Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Suzanne (2008), cidera mengenai servikalis, vertebralis dan lumbalis,
akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang, seringkali oleh kecelakaan lalu
lintas merupakan definisi trauma pada tulang belakang. Semua trauma tulang belakang
harus dianggap suatu trauma yang hebat, sehingga sejak awal pertolongan dan transportasi ke
rumah sakit penderita harus diperlakukan secara hati-hati trauma pada tulang belakang dapat
mengenai jaringan lunak pada tulang belakang yaitu ligamen, dan diskus tulang belakang
sendiri dan sumsum tulang belakang. Suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan
seringkali oleh kecelakaan lalu lintas adalah cidera medulla spinalis. Apabila cedera itu
mengenai daerah L1-2 dan/atau di bawahnya maka dapat mengakibatkan hilangnya fungsi
motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih. Cidera medulla spinalis
diklasifikasikan sebagai komplet dan tidak komplet. Cidera medulla spinalis adalah masalah
kesehatan mayor yang mempengaruhi 150.000 orang di Amerika Serikat, dengan perkiraan
10.000 cedera baru yang terjadi setiap tahun.
Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita
karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan ini wanita lebih
banyak dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan
hormonal (menopause) (Charle, 2008). Klien yang mengalami cidera medula spinalis
membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam pemenuhan ADL dan dalam pemenuhan
kebutuhan untuk mobilisasi pada L2-membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam
pemenuhan kebutuhan ADL dan dalam pemenuhan kebutuhan untuk mobilisasi. Selain itu
klien juga beresiko mengalami komplikasi cedera spinal seperti syok spinal, trombosis
vena profunda, gagal napas : pneumonia dan hiperfleksia autonomic. Maka dari itu sebagai
perawat merasa perlu untuk dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan pada
klien dengan cidera medulla spinalis dengan cara promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif sehingga masalahnya dapat teratasi dan klien dapat terhindar dari masalah yang
paling buruk (Charle, 2008).

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi medulla spinalis ?
2. Bagaimana klasifikasi medulla spinalis ?
3. Bagaimana etiologi medulla spinalis ?
4. Bagaimana mekanisme cidera medula spinalis ?
5. Bagaimana patofisiologi medulla spinalis ?
6. Bagaimana pathway medulla spinalis ?
7. Bagaimana manifestasi klinis medulla spinalis ?
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang medulla spinalis ?
9. Bagaimana penatalaksanaan cedera medula spinalis ?
10. Bagaimana komplikasi medulla spinalis ?
11. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan cidera medulla spinalis ?

C. Tujuan
Mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan mengenai:
1. Definisi medulla spinalis
2. Klasifikasi medulla spinalis
3. Etiologi medulla spinalis
4. Mekanisme cidera medula spinalis
5. Patofisiologi medulla spinalis
6. Pathway medulla spinalis
7. Manifestasi klinis medulla spinalis
8. Pemeriksaan penunjang medulla spinalis
9. Penatalaksanaan medulla spinalis
10. Komplikasi medulla spinalis
11. Asuhan keperawatan medulla spinalis
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Medulla Spinalis


Medulla spinalis (spinal cord) merupakan bagian susunan saraf pusat yang
terletak di dalam kanalis vertebralis dan menjulur dari foramen magnum ke bagian atas
region lumbalis. Trauma pada medulla spinalis dapat bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi
ringan yang terjadi akibat benturan secara mendadak sampai yang menyebabkan transeksi
lengkap dari medulla spinalis dengan quadriplegia (Fransiska, 2008). Cedera torako-lumbal
bisa disebabkan oleh trauma langsung pada torakal atau bersifat patologis seperti pada
kondisi osteoporosis yang akan mengalami fraktur kompresi akibat keruntuhan tulang
belakang (Arif, 2008).
Cidera medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan
oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2008). Cidera medullan
spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan sering kali oleh
kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai daerah servikal pada lengan, badan dan
tungkai mata penderita itu tidak tertolong. Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka
dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan. (diane, 2007).

B. Klasifikasi
1. Cedera tulang
a. Stabil.
Bila kemampuan fragmen tulang tidak mempengaruhi kemampuan untuk
bergeser lebih jauh selain yang terjadi saat cedera. Komponen arkus neural intak
serta ligamen yang menghubungkan ruas tulang belakang, terutama ligament
longitudinal posterior tidak robek. Cedera stabil disebabkan oleh tenaga fleksi,
ekstensi, dan kompresi yang sederhana terhadap kolumna tulang belakang dan paling
sering tampak pada daerah toraks bawah serta lumbal (fraktur bajibadan ruas tulang
belakakng sering disebabkan oleh fleksi akut pada tulang belakang).

