Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS RHEMATHOID


ATHRITIS

KELOMPOK 4

1. ANNISA MUZRIAH
2. EFA FORIAPRASTI DINA HIDAYAT
3. FITRAH ALUYA
4. HIMATUL MAULA
5. INDRAWAN PRAYUDA
6. IKA CANDRA ULA

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S.1

MATARAM

2020

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.
Salawat serta salam tak lupa pula kita haturkan kepada junjungan alam nabi besar
muhammad SAW, seorang nabi yang telah membawa kita dari jaman kegelapan
menuju jaman yang terang benerang seperti yang kita rasakan seperti saat sekarang
ini.
Ucapan terima kasih juga kami haturkan kepada Ibu dosen yang telah ikut serta
dalam memberikan tugas makalah “Konsep asuhan keperawatan pada kasus
rhemathoid athritis”. Makalah ini kami susun berdasarkan beberapa sumber buku
yang telah kami peroleh. Kami berusaha menyajikan makalah ini dengan bahasa yang
sederhana dan mudah dimengerti.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan yang telah
memberikan sumbang dan sarannya untuk menyelesaikan makalah ini. Kami
menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan,
hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan pengetahuan dan pengalaman yang kami
miliki. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Aamiin.

Mataram, 5 April 2020


Kelompok 4
Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Masalah 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Reumatoid artritis 3

A. Definisi 3
B. Etiologi 4
C. Tanda dan gejala 5

E. Patofisiologi 6
F. Pathway 7

G. Pemeriksaan diagnostik 8

I. Penatalaksanaan 8

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 9


A. Pengkajian 9

B. Diagnosa Keperawatan 15

C. Intervensi Keperawatan 15

D. Implementasi 20

D. Evaluasi 21

BAB III PENUTUP 22

3.1 Kesimpulan 22
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penuaan merupakan tahap akhir sebuah proses kehidupan yang normal terjadi
pada seorang manusia. Bagi kebanyakan orang menjadi tua berarti mulai
beradaptasi dengan perubahan pada struktur dan fungsi tubuh serta kondisi sosial
lingkungannya. Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik,
sosial dan psikologis. Diantara beberapa perubahan fisik yaitu perubahan pada
muskuloskeletal. Salah satu penyakit yang sering terjadi pada sistem
muskuloskeletal adalah reumatoid artritis (maryam & ddk, 2008)
Tingginya angka kejadian reumatoid artritis dipengaruhi oleh banyak faktor
yaitu usia, jenis kelamin, genetik, hormon, seks, serta imunitas. (nugroho, 2014)
Jadi hal tersebut bukan proses fisiologis yang terjadi pada lansia melainkan
proses patologis di mana usia menjadi salah satu faktor terjadinya reumatoid
artritis. Sebagian besar penderita mengeluh nyeri yang kronik dan hilang timbul,
tiang jika tidak segera diobati maka akan menyebabkan kerusakan jaringan,
deformitas sendi atau bahkan berujung kematian (nugroho, 2014)

Dipercaya bahwa pajanan terhadap antigen yang tidak teridentifikasi misalnya


virus menyebabkan respon imun menyimpang pada pejamu yang rentan secara
genetik. Sebagai akibatnya, antibodi normal (imunoglobulin) menjadi auto
antibodi dan menyerang jaringan pejamu. Antibodi yang berubah ini, biasanya
terdapat pada orang yang mengalami reumatoid atritis, disebut faktor reumatoid.
Antibodi yang dihasilkan sendiri berikatan dengan antigen target mereka dalam
darah dan membran sinovial, membentuk kompleks imun. Komplemen di
aktivasi oleh kompleks imun, memicu respon inflamasi pada jaringan sinovial.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu reumatoid artritis ?
2. Bagaimana etiologi dari reumatoid artritis ?
3. Bagaimana tanda dan gejala dari reumatoid artritis ?
4. Pemeriksaan diagnostic seperti apa saja yang perlu dilakukan pada pasien
reumatoid artritis?
5. Seprti apa penatalaksanaan nya ?
6. Bagaimana asuhan keperawatan nya ?
1.3 Tujuan
1. Supaya dapat memahami apa itu reumatoid artritis !
2. Supaya dapat mengetahui bagaimana etiologi dari reumatoid artritis !
3. Supaya dapat memahami bagaimana tanda dan gejala dari reumatoid artritis!
4. Supaya dapat mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostic yang perlu
dilakukan pada pasien reumatoid artritis?
5. Supaya dapat memahami bagaimana penatalaksanaan nya !
6. Supaya dapat memahami bagaimana asuhan keperawatan dari reumatoid
artritis !

