Anda di halaman 1dari 5

IBUPROFEN

A. Profil Umum
1. Nama : Ibuprofen atau (±)-2-(p-Isobutilfenil)asam propionat
2. Struktur molekul : C13H18O2

3. Organoleptis : Serbuk hablur; putih hingga hampir putih; berbau khas lemah
4. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam etanol, dalam metanol, dalam aseton dan
dalam kloroform; sukar larut dalam etil asetat; praktis tidak larut dalam air
5. pKa : 5,2
6. Lipofilisitas : Ibuprofen dapat larut dalam lemak sehingga dapat menembus
membran tanpa memerlukan transporter spesifik
7. Kelas BCS : BCS kelas II dimana kelarutan dalam air rendah, permeabilitas dalam usus
tinggi. Ibuprofen memiliki kelarutan yang rendah pada pH 1,2 namun sangat
permeabel sehingga dapat dengan mudah diabsorpsi.
8. Dosis :
 Dosis oral untuk kondisi nyeri : 1.2 sampai 1.8 gram per hari dibagi menjadi
beberapa dosis. Untuk maintenance dosis 600 mg sampai 1.2 gram perhari
efektif untuk beberapa pasien. Dosis maksimum 3.2 gram perhari
 Dosis untuk anak :
1 -3 bulan : 5 mg/kg 3 atau 4 kali sehari
3-6 bulan: 50 mg 3 kali sehari
6-12 bulan: 50 mg 3 atau 4 kali sehari
1–4 tahun: 100 mg 3 kali sehari
4-7 tahun: 150 mg 3 kali sehari
7-10 tahun: 200 mg 3 kali sehari
10-12 tahun: 300 mg 3 kali sehari
12-18 tahun : 200 sampai 400 mg 3 atau 4 kali sehari, dosis maksimym 2,4
gram
Dalam keadaan parah, pasien dengan usia 3 bulan dan 12 tahun,dapat
diberikan dosis 30 mg/kg perhari dalam 3 atau 4 dosis terbagi.
9. Bentuk sediaan :
 Granul effervescent
 Tablet modified release
 Foam
 Tablet
 Suspensi
 Kapsul modified release
 Chewable capsule
 Gel
 Kapsul
10. Rute pemberian Obat :
 Bisa diberikan secara parenteral untuk terapi patent ductus arteriosus pada
bayi prematur
 Bisa diaplikasikan secara topikal sebagai krim 5%, gel, larutan spray.

B. Absorpsi
1. Cp maks : 20 mcg/ml
2. T maks : 1-2 jam setelah dikonsumsi
3. Bioavailabilitas / fraksi obat terabsorpsi : Bioavailabilitas ibuprofen berkisar antara
80-100%
4. Faktor-faktor absorpsi obat
 Adanya makanan  Kecepatan absorpsi ibuprofen berkurang jika ibuprofen
diberikan sesaat setelah makan
 Oral surgery  memperlambat absorpsi ibuprofen
 Sifat fisikokimia senyawa  termasuk kelarutan ibuprofen
1 1
5. T : Pada orang normal t ibuprofen adalah 1,8 – 2 jam namun pada bayi prematur
2 2
1
t ibuprofen bisa 30-45 jam setelah pemberian secara intravena sedangkan pada
2
1
pasien dengan penyakit liver t bisa menjadi 3,1-3,4 jam
2
6. AUC : 70 mcg.h/ml