3
4

b. Tidak stabil.
Fraktur memengaruhi kemampuan untuk bergeser lebih jauh. Hal ini disebabkan
oleh adanya elemen rotasi terhadap cedera fleksi atau ekstensi yang cukup untuk
merobek ligament longitudinal posterior serta merusak keutuhan arkus neural, baik
akibat fraktur pada fedekal dan lamina, maupun oleh dislokasi sendi apofiseal.
2. Cedera neurologis
a. Tanpa defisit neurologis
b. Disertai defisit neurologis, dapat terjadi di daerah punggung karena kanal spiral
terkecil terdapat di daerah ini. (Fransisca, 2008).

C. Etiologi
Penyebab dari cidera medulla spinalis (Arif, 2008).
1. Kecelakaan lalulintas dan industri
Kecelakaan yang hebat dapat menyebabkan suatu benturan dari organ tubuh
salah satu yang terjadi adalah cidera tulang belakang secara langsung yang mengenai
tulang belakang dan melampui batas kemampuan tulang belakang dalam melindungi
saraf –saraf yang berada didalamnya.
2. Terjatuh, dan olahraga
Peristiwa jatuh karena suatu kegiatan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya cidera salah satunya karena kegiatan olahraga yang berat
contohnya adalah olahraga motor, lari, dan melompat.
3. Luka tusuk, tembak
Luka tusuk pada abdomen atau tulang belakang dapat dikatakan menjadi faktor
terjadinya cidera karena terjadi suatu perlukaan atau insisi luka tusuk atau luka tembak.
4. Tumor
Tumor merupakan suatu bentuk peradangan. jika terjadi komplikasi pada daerah
tulang belakang spinal. Ini merupakan bentuk cidera tulang belakang.
5

D. Mekanisme Cidera Medula Spinalis.

Ada 4 mekanisme yang mendasari :

1. Kompresi oleh tulang, ligamen, benda asing, dan hematoma. Kerusakan paling berat

disebabkan oleh kompresi dari fragmen korpus vertebra yang tergeser ke belakang dan

cedera hiperekstensi.

2. Tarikan/regangan jaringan: regangan berlebih yang menyebabkan gangguan jaringan

biasanya setelah hiperfleksi. Toleransi regangan pada medulla spinalis menurun sesuai

usia yang meningkat.

3. Edema medulla spinalis timbul segera dan menimbulkan gangguan sirkulasi kapiler lebih

lanjut serta aliran balik vena yang menyertai cedera primer.

4. Gangguan sirkulasi merupakan hasil kompresi oleh tulang atau struktur lain pada sistem

arteri spinal posterior atau anterior. Kecelakaan mobil atau terjatuh olahraga, kecelakaan

industri, tertembak peluru, dan luka tusuk dapat menyebabkan trauma medulla spinal.

Sebagian besar pada medulla spinal servikal bawah (C4-C7,T1) dn sambungan

torakolumbal (T11-T12, L1). Medula spinal torakal jarang terkena.

E. Patofisiologi
Menurut (Fransisca, 2008), cedera medulla spinalis kebanyakan terjadi sebagai
akibat cedera pada vertebra. Medulla spinalis yang mengalami cedera biasanya berhubungan
dengan akselerasi, deselerasi, atau kelainan yang diakibatkan oleh berbagai tekanan yang
mengenai tulang belakang. Tekanan cedera pada medulla spinalis mengalami kompresi,
tertarik, atau merobek jaringan. Lokasi cedera umumnya mengenai C1 dan C2,C4, C6, dan
T11 atau L2. Mekanisme terjadinya cedera medulla spinalis:
Fleksi-rotasi, dislokasi, dislokasi fraktur, umumnya mengenai serviikal pada C5
dan C6. Jika mengenai spina torakolumbar, terjadi pada T12 dan L1. Fraktur lumbal adalah
fraktur yang terjadi pada daerah tulang belakang bagian bawah. Bentuk cidera ini mengenai
6