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Reumatoid artritis
A. Devinisi reumatoid artritis
Reumatoid artritis adalah penyakit peradangan sistemik kronis yang
tidak diketahui penyebabnya dengan manifestasi pada sendi perifer dengan
pola simetris. Konstitusi gejala, termasuk kelelahan, malaise, dan kekakuan
sendi di pagi hari titik pada rheumatoid arthritis sering melibatkan organ
ekstra artikuler seperti kulit, jantung, paru-paru, dan mata. Reumatoid artritis
menyebabkan kerusakan sendi dan demikian sering menyebabkan morbiditis
dan kematian yang cukup besar (noor,2016).

Reumatoid artritis merupakan gangguan autoimun sistemik kronis


dengan tanda inflamasi erosif, kronis dan simetris pada jaringan sendi
sinovial sendi. Tingkat keparahan penyakit sendi dapat berfluktuasi
sepanjang waktu, namun pertambahan derajat kerusakan sendi, deformitas,
dan kecacatan merupakan hasil akhir umum dari penyakit yang menetap titik
gejala nonartikuler dapat terjadi antara lain nodus subkutan, vaskulitis,
nodulus paru, atau fibrosis usus perikarditis (black and hawks, 2014).

Reumatoid artritis merupakan penyakit autoimun pada jaringan ikat


terutama sbersifia, yang bersifat progressive, simetris, dan cenderung kronik.
Penyebabnya multifaktor. Rheumatoid arthritis dapat ditemukan pada semua
sendi dan sarung tendon, tetapi paling sering di tangan, sinovial sendi,
sarung tendon, dan bursa menebal akibat radang, yang diikuti oleh erosi
tulang rawan dan destruksi tulang sekitar sendi. (sjamsuhidajad, 2010).

Reumatoid artritis merupakan kelainan auto imun yang menyebabkan


inflamasi sendi, termasuk didalamnya nyeri, kekakuan, kehilangan fungsi
sendi, dan kerusakan sendiri novial yang berlangsung kronik dan mengenai
lebih dari 5 sedi (poliartritis). Kelainan ini sering mengenai sendi

3
pergelangan tangan dan jari tangan. Inflamasi pada normalnya dikarenakan
merespon sistem imun tubuh terhadap serangan infeksi, luka atau benda
asing. Pada real madrid arthritis, dapat juga mengenai organ lain selain sendi
seperti mata, mulut dan paru-paru. Oleh karena itu reumathoid arthritis
sering disebut juga penyakit auto imun, yang mana peradangan sendi yang
terjadi akibat serangan sistem imun tubuh. Penyakit ini menyebabkan di
stabilitas berat dan kematian prematur (pradana, 2012).

B. Etiologi

Penyebab reumathoid arthritis tidak diketahui. Faktor genetik diyakini


memainkan peran dalam perkembangannya, kemungkinan kombinasi dengan
faktor lingkungan. Diperkirakan bahwa agen infeksius, seperti mikoplasma,
virus epstein barr, atau virus selain dapat memainkan peran dalam memulai
respons imun abnormal yang tampak di reumatoid artitis (lemone, 2015)

Genetik : sekitar 60% dari pasien reumatoid atritis membawa epidode


bersama dari clutser hla-dr4 yang merupakan salah satu situs pengikatan
peptida-molekul hla-dr tertentu yang berkaitan dengan reumatoid artitis.

