Anda di halaman 1dari 17

Konsep dasar radioterapi

Radiasi merupakan perpindahan energi dari sumber radiasi


terhadap medium lain, dan transmisi ini dapat berupa partikel (radiasi
partikel) maupun berupa gelombang atau cahaya (radiasi
elektromagnetik). Beberapa jenis radiasi yang dihasilkan dari atom,
seperti radiasi sinar tampak, sinar-X dan sinar-ɣ, dikelompokkan dalam
gelombang elektomagnetik atau dikenal dengan istilah spektrum
elektromagnetik. Pada spektrum ini, gelombang radio dengan panjang
gelombang ≥10–7 nm dan memiliki energi <12 eV termasuk ke dalam
radiasi non-ionik, seperti sinar inframerah, sinar tampak, sinar
ultraviolet, sedangkan gelombang radio dengan energi >12 eV, seperti
sinar-X dan sinar-ɣ disebut radiasi pengion. Dalam radioterapi,
digunakan radiasi pengion karena dapat membentuk ion (partikel
bermuatan listrik) dan menyimpan energi ke sel-sel jaringan yang
tersimpan ini bisa membunuh sel kanker atau menyebabkan perubahan
genetik yang mengakibatkan kematian sel kanker. Radiasi pengion
adalah radiasi dengan energi tinggi yang mampu melepaskan elektron
dari orbit suatu atom, yang menyebabkan terbentuknya muatan atau
terionisasi. Radiasi pengion terdiri dari radiasi elektromagnetik dan
radiasi partikel.

1. Radiasi elektromagnetik
Radiasi elektromagnetik merupakan radiasi ketika energi dibawa oleh osilasi
medan listrik dan medan magnet yang merambat pada kecepatan cahaya,
contohnya radiasi sinar-X dan sinar-ɣ dan merupakan jenis yang paling
umum digunakan dalam radioterapi. Sinar-X diproduksi saat elektron
berkecepatan tinggi bertabrakan dengan material yang memiliki nomor
atom tinggi seperti tungsten- molibdenum pada anoda tabung sinar-X,
sedangkan sinar gamma secara fisik identik dengan sinar-X, namun
dipancarkan dari inti atom (intranuclearly) atau berasal dari radioactive
decay seperti Cobalt-60, Radium dan Cesium. Inti atom yang tidak stabil
melepaskan energi berlebihnya dalam bentuk elektron intranuklear (partikel
beta) atau inti helium (sebuah partikel alfa). Jika masih memiliki kelebihan
energi setelah itu, sinar gamma dipancarkan untuk mencapai steady state.

2. Radiasi partikel
Radiasi partikel adalah radiasi yang terdiri dari partikel atom atau subatomik
(elektron dan proton) yang membawa energi dalam bentuk energi kinetik

atau massa yang bergerak.6 Radiasi partikel terdiri dari elektron, proton
dan neutron beams. Electron beams merupakan salah satu metode
konvensional yang telah lebih dahulu digunakan. Biasanya digunakan dalam
terapi radiasi sehari-hari dan sangat berguna pada terapi tumor yang dekat
dengan permukaan tubuh karena tidak menembus ke dalam jaringan. Proton
beams merupakan radiasi partikel yang lebih baru digunakan untuk
mengobati kanker. Radiasi ini memiliki distribusi dosis yang lebih baik
karena profil penyerapannya yang unik dalam jaringan yang dikenal sebagai
puncak Bragg (Bragg peak) sehingga memungkinkan terjadi pengendapan
energi destruktif dengan maksimal di lokasi tumor dan meminimalkan
kerusakan pada jaringan sehat di sepanjang jalur kerjanya. Dalam aplikasi
klinis, radiasi ini sangat berguna untuk terapi tumor pediatrik dan dewasa
yang berada di dekat bagian vital seperti tumor tulang belakang dan tumor
tengkorak, karena paparan radiasi terhadap jaringan normal sangat penting
untuk diminimalkan. Neutron beams mampu mendeposit energi secara
maksimal pada target jaringan di ujung lintas terapinya. Secara keseluruhan
radiasi partikel memilliki Linear Energy Transfer (LET) yang lebih tinggi
daripada radiasi foton, namun karena biaya produksinya yang mahal
penggunaan jenis radiasi ini masih terbatas.

