Anda di halaman 1dari 8

PATOFISIOLOGI GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN

Oleh:

Ni Kadek Ayu Dewi Cahyani

(18.321.2877)

A12-B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2020
Patofisiologi Gangguan Sistem Endokrin
1. Diabetes Mellitus (Dm) dan Komplikasi
Menurut Brunner (2005), Patofisiologi dari diabetes mellitus adalah:
a. Diabetes tipe I
Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur
oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal
insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan)
dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam
amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses
ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan
gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau
aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit
sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik
tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan
latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.
b. Diabetes tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan
sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi
insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu,
keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa
akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan
ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya.Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes
tipe II.Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas.Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama
sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar
glukosanya sangat tinggi).

2. Hipotiroid
Kelenjar tiroid membutuhkan iodine untuk sintesis dan mensekresi
hormone tiroid. Jika diet seseorang kurang mengandung iodine atau jika
produksi dari hormone tiroid tertekan untuk alasan yang lain, tiroid akan
membesar sebagai usaha untuk kompendasi dari kekurangan hormone.
Pada keadaan seperti ini, goiter merupakan adaptasi penting pada suatu
defisiensi hormone tiroid.Pembesaran dari kelenjar terjadi sebagai respon
untuk meningkatkan respon sekresi pituitary dari TSH.TSH menstimulasi
tiroid untuk mensekresi T4 lebih banyak, ketika level T4 darah rendah.
Biasanya, kelenjar akan membesar dan itu akan menekan struktur di leher
dan dada menyebabkan gejala respirasi disfagia.
         Penurunan tingkatan dari hormone tiroid mempengaruhi
BMR(Basal Metabolic Rate) secara lambat dan menyeluruh. Perlambatan
ini terjadi pada seluruh proses tubuh mengarah pada kondisi achlorhydria
(pennurunan produksi asam lambung), penurunan traktustrointestinal,
bradikardi, fungsi pernafasan menurun, dan suatu penurunan produksi
panas tubuh.
         Perubahan yang paling penting menyebabkan penurunan tingkatan
hormone tiroid yang mempengaruhi metabolisme lemak. Ada suatu
peningkatan hasil kolesterol dalam serum dan level trigliserida dan
sehingga klien berpotensi mengalami  arteriosclerosis dan penyakit jantung
koroner. Akumulasi proteoglikan hidrophilik di rongga interstitial seperti
rongga pleural, cardiac, dan abdominal sebagai tanda dari mixedema.
         Hormon tiroid biasanya berperan dalam produksi sel darah merah,
jadi klien dengan hipotiroidisme biasanya menunjukkan tanda anemia
karena pembentukan eritrosit yang tidak optimal dengan kemungkinan
kekurangan vitamin B12 dan asam folat (Lukman and Sorrensons, 1993:
1810; Rumaharbo, H, 1999

3. Hipertiroid
Hipertiroidisme mungkin karena overfungsi keseluruhan kelenjar, atau
kondisis yang kurang umum, mungkin disebabkan oleh fungsi tunggal, atau
multi tipe adenoma kankertiroid. Juga pengobatan miksedema dengan
hormon tiroid yang berlebihan dapat menyebabakan hipertiroidisme.
Bentuk hipertiroidisme yang paling umum adalah penyakit Graves (goiter
difus, toksik) yang mempunyai tiga tanda penting: (1) hipertiroidisme, (2)
pembesaran kelenjar tiroid (goiter), dan (3) eksoptalmos (protrusi mata
abnormal). Penyakit Graves merupakan kelainan autoimun yang dimediasi
oleh antibodi IGH yang berkaitan dengan reseptor TSH aktif pada
permukaan sel-sel tiroid. (Hotma Rumahorbo, 1999).
Penyebab lain hipertiroidisme dapat mencangkup goiter nodula toksik,
adinoma toksik (jinak), karsinoma tiroid, tiroidis akut dan kronis, dan
ingesti TH. (Hotma Rumahorbo, 1999).
Patofisiologi dibalik manisfestasibpenyakit hipertiroid Graves dapat
dibagi ke dalam dua kategori: (1) yang sekunder akibat rangsangan
berlebih sistem saraf adrenergik dan (2) yang merupakan akibat tingginya
kadar TH yang bersirkulasi. (Hotma Rumahorbo, 1999).
Hipertiroidisme ditandai oleh kehilangan pengontrolan normal sekresi
hormon tiroid (TH). Karena kerja dari TH pada tubuh adalah merangsang,
maka terjadi hipermetabolisme, yang meningkatkan aktivitas sistem saraf
simpatis. Jumlah TH yang berlebihan menstimulasi sistem kardiak dan
meningkatkan jumlah reseptor beta-adrenergik. Keadaan ini mengarah
pada takikardia dan peningkatan curah jantung, volume secuncup,
kepekaan adrenergik, dan aliran darah perifer. Metabolisme sangat
meningkat, mengarah pada keseimbangan nitrogen negatif, penipisan
lemak, dan hasilakhir defisiensi nutrisi. (Hotma Rumahorbo, 1999).
Hipertiroidisme juga terjadi dalam perubahan sekresi dan metabolisme
hipotalamik, pituitari dan hormon gonad. Jika hipertiroidisme terjadi
sebelum pubertas, akan terjadi penundaan perkembangan seksual pada
kedua jenis kelamin, tetapi pada pubertas mengakibatkan penurunan
libido baik pada pria dan wanita. Setelah pubertas wanita akan juga
menunjukkan ketidak teraturan menstruasi dan penurunan fertilitas.
(Hotma Rumahorbo, 1999).