ligament, fraktur vertebra, kerusakan pembuluh darah, dan mengakibatkan iskemia pada
medulla spinalis.
Hiperekstensi. Jenis cedera ini umumnya mengenai klien dengan usia dewasa
yang memiliki perubahan degenerative vertebra, usia muda yang mendapat kecelakaan lalu
lintas saat mengendarai kendaraan, dan usia muda yang mengalami cedera leher saat
menyelam. Jenis cidera ini medulla spinalis bertentangan dengan ligementum flava dan
mengakibatkan kontusio kolom dan dislokasi vertebra. Transeksi lengkap dari medulla
spinalis dapat mengikuti cedera hiperekstensi. Lesi lengkap dari medulla spinalis
mengakibatkan kehilangan pergerakan volunteer menurun pada daerah lesi dan kehilangan
fungsi refleks pada isolasi medulla spinalis.
Kompresi. Cedera kompresi sering disebabkan karena jatuh atau melompat dari
ketinggian, dengan posisi kaki atau bokong (duduk). Tekanan mengakibatkan fraktur
vertebra dan menekan medulla spinalis. Diskus dan fragmen tulang dapat masuk ke medulla
spinalis. Lumbal dan toraks vertebra umumnya akan mengalami cedera serta menyebabkan
edema dan perdarahan. Edema pada medulla spinalis mengakibatkan kehilangan fungsi
sensasi.
7

F. Pathway

G. Manifestasi Klinis
Mekanisme cedera (Arif, 2008)
1. Fleksi
Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada vertebra.
Vertebra mengalami tekanan berbentuk remuk yang dapat menyebabkan kerusakan atau
tanpa kerusakan ligament posterior, maka fraktur bersifat tidak stabil dan dapat terjadi
subluksasi.
8

2. Fleksi dan rotasi


Trauma jenis ini merupakan jenis trauma fleksi yang bersama-sama dengan rotasi.
Terdapat strain dari ligament dan kapsul, juga ditemukan fraktur faset. Pada keadaan ini
terjadi pergerakan ke depan/ dislokasi vertebra di atasnya. Semua fraktur dislokasi
bersifat tidak stabil.
3. Kompresi vertical
Suatu trauma vertical yang secara langsung mengenai vertebra yang akan
menyebabkan kompresi aksial. Nucleus pulposus akan memecahkan permukaan serta
badan vertebra dan menyebabkan vertebra menjdi rekah (pecah). Pada trauma ini elemen
posterior masih intak sehingga fraktur yang terjadi bersifta stabil.
4. Hiperekstensi atau retrofleksi
Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan ekstensi.
Keadaan ini sering ditemukan pada vertebra servikal dan jarang pada vertebra torako-
lumbal. Ligamen anterior dan diskus dapat mengalami kerusakan atau terjadi fraktur pada
arkus neuralis. Fraktur ini biasanya bersifat stabil.
5. Fleksi lateral
Kompresi atau distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan menyebabkan
fraktur pada komponen lateral, yaitu pedikel, foramen vertebra, dan sendi faset.
6. Fraktur-dislokasi
Suatu trauma yang menyebabkan terjdinya fraktur tulang belakang dan terjadi
dislokasi pada ruas tulang belakang.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis cedera tulan (fraktur, dislokasi), unutk kesejajaran, reduksi
setelah dilakukan traksi atau operasi
2. CT Scant
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktura.
3. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
9

4. Mielografi.
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor putologisnya tidak
jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid medulla spinalis (biasanya
tidak akan dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
5. Foto ronsen torak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan pada diafragma,
atelektasis)
6. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur volume inspirasi
maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat bagian bawah atau pada trauma
torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot interkostal).
7. GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi (Arif, 2008).

I. Penatalaksanaan Cedera Medula Spinalis


1. Terapi dilakukan untuk mempertahankan fungsi neurologis yang masih ada,
memaksimlkan pemulihan neurologis, tindakan atas cidera lain, yang menyertai,
mencegah, serta mengobati komplikasi dan kerusakan neural lebih lanjut. Reabduksi atas
subluksasi (dislokasi sebagian pada sendi di salah satu tulang). Untuk mendekompresi
koral spiral dan tindakan imobilisasi tulang belakang untuk melidungi koral spiral.
2. Operasi lebih awal sebagai indikasi dekompresi neural, fiksasi internal, atau debrideben
luka terbuka.
3. Fikasi internal elekif dilakukan pada klien dengan ketidakstabilan tulang belakang, cidera
ligaemn tanpa tanpa fraktur, deformitas tulang belakang progresif, cidera yang tak dapat
direbduksi, dan fraktur non-union.
4. Terapi steroid, nomidipin, atau dopamine untuk perbaiki aliran darah koral spiral. Dosis
tertinggi metil prednisolon/bolus adalah 3mg/kgBB diikuti 5,4 mg/kgBB/jam untuk 23
jam berikutnya. Bila diberikan dalam 8 jam sejak cedera akan memperbaiki pemulihan
neurologis. Gangliosida mungkin juga akan memperbaiki pemulihan setelah cedera koral
spiral.
5. Penilaian keadaan neurologis setiap jam, termasuk pengamatan fungsi sensorik, motorik,
dan penting untuk melacak deficit yang progresif atau asenden.
6. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat, fungsi ventilasi, dan melacak keadaan
dekompensasi.
10