Sumber Radiasi

Berdasarkan asalnya sumber radiasi pengion dapat dibedakan menjadi dua


yaitu sumber radiasi alam yang sudah ada di alam ini sejak terbentuknya, dan
sumber radiasi buatan yang sengaja dibuat oleh manusia untuk berbagai tujuan.
1. Sumber Radiasi Alam

Radiasi yang dipancarkan oleh sumber radiasi alam disebut juga sebagai
radiasi latar belakang. Radiasi ini setiap harinya memajan manusia dan
merupakan radiasi terbesar yang diterima oleh manusia yang tidak bekerja di
tempat yang menggunakan radioaktif atau yang tidak menerima radiasi
berkaitan dengan kedokteran atau kesehatan. Radiasi latar belakang yang
diterima oleh seseorang dapat berasal dari tiga sumber utama yaitu :

a. Sumber radiasi kosmis

Radiasi kosmis berasal dari angkasa luar, sebagian berasal dari ruang
antar bintang dan matahari. Atmosfir bumi dapat mengurangi radiasi kosmik
yang diterima oleh manusia. Tingkat radiasi dari sumber kosmik ini
bergantung kepada ketinggian, yaitu radiasi yang diterima akan semakin
besar apabila posisinya semakin tinggi. Tingkat radiasi yang diterima
seseorang juga tergantung pada letak geografisnya.

b. Sumber radiasi terestrial

Radiasi terestrial secara natural dipancarkan oleh radionuklida di dalam


kerak bumi. Radiasi ini dipancarkan oleh radionuklida yang disebut
primordial yang ada sejak terbentuknya bumi. Radionuklida yang ada dalam
kerak bumi terutama adalah deret Uranium, yaitu peluruhan berantai mulai
dari Uranium-238, Plumbum-206, deret Actinium (U-235, Pb-207) dan
deret Thorium (Th-232, Pb-208).

Radiasi teresterial terbesar yang diterima manusia berasal dari Radon


(R-222) dan Thoron (Ra-220) karena dua radionuklida ini berbentuk gas
sehingga bisa menyebar kemana-mana.

Tingkat radiasi yang diterima seseorang dari radiasi teresterial ini


berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lain bergantung pada konsentrasi
sumber radiasi di dalam kerak bumi. Beberapa tempat di bumi yang
memiliki tingkat radiasi diatas rata-rata misalnya Pocos de Caldas dan
Guarapari di Brazil, Kerala dan Tamil Nadu di India, dan Ramsar di Iran.

c. Sumber radiasi internal yang berasal dari dalam tubuh sendiri


Sumber radiasi ini ada di dalam tubuh manusia sejak dilahirkan, dan
bisa juga masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, pernafasan,
atau luka. Radiasi internal ini terutama diterima dari radionuklida C-14, H-
3, K-40, Radon, selain itu masih ada sumber lain seperti Pb-210, Po-210,
yang banyak berasal dari ikan dan kerang-kerangan. Buah-buahan biasanya
mengandung unsur K-40.

2. Sumber Radiasi Buatan

Sumber radiasi buatan telah diproduksi sejak abad ke 20, dengan ditemuk-
annya sinar-X oleh WC Rontgen. Saat ini sudah banyak sekali jenis dari
sumber radiasi buatan baik yang berupa zat radioaktif dan sumber pembangkit
radiasi (pesawat sinar-X dan akselerator).

Radioaktif dapat dibuat oleh manusia berdasarkan reaksi inti antara


nuklida yang tidak radioaktif dengan neutron atau biasa disebut sebagai reaksi
fisi di dalam reactor atom. Radionuklida buatan ini bisa memancarkan radiasi
alpha, beta, gamma dan neutron.

