Kelompok 11 Modul Keputihan
Kelompok 11 Modul Keputihan
SKENARIO 2
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 11
TUTOR dr. Andi St Fahirah Arsal
ANGGOTA:
A.Dewi Shanti 1102120076
St. Ainul Hayati M Zen 1102130009
Muhammad Sulton 1102130020
Kanana Adiwijaya 1102130033
Ratih Paradini 1102130043
Arini Haq 1102130059
Rhiski Arini Ruslan 1102130068
Aswin Anugrah Oktavianto 1102130081
Cut Dianafitria 1102130089
Rabitha Kemalasari 1102130100
Cutri Amila 1102130118
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2016
SKENARIO 2
KALIMAT KUNCI
1. Perempuan, 26 tahun
2. Keputihan sejak 2 bulan yang lalu
3. Cairan berwarna putih dan menggumpal
4. Keluhan gatal dan kemerahan di sekitar kemaluan
5. Riwayat penggunaan IUD sejak 1 tahun yang lalu.
PERTANYAAN
JAWABAN
2. Apa saja etiologi dari keputihan fisiologi dan patologi serta faktor resiko
keputihan?2
b) Bakteri
1) Gonokokkus
2) Clamidia trachomatis
3) Gardnerella vaginalis
4) Treponema pallidum
c) Parasit
Jenis Trichomonas vaginalis adalah jenis parasit yang paling
sering menyebabkan keputihan. Penularan yang paling sering
adalah lewat coitus. Gejala yang ditimbulkan adalah flour
albus encer sampai kental, kekuningan dan agak bau disertai
rasa gatal dan panas.
d) Virus
Jenis virusnya adalah Human papilloma virus (HPV) dan
Herpes simpleks, ditandai dengan Condiloma akuminata,
cairan berbau, tetapi tidak disertai rasa gatal.
2. Fisik
Akibat adanya penggunaan alat kontrasepsi IUD dan kejadian
trauma pada alat genitalia.
3. Neoplasma jinak
Tumor jinak yang ada pada lumen akan mengakibatkan peradangan
dan akhirnya mengalami keputihan.
4. Kanker
Pada penyakit kanker sel akan cepat tumbuh secara abnormal dan
mudah mengalami kerusakan, gejala yang ditimbulkan ialah cairan
yang berbau busuk dan banyak disertai darah tak segar.
5. Menopause
Pada masa menopause mengalami penurunan pada hormon
estrogen sehingga vagina kering, juga disertai penipisan pada
lapisan sel, ini mengakibatkan mudah terjadi luka dan disertai
infeksi.
Fisiologi
Vagina merupakan organ reproduksi wanita yang rentan terhadap
infeksi, hal ini karena batas antara uretra, anus dan vagina berdekatan
sehingga kuman penyakit seperti jamur, bakteri, parasit atau virus
mudah masuk. Infeksi yang sering terjadi pada vagina disebabkan
karena ketidakseimbangnya ekosistem vagina, dimana ekosistem ini
dipengaruhi oleh 2 unsur :
a. Estrogen yang berfungsi dalam menentukan kadar zat gula sebagai
simpanan energi sel tubuh (glikogen).
b. Lactobacillus, yang membutuhkan glikogen sebagai nutrisi yang
akan digunakan untuk metabolisme pertumbuhannya.
Sisa metabolisme kemudian menghasilkan asam laktat yang
menentukan suasana asam di dalam vagina, dengan pH 3,8-4,2.
Dengan tingkat keasaman ini lactobacillus akan tumbuh subur
sehingga bakteri pathogen akan mati.
1. Bau, disebabkan oleh adanya amin yang menguap bila cairan vagina
lebih basa. Hal ini akan menyebabkan amin terlepas dari
pengikatannya pada protein dan amin yang mneguap menimbulkan
bau yang khas. Gatal merupakan hasil dari stimulasi zat pruritogen
yang berfungsi untuk pertahanan terhadap bahan atau mikroorganisme
sebagai efek dari reaksi imun. Zat pruritogen akan mengaktifkan
serabut saraf aferen dan melanjutkannya sampai ke korteks untuk
dipersepsi. Kejadian ini akan memberikan reflex menggaruk untuk
mengubah aliran potensial aksi saraf dengan mengharapkan adanya
inhibisi minimal terhadap rasa gatal yang ditimbulkan.
2. Nyeri adalah mekanisme protektif yang dimaksudkan untuk
menimbulkan kesadaran bahwa telah atau akan terjadi kerusakan
jaringan. Noksilous adalah suatu rangsangan yang sifatnya dapat
menimbulkan nyeri. Rangsangan noksilous tadi akan ditangkap oleh
reseptornya yang disebut nosiseptor. Rangsangan tadi akan diubah
menjadi arus listrik (impuls) melalui proses Transduksi.Impuls nyeri
yang berasal dari nosiseptor disalurkan ke SSP melalui salah satu dari
dua jenis serat aferen. Sisanya yang berasal dari nosiseptormekanis
dan termal disalurkan melalui serat A delta yang berukuran besar dan
bermyelin dengan kecepatan sampai 30 meter/detik (jalur nyeri cepat).
Impuls dari nosiseptor polimodal diangkut oleh serat C yang kecil dan
tidak bermyelin yang jauh lebih lambat sekitar 12 meter/detik (jalur
nyeri lambat). Setelah itu akan terjadi penyaluran arus listrik yang
dikenal dengan Konduksi. Setelah arus lstrik akan mencapai pada
cornu dorsalis dengan pengeluaran neurotransmiter seperti CGRD,
substansi P, dan glutamat maka terjadilah Transmisi yang nantinya
akan disalurkan pada jalur antero laterak segmen yang berkaitan. Arus
listrik akan disalurkan kebagian atas medulla spinalis hingga sampai
pada batang otak (formatio retikularis) untuk meningkatkan
kewaspadaan, ke atas selanjutnya pada Thalamus hingga terlokalisir
pada korteks somatosensorik. Thalamus berfungsi sebagai persepsi
nyeri dan korteks somatosensorik untuk mengetahui lokalisasi nyeri
yang diarasakan oleh tubuh. Sebenarnya akan terjadi Modulasi yaitu
pengurangan atau penghambatan rasa nyeri yang terjadi pada
transmisi ke kornu dorsalis dengan menghambat pengeluaran
neurotransmiter nyeri seperti subtansia P. Penghambatan ini
melibatkan opiat endogen yang akan menduduki reseptornya pada
ujung presinaps saraf aferen, sehingga subtansia P dikurangi atau
dihambat pelepasannya ke kornu dorsalis. Opiat endogen ini terdiri
dari endorfin, enkefalin dan dinorfin. Mekanisme pengeluaran opiat
endogen ini melibatkan sistem limbik, substansia grisea
periakuaduktus dan formatio retikularis.