7. Pengelolaan cedera stabil tanpa deficit neurologis seperti angulasi atau baji dari bahan
luas tulang belakang, fraktr psoses transverses, spinosus, dan lainnya, tindakannya
simptomatis (istirahat baring hingga nyeri berkurang), imobilisasi dengan fisioterapi
untuk pemulihan kekuatan otot secara bertahap.
8. Cedera tak stabil disertai deficit neurologis. Bila terjadi pergeseran, fraktur memerlukan
reabduksi dan posisi yang sudah baik harus dipertahankan.
a. Metode reabduksi antara lain :
1) Transaksi memakai sepit (tang) metal yang dipasang pada tengkorak. Beban 20kg
tergantung dari tingkat ruas tulang belakang, ulai sekitar 2,5 kg pada fraktur C1.
2) Manipulasi dengan anestesi umum
3) Reabduksi terbuka melalui operasi
b. Metode imobilisasi antara lain :
1) Ranjang khusus, rangka, atau selubung plester.
2) Transaksi tengkorak perlu beban sedang untuk memperahankan cedera yang
sudah direabduksi.
3) Plester paris dan splin eksternal lain.
4) Operasi.
9. Cedera stabil disertai deficit neurologis. Bila fraktur stabil, kerusakan neurologis
disebabkan oleh:
a. Pergeseran yang cukup besar yang terjadi saat cedera menyebabkan trauma langsung
terhadap koral spiral atau kerusakan vascular.
b. Tulang belakang yang sebetulnya sudah rusak akibat penyakit sebelumnya seperti
spondiliosis servikal.
c. Fragmen tulang atau diskus terdorong ke kanal spiral.
10. Pengelolaan kelompok ini tergantung derajat kerusakan neurologis yang tampak pada
saat pertama kali diperiksa:
a. Transeksi neurologis lengkap terbaik dirawat konservatif
b. Cedera di daerah servikal, leher di mobilisasi dengan kolar atau sepit (kapiler) dan di
beri metal prednisolon.
c. Pemeriksaan penunjang MRI.
d. Cedera neurologis tak lengkap konservatif.
11

e. Bila terdapat atau didasari kerusakan adanya spondiliosis servikal, ttraksi tengkorak,
dan metal prednisolon.
f. Bedah bila spondiliosis sudah ada sebelumnya.
g. Bila tak ada perbaikan atau ada perbaikan tetapi keadaan memburuk maka lakukan
mielografi.
h. Cedera tulang tak stabil.
i. Bila lesinya total, dilakukan reabduksi yang diikuti imobilisasi. Melindungi
imobiisasi seperti penambahan perawatan paraplegia.
j. Bila deficit neurologis tak lengkap, dilakukan reabduksi, diikuti imobilisasi untuk
sesuai jenis cederanya.
k. Bila diperlukan operasi dekompresi kanal spiral dilakukan pada saat yang sama.
l. Cedera yang menyertai dan komplikasi:
1) cedera mayor berupa cedera kepala atau otak, toraks, berhubungan dengan
ominal, dan vascular.
2) cedera berat yang dapat menyebabkan kematian, aspirasi, dan syok. (Fransisca,
2008).