Sumber pembangkit radiasi yang lazim dipakai yakni pesawat sinar-X dan
akselerator. Proses terbentuknya sinar-X adalah sebagai akibat adanya arus
listrik pada filamen yang dapat menghasilkan awan elektron di dalam tabung
hampa. Sinar-X akan terbentuk ketika berkas elektron ditumbukan pada bahan
target.

Mekanisme radiasi membunuh sel


Target utama dari terapi radiasi adalah kerusakan molekul DNA pada jaringan
target. Secara umum ada 2 jenis mekanisme kerusakan DNA akibat radiasi
pengion, yaitu ionisasi langsung dan tidak langsung. Kerusakan karena ionisasi
langsung biasanya disebabkan oleh radiasi partikel yang terjadi karena energi
kinetik partikel dapat langsung merusak struktur atom jaringan biologi yang
dilewatinya, sedangkan ionisasi tidak langsung umumnya disebabkan oleh radiasi
elektromagnetik dengan cara membentuk elektron sekunder/ radikal bebas yang
akan berinteraksi dengan DNA menyebabkan kerusakan. Kerusakan ini dapat
berupa single strand breaks (SSB) dan double strand breaks (DSB). Kerusakan
pada salah satu untai DNA (SSB) masih dapat diperbaiki oleh sel, sedangkan
kerusakan pada untai ganda seringkali menyebabkan kematian sel.

Terapi radiasi dapat mencapai efek terapeutiknya dengan menginduksi


kematian sel melalui beberapa cara, yaitu:
1. Apoptosis
Apoptosis adalah suatu bentuk kematian sel terprogram yang ditandai
dengan kondensasi/ fragmentasi kromatin, penyusutan sel, dan
pengelupasan selaput membran sel. Dalam responnya terhadap radiasi,

apoptosis terutama diamati pada sel sistem hematopoietic.17

2. Autofagi
Autofagi merupakan proses sel mencerna bagian dari sitoplasmanya
sendiri untuk menghasilkan makromolekul dan energi. Hal ini ditandai
dengan penyerapan protein dan/ atau organel dalam vesikel autofagi
besar yang disebut autophagosomes, lalu peleburan dari vesikula dengan
lisosom menyebabkan pembentukan autophagolysosomes dan degradasi
konten di dalamnya menyediakan bahan untuk sintesis dan regenerasi
de novo. Terdapat hubungan antara autofagi dengan apoptosis karena
autofagi ditemukan pada sel saat gagal mengalami apoptosis dan
autofagi termasuk kematian sel terprogram tipe II (apoptosis adalah tipe

I).18,19

3. Nekrosis
Nekrosis adalah kematian sel yang tidak terkontrol, terjadi karena
kondisi ligkungan yang ekstrim seperti perubahan pH ekstrim,
kehilangan energi atau ketidakseimbangan ion, dapat terjadi karena
infeksi, inflamasi, ataupun iskemia. Nekrosis ditandai dengan deformasi
membran, penggembungan selular, kerusakan organel, dan pelepasan
enzim lisosomal yang menyerang sel. Nekrosis juga sering diamati pada
sel tumor dan dapat terjadi karena kerusakan DNA akibat radiasi
meskipun belum jelas bagaimana mekanisme terjadinya nekrosis pasca
radiasi.

4. Senescence
Senescence merupakan keadaan sel secara permanen kehilangan
kemampuannya untuk membelah, akan tetapi sel masih memiliki kemampuan
metabolisme dan tidak menunjukkan perubahan fungsional.

5. Kematian mitosis
Proses ini terjadi ketika sel mengalami proses mitosis yang tidak tepat akibat
kerusakan DNA yang tidak diperbaiki, hal ini sering terjadi setelah proses
irradiasi. Dalam hal ini kematian sel didefinisikan sebagai kehilangan
kemampuan replikasi dan ketidakmampuan sel untuk memisahkan materi
genetik dengan benar. Penggolongan kejadian tidak diinginkan pada terapi
radiasi berdasarkan National Cancer Institute (NCI).