IUD (Intra Uterine Device) atau alat kontrasepsi dalam Rahim (AKDR)
adalah salah satu alat kontrasepsi sampai sekarang mekanisme kerjanya
belum diketahui secara pasti. Pendapat yang terbanyak ialah bahwa IUD
dalam kavum uteri menimbulkan reaksi peradangan endometrium yang
disertai dengan sebukan leukosit yang daoat menghancurkan blastokista
atau sperma. Adapun mekansime kerja local AKDR pada uterus adalah
sebagai berikut:
- AKDR merupakan benda asing dalam rahim sehingga
menimbulkan reaksi benda asing dengan timbunan leukosit,
makrofag, dan limfosit.
- AKDR menimbulkan perubahan pengeluaran cairan,
prostaglandin, yang menghalangi kapasitasi spermatozoa.
- Pemadatan endometrium oleh leukosit, makrofag, dan limfosit
menyebabkan blastokista mungkin dirusak oleh makrofag dan
blastokista tidak mungkin melakukan nidasi.
- Ion Cu yang dikeluarkan oleh AKDR dengan cupper
menyebabkan gangguan gerak spermatozoa sehingga
memngurangi kemampuan untuk melaksanakan konsepsi.
Hubungan antara riwayat melahirkan anak P1A0 tidak ada, hal ini
dikarenakan tidak dijelaskannya dalam scenario kapan pasien tersebut
hamil dan melahirkan anaknya tersebut. Dalam scenario ini, keputihan
lebih kuat dihubungkan dengan penggunaan alat kontrasepsi IUD.
a) Infeksi
a. Bakteri:
1. Gonococcus
Penyebab Gonococcus adalah coccus gram negative “Neisseria
gonorrhoeae” ditemukan oleh Neisser in 1879. Famili Neisseriacea
meliputi spesies Neisseria dan Moraxella catarrhalis seperti acinetobacter
dan kingella serta spesies moraxella lainnya. Neisseria adalah cocci gram
negatif yang biasanya berpasangan. Neisseria gonorrhoeae (gonococci)
dan neisseria meningtidis (meningococci) adalah patogen pada manusia
dan biasanya ditemukan bergabung atau di dalam sel polimorfonuklear.
Beberapa neisseriae berhabitat di saluran pernafasan manusia, jarang
menimbulkan penyakit dan terjadi secara ekstraseluler. Gonococci dan
meningococci saling berhubungan erat, dengan 70 % DNA homolog, dan
dapat dibedakan melalui beberapa tes laboratorium dengan ciri-ciri
spesifik: meningococci memiliki kapsul polisakarida sedangkan gonococci
tidak, dan meningococci jarang memiliki plasmid dimana kebanyakan
gonococci memilikinya. Yang paling penting, kedua spesies tersebut dapat
dibedakan dengan presentasi klinis dari penyakit yang disebabkannya:
meningococci biasanya ditemukan pada saluran pernafasan atas dan
menyebabkan meningitis, sementara gonococci menyebabkan infeksi alat
kelamin.
b. Jamur
Candida albicans
Cairan yang dikeluarkan biasanya kental, berwarna putih susu seperti susu
pecah atau seperti keju, dan sering disertai gatal, vagina tampak
kemerahan akibat proses peradangan. Dengan KOH 10% tampak sel ragi
c. Parasit
Trichomonas vaginalis
Parasit ini berbetuk lonjong dan mempuyai bulu getar dan dapat bergerak
berputar-putar dengan cepat. Gerakan ini dapat dipantau dengan
mikroskop. Cara penularan penyakit ini dengan senggama. Walaupun
jarang dapat juga ditularkan melalui perlengkapan mandi, seperti handuk
atau bibir kloset.
d. Virus
1.Virus Herpes simpleks
Virus herpes yang paling sering > 95% adalah virus herpes simpleks tipe 2
yang merupakan penyakit yang ditularakan melalui senggama. Namun 15-
35% dapat juga disebabkan virus herpes simpleks tipe 1. Pada awal infeksi
tampak kelainan kulit seperti melepuh seperti terkena air panas yang
kemudian pecah dan meimbulkan luka seperti borok. Pasien merasa
kesakitan.
2. Human Papilloma Virus
.Human Papilloma Virus merupakan penyebab dari kondiloma akuminata.
Kondiloma ditandai dengan tumbuhnya kutil-kutil yang kadang sangat
banyak dan dapat bersatu membentuk jengger ayam berukuran besar.
Cairan di vagina sering berbau tanpa rasa gatal. Penyakit ini ditularkan
melalui senggama dengan gambaran klinis menjadi lebih buruk bila
disertai gangguan sistem imun tubuh seperti pada kehamilan, pemakain
steroid yang lama seperti pada pasien dengan gagal ginjal atau setelah
transplantasi ginjal, serta penderita HIV AIDS.
Pruritus atau gatal adalah sensasi subjektif yang tidak menyenangkan dan
mengganggu yang berasal dari lapisan superfisial kulit yang menimbulkan
keinginan untuk menggaruk.
PREVALENSI
Hampir pada 50% dari wanita yang berumur lebih dari 25 tahun,
didapatkan candidiasis vulvovaginal pada beberapa waktu tertentu,
kurang dari 5% dari wanita ini memiliki riwayat rekurens.