J. Komplikasi
1. Neurogenik shock.
Syok neurogenik adalah syok yang terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara
stimulasi sistem saraf simpatis dengan para simpatis pada otot polos pembuluh darah.
2. Hipoksia
Hipoksia adalah kondisi kurangnya pasokan oksigen di sel dan jaringan tubuh untuk
menjalankan fungsi normalnya. Hipoksia merupakan kondisi berbahaya karena dapat
mengganggu fungsi otak, hati, dan organ lainnya dengan cepat.
3. Gangguan paru-paru
4. Instabilitas spinal
Hilangnya kemampuan jaringan lunak pada spinal (contoh : ligamen, otot dan diskus)
5. Orthostatic Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang terjadi tiba-tiba saat berubah posisi dari telentang ke
posisi duduk atau tegak
12

6. Ileus Paralitik
Terhentinya gerakan usus sehingga makanan tidak dapat melewati saluran cerna. Kondisi
ini tentu saja akan menimbulkan berbagai gejala seperti mual, muntah, kembung, dan
ketidaknyamanan pada perut.
7. Infeksi saluran kemih
8. Dekubitus
9. Inkontinensia blader
10. Konstipasi (Fransisca, 2008).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus:

Pasien dengan nama Tn. Z berumur 33 tahun datang kerumah sakit.

Sebelumnya pasien mengaku 1 tahun yang lalu terjatuh dari pohon setinggi 7 m ketika

sedang bekerja di perkebunan kopi, pasien terjatuh dalam posisi duduk dan jatuh

langsung mengenai punggung bagian bawah. Pasien sempat terdiam di lokasi jatuh dari

pohon selama 1 jam karena tidak ada yang mengetahui kejadian sebelum pasien akhirnya

di tolong oleh warga sekitar lokasi kejadian. Sebelumnya pasien dapat berjalan dengan

normal tanpa gangguan. Setelah jatuh dari pohon, pasien menyangkal pingsan, kejang,

mual, atau muntah. Setelah kejadian pasien mengaku demam dan nyeri perut. TD :

120/60 mmHg, Nadi : 78 x/menit, reguler, kuat angkat, Napas : 18 x/menit.

Pasien juga merasakan nyeri pada panggul seperti rasa terjepit, pasien

mengeluh kedua kaki tidak bisa digerakkan. Kelumpuhan hanya dirasakan pada kedua

kaki pasien, sedangkan tangan atau bagian tubuh pasien yang lain masih dapat digerakan.

Pasien mengeluh kedua tungkainya mati rasa dari pinggang hingga telapak kaki. Nyeri

pada tulang belakang tidak hilang pada malam hari dan dirasakan terus-menerus

walaupun disaat istirahat. Sakit kepala, wajah perot, kelainan penglihatan, atau

pendengaran tidak dirasakan pasien. Pasien masih dapat berkomunikasi dengan baik dan

ingat kejadian saat terjatuh dari pohon. Setelah kejadian, pasien sempat di bawa ke dukun

urut tapi keluhan tidak dirasakan berkurang. Akhirnya pasien di rujuk ke RS Orthopedi

Prof.dr.Soetomo Solo di lakukan rontgen dan dinyatakan tulang belakang pasien patah,

dan dilakukan operasi tulang belakang dan di rawat selama 1 bulan.

13
14

A. Pengkajian Keperawatan
Anamnesis:
Keluhan utama dirasakan nyeri pada panggul seperti rasa terjepit, pasien
mengeluh kedua kaki tidak bisa digerakkan sedangkan tangan atau bagian tubuh pasien yang
lain masih dapat digerakan akibat terjatuh dari pohon setinggi 7 m ketika sedang bekerja di
perkebunan kopi, dengan posisi duduk dan jatuh langsung mengenai punggung bagian
bawah. Setelah terjatuh pingsan (-), kejang (-), mual (-), atau muntah (-), demam (+), nyeri
perut (+).
Klasifikasi Data
Data Subyektif Data Obyektif
1. Pasien mengatakan 1 tahun yang lalu 1. Pasien dengan nama Tn. Z berumur 33
tahun datang kerumah sakit.
terjatuh dari pohon setinggi 7 m ketika
2. Pasien tidak tampak wajah perot
sedang bekerja di perkebunan kopi
3. Pasien tampak berkomunikasi dengan
2. Pasien mengatakan terjatuh dalam posisi baik dan ingat kejadian saat terjatuh
dari pohon.
duduk dan jatuh langsung mengenai
4. Pasien di rujuk ke RS Orthopedi
punggung bagian bawah
Prof.dr.Soetomo Solo di lakukan
3. Pasien mengatakan sempat terdiam di rontgen dan dinyatakan tulang belakang
pasien patah, dan dilakukan operasi
lokasi jatuh dari pohon selama 1 jam
tulang belakang dan di rawat selama 1
karena tidak ada yang mengetahui
bulan.
kejadian sebelum pasien akhirnya di 5. TD : 120/60 mmHg
6. Nadi : 78 x/menit
tolong oleh warga sekitar lokasi kejadian.
7. Napas : 18 x/menit.
4. Pasien mengatakan dapat berjalan dengan

normal tanpa gangguan

5. Pasien mengatakan tidak pingsan, kejang,

mual, atau muntah.