Proses Radioterapi

Terapi radiasi biasanya diberikan setiap hari, lima hari dalam seminggu,
selama 6-7 minggu berturut-turut. Tergantung ukuran, lokasi, jenis kanker,
kesehatan penderita secara umum, dan pengobatan lain yang diberikan. Tetapi
untuk keperluan paliatif (misalnya menghilangkan nyeri pada kanker yang
bemetastasis ke tulang), biasanya cukup 2-3 minggu.

Terapi itu sendiri setiap kali hanya berlangsung 1-5 menit. Penderita tidak
akan merasakan apa pun selama terapi berjalan, tidak lebih seperti menjalani foto
Rontgen (X-ray). Tetapi selama menjalani terapi penderita harus diam, tidak
bergerak sama sekali, agar pancaran radiasinya tepat mengenai sasaran. Untuk itu
bisa dibuatkan masker atau penyangga agar bagian tubuh yang akan dilakukan
radioterapi tidak berubah posisi.

Persiapan radioterapi untuk beberapa bagian tubuh kadang diperlukan


semacam topeng/cangkang (shell) untuk membuat bagian tubuh yang akan
dilakukan radioterapi tidak bergerak.
Gambar Radioterapi Mask

Tujuan Radiasi Terapi


Tujuan terapi radiasi adalah memaksimalkan dosis radiasi ke sel kanker

abnormal dan meminimalkan paparan terhadap sel normal yang berdekatan


dengan sel kanker atau yang berada pada jalur radiasi, meskipun pada
kenyataannya radiasi mampu merusak sel kanker maupun sel normal. Untuk
mendeskripsikan kejadian-kejadian yang tidak diinginkan dari suatu terapi, NCI
telah merilis terminologi deskriptif yang dapat digunakan untuk pelaporan
kejadian yang tidak diinginkan (adverse event) yang disebut dengan Common
Terminology Criteria for Adverse Events (CTCAE). Skala penilaian (severity)
disediakan untuk setiap istilah kejadian yang tidak diinginkan, terdiri atas:
Tingkat 1: Ringan, gejala asimtomatik atau ringan, hanya terjadi pada
pengamatan klinis atau diagnostik, tidak diindikasikan untuk
intervensi.
Tingkat 2: Sedang, diindikasikan intervensi lokal atau non-invasif.
Tingkat 3: Parah atau signifikan secara medis namun tidak mengancam jiwa,
diindikasikan rawat inap atau perpanjangan rawat inap.
Tingkat 4: Konsekuensi yang mengancam jiwa, diindikasikan untuk melakukan
intervensi mendesak.
Tingkat 5: Berupa kejadian tidak diinginkan yang terkait dengan kematian.
PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI PADA RADIOTERAPI

Tugas dan Tanggung Jawab

Personil pada instalasi radio terapi terdiri atas dokter spesialis radio terapi
atau dokter spesialis radiologi konsultan radio terapi, tenaga ahli dan/atau
fisikawan medik, petugas proteksi radiasi, radio terapis, dosimetris, teknisi
elektromedik, perawat dan teknisi ruang cetak.

Tugas dan tanggung jawab dokter spesialis radio terapi atau dokter spesialis
radiologi konsultan radio terapi adalah:
a. menentukan dan menjustifikasi pengobatan radio terapi dalam bentuk
tertulis;
b. memberikan konsultasi dan evaluasi klinis terhadap pasien;
c. menetapkan rencana pengobatan yang optimal bekerjasama dengan
fisikawan medik;
d. mengontrol tindakan pengobatan secara rutin atau berkala;
e. memberikan evaluasi pengobatan dan pemantauan pasien pasca pengobatan;
f. memberikan ringkasan, tindak lanjut, dan evaluasi pengobatan radio terapi;
dan
g. memberikan evaluasi dari aspek medis jika ada kecelakaan radiasi.