C. Ikatan obat protein dan Distribusi Obat


1. Vd : 0.1 – 0.2 L/kg
2. Profil distribusi obat: Ibuprofen didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh, terutama
terkonsentrasi dalam cairan sinovial. Ibuprofen terikat pada protein sekitar 90‒99%,
terutama dengan albumin.
3. Fraksi D-P : ibuprofen 90-99% terikat pada plasma protein
4. Protein yang terlibat : ibuprofen terikat pada plasma normal lebih kuat daripada
albumin serum
5. Pengaruh kondisi patofisiologis dan interaksi obat (drug displacrment) pada fraksi D-
P dan kadar obat bebas di sistemik
Interaksi obat asam salisilat dapat menggantikan ibuprofen dari tempat ikatan
protein. Hal ini dapat disebabkan karena interaksi farmakokintetik antara kedua
obat.
Kondisi patofisiologis yang mempengaruhi kadar ibuprofen bebas di sistemik
contohnya adalah penyakit gagal ginjal dan gagal hati. Kedua penyakit tersebut
menyebabkan klirens menjadi kecil sehingga kadar ibuprofen bebas didalam darah
menjadi lebih tinggi. Selain itu kondisi patofisiologis tersebut juga menyebabkan
t1/2 meningkat sehingga kadar ibuprofen didalam darah lebih lama terbersihkan
(kadar menjadi tinggi)
D. Metabolisme
Ibuprofen diberikan dalam campuran rasemat antara R dan S enantiomers, dimana S-
ibuprofen lebih menunjukkan aktivitas farmakologi. Setelah pemberian, 50-65% R-
ibuprofen akan mengalami inversi menjadi S-enantiomers melalui acyl-CoA thioester
oleh enzyme α-methylacyl-coenzyme A racemase (encoded by gene AMACR)
1. Jalur reaksi
Ibuprofen dimetabolisme melalui 2 fase yaitu :
 Reaksi Fase 1, melalui reaksi hidroksilasi rantai isobutil membentuk 2 atau 3
turunan hidroksi diikuti dengan reaksi oksidasi menjadi menjadi 2-carboxy-
ibuprofen dan p-carboxy-2-propionate
 Diikuti oleh reaksi fase 2, melalui reaksi konjugasi glukoronidasi menjadi
ibuprofen-asil glukoronida dan senyawa fenolik
2. Tipe reaksi dan enzim yang terlibat
 Glukoronidasi 
 Oksidasi Metabolik  ibuprofen mengalami oksidasi melalui aktivitas dari enzim
CYP2C9 dan CYP2C8
3. Metabolit yang dihasilkan
Ada 2 metabolit utama yang dihasilkan dari metabolisme ibuprofen yaitu carboxy-
ibuprofen dan 2-hydroxy-ibuprofen, kedua metabolit ini akan diekskresi melalui urin
sebanyak 37 dan 25% dari dosis yang diberikan. Selain itu, ditemukan juga sejumlah
kecil metabolit 3-hydroxy-ibuprofen dan 1-hydroxy-iburprofen dalam urin.
4. Pengaruh faktor genetik
CYP2C9 merupakan enzim cytochrome P450 (CYP) utama yang bertanggung jawab
untuk metabolisme ibuprofen. Perbedaan susunan DNA penyusun CYP2C9 dapat
menyebabkan perbedaan metabolisme ibuprofen. Pasien dengan varian pada gen
CYP2C9 dapat menyebabkan peningkatan kadar ibuprofen dalam darah dan lebih
memungkinkan untuk mengalami efek samping ibuprofen seperti ulser
gastrointestinal
5. Kondisi patofisiologis dan interaksi (induksi/inhibisi) pada laju eliminasi dan kadar
obat di sistemik
 Penyakit liver  adanya penyakit liver tidak menyebabkan perubahan pada
eliminasi ibuprofen, meskipun inversi dari R-ibuprofen ke S-ibuprofen
terganggu pada pasien dengan sirosis hati
 Interaksi (inhibisi)  Vitamin C menyebabkan waktu eliminasi obat menjadi
lebih panjang, sehingga laju eliminasi menjadi lebih lambat
 Gagal ginjal  Klirens dan volume distribusi ibuprofen bervariasi pada tiap
pasien dengan gagal ginjal namun pada umumnya akan menurun. Selain itu