MANIFESTASI KLINIS
- Pruritus dan duh vagina merupakan keluhan umum tetapi tidak
spesifik VVC.
- Nyeri vagina,
- Iritasi,
- Rasa terbakar,
- Dyspareunia dan dysuria eksternal juga sering rnenyertai,
- Eritema dan bengkak labia serta vulva.
- Yang khas adalah bahwa gejala meningkat seminggu sebelum
menstruasi dan sedikit menurun dengan mulainya haid. (penyakit
hub, seksual akibat)
- Keputihan tidak berbau, atau berbau asam.
- Keputihan bisa banyak, dan pada dinding vagina biasanya
ditemukan gumpalan keju (cottage cheeses) yang menempel.
- Radang pada vulva dan vagina dapat disertai maserasi,
pseudomembran, fiura, dan lesi satelit papulopustular.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan mikroskopik sekret vagina dengan sediaan basah
KOH 10% dapat terlihat adanya bentuk ragi (yeast form): blastopora
dan pseudohifa (seperti sosis panjang bersambung). Dengan
pewarnaan gram dapat ditemukan pseudohifa yang bersifat gram
positif dan blastopora.
DIAGNOSIS
Wanita yang mengalami kandidiasis vulvovaginalis akan menunjukkan
manifestasi klinis yang disebutkan di atas. Test dengan menggunakan
KOH dan kultur jamur memiliki keterbatasan akan tetapi test ini masih
berguna untuk mengidentifikasi penyaklit ini. Pemeriksaan
mikroskopik sekret vagina akan menunjukkan hifa. Karakteristik
’budding mycelia’ akan terlihat pada kurang dari 30% kultur postif
kandida. Biasanya kandida vulvovaginalis disertai dengan penyakit
trikomoniasis dan bakterial vaginosis.
PENGOBATAN
Kandidiasis genital dapat diterapi secara topikal atau oral. Obat
golongan azol efektif pada 80%-90% pasien yang menyelesaikan
terapi. Pemberian yoghurt oral setiap hari dan hiposensitisasi dengan
preparat-preparat antigen C. albicans dilaporkan berhasil pada
sebagian perempuan.
Intavaginal:
Butoconazole 2% kream, 5 gr selama 3 hr
Butoconazole 2% kream, 5 gr, aplikasi intravagina tunggal
Clotrimazole 1% kream, 5 gr selama 7-14 hr
Clotrimazole 100 mg, vaginal tablet selama 7 hr
Clotrimazole 100 mg, vaginal tablet, 2 tablet 3 hr
Clotrimazole 500 mg, vaginal tablet, 1 tablet dalam aplikasi
tunggal
Miconazole 100 mg, vaginal suppositoria, 1 suppositoria 7 hr
Miconazole 200 mg, vaginal suppositoria, 1 suppositoria 3 hr
Nystatin 100,000 unit, vaginal tablet, 1 tablet 14 hr
Tioconazole 6,5% ointment, 5 gr, intravagina dalam aplikasi
tunggal
Terconazole 0,4% kream, 5 gr, intravaginal 7 hr
Terconazole 0,8% kream, 5 gr, intravaginal 3 hr
Terconazole 80 mg, vagina suppositoria, I suppositoria 3 hr
b. Bacterial vaginosis13,14
PENGERTIAN
Vaginosis bakterial adalah keadaan abnormal pada ekosistem vagina
yang disebabkan bertambahnya pertumbuhan flora vagina bakteri
anaerob menggantikan Lactobacillus yang mempunyai konsentrasi
tinggi sebagai flora normal vagina. Awalnya infeksi pada vagina hanya
disebut dengan istilah vaginitis, di dalamnya termasuk vaginitis akibat
Trichomonas vaginalis dan akibat bakteri anaerob lain berupa
Peptococcus dan Bacteroides, sehingga disebut vaginitis nonspesifik.
Setelah Gardner menemukan adanya spesies baru yang akhirnya
disebut Gardnerella vaginalis, istilah vaginitis nonspesifik pun mulai
ditinggalkan. Berbagai penelitian dilakukan dan hasilnya disimpulkan
bahwa Gardnerella melakukan simbiosis dengan berbagai bakteri
anaerob sehingga menyebabkan manifestasi klinis vaginitis.
Gardnerella vaginalis sendiri juga merupakan bakteri anaerob batang
gram variable yang mengalami hiperpopulasi sehingga menggantikan
flora normal vagina dari yang tadinya bersifat asam menjadi bersifat
basa. Perubahan ini terjadi akibat berkurangnya jumlah Lactobacillus
yang menghasilkan hidrogen peroksida. Lactobacillus sendiri
merupakan bakteri anaerob batang besar yang membantu menjaga
keasaman vagina dan menghambat mikroorganisme anaerob lain untuk
tumbuh di vagina. Vaginosis Bakterial (VB) tidak dikategorikan
sebagai penyakit menular seksual, meskipun penularannya berkaitan
dengan kebiasaan hubungan seksual. Hasil ini diperoleh dari tiga fakta:
1) insiden VB meningkat seiring dengan makin seringnya
berhubungan seksual,
2) pasangan seksual baru dapat berhubungan dengan VB, dan
3) pasangan pria yang tidak ada gejala apa-apa ternyata banyak
ditemukan Gardnerella. Pada intinya terdapat hubungan antara
infeksi G.vaginalis dengan ras, promiskuitas, stabilitas marital, dan
kehamilan sebelumnya. Pada penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam
Rahim (AKDR) dapat ditemukan serta di¬ikuti infeksi G.vaginalis
dan kuman anaerob negatif-gram. Hampir 100% wanita me¬nikah
yang mengalami tanda dan gejala VB di USA memelihara
G.vaginalis yang juga ditemukan pada hampir 70% pria pasangan
seksualnya.