Tugas dan tanggung jawab tenaga ahli, yang memiliki pendidikan paling kurang
S2 fisika medik, adalah:
a. meninjau ulang program proteksi dan keselamatan radiasi; dan
b. memberikan pertimbangan kepada Pemegang Izin berdasarkan aspek
keselamatan radiasi, praktik rekayasa yang teruji, dan kajian keselamatan
secara komprehensif untuk peningkatan layanan radio terapi.

Tugas dan tanggung jawab fisikawan medik, yang memiliki pendidikan S1 fisika
medik, adalah:
a. berpartisipasi dalam meninjau ulang secara terus menerus ter- sedianya
sumber daya manusia, peralatan, proedur, dan per- lengkapan proteksi
radiasi;
b. mengembangkan persyaratan dan spesifikasi dalam pembelian peralatan
radio terapi untuk keselamatan radiasi;
c. bekerjasama dengan dokter spesialis radio terapi atau dokter spesialis
radiologi konsultan radio terapi dalam:
- merencanakan fasilitas radio terapi; dan
- merencanakan, mengevaluasi, dan mengoptimisasi rencana
pengobatan radio terapi.
d. melaksanakan uji keberterimaan, uji, komisioning, dan kalibrasi peralatan
radio terapi, bekerjasama dengan teknisi elektromedik;
e. mengukur dan menganalisis data berkas radiasi dan mentabulasinya untuk
kebutuhan klinis;
f. membuat prosedur perhitungan dosis;
g. menetapkan faktor fisika dalam perencanaan dan prosedur pengobatan;
h. menerapkan program jaminan mutu radio terapi;
i. mengawasi pemeliharaan peralatan radio terapi;
j. mengawasi penyiapan dan penanganan, serta pemeliharaan inventarisasi
zat radioaktif terbungkus untuk brakiterapi;
k. memastikan aktivitas zat radioaktif terbungkus; dan
l. membantu Pemegang Izin dalam mencari fakta dan mengevaluasi
kecelakaan radiasi.

Tugas dan tanggung jawab petugas proteksi radiasi adalah:


a. membuat program proteksi dan keselamatan radiasi;
b. memantau aspek operasional program proteksi dan keselamatan radiasi;

c. memastikan bahwa perlengkapan proteksi radiasi tersedia dan berfungsi


dengan baik;
d. memantau pemakaian perlengkapan proteksi radiasi;
e. memberikan konsultasi yang terkait dengan proteksi dan keselamatan
radiasi;
f. berpartisipasi dalam mendesain fasilitas radio terapi yang terkait dengan
proteksi dan keselamatan radiasi;
g. mengelola rekaman;
h. mengidentifikasi kebutuhan dan mengorganisasi kegiatan pelatihan proteksi
dan keselamatan radiasi bagi personil;
i. melaporkan kepada Pemegang Izin setiap kejadian kegagalan operasi yang
berpotensi menimbulkan kecelakaan radiasi;
j. menyiapkan laporan tertulis mengenai pelaksanaan program proteksi dan
keselamatan radiasi, dan verifikasi keselamatan radiasi; dan
k. melakukan inventarisasi zat radioaktif terbungkus.

Tugas dan tanggung jawab radio terapis adalah:


a. melaksanakan pencitraan untuk simulasi terapi;
b. melaksanakan terapi radiasi sesuai dengan perencanaan pemberian radiasi,
yang telah ditetapkan oleh dokter spesialis radio terapi atau dokter spesialis
radiologi konsultan radio terapi dan fisikawan medik;
c. memberikan proteksi terhadap pasien dan masayarakat di sekitar ruang
peralatan radio terapi;
d. menerapkan teknik dan prosedur yang tepat untuk meminimalkan pajanan
radiasi yang tidak perlu bagi pasien; dan
e. menerapkan dengan benar prosedur kerja dan teknik khusus radio terapi.

Tugas dan tanggung jawab dosimetris adalah:


a. membuat perencanaan radio terapi untuk terapi eksternal dan/atau
brakiterapi; melakukan pengukuran dosimetri; dan
b. melaksanakan program jaminan mutu.