4. Ca Tiroid
CA tiroid dapat disebabkan oleh 3 hal yaitu Kenaikan  sekresi
hormon TSH ( Thyroid Stimulating Hormon) dari kelenjar hipofise
anterior disebabkan berkurangnya sekresi hormon T3 dan T4 dari kelenjar
tiroid oleh karena kurangnya intake iodium. Ini menyebabkan tiroid yang
abnormal dapat berubah menjadi kanker, penyinaran  (radiasi ion) pada
daerah kepala, leher, dada bagian atas terutama anak-anak yang pernah
mendapat terapi radiasi di leher dan mediastinum, serta karena faktor
genetik.
Karsinoma tiroid merupakan neoplasma yang berasal dari kelenjar
yang terletak di depan leher yang secara normal memproduksi hormone
tiroid yang penting untuk metabolisme tubuh. Infiltrasi karsinoma tiroid
dapat ditemukan di trachea, laring, faring, esophagus, pembuluh darah
karotis, vena jugularis, struktur lain pada leher dan kulit. Metastase
limfogen dapat meliputi semua region leher sedangkan metastase
hematogen biasanya di paru, tulang, otak dan hati. Kanker ini
berdiferensiasi mempertahankan kemampuan untuk menimbun
yodium pembesaran kelenjar getah bening. Lokasi kelenjar getah bening
yang bisa membesar dan bisa teraba pada perabaan yakni di ketiak, lipat
paha. Ada juga kelenjar getah bening yang terdapat di dalam tubuh yang
mana tidak dapat diraba yakni didalam rongga perut. Penyebab dari
pembesaran kelenjar getah bening adalah infeksi non spesifik, infeksi
spesifik (TBC), keganasan (lymphoma).
Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH)
memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid.
TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal
sebagai negative feedback sangat penting dalam proses pengeluaran
hormon tiroid ke sirkulasi. Infiltrasi karsinoma tiroid dapat ditemukan di
trachea, laring, faring, esophagus, nervus recurrent, pembuluh darah
karotis, vena jugularis, struktur lain pada leher dan kulit. Metastase
limfogen dapat meliputi semua region leher sedangkan metastase
hematogen biasanya di paru, tulang, otak dan hati.
Adenokarsinoma papiler biasanya bersifat multisentrik dan 50%
penderita dengan ada sarang ganas dilobus homolateral dan lobus
kontralateral. Metastasis mula-mula ke kelenjar limfe regional, dan
akhirnya terjadi metastasis hematogen. Umumnya adenokarsinoma
follikuler bersifat unifokal, dengan metastasis juga ke kelenjar limfe
leher, tetapi kurang sering dan kurang banyak, namun lebih sering
metastasisnya secara hematogen. Adenokarsinoma meduller berasal dari
sel C sehingga kadang mengeluarkan kalsitonin (sel APUD). Pada tahap
dini terjadi metastasis ke kelenjar limfe regional. Adenokarsinoma
anaplastik yang jarang ditemukan, merupakan tumor yang tumbuh
agresif, bertumbuh cepat dan mengakibatkan penyusupan kejaringan
sekitarnya terutama trakea sehingga terjadi stenosis yang menyebabkan
kesulitan bernafas. Tahap dini terjadi penyebaran hematogen. Dan
penyembuhan jarang tercapai. Penyusupan karsinoma tiroid dapat
ditemukan di trakea, faring, esophagus, N.rekurens, pembuluh darah
karotis, struktur lain dalam darah dan kulit. Sedangkan metastasis
hematogen ditemukan terutama di paru, tulang, otak dan hati
(Barbara,1996).

Anda mungkin juga menyukai