ETIOLOGI
Meskipun penyebab dari vaginosis bacterialis belum diketahui
dengan pasti namun telah diketahui berhubungan dengan kondisi
keseimbangan bakteri normal dalam vagina yang berubah.29
Ekosistem vagina normal adalah sangat kompleks. Lactobacillus
merupakan spesies bakteri yang dominan (flora normal) pada
vagina wanita usia subur, tetapi ada juga bakteri lainnya yaitu
bakteri aerob dan anaerob. Pada saat bakterial vaginosis muncul,
terdapat pertumbuhan berlebihan dari beberapa spesies bakteri
yang ditemukan, dimana dalam keadaan normal ada dalam
konsentrasi rendah.6 Penyebab bakterial vaginosis bukan
organisme tunggal. Pada suatu analisis dari data flora vagina
memperlihatkan bahwa ada 3 kategori dari bakteri vagina yang
berhubungan dengan bakterial vaginosis, yaitu :
1. Gardnerella vaginalis
Berbagai kepustakaan selama 30 tahun terakhir membenarkan
observasi Gardner dan Dukes’ bahwa Gardnerella vaginalis
sangat erat hubungannya dengan bakterial vaginosis.6
Organisme ini mula-mula dikenal sebagai H. vaginalis
kemudian diubah menjadi genus Gardnerella atas dasar
penyelidikan mengenai fenetopik dan asam dioksi-ribonukleat.
Tidak mempunyai kapsul, tidak bergerak dan berbentuk batang
gram negatif atau variabel gram. Tes katalase, oksidase,
reduksi nitrat, indole, dan urease semuanya negatif
Kuman ini bersifat fakultatif, dengan produksi akhir utama
pada fermentasi berupa asam asetat, banyak galur yang juga
menghasilkan asam laktat dan asam format. Ditemukan juga
galur anaerob obligat. Dan untuk pertumbuhannya dibutuhkan
tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, biotin, purin, dan
pirimidin.7 Berbagai literatur dalam 30 tahun terakhir
membuktikan bahwa G. vaginalis berhubungan dengan
bacterial vaginalis. Bagaimanapun dengan media kultur yang
lebih sensitive G. Vaginalis dapat diisolasi dalam konsentrasi
yang tinggi pada wanita tanpa tanda-tanda infeksi vagina. Saat
ini dipercaya bahwa G. vaginalis berinteraksi dengan bakteri
anaerob dan hominis menyebabkan bakterial vaginosis.
2. Mycoplasma hominis
Pertumbuhan Mycoplasma hominis mungkin distimulasi oleh
putrescine, satu dari amin yang konsentrasinya meningkat pada
bakterial vaginosis. 6 Konsentrasi normal bakteri dalam vagina
biasanya 105 organisme/ml cairan vagina dan meningkat menjadi 108-
9 organisme/ml pada bakterial vaginosis. Terjadi peningkatan
konsentrasi Gardnerella vaginalis dan bakteri anaerob termasuk
Bacteroides, Leptostreptococcus, dan Mobilincus Spp sebesar 100-
1000 kali lipat.
3. Bakteri anaerob
Mobilincus Spp dan Bacteriodes Spp Spiegel menyimpulkan bahwa
bakteri anaerob berinteraksi dengan G. Vaginalis untuk menimbulkan
vaginosis. Peneliti lain memperkuat adanya hubungan antara bakteri
anaerob dengan bakterial vaginosis. Menurut pengalaman, Bacteroides
Spp paling sering dihubungkan dengan bakterial vaginosis.
Mikroorganisme anaerob yang lain yaitu Mobilincus Spp, merupakan
batang anaerob lengkung yang juga ditemukan pada vagina bersama-
sama dengan organisme lain yang dihubungkan dengan bakterial
vaginosis. Mobilincus Spp hampir tidak pernah ditemukan pada
wanita normal, 85 % wanita dengan bakterial vaginosis mengandung
organisme ini.
PATOGENESIS
Ekosistem vagina adalah biokomuniti yang dinamik dan kompleks yang
terdiri dari unsur-unsur yang berbeda yang saling mempengaruhi. Salah
satu komponen lengkap dari ekosistem vagina adalah mikroflora vagina
endogen, yang terdiri dari gram positif dan gram negatif aerobik, bakteri
fakultatif dan obligat anaerobik. Aksi sinergetik dan antagonistik antara
mikroflora vagina endogen bersama dengan komponen lain,
mengakibatkan tetap stabilnya sistem ekologi yang mengarah pada
kesehatan ekosistem vagina. Beberapa faktor/kondisi yang menghasilkan
perubahan keseimbangan menyebabkan ketidakseimbangan dalam
ekosistem vagina dan perubahan pada mikroflora vagina. Dalam
keseimbangannya, ekosistem vagina didominasi oleh bakteri Lactobacillus
yang menghasilkan asam organik seperti asam laktat, hidrogen peroksida
(H2O2), dan bakteriosin. Asam laktat seperti organic acid lanilla yang
dihasilkan oleh Lactobacillus, memegang peranan yang penting dalam
memelihara pH tetap di bawah 4,5 (antara 3,8 - 4,2), dimana merupakan
tempat yang tidak sesuai bagi pertumbuhan bakteri khususnya
mikroorganisme yang patogen bagi vagina. Kemampuan memproduksi
H2O2 adalah mekanisme lain yang menyebabkan Lactobacillus hidup
dominan daripada bakteri obligat anaerob yang kekurangan enzim
katalase. Hidrogen peroksida dominan terdapat pada ekosistem vagina
normal tetapi tidak pada bakterial vaginosis. Mekanisme ketiga pertahanan
yang diproduksi oleh Lactobacillus adalah bakteriosin yang merupakan
suatu protein dengan berat molekul rendah yang menghambat
pertumbuhan banyak bakteri khususnya Gardnerella vaginalis. G. vaginalis
sendiri juga merupakan bakteri anaerob batang variabel gram yang
mengalami hiperpopulasi sehingga menggantikan flora normal vagina dari
yang tadinya bersifat asam menjadi bersifat basa. Perubahan ini terjadi
akibat berkurangnya jumlah Lactobacillus yang menghasilkan hidrogen
peroksida. Lactobacillus sendiri merupakan bakteri anaerob batang besar
yang membantu menjaga keasaman vagina dan menghambat