Tugas dan tanggung jawab teknisi elektromedik adalah:


a. melakukan pemantauan fungsi dan pemeliharaan berkala peralatan radio
terapi dan peralatan pendukung;
b. melakukan analisis kerusakan dan perbaikan peralatan radio terapi dan
peralatan pendukung; dan
c. membuat laporan hasil pemeliharaan, analisis kerusakan, dan tindakan
perbaikan.

Tugas dan tanggung jawab perawat adalah:


a. mendampingi dokter spesialis radio terapi atau dokter spesialis radiologi
konsultan radio terapi dalam melakukan pemeriksaan pasien;
b. membantu pelaksanaan brakiterapi;
c. melakukan perawatan pasien setelah tindakan brakiterapi; dan
d. melakukan sterilisasi peralatan brakiterapi.

Tugas dan tanggung jawab teknisi ruang cetak adalah membuat aksesoris
berdasarkan posisi dan imobilisasi pasien dan data TPS (treatment planning
system) untuk membantu tindakan pengobatan radio terapi.

Perlengkapan Proteksi Radiasi Pada Radio terapi

Perlengkapan proteksi radiasi wajib disediakan oleh Pemegang Izin dan


digunakan oleh pekerja radiasi yang relevan, terutama dokter spesialis radio
terapi atau dokter spesialis radiologi konsultan radio terapi. Penggunaan
perlengkapan proteksi radiasi dimaksudkan untuk memastikan agar nilai batas
dosis bagi pekerja tidak terlampaui.

Perlengkapan proteksi radiasi ini meliputi perlengkapan untuk


kepentingan individual pekerja radiasi maupun untuk mengukur
tingkat pajanan radiasi di daerah kerja, dengan rincian sebagai berikut:

h. surveimeter;
i. peralatan pemantau dosis perorangan;
j. apron; dan
k. pelindung organ.

Untuk brakiterapi manual, dilengkapi pula dengan:


a. tang penjepit;
b. kontener;
c. dosimeter jari; dan
d. blok Pb.

Pedoman Umum Proteksi dan Keselamatan Radiasi Pada Radio terapi

Uraian berikut menjelaskan tentang pedoman umum proteksi dan keselamatan


radiasi pada radio terapi, yang harus dipatuhi oleh semua orang yang berkaitan
dengan radio terapi, baik personil, pasien maupun masyarakat secara umum:
a. pajanan radiasi dibatasi hanya pada daerah yang disinar dengan
menggunakan perlengkapan kolimasi yang dipasang segaris dengan berkas
radiasi;
b. medan radiasi yang berada di dalam daerah terapi harus homogen;
c. hamburan radiasi di sekitar ruangan radio terapi harus dipertahankan
serendah mungkin yang dapat dicapai;
d. desain peralatan radio terapi harus dipastikan memiliki paling sedikit dua
sistem gagal-selamat (fail-safe) yang independen untuk menghentikan
penyinaran dan berupa sistem saling-kunci (interlock) dan sistem manual;
e. peralatan teleterapi Co-60 yang berisi zat radioaktif terbungkus harus
dilengkapi dengan alat untuk mengembalikan sumber secara manual pada
posisi terperisai;
f. peralatan terapi eksternal harus dipasang dengan berkas utama diarahkan
pada penghalang utama dengan perisai yang memenuhi persyaratan
proteksi radiasi;
g. pada pengoperasian akselerator linier (LINAC) yang mempunyai energi
foton sinr-X di atas 10 MV, dinding perisai harus dilengkapi dengan bahan
penyerap neutron;
h. peralatan terapi eksternal harus tetap stabil berada pada setiap posisi dan
dapat diubah pada posisi yang diperlukan;
i. peralatan terapi eksternal harus dilengkapi paling kurang dengan:
- pesawat sinar-X simulator dan/atau CT Scan simulator;
- TPS (treatment planning system);
- peralatan cetak (mould equipment); dan
- perlengkapan kendali mutu.
j. peralatan brakiterapi harus dilengkapi paling kurang dengan:
- pesawat sinar-X C-Arm atau pesawat sinar-X simulator;
- TPS (treatment planning system);
- peralatan cetak (mould equipment); dan
- perlengkapan kendali mutu.
k. bangunan fasilitas radio terapi harus dilengkapi dengan:
- sistem saling-kunci yang tidak bisa dibuka (by-pass) oleh siapa pun,
kecuali di bawah kendali langsung Teknisi Elektromedik pada saat
pengoperasian selama pemeliharaan;
- tanda radiasi pada pintu, panel kendali, kepala sumber pada peralatan
teleterapi Co-60, mesin after-loading dan kontener penampung zat
radioaktif terbungkus; dan
- saluran kabel dosimetri untuk kegiatan kalibrasi peralatan radio terapi
yang dipasang membentuk sudut 45° terhadap lantai.
l. fasilitas radio terapi yang mempunyai terapi eksternal harus memiliki:
- ruang pemeriksaan;
- ruang simulator;
- ruang cetak (mould room);
- ruang TPS;
- ruang penyinaran; dan
- ruang tunggu.
m. fasilitas radio terapi yang mempunyai brakiterapi harus memiliki:
- ruang pemeriksaan;
- ruang persiapan;
- ruang aplikasi;
- ruang TPS;
- ruang penyinaran;
- ruang penyimpanan zat radioaktif terbungkus; dan
- ruang tunggu.
Penanggulangan Kedaruratan