6. Setelah kejadian pasien mengatakan


15

demam dan nyeri perut.

7. Pasien mengatakan merasakan nyeri pada

panggul seperti rasa terjepit

8. Pasien mengatakan mengeluh kedua kaki

tidak bisa digerakkan.

9. Pasien mengatakan kelumpuhan hanya

dirasakan pada kedua kaki pasien,

sedangkan tangan atau bagian tubuh

pasien yang lain masih dapat digerakan.

10. Pasien mengatakan mengeluh kedua

tungkainya mati rasa dari pinggang hingga

telapak kaki.

11. Pasien mengatakan nyeri pada tulang

belakang tidak hilang pada malam hari

dan dirasakan terus-menerus walaupun

disaat istirahat

12. Pasien mengatakan tidak merasakan sakit

kepala kelainan penglihatan, atau

pendengaran

13. Pasien mengatakan sempat di bawa ke

dukun urut tapi keluhan tidak dirasakan

berkurang.
Analisis Data
No Data Penyebab Masalah
16

.
1. DS: Agen cidera (fisik) Nyeri akut
1. Pasien mengatakan 1
tahun yang lalu terjatuh
dari pohon setinggi 7 m
ketika sedang bekerja di
perkebunan kopi
2. Pasien mengatakan
terjatuh dalam posisi
duduk dan jatuh
langsung mengenai
punggung bagian bawah
3. Setelah kejadian pasien
mengatakan demam dan
nyeri perut
4. Pasien mengatakan
merasakan nyeri pada
panggul seperti rasa
terjepit
5. Pasien mengatakan
nyeri pada tulang
belakang tidak hilang
pada malam hari dan
dirasakan terus-menerus
walaupun disaat istirahat
6. Pasien mengatakan
sempat di bawa ke
dukun urut tapi keluhan
tidak dirasakan
berkurang
7. Pasien mengatakan di
17

rujuk ke RS Orthopedi
Prof.dr.Soetomo Solo di
lakukan rontgen dan
dinyatakan tulang
belakang pasien patah,
dan dilakukan operasi
tulang belakang dan di
rawat selama 1 bulan.
DO:
Nadi : 78 x/menit
2. DS: Kelemahan Hambatan mobilitas fisik
1. Pasien mengatakan
mengeluh kedua kaki
tidak bisa digerakkan
2. Pasien mengatakan
kelumpuhan hanya
dirasakan pada kedua
kaki pasien, sedangkan
tangan atau bagian
tubuh pasien yang lain
masih dapat digerakan
3. Pasien mengatakan
mengeluh kedua
tungkainya mati rasa
dari pinggang hingga
telapak kaki.
DO: -

B. Diagnosa Keperawatan
18

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera (fisik) yang ditandai dengan pasien
mengatakan 1 tahun yang lalu terjatuh dari pohon setinggi 7 m ketika sedang bekerja di
perkebunan kopi, pasien mengatakan terjatuh dalam posisi duduk dan jatuh langsung
mengenai punggung bagian bawah, setelah kejadian pasien mengatakan demam dan nyeri
perut, pasien mengatakan merasakan nyeri pada panggul seperti rasa terjepit, pasien
mengatakan nyeri pada tulang belakang tidak hilang pada malam hari dan dirasakan
terus-menerus walaupun disaat istirahat, pasien mengatakan sempat di bawa ke dukun
urut tapi keluhan tidak dirasakan berkurang, Nadi : 78 x/menit dan pasien di rujuk ke RS
Orthopedi Prof.dr.Soetomo Solo di lakukan rontgen dan dinyatakan tulang belakang
pasien patah, dan dilakukan operasi tulang belakang dan di rawat selama 1 bulan.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan yang ditandai dengan pasien
mengatakan mengeluh kedua kaki tidak bisa digerakkan, pasien mengatakan kelumpuhan
hanya dirasakan pada kedua kaki pasien, sedangkan tangan atau bagian tubuh pasien
yang lain masih dapat digerakan dan pasien mengatakan mengeluh kedua tungkainya
mati rasa dari pinggang hingga telapak kaki.

C. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan
No. Diagnosa Hari/ tanggal
Tujuan Intervensi
1. Nyeri akut Senin, 01 Setelah dilakukan Pain
berhubungan dengan April 2018 tindakan Management:
agen cidera (fisik) Pukul 09.00 keperawatan selama 1. Obervasi reaksi
2x24 jam pasien nonverbal dari
menunjukkan Pain ketidaknyamanan
Control dengan 2. Lakukan
kriteria hasil: pengkajian nyeri
1. Mampu secara
mengontrol nyeri komprehensif
(penyebab nyeri, termasuk lokasi,
mampu karakteristik,
menggunakan durasi, frekuensi,
teknik kualitas dan
nonfarmakologi faktor presipitasi
untuk 3. Gunakan teknik
19

pengurangan komunikasi
nyeri, mencari terapeutik untuk
kebutuhan) (2 ke mengetahui
4) pengalaman nyeri
2. Melaporkan pasien
bahwa nyeri 4. Pilih dan lakukan
berkurang penanganan nyeri
dengan (farmakologi,
menggunkan non farmakologi
manajemen nyeri dan
(2 ke 4) interpersonal)
3. Mampu 5. Kurangi faktor
mengenali nyeri presipitasi nyeri
(skala, intesitas 6. Kontrol
frekuensi dan lingkungan yang
tanda nyeri (2 ke dapat
4) mempengaruhi
4. Menyatakan rasa nyeri seperti suhu
nyaman setelah ruangan,
nyeri berkurang percahayaan dan
(2 ke 4) kebisingan
7. Evaluasi
pengalaman nyeri
masa lampau
8. Evaluasi bersama
pasien dan tim
kesehatan lain
tentang ketidak
efektifan kontrol
nyeri masa
lampau

(Ners D)
(Ners D)

2. Hambatan mobilitas Senin, 01 Setelah dilakukan Exercise therapy:


fisik berhubungan April 2018 tindakan ambulation:
dengan kelemahan Pukul 10.00 keperawatan selama 1. Ajarkan dan
2x24 jam pasien pantau pasien
menunjukkan dalam hal
Mobility dengan penggunaan alat
20

kriteria hasil: bantu.


1. Melakukan 2. Ajarkan dan
pergerakkan otot dukung pasien
(2 ke 4) dalam latihan
2. Melakukan ROM aktif dan
perpindahan (2 pasif.
ke 4) 3. Pertahanan body
3. Mempertahankan aligment dan
mobilitas optimal posisi yang
(2 ke 4) nyaman
4. Klien dapat 4. Cegah pasien
melakukan jatuh
aktivitas secara 5. Lakukan
adekuat (2 ke 4) fisiotheraphy
5. Koordinasi (2 ke 6. Tingkatkan
4) aktivitas sesuai
batas toleransi

(Ners W) (Ners W)
BAB IV
ANALISIS JURNAL

A. Judul jurnal
Trauma Medula Spinalis: Patobiologi dan Tata Laksana Medikamentosa

B. Pendahluan
Trauma medulla spinallis merupakan suatu keadaan yang dapat mengancam jiwa individu
yang dapat berujung pada kematian seseorang. Trauma medulla spinallis (TMS) meliputi
kerusakan medulla spinallis karena adanya trauma langsung ataupun tidak langsung yang
mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi utamanya yaitu seperti fungsi motoric, sensorik,
automotorik dan reflex, baik komplet ataupun inkomplet. Trauma medulla spinallis
merupakan suatu trauma yang rentan sekali menyebabkan kematian ataupun kecacatan baik
cacat sementara ataupun permanan. Setiap tahunnya populasi penduduk di seluruh dunia
yang mengalami cedera medulla spinallis meningkat yaitu pada kisaran 8000-10000 populasi
yang mengalami cedera ataupun gangguan pada medulla spinallis.