mikroorganisme anaerob lain untuk tumbuh di vagina.Sekret vagina adalah
suatu yang umum dan normal pada wanita usia produktif. Dalam kondisi
normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan jernih yang
keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan sekresi
dari kelenjar Bartolini. Pada wanita, sekret vagina ini merupakan suatu hal
yang alami dari tubuh untuk membersihkan diri, sebagai pelicin, dan
pertahanan dari berbagai infeksi. Dalam kondisi normal, sekret vagina
tersebut tampak jernih, putih keruh, atau berwarna kekuningan ketika
mengering di pakaian, memiliki pH kurang dari 5,0 terdiri dari sel-sel
epitel yang matur, sejumlah normal leukosit, tanpa jamur, Trichomonas,
tanpa clue cell. 10 Pada bakterial vaginosis dapat terjadi simbiosis antara
G.vaginalis sebagai pembentuk asam amino dan kuman anaerob beserta
bakteri fakultatif dalam vagina yang mengubah asam amino menjadi amin
sehingga menaikkan pH sekret vagina sampai suasana yang sesuai bagi
pertumbuhan G. vaginalis. Beberapa amin diketahui menyebabkan iritasi
kulit dan menambah pelepasan sel epitel dan menyebabkan sekret tubuh
berbau tidak sedap yang keluar dari vagina. Basil-basil anaerob yang
menyertai bakterial vaginosis diantaranya Bacteroides bivins, B. Capilosus
dan B. disiens yang dapat diisolasikan dari infeksi genitalia.G. vaginalis
melekat pada sel-sel epitel vagina in vitro, kemudian menambahkan
deskuamasi sel epitel vagina sehingga terjadi perlekatan duh tubuh pada
dinding vagina. Organisme ini tidak invasive dan respon inflamasi lokal
yang terbatas dapat dibuktikan dengan sedikitnya jumlah leukosit dalam
sekret vagina dan dengan pemeriksaan histopatologis. Timbulnya bakterial
vaginosis ada hubungannya dengan aktivitas seksual atau pernah
menderita infeksi Trichomonas. Bakterial vaginosis yang sering rekurens
bisa disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang faktor penyebab
berulangnya atau etiologi penyakit ini.Walaupun alasan sering rekurennya
belum sepenuhnya dipahami namun ada 4 kemungkinan yang dapat
menjelaskan yaitu :
1. Infeksi berulang dari pasangan yang telah ada mikroorganisme
penyebab bakterial vaginosis. Laki-laki yang mitra seksual wanitanya
terinfeksi G. vaginalis mengandung G. vaginalis dengan biotipe yang
sama dalam uretra tetapi tidak menyebabkan uretritis pada laki-laki
(asimptomatik) sehingga wanita yang telah mengalami pengobatan
bakterial vaginosis cenderung untuk kambuh lagi akibat kontak
seksual yang tidak menggunakan pelindung.
2. Kekambuhan disebabkan oleh mikroorganisme bakterial vaginosis
yang hanya dihambat pertumbuhannya tetapi tidak dibunuh.
3. Kegagalan selama pengobatan untuk mengembalikan Lactobacillus
sebagai flora normal yang berfungsi sebagai protektor dalam vagina.
4. Menetapnya mikroorganisme lain yang belum diidentifikasi faktor
hostnya pada penderita, membuatnya rentan terhadap kekambuhan.
GAMBARAN KLINIS
Wanita dengan bakterial vaginosis dapat tanpa gejala. Gejala yang paling
sering pada bakterial vaginosis adalah adanya cairan vagina yang
abnormal (terutama setelah melakukan hubungan seksual) dengan adanya
bau vagina yang khas yaitu bau amis/bau ikan (fishy odor). Bau tersebut
disebabkan oleh adanya amin yang menguap bila cairan vagina menjadi
basa. Cairan seminal yang basa (pH 7,2) menimbulkan terlepasnya amin
dari perlekatannya pada protein dan amin yang menguap menimbulkan
bau yang khas. Walaupun beberapa wanita mempunyai gejala yang khas,
namun pada sebagian besar wanita dapat asimptomatik. Iritasi daerah
vagina atau sekitar vagina (gatal, rasa terbakar), kalau ditemukan lebih
ringan daripada yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau
C.albicans. Sepertiga penderita mengeluh gatal dan rasa terbakar, dan
seperlima timbul kemerahan dan edema pada vulva. Nyeri abdomen,
dispareuria, atau nyeri waktu kencing jarang terjadi, dan kalau ada karena
penyakit lain. Pada pemeriksaan biasanya menunjukkan sekret vagina
yang tipis dan sering berwarna putih atau abu-abu, viskositas rendah atau
normal, homogen, dan jarang berbusa.Sekret tersebut melekat pada
dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis atau kelainan yang difus.
Gejala peradangan umum tidak ada. Sebaliknya sekret vagina normal,
lebih tebal dan terdiri atas kumpulan sel epitel vagina yang memberikan
gambaran bergerombol.Pada penderita dengan bakterial vaginosis tidak
ditemukan inflamasi pada vagina dan vulva. Bakterial vaginosis dapat
timbul bersama infeksi traktus genital bawah seperti trikomoniasis dan
servisitis sehingga menimbulkan gejala genital yang tidak spesifik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan preparat basah Dilakukan dengan meneteskan satu atau
dua tetes cairan NaCl 0,9% pada sekret vagina diatas objek glass
kemudian ditutupi dengan coverslip. Dan dilakukan pemeriksaan
mikroskopik menggunakan kekuatan tinggi (400 kali) untuk melihat
clue cells, yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan
bakteri (terutama Gardnerella vaginalis). Pemeriksaan preparat basah
mempunyai sensitifitas 60% dan spesifitas 98% untuk mendeteksi
bakterial vaginosis. Clue cells adalah penanda bakterial vaginosis.