fraksi obat bebas dalam darah juga akan meningkat 3 kali daripada pasien
sehat.
 Penyakit kardiovaskular  pasien dengan penyakit kardiovaskular lebih
memiliki konsentrasi obat dalam plasma yang lebih tinggi
6. Rasio Ekstraksi (ER)
Rasio ekstraksi dari enantiomer (R) Ibuprofen 3,9 kali lebih tinggi daripada
enantiomer (S) nya
7. Hepatic first pass effect : Ibuprofen segera di absorbsi setelah diminum dan tidak
mengalami hepatic first pass effect
8. Sekresi bilier dan sirkulasi enterohepatik
Hanya 1% dari dosis yang diberikan yang mengalami sekresi bilier pada manusia.
E. Eliminasi dan ekskresi renal
1. K dan T
K : tetapan laju eliminasi
0,693
K: = 0,231/jam
t 1/2
Akan dieksresi 24 jam setelah dosis terakhir
2. Mekanisme ekskresi renal
Ikatan dengan protein yang tinggi dari kedua enansiomer ibuprofen membatasi
filtrasi pada glomerulus, dan kelarutan lipid yang tinggi dari obat yang tidak
terionisasi menyebabkan terjadinya resorpsi sebagian besar obat yang disaring atau
disekresikan.
3. Klirens total dan klirens renal : Klirens ibuprofen 100 ml/menit.
4. Pengaruh perubahan fungsi renal pada laju eliminasi obat
Gagal ginjal dapat menyebabkan klirens ibuprofen menurun
5. Interaksi obat pada ekskresi renal
Ibuprofen dapat menurunkan ekskresi methotrexate dan dapat berefek fatal bila
methotrexate diberikan dalam dosis besar.
F. Farmakokinetik non-linear
Ibuprofen terikat lebih dari 99% pada protein plasma; dapat mengalami kejenuhan dan
menjadi non-linear pada konsentrasi lebih dari 20 mcg/ml
G. Farmakologi
1. Klasifikasi farmakologi
Termasuk dalam Nonsteroidal anti inflammatory drug (NSAID)
Mekanisme kerja ibuprofen : non-selektif, reversible inhibisi enzim siklooksigenase
COX-1 dan COX-2. S-ibuprofen lebih poten menghamat COX enzymes dibandingkan
dengan R-ibuprofen.
2. Pengaturan dosis dan tujuan penggunaan obat
 Pada dosis OTC (800-1200 mg/ hari) : digunakan untuk meredakan nyeri minor
dan inflamasi seperti sakit kepala, nyeri pada otot, sakit gigi, demam, nyeri
punggung, dan dismenorea
 Pada dosis resep (1800-2400 mg/hari) : digunakan untuk terapi jangka panjang
untuk rheumatoid arthtritis, osteoarthritis, dan kondisi kronis lain
 Pada dosis dewasa : 200-800 mg tiap 6-8 jam dan anak-anak : 5-10mg/kg tiap 6-8
jam = memiliki efek antipiretik dan analgesik yang lebih baik dibandingkan
dengan paracetamol
 Off-label : untuk terapi patent ductus arteriosus (PDA) pada bayi premature.
3. Faktor ADME yang mempengaruhi kadar obat dalam plasma (Cp)
a. Faktor absorpsi: Formulasi obat (karakteristik pembawa, pH sediaan, ukuran
partikel), metode pabrikasi, karakteristik obat (kelarutan, disolusi, pKa, koefisien
partisi), dan mekanisme absorpsi obat
b. Faktor distribusi: Karakteristik jaringan (aliran darah, koefisien partisi, kelarutan
dalam lemak) dan kondisi fisiologis seperti penyakit
c. Tidak ada faktor metabolisme dan ekskresi dari ibuprofen yang mempengaruhi
kadar obat dalam plasma
4. Efek terapi yang dihasilkan
 Inhibisi COX-2 akan menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin yang terlibat
dalam proses inflamasi, demam, nyeri, dan bengkak. Sehingga inhibisi COX-2
akan menurunkan terjadinya inflamasi, demam, nyeri dan bengkak
 Sedangkan inhibisi COX-1 akan menyebabkan efek samping dari ibuprofen
termasuk ulser gastrointestinal jika digunakan secara terus menerus.

Anda mungkin juga menyukai