C. Hasil
Hasil analisis jurnal trauma medulla spinallis: Patobiologi dan Tata Laksana
Medikamentosa bahwa trauma medulla spinallis dapat menyebabkan terjadinya komosio,
kontusio, laserasi atau kompresi medulla spinallis. Patomekanika medulla spinallis berupa
rusaknya traktus pada medulla spinallis baik asenden maupun desenden yang berakibat pada
kerusakan structural luas, dimana trauma medulla spinallis dan radiks dapat merusak tubuh
melalui 4 mekanisme yaitu: kompresi pada tulang, rengangan jaringan secara berlebihan,
edema medulla spinallis, dan gangguan sirkulasi atau sistem arteri spinalis anterior dan
posterior akibat adanya kompresi tulang.
Trauma medulla spinallis digolongkan merjadi dua mekanisme kerusakan yaitu
kerusakan primer dan sekunder, dimana kerusakan primer terjadi karena sel neuron akan
mengalami kerusakan dan kekacauan proses intraseluler dan akan berakibat pada slubung
myelin didekatnya sehingga akan menipis dan akan menyebabkan transisi saraf terganggu
baik terjadi karena adanya efek trauma ataupun efek masa karena adanya pembengkakan di

21
22

daerah sekitar luka. Sedangkan menaknisme kerusakan sekunder terjadi karena adanya shock
neurogenic, proses vaskuler seperti perdarahan, iskemia dan terjadinya kerusakan imunologi.
Upaya pengobatan pada klien dengan trauma medulla spinallis yaitu dapat melalui beberapa
cara diantaranya terapi primer dimana terapi primer dilakukan dengan tujuan untuk
mencegah terjadinya hipoperfusi sistemik yang dapat memperparah kerusakan medulla
spinallis. Sedangkan terapi sekunder yaitu dapat menggunakan kortikosteroid yang berfungsi
menstabilkan membrane,menghambat oksidasi lipid, mensupresi edema vasogenik. Selain itu
juga menggunakan aminosteroid (lazaroid), GM-1 gangliosid, antagonis opioid, thyrotropin
releasing hormone (TRH), penyekat kanal kalsium dan natrium. Dimana penatalaksanaan
pada trauma medulla spinallis masih harus dalam studi lebih lanjut terkait efeksamping yang
terjadi pada pasien dimana harus dalam penanganan dan pengawasan intens dari petugas atau
tim medis

D. Kesimpulan
Trauma medulla spinallis merupakan suatu keadaan yang dapat mengancam jiwa
individu yang dapat berujung pada kematian seseorang. Trauma medulla spinallis (TMS)
meliputi kerusakan medulla spinallis karena adanya trauma langsung ataupun tidak langsung
yang mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi utamanya yaitu seperti fungsi motoric,
sensorik, automotorik dan reflex, baik komplet ataupun inkomplet. Dimana trauma medulla
digolongkan merjadi dua mekanisme kerusakan yaitu kerusakan primer dan sekunder yang
dapat merusak tubuh melalui emapat mekanisme yaitu: kompresi pada tulang, rengangan
jaringan secara berlebihan, edema medulla spinallis, dan gangguan sirkulasi atau sistem arteri
spinalis anterior dan posterior akibat adanya kompresi tulang. Penanganan atau
penatalaksanaan trauma medulla spinalis digolongkan menjadi dua kategori yaitu melalui
terapi primer dan terapi sekunder sesuai dengan ketentuan atau standar pelayanan medis.
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabka oleh benturan pada daerah medulla

spinalis adalah trauma medula spinalis (Brunner & Suddarth, 2001). Kecelakaan otomobil,

industri terjatuh, olah-raga, menyelam, luka tusuk, tembak dan tumor yaitu penyebab dari

Trauma medulla spinalis. Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat

merembes ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pad kanal spinal, segera sebelum

terjadi kontusio atau robekan pada Trauma, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan

hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja tetapi

proses patogenik menyebabkan kerusakan yan terjadi pada Trauma medulla spinalis akut.

Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulakn iskemia, hipoksia,

edema, lesi, hemorargi. Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat

penting, karena penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan

fungsi neurologik.Pada kepala dan leher dan leher harus dipertimbangkan mengalami

Trauma medula spinalis sampai bukti Trauma ini disingkirkan. Memindahkan pasien, selama

pengobatan didepartemen kedaruratan dan radiologi,pasien dipertahankan diatas papan

pemindahan.

Asuhan Keperawatan yang diberikan pada pasien dengan Trauma medula spinalis

berbeda penanganannya dengan perawatan terhadap penyakit lainnya, karena kesalahan

dalam memberikan asuhan keperawatan dapat menyebabkan Trauma semakin komplit dan

dapat menyebabkan kematian

23
24

B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada mahasiswa agar dapat menjaga

kesehatannya terutama pada bagian tulang belakang agar Trauma medula spinalis dapat

terhindar. Adapun jika sudah terjadi, mahasiswa dapat melakukan perawatan seperti yang

telah tertulis dalam makalah ini.

Anda mungkin juga menyukai