2. Whiff test Whiff test dinyatakan positif bila bau amis atau bau amin
terdeteksi dengan penambahan satu tetes KOH 10-20% pada sekret
vagina. Bau muncul sebagai akibat pelepasan amin dan asam organik
hasil alkalisasi bakteri anaerob. Whiff test positif menunjukkan
bakterial vaginosis.
3. Tes lakmus untuk pH Kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral
vagina. Warna kertas dibandingkan dengan warna standar. pH vagina
normal 3,8 - 4,2. Pada 80-90% bakterial vaginosis ditemukan pH >
4,5.
4. Pewarnaan gram sekret vagina Pewarnaan gram sekret vagina dari
bakterial vaginosis tidak ditemukan Lactobacillus sebaliknya
ditemukan pertumbuhan berlebihan dari Gardnerella vaginalis dan
atau Mobilincus Spp dan bakteri anaerob lainnya.
5. Kultur vagina Kultur Gardnerella vaginalis kurang bermanfaat untuk
diagnosis bakterial vaginosis. Kultur vagina positif untuk G. vaginalis
pada bakterial vaginosis tanpa grjala klinis tidak perlu mendapat
pengobatan.
DIAGNOSIS
Diagnosis bakterial vaginosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan mikroskopis. Anamnesis menggambarkan riwayat
sekresi vagina terus-menerus dengan bau yang tidak sedap. Kadang
penderita mengeluh iritasi pada vagina disertai disuria/dispareunia, atau
nyeri abdomen. Pada pemeriksaan fisis relatif tidak banyak ditemukan apa-
apa, kecuali hanya sedikit inflamasi dapat juga ditemukan sekret vagina
yang berwarna putih atau abu-abu yang melekat pada dinding vagina.3,7
Gardner dan Dukes (1980) menyatakan bahwa setiap wanita dengan
aktivitas ovum normal mengeluarkan cairan vagina berwarna abu-abu,
homogen, berbau dengan pH 5 - 5,5 dan tidak ditemukan T.vaginalis,
kemungkinan besar menderita bakterial vaginosis. WHO (1980)
menjelaskan bahwa diagnosis dibuat atas dasar ditemukannya clue cells,
pH vagina lebih besar dari tes amin positif dan adanya G. vaginalis sebagai
flora vagina utama menggantikan Lactobacillus. Balckwell (1982)
menegakkan diagnosis berdasarkan adanya cairan vagina yang berbau
amis dan ditemukannya clue cells tanpa T. vaginalis. Tes amin yang positif
serta pH vagina yang tinggi akan memperkuat diagnosis. Dengan hanya
mendapat satu gejala, tidak dapat menegakkan suatu diagnosis, oleh sebab
itu didapatkan kriteria klinis untuk bakterial vaginosis yang sering disebut
sebagai kriteria Amsel (1983) yang berpendapat bahwa terdapat tiga dari
empat gejala, yaitu :
1. Adanya sekret vagina yang homogen, tipis, putih, melekat pada
dinding vagina dan abnormal
2. pH vagina > 4,5
3. Tes amin yang positif, yangmana sekret vagina yang berbau amis
sebelum atau setelah penambahan KOH 10% (Whiff test).
4. Adanya clue cells pada sediaan basah (sedikitnya 20 dari seluruh
epitel) Gejala diatas sudah cukup untuk menegakkan diagnosis.
PENATALAKSANAAN
Penyakit baktrerial vaginosis merupakan penyakit yang cukup banyak
ditemukan dengan gambaran klinis ringan tanpa komplikasi. Sekitar 1 dari
4 wanita akan sembuh dengan sendirinya, hal ini diakibatkan karena
organisme Lactobacillus vagina kembali meningkat ke level normal, dan
bakteri lain mengalami penurunan jumlah. Namun pada beberapa wanita,
bila bakterial vaginosis tidak diberi pengobatan, akan menimbulkan
keadaan yang lebih parah. Oleh karena itu perlu mendapatkan pengobatan,
dimana jenis obat yang digunakan hendaknya tidak membahayakan dan
sedikit efek sampingnya. Semua wanita dengan bakterial vaginosis
simtomatik memerlukan pengobatan, termasuk wanita hamil. Setelah
ditemukan hubungan antara bakterial vaginosis dengan wanita hamil
dengan prematuritas atau endometritis pasca partus, maka penting untuk
mencari obat-obat yang efektif yang bisa digunakan pada masa kehamilan.
Ahli medis biasanya menggunakan antibiotik seperti metronidazol dan
klindamisin untuk mengobati bakterial vaginosis.
Terapi sistemik
Metronidazol merupakan antibiotik yang paling sering digunakan yang
memberikan keberhasilan penyembuhan lebih dari 90%, dengan dosis 2 x
400 mg atau 500 mg setiap hari selama 7 hari. Jika pengobatan ini gagal,
maka diberikan ampisilin oral (atau amoksisilin) yang merupakan pilihan
kedua dari pengobatan keberhasilan penyembuhan sekitar 66%).4,6,16,20
o Kurang efektif bila dibandingkan regimen 7 hari o Mempunyai aktivitas
sedang terhadap G.vaginalis, tetapi sangat aktif terhadap bakteri anaerob,
efektifitasnya berhubungan dengan inhibisi anaerob. 1 Metronidazol dapat
menyebabkan mual dan urin menjadi gelap.
- Klindamisin 300 mg, 2 x sehari selama 7 hari. Sama efektifnya
dengan metronidazol untuk pengobatan bakterial vaginosis dengan
angka kesembuhan 94%. Aman diberikan pada wanita hamil.
Sejumlah kecil klindamisin dapat menembus ASI, oleh karena itu
sebaiknya menggunakan pengobatan intravagina untuk perempuan
menyusui.
- Amoksilav (500 mg amoksisilin dan 125 mg asam klavulanat) 3 x
sehari selama 7 hari. Cukup efektif untuk wanita hamil dan intoleransi
terhadap metronidazol.
