Manajemen energi
Fowler - Manajemen jalan
- Berikan minum hangat napas buatan
- Lakukan fisioterapi dada, jika - Manajemen
perlu medikasi
- Berikan oksigen jika perlu - Pemberian obat
Edukasi inhalasi
- Anjarkan teknik batuk efektif - Pemberian obat
Kolaborasi oral
- Kolaborasi pemberian - Pencegahan
ekspektoran, jika perlu aspirasi
Pemantauan Respirasi - Pengaturan posisi
Observasi - Pemantuan
- Monitor frekuensi, irama, neurologis
kedalaman dan upaya napas - Pemberian
- Monitor pola napas (seperti analgesik
bradipnea, takipnea, - Pemberian obat
hiperventilasi, Kussmaul, - Perawatan
Cheyne-Stokes, Boit, atasksik) trakheostomi
- Monitor kemampuan batuk - Reduksi ansietas
efektif - Stabilisasi jalan
- Monitor adanya sumbatan napas
31

jalan napas - Terapi relaksasi


- Palpasi kesimetrisan ekspansi otot progresif
paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray toraks
Teraupetik :
- Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantuan

Perfusi perifer Perawatan sirkulasi - bantuan berhenti


tidak efektif b.d Observasi: merokok
- Periksa sirkulasi perifer (mis. - dukungan
Nadi, edema, pengisian kepatuhan program
kapiler, warna, suhu, pengobatan
anklebranhial index) - edukasi berat
- Monitor panas, kemerahan, badan efektif
nyeri atau bngkak pada - edukasi diet
ekstermitas) - edukasi latihan
Terapeutik fisik
- Hindari pemasangan infus atau - eduksi pengukuran
pengambilan darah di area nadi radialis
keterbatasan perfusi - edukasi proses
- Hindari pengukuran tekanan penyakit
darah pada ekstermitas di area - edukasi teknik
keterbatasan perfusi ambulasi
- Hindari penekanan dan - insersi intervena
pemasangan tourniquet pada - manajemen asam-
area yang cedera basa
- Lakukan pencegahan infeksi - manajemen cairan
32

- Lakukan perawatan kaki dan - manajemen


kuku medikasi
- pemantauan cairan
Manajemen sensasi perifer: - pemantauan hasil
Observasi: laboratorium
- Identifikasi penyebab - pemantauan tanda-
perubahan sensasi tanda vital
- Identifikasi penggunaan alat - pemberian obat
pengikat, prostesis, sepatu, dan - pemberian obat
pakaian intravena
- Periksa perbedaan sensasi - pemberian obat
tajam dan tumpul oral
- Periksa perbedaan dingin dan - pemberian produk
hangat darah
- Periksa kemampuan - pengaturan posisi
mengidentifikasi lokasi dsn - terapi oksigen
tekstur benda
- Monitor terjadinya paratesia,
jika perlu
- Monitor perubahan kulit
- Monitor adanya tromboflebitis
dan tromboemboli vena
Teraupetik:
- Hindari pemakaian benda-
benda yang berlebihan
suhunya
Edukasi:
- Anjurkan penggunaan
termometer untuk menguji
suhu air
- anjurkan memakai sepatu
lembut
Kolaborasi :
- kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
- kolaborasipemberiankortikostr
eroid
33

Sumber : Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018), Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017)

6. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah realisasi rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga
meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respons klien
selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru.
(Latief, 2014)

7. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang nda
buat pada tahap perencanaan. (Latief, 2014).

C. Tinjauan Konsep Penyakit

1. Definisi
Sindrom Nefrotikialah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat
hematuri, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal. menurut kepustakaan
sindrom nefrotik paling banyak terdapat pada anak umur 3-4 tahun
dengan perbandingan pasien wanita dan pria 1:2. Penyakit sindrom
nefrotik dijumpai pada anak mulai umur kurang dari 1 tahun (3 bulan)
sampai umur 14 tahun (Ngastiyah,2005)
34

Sindrom nefrotik terjadi karena defek pada permeabilitas


pembuluh darah glomerulus. Sekitar 75% kasus terjadi karena
glomerulusnefritis primer (idiopatik). Prognosis sindrom nefrotik sangat
berpariasi dan bergantung pada penyebab yang melatari. (Kowalak,
2017)

2. Etiologi
Etiologi sindrom nefrotik menurut Ngastiyah. (2005), yaitu:
a. Sindrom nefrotik bawaan yaitu diturunkan sebagai resesif autosonal
atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua
pengobatan. Gejala: edema pada masa neonatus. Pernah dicoba
pencangkokan ginjal pada neonatus tetapi tidak berhasil. Prognosis
buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya.
b. Sindrom nefrotik sekunder, disebabkan oleh:
1) Malaria keuartana atau parasit lainnya.
2) Penyakit kolagen seperti lupus eritemalosus diseminata,
purpura, dan anafilaktoid.
3) Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronik, trombosis
vena renalis.
4) Bahan kimia seperti trimetadoid, paradion, penoisilamin, garam
emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa.
5) Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik.
c. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya atau juga
disebut SN primer). Berdasarkan histopatologis yang tampak pada
35

biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop


elektron (Cung.dkk) membagi dalam 4 golongan yaitu:
1) Kelainan minimal. Dengan miksroskop biasa glomerulus tampak
normal, sedangkan dengan mikroskop elektron tampak foot
prossesus sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi
ternyata tidak terdapat IgG atau imunoglobin beta-1C pada
dinding kapiler glomerulus. Golongan ini lebih banyak terdapat
pada anak daripada orang dewasa, prognosis lebih baik
dibandingkan dengan golongan lain.
2) Nefropati membranosa. Semua glomerulus menunjukkan
penebalan dinding kapiler tersebar tanpa proliferasi sel. Tidak
sering ditemukan pada anak. Prognosis kurang baik.
3) Glomerulunefritis proliferatif
Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus, terdapat
proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus.
Pembengkakan sitoplasma enotel yang menyebabkan kapiler
tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang
timbul setelah infeksi dengan Streptococcus yang berjalan
progresif dan pada sindrom nefrotik. Prognosis jarang baik,
tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan setelah pengobatan
yang lama.
Dengan penebalan batang lobular . terdapat profilerasi sel
mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.
4) Dengan bulan sabit. Didapatkan profilerasi sel mesangial dan
proliferasi sel epitel sampai dan viseral. Prognosis buruk.
5) Glomerulonefritis membrnoproliferatif. Proliferasi sel mesangial
dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di
mesangium. Titer globulin berta-1C atau beta-1A. Prognosis
tidak baik.
36

d. Glomerulosklerosis fokal segmental. Padakelainan ini yang


mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus,
prognosis buruk.

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada Sindrom Ndefrotik adalah proteinuria,
retensi cairan dan edema yang menambah berat badan, edema periorbital,
edema dependen, pembengkakakn genetalia eksterna, edema fasiel, asites
, hernia, inguinalis, distensi abdomen,dan efusi pleural. (Betz, Sowden.
2002)

4. Patofisiologi
a. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan
berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi
proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan
hypoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik
plasma menurun sehingga cairan intravaskular berpindah ke dalam
interstisial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan
intravaskular berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah
ke renal karena hipovolemi.
b. Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan
kompensasi dengan merangsang produksi renin angiostensin dan
peningkatan sekresi antidiuretik hormon (ADH) dan sekresi
aldosteron yang kemudian terjadi retensi natrium dan air. Dengan
retensi natrium dan air, akan menyebabkan edema.
c. Terjadi peningkatan cholesterol dan triglicerida serum akibat dari
peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma
albumin atau penurunan onkotik plasma.
d. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi
lipoprotein dalam hat yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya
protein dan lemak akan banyak dalam urine (lipiduria).
37

e. Menurunnya respon imun karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia


atau defisiensi seng.

5. Pathway
Permeabilitas glomerular meningkat

Proteinuria

Hypoalbuminemia

Stimulasi sintesis
Dalam hati, protein dan lemak Tekanan osmotik
plasma menurun edema

hiperlipidemia

retensi air dan


natrium
faktor Hipervolemi
pembentukan
berlebih
Aktif rennin-angiostensin
Peningkatan Sekresi
ADH dan Aldosteron
38

Vasokonstriksi

Gambar 2.1 Patofisiologi sumber dari Copstead and Banasik (2002).


Pathophysiologi : Biologi and Perspective (2nd Ed.) Philadelphia; W.B.Saunders
Company

6. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi menurut Kowalak (2017), meliputi:


a. Mal nutrisi
b. Infeksi
c. Gangguan pembekuan
d. Oklusi vaskuler akibat tromboemboli (khususnya pada paru-paru dan
tungkai)
e. Aterosklerosis yang dipercepat
f. Anemia hipokromik akibat eksresi transferin yang berlebihan ke
dalam urine
g. Gagal ginjal akut

7. Pemeriksaan Penunjang

Uji laboratorium dan diagnostik meliputi uji urin yaitu protein


urin yang meningkat dalam 24 jam lebih dari 3,5 mg/dl, urinalisis
terdapat hematuria, berat jenis urin meningkat. Uji darah yaitu albumin
serum yang menurun, kolestrerol serum meningkat, hemoglobin
meningkat, laju endap darah (LED) meningkat. Uji diagnostik yaitu
biopsi ginjal untuk identifikasi histologi lesi. (Kowalak.dkk, 2017)
8. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis untuk Sindrom Nefrotik mencakup
komponen keperawatan berikut ini (Betz, Sowden 2002):
39

a. Pemberian kortikosteroid (prednison)


b. Penggantian protein (dari makanan atau 25% albumin)
c. Pengurangan edema-diuretik dan restriksi natrium (diuretika
hendaknya digunakan secara cermat untuk mencegah terjadinya
penurunan volume intravaskular, pembentukan trombus dan
ketidakseimbangan elektrolit
d. Rumatan keseimbangan elektrolit
e. Inhibitor enzim pengkonversi-angiostensin (menurunkan banyaknya
proteinuria pada glomerulonefritis membranosa).
f. Obat nyeri ( untuk mengatasi ketidaknyamanan berhubungan dengan
edema dan terapi invasif).

Anda mungkin juga menyukai