Masalah Perbankan
Dalam pembahasan ini, masalah yang akan kami bahas adalah masalah yang kerap terjadi dan
dialami oleh bank umum, yaitu Permasalahan Kredit Macet dan Masalah Likuiditas.
Kredit macet adalah suatu keadaan dimana debitur baik perorangan atau perusahaan tidak
mampu membayar kredit bank tepat pada waktunya.
Dari data di atas dapat diketahui bahwa hampir setiap jenis penerima kredit memiliki NPL, atau
rasio debitur tidak mampu membayar kredit yang telah diberikan.
Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 6 / 10 / PBI / 2004 tanggal April 2004 mengenai Sistem
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, menetapkan bahwa rasio kredit bermasalah (NPL)
yakni sebesar 5%. Rumus perhitungan untuk NPL adalah sebagai berikut:
NPL menjadi indikator dalam menilai kinerja suatu bank. Jika NPL rendah, maka bank tersebut
terbilang sehat. Jika NPL tinggi maka resiko yang dipikul oleh bank tersebut tinggi. Jika NPL
mereka diatas batas yang sudah ditargetkan sebelumnya maka bank tersebut bisa dibilang
bermasalah.
Jika NPL terlalu tinggi diatas batas yang ditargetkan, keberlangsungan bank tersebut bisa
terancam. Itu sebabnya bank senantiasa menjaga agar nilai NPL-nya selalu berada pada angka
yang rendah jika ingin terus beroperasi. NPL ini bukan dinilai dari kinerja bank saja, namun
terutama dari para debiturnya. Hal yang menjadi fokus utama kredit macet seringkali terjadi di
kalangan para debitur. Hal ini dapat dihindari apabila debitur memiliki inisiatif untuk
mengembalikan dana yang ada sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.
Salah satu usaha BI dalam menanggulangi kredit macet, terutama bagi pengguna kartu kredit
diatur dalam PBI (Peraturan BI) No.14/2/PBI/2012 tentang APMK (Alat Pembayaran
Menggunakan Kartu)
Pemegang kartu utama minimal harus 21 tahun atau telah kawin dan minimum berusia
17 tahun atau telah kawin untuk kartu tambahan.
Minimum pendapatan pemegang kartu adalah Rp 3 juta per bulan.
Maksimal plafon kredit adalah 3 kali pendapatan per bulan dan penerapannya berlaku
secara industri.
Calon pemegang kartu yang pendapatan per bulannya kurang dari Rp10 juta dikenakan
pembatasan plafon serta pembatasan perolehan kartu kredit maksimum dari 2 penerbit.
Calon pemegang kartu yang pendapatan per bulannya Rp 10 juta ke atas tidak
dikenakan pembatasan jumlah plafon dan kartu dari 2 penerbit sehingga analisis kredit
sepenuhnya diserahkan kepada Bank.
Maksimum bunga kartu kredit 3 persen per bulan.
Selain melalui kebijakan memperketat syarat pemberian kredit, Bank Indonesia juga dapat
mengatasi masalah
Kredit macet terbukti dapat membahayakan perekonomian suatu negara. Hal tersebut terjadi di
Korea Selatan pada 2003. Korea Selatan mengalami krisis ekonomi karena hutang kartu kredit
yang sangat besar jumlahnya. Di tahun 2003, Negara Korea Selatan menghadapi situasi NPL
yang pelik dimana jumlah total balance kartu kredit mencapai $100 billion, jumlah kartu kredit
yang diterbitkan adalah 105 juta kartu yang artinya rata rata setiap orang dewasa di Korea
Selatan memiliki 4.6 Kartu. Rasio antara hutang dan disposable income untuk setiap rumah
tangga mencapat 130%. Artinya, secara rata rata untuk setiap keluarga hutang sudah 30%
lebih besar dari pendapatan yang disposable. Jumlah kredit macet kartu kredit mereka
mencapai 13.5%, bahkan 30% menurut sumber yang lain, dibandingkan 4.09% di Amerika
Serikat di waktu yang sama.
CAR (Capital Adequacy Ratio)
CAR (Capital Adequacy Ratio) merupakan rasio kecukupan modal yang menunjukkan
kemampuan perbankan dalam menyediakan dana yang digunakan untuk mengatasi
kemungkinan risiko kerugian.
ROA (Return On Assets) merupakan rasio yang mengukur kemampuan perbankan dalam
menghasilkan profit atau laba (bisa disebut profitabilitas) dengan cara membandingkan laba
bersih dengan sumber daya atau total aset yang dimiliki.
LDR (Loan to Deposits Ratio)
LDR (Loan to Deposits Ratio) adalah rasio yang mengukur kemampuan bank dalam memenuhi
kewajiban jangka pendek (bisa disebut likuiditas) dengan membagi total kredit terhadap total
Dana Pihak Ketiga (DPK).
NIM ini adalah ratio yang digunakan untuk mengetahui kemampuan manajemen bank dalam hal
terutama dalam hal pengeolaan aktiva produktif sehingga bisa menghasilkan laba bersih.
Masalah Likuiditas
Pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang berdampak
pada pelonggaran likuiditas perbankan akan cukup bila pertumbuhan kredit 2020 tidak dipatok
terlalu tinggi.
Seperti diketahui, Bank Indonesia kembali menurunkan GWM 50 basis poins (bps) belum lama
ini, mulai berlaku efektif pada 2 Januari 2020.
Secara umum, menurut Piter, BI sebagai bank sentral memiliki kendali untuk mendorong
konsumsi domestik, yaitu dengan meningkatkan permintaan melalui pelonggaran likuiditas.
Piter menyoroti setiap kebijakan yang digelontorkan oleh BI.
Seperti diketahui, Bank Indonesia kembali menurunkan GWM 50 basis poins (bps) belum lama
ini, mulai berlaku efektif pada 2 Januari 2020.