Setiap pesawat teleterapi dapat gagal untuk berhenti atau terus menyinari
pasien meski pun waktunya sudah habis. Petunjuk tindakan yang harus dilakukan
untuk situasi semacam ini terdapat pada Prosedur Pemakaian, dan harus dipasang
di depan panel kendali pesawat. Operator harus berlatih menangani keadaan
kedaruratan ini sehingga terbiasa dengan tindakan yang harus dilakukan.
Tindakan yang cepat mengurangi bahaya bagi pasien. Ketentuan umum yang
harus diikuti adalah sebagai berikut :
a. coba untuk mematikan pesawat dengan tombol “Emergency OFF”.
b. jika tidak berhasil, segera keluarkan pasien dari berkas.
c. sewaktu memindahkan pasien, anda sendiri harus berada di luar berkas.

Jika penyelamat berada di luar berkas foton, mengeluarkan pasien dalam


keadaan kedaruratan biasanya tidak memberikan pajanan radiasi yang tinggi.
Namun demikian, dalam berkas itu sendiri, seseorang akan menerima
penyinaran radiasi yang sangat tinggi dalam waktu yang singkat.

Gambar Tombol “Emergency OFF” untuk mematikan pesawat Co-60.

Prosedur kedaruratan yang lain seperti memutar gantry atau menutup


kolimator dari luar dapat pula dipertimbangkan sebelum ada orang lain yang
memasuki ruangan untuk mengeluarkan pasien, namun hal ini bergantung pada
kondisi setempat. Hanya setelah pasien dikeluarkan dari bawah berkas dan
Anda telah meninggalkan ruangan (menutup pintu) baru dapat dipikirkan
bagaimana untuk menggerakkan sumber Co-60 kembali ke posisi “OFF” oleh
personil terlatih atau personil dari pabriknya. Tidak perlu tergesa-gesa untuk
mematikan pesawat jika tidak ada seseorang pun di ruangan. Pesawat tidak
boleh dipakai lagi hingga penyebab kegagalan operasi diketahui dan telah
diperbaiki oleh personil perawatan.

Gambar Pemindahan pasien dari bawah berkas radiasi Co-60.

Kegagalan kembali ke posisi “OFF” pada pesawat Co-60 yang lebih


sering dibanding linac mengakibatkan radiasi terus dipancarkan setelah dosis
yang ditentukan telah dicapai; namun kegagalan untuk berhenti dapat terjadi
pada kedua pesawat. Personil harus telah terlatih untuk bertindak pada situasi
semacam ini sebelum pasien menerima radiasi terlalu banyak. Operator harus
terus waspada pada saat penyinaran pasien, dan terus mengamati waktu atau
satuan monitor pada saat penyinaran berlangsung.