- Tetrasiklin 250 mg, 4 x sehari selama 5 hari.
- Doksisiklin 100 mg, 2 x sehari selama 5 hari.
- Eritromisin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.
- Cefaleksia 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.
Terapi Topikal
- Metronidazol gel intravagina (0,75%) 5 gram, 1 x sehari selama 5
hari.
- Klindamisin krim (2%) 5 gram, 1 x sehari selama 7 hari.
- Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1 x sehari.
- Triple sulfonamide cream.3,6 (Sulfactamid 2,86%, Sulfabenzamid
3,7% dan Sulfatiazol 3,42%), 2 x sehari selama 10 hari, tapi akhir-
akhir ini dilaporkan angka penyembuhannya hanya 15 – 45 %.
KOMPLIKASI
Pada kebanyakan kasus, bakterial vaginosis tidak menimbulkan
komplikasi setelah pengobatan. Namun pada keadaan tertentu, dapat
terjadi komplikasi yang berat. 11 Bakterial vaginosis sering dikaitkan
dengan penyakit radang panggul (Pelvic Inflamatory Disease/PID),
dimana angka kejadian bakterial vaginosis tinggi pada penderita PID. Pada
penderita bakterial vaginosis yang sedang hamil, dapat menimbulkan
komplikasi antara lain : kelahiran prematur, ketuban pecah dini, bayi berat
lahir rendah, dan endometritis post partum. Oleh karena itu, beberapa ahli
menyarankan agar semua wanita hamil yang sebelumnya melahirkan bayi
prematur agar memeriksakan diri untuk screening vaginosis bakterial,
walaupun tidak menunjukkan gejala sama sekali. Mekanisme vaginosis
bakterialis menyebabkan BBLR belum diketahui, tetapi terdapat bukti
dengan adanya infeksi traktus genitalia bagian atas dapat membuat
kelahiran prematur, melalui proses inflamasi. Endometritis adalah radang
pada dinding uterus yang umumnya disebabkan oleh partus. Dengan kata
lain endometritis didefinisikan sebagai inflamasi dari endometrium Derajat
efeknya terhadap fertilitas bervariasi dalam hal keparahan radang , waktu
yang diperlukan intuk penyembuhan lesi endometrium, dan tingkat
perubahan permanen yang merusak fungsi dari glandula endometrium
dan/atau merubah lingkungan uterus dan/atau oviduk. Organisme
nonspesifik primer yang dikaitkan dengan patologi endometrial adalah
Corynebacterium pyogenes dan gram negatif anaerob. Bakterial vaginosis
disertai peningkatan resiko infeksi traktus urinarius. Prinsip bahwa
konsentrasi tinggi bakteri pada suatu tempat meningkatkan frekuensi di
tempat yang berdekatan. Terjadi peningkatan infeksi traktus genitalis atas
berhubungan dengan bakterial vaginosis.
PROGNOSIS
Prognosis bakterial vaginosis dapat timbul kembali pada 20-30% wanita
walaupun tidak menunjukkan gejala. Pengobatan ulang dengan antibiotik
yang sama dapat dipakai.9 Prognosis bakterial vaginosis sangat baik,
karena infeksinya dapat disembuhkan.5 Dilaporkan terjadi perbaikan
spontan pada lebih dari 1/3 kasus. Dengan pengobatan metronidazol dan
klindamisin memberi angka kesembuhan yang tinggi (84-96%).
c. Salpingitis15
DEFINISI
Salpingitis adalah inflamasi pada uterus, tuba fallopi, dan ovarium
yang mengarah ke perlukaan dengan perlengketan pada jaringan organ
sekitar.
ETIOLOGI
Salpingitis merupakan sinonim dari penyakit radang panggul, terjadi
karena infeksi polimikrobakterial system genitalia wanita. Yang
menyebabkan peningkatan infeksi pada daerah vagina atau serviks.
Penularan yang utama terjadi melalaui hubungan seksual, tetapi bakteri
juga bisa masuk kedalam tubuh setelah prosedur kebidanan /
kandungan (misalnya pemasangan IUD, persalinan , keguguran,
aborsi, dan biopsy endometrium)
PATOFISIOLOGI
Kebanyakan kasus salpingitis terjadi dalam 2 tahap. Pertama
melibatkan akuisisi, infeksi vagina atau leher rahim. Yang kedua
melibatkan peningkatan saluran kelamin bagian atas. Meskipun
mekanisme yang tepat untuk peningkatan tidak diketahui, siklus
menstruasi mundur dan pembukaan leher Rahim selama menstruasi
tapi hal tersebut merupakan factor yang dapat nebibgkatkan infeksi.
Proses pembedahan seperti biopsy endometrium, kuret, dan
hysteroscopy, merupakan predisposisi wanita untuk infeksi ini.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan umum
suhu biasanya meningkat, sering 1200 atau 1030F. tekanan darah
normal, denyut nadi cepat, pada saat itu pasien berjalan kedalam ruang
gawat darurat dengan postur tubuh membungkuk.
Pemeriksaan Abdomen
Nyeri maksimum pada kedua kuadran bawah, nyeri lepas, ragiditas
otot, defance muscular, bising usus menurun, dan distensi merupakan
tanda peradangan peritoneum, Nyeri nyeri tekan pada heapar pada
30% pasien
Pemeriksaan pelvis .
Pada pemeriksaan denga speculum, secret purulent, akan terlihat
keluar dari ostium. Serviks sangat nyeri bila digerakkan. Uterus
ukurannya ormal, nyeri (terutama bila digerakkan) dan sering terfiksir
pada posisinya.
UPAYA PENCEGAHAN
Kurangi penggunaan IUD bila pasien menderita klamidia dan gonorea.
Pemeriksaan terhadap wanita
Antibiotic profilactik rutin pada pengguna IUD jangan dilakukan .