Setiap pesawat Co-60 harus memiliki monitor radiasi, monitor dengan


lampu peringatan (dengan atau tanpa suara) di dalam ruangan, dan
menempatkannya sedemikian rupa sehingga dapat langsung terlihat begitu pintu
dibuka. Monitor semacam ini menyala jika sumber berada dalam posisi “ON”.
Dengan melihat lampu peringatan, setiap orang yang memasuki ruangan dapat
melihat apakah sumber telah kembali ke posisi terlindungnya atau belum. Linac
yang memiliki sinyal yang berbunyi jika sedang mengeluarkan radiasi tidak
memerlukan monitor semacam ini.

Semua pesawat teleterapi menghasilkan radiasi yang menembus tubuh


cukup dalam selama beroperasi. Untuk melindungi operator dan orang lain yang
mungkin dapat berada di sekitar ruang penyinaran, dinding ruang harus cukup
diberi perisai radiasi. Setelah pemasangan suatu pesawat teleterapi harus
dilakukan pengukuran tingkat radiasi di daerah sekitarnya, dengan berkas
menyala dan diafragma pengatur luas lapangan (disebut juga kolimator atau jaw)
terbuka penuh. Pengukuran ini dimaksudkan untuk menjamin keselamatan orang
yang berada di daerah tersebut.

Dengan ruangan penyinaran yang diberi perisai radiasi yang cukup,


operator pesawat penyinaran hanya akan sedikit atau bahkan sama sekali tidak
akan menerima pajanan radiasi pada saat melakukan tugasnya. Pintu saling
kunci ke ruangan akan mencegah pesawat bekerja pada saat pintu dibuka.
Pengoperasian pesawat dengan pintu terbuka tidak hanya menyebabkan radiasi
tersebar, namun juga dapat mengakibatkan orang yang tidak berwenang dapat
masuk ke dalam ruang selama penyinaran. Pintu masuk dengan demikian perlu
pula diberi tanda peringatan.

Bahan radioaktif pada pesawat Co-60 juga mempunyai kemungkinan


bocor. Meski pun hal ini jarang terjadi, pesawat harus diuji kebocorannya,
paling sedikit sekali dalam dua tahun. Untuk menguji kebocoran pesawat,
pastikan bahwa sumber berada dalam posisi “OFF” dan gunakan sarung
tangan. Basahi kain kasa atau kertas khusus dengan alkohol, kemudian usap
bilah kolimator sedekat mungkin dengan sumber. Forsep seringkali dapat
digunakan untuk mencapai celah sumber yang sulit dijangkau. Cacah kain atau
kertas dengan detektor yang paling sensitif yang ada (seperti pencacah Geiger)
untuk mengecek tingkat radioaktivitas pada sampel. Jika cacah pengukuran
sampel menunjukkan bacaan yang cukup jauh di atas bacaan latar belakang,
sumber mungkin bocor dan pabrik atau pemasoknya harus dihubungi untuk
melakukan pemeriksaan dan tindakan penanggulangan lebih lanjut.
1. Hiswara,Eri. 2015. “Proteksi dan Keselamatan Radiasi RS”
file:///C:/Users/Admin/Downloads/1PROTEKSI%20DAN
%20KESELAMATAN%20KESELAMATAN%20RADIASI%20DI
%20RS.pdf
2. Noname. 2014. “Radioterapi”
https://id.wikipedia.org/wiki/Radioterapi#Proses_Radioterapi
3. Fitriatuzzakiyyah, Nur. Rano K. Sinuraya, Irma M. Puspitasari. 2017. “Terapi
Kanker dengan Radiasi: Konsep Dasar Radioterapi dan Perkembangannya di
Indonesia”
http://jurnal.unpad.ac.id/ijcp/article/download/16009/pdf
4. Triawan, Julius. 2015. “Makalah Radioterapi”
https://www.academia.edu/11606260/MAKALAH_RADIOTERAPI

Anda mungkin juga menyukai