Tujuan pengobatan
o Menghilangkan gejala
o Memberantas penyebabrnya
o Mencegah terjadinya infeksi ulang
o Pasangan diikutkan dalam pengobatan
. ذيTTبه المTT أش, دTTه الولTTق منTTرج ال يخلTT أنه نجس ; ألنه في الف, أحدهما: وفي رطوبة فرج المرأة احتماالن
, اعTTو من جمTTلم وهTT طهارته ; ألن عائشة كانت تفرك المني من ثوب رسول هللا صلى هللا عليه وس: والثاني
اTT لحكمنا بنجاسة منيه, وألننا لو حكمنا بنجاسة فرج المرأة, وهو يالقي رطوبة الفرج, فإنه ما احتلم نبي قط
هTT ما أصاب منه في حال الجماع فهو نجس ; ألن: وقال القاضي. فيتنجس برطوبته, ; ألنه يخرج من فرجها
الTT كح, ذيTTني دون المTTرج المTT فإن الشهوة إذا اشتدت خ, وال يصح التعليل. وهو نجس, ال يسلم من المذي
االحتالم
“Dalam permasalahan keputihan yang keluar dari organ reproduksi wanita, ada
dua pendapat,
[1] keputihan statusnya najis karena berasal dari kemaluan yang bukan unsur
terciptanya seorang anak. Sebagaimana madzi.
[2] keputihan statusnya suci. Karena ‘Aisyah pernah mengerik mani dari baju
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bekas jima’. Mengingat tidak ada
seorang nabi pun yang mengalami mimpi basah. Sehingga makna air mani
tersebut adalah cairan yang bercampur dengan cairan basah farji istri beliau.
Karena jika kita menghukumi keputihan sebagai benda najis, seharusnya kita juga
berpendapat najisnya mani wanita. Mengingat mani wanita juga keluar dari
kemaluannya, sehingga bisa menjadi najis karena ada keputihan di leher rahim.
Sementara al-Qadhi Abu Ya’la berpendapat, semua yang terkena cairan basah dari
kemaluan ketika jima’ statusnya najis. Karena tidak lepas dari madzi, sementara
madzi hukumnya najis.
(al-Mughni, 2/65).
اTTه هللا رجح هنTTنف رحمTTا ثم إن المصTTف فيهTT فلهذا اختل, رطوبة الفرج ماء أبيض متردد بين المذي والعرق
الT وق،ارةT الطه: حT األص: اTTرافعي وغيرهمTT ورجحه أيضا البندنيجي وقال البغوي وال, النجاسةTوفي التنبيه
ةTTارة رطوبTTه على طهTTه هللا في بعض كتبTTافعي رحمTT نص الش: لTTوجب الغسTTا يTTاب مTTصاحب الحاوي في ب
الفرج
Keputihan yang keluar dari farji bentuknya cairan putih. Diperselisihkan sifatnya,
antara disamakan dengan madzi dan al-irq (cairan kemaluan). Karena itu, ulama
berbeda pendapat mengenai hukumnya. Kemudian, penulis (as-Saerozi) dalam
kitab al-Muhadzab ini dan kitab at-Tahbih, keputihan hukumnya najis. Ini juga
pendapat yang dipilih al-Bandaniji. Sementara al-Baghawi dan ar-Rafii serta yang
lainnya berpendapat bahwa yang benar adalah suci.
Mengapa ini dikhususkan, karena dua hadis ini yang menjadi titik tolak
pembahasan.
Pertama, hadis A’isyah radhiyallahu ‘anha, tentang air mani yang menempel di
baju Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam, kata A’isyah,
Yang dipahami dari hadis ini (sebagaimana keterangan Ibnu Qudamah di atas),
Dulu, orang yang melakukan hubungan badan, namun tidak sampai keluar mani,
tidak diwajibkan mandi junub. Namun cukup berwudhu.
Zaid bin Khalid pernah bertanya kepada Utsman bin Affan, ‘Apa hukumnya orang
yang berhubungan, tapi tidak keluar mani?’ jawab Utsman,
صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِ ال ع ُْث َمانُ َس ِم ْعتُهُ ِم ْن َرس
َ ِ ُول هَّللا َّ يَتَ َوضَّأ ُ َك َما يَتَ َوضَّأ ُ لِل
َ َق صالَ ِة َويَ ْغ ِس ُل َذ َك َرهُ؛
“Dia berwudhu dengan sempurna dan dia cuci kemaluannya.” Kata Utsman, ‘Aku
dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ (HR. Bukhari 179 dan
Muslim 347).
Ulama yang berpendapat bahwa keputihan tidak najis, mereka berdalil dengan
hadis A’isyah radhiyallahu ‘anha. Sementara ulama yang menilai najis berdalil
dengan hadis Utsman. Dan jika kita perhatikan, masing-masing dalil tidaklah
tegas menunjukkan demikian. Karena masing-masing pendapat menyimpulkan
hadis di atas berdasarkan makna, yang tidak tercantum dalam teksnya.
ا أوردهTا مTT وأم.ةTTرأة نجسTTرج المTTوبإمعان النظر فيما سبق؛ يتضح أنه لم يرد دليل صريح على أن رطوبة ف
وTT يتوضأ كما يتوضأ للصالة ويغسل ذكره؛ فليس بصريح في أن غسل الذكر إنما ه:البخاري من حديث وفيه
لمTTه وسTTلى هللا عليTTبي صTTر النTTا أمTTه كمTT ولكن محتمل أن يكون للمذي الذي خرج من،من رطوبة فرج المرأة
توضأ واغسل ذكرك:المقداد لما سأله عن المذي؛ فقال
Oleh karena itu, keputihan yang ada di organ reproduksi wanita, statusnya suci.
(Jami’ Ahkam an-Nisa, 1/66).
Disamping itu, cairan keputihan yang keluar dari organ reproduksi wanita, adalah
hal yang wajar terjadi di masa silam. Meskipun demikian, kita tidak menjumpai
adanya riwayat dari para sahabat wanita (shahabiyat) yang menanyakan hal itu
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal umumnya mereka hanya
memiliki satu pakaian. Jika ini najis, tentu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
akan mengingatkannya.