Lingkungan: untuk beberapa dekade, sejumlah agen infeksi seperti


organisme miko plasma, epstein-barr dan virus rubella menjadi predisposisi
peningkatan reumatoid artitis.

Hormonal : hormon seks mungkin memainkan peran, terbukti dengan


sejumlah perempuan yang tidak proporsional dengan reumatoid artitis,
ameliorasi selama kehamilan, kambuh dalam periode postpartum dini, dan
insiden berkurang pada wanita menggunakan kontrasepsi oral.

Imunologi: semua elemen imunologi utama memainkan peran penting


dalam propagasi, inisiasi, dan pemeliharaan dari proses autoimun reumatoid
artritis (noor, 2016)

4
C. Tanda dan gejala
Ada beberapa gejala kelinis yang lazim ditemkan pada penderita Reumatoid
Artritis. gejala klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang
bersamaan oleh karena itu penyakit ini memiliki gejala aran klinis yang sangat
bervariasi.
1. Gejala-gejala konstutional, misalnya lelah anoreksia, berat badan menurun
dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
2. Poliartritis simetris terutama pada sendi prfer, termasuk sendi-sendi
ditangan namun biasanya melibatkan sendi-sendi interfalangs distal.
Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang
3. Pentingnya membedakan nyeri yang disebapkan perubahan mekanis
dengan dengan nyeri yang disebapkan iflamasi. Nyeri yang timbul setelah
aktifitas dan hilang setelah istirahat serta tidak timbul pada pagi hari
merupakan tanda nyeri mekanis sedangkan nyeri inflamasi akan
bertambah berat pada pagi hari saat bangun tisur dan disertai kaku sendi
atau nyeri yang lembut pada awal gerak dan berkurang setelah melakukan
aktifitas.
4. Kekakuan sendi dipagi hari lebih dari 1 jam, dapat bersifat generalist
tetapi terutama menyerang sendi-sendi, kekakuan ini berbeda denagn
kekakuan sendi pada osteoarthritis, yang biasanya hanya berlangsung
selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1 jam.
5. Arteritis erosive merupakan cirri khas penyakit ini pada gambaran
radiologic peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi ditepi
tulang
6. Deformitas, kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan
perjalanan penyakit pergeseran ulnar atau deviasi jari, sublukasi sendi
metakarpofalangeal, leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang
sering dijumpai pada penderita. Pada laki-laki terdapat protusi (tonjolan)
kaput metatarsal yang timbul sekunder dari sublukasi metatarsal. Sendi-

5
sendi yang besar juga dapat terangsang dan mengalami pengurangan
kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerak ekstensi.
7. Nodula-nodula reumatroid, lokasi paling sering dan deformitas ini adalah
bursa olekranon (sendi siku) atau disepanjang permukaan ekstensor dari
lengan, walapun demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada
tempat-tempat lainnya.
8. Minifestasi ekstra artikular, Reumatoid Artritis juga dapat menyerang
organ-organ lain di luar sendi. Jantung (prikarditis), paru-paru (pleuritis),
mata dan pembuluh darah dapat rusak.
D. Patofisiologi

Dipercaya bahwa pajanan terhadap antigen yang tidak teridentifikasi


misalnya virus menyebabkan respon imun menyimpang pada pejamu yang
rentan secara genetik. Sebagai akibatnya, antibodi normal (imunoglobulin)
menjadi auto antibodi dan menyerang jaringan pejamu. Antibodi yang
berubah ini, biasanya terdapat pada orang yang mengalami reumatoid atritis,
disebut faktor reumatoid. Antibodi yang dihasilkan sendiri berikatan dengan
antigen target mereka dalam darah dan membran sinovial, membentuk
kompleks imun. Komplemen di aktivasi oleh kompleks imun, memicu
respon inflamasi pada jaringan sinovial.

Leukosit tertarik ke membran sinovial dari sirkulasi, tempat neutrofil


dan magrofag mengingesti kompleks imun dan melepaskan enzim yang
mendegradasi jaringan sinovial dan kartilago artikular. Aktivasi limfosit b
dan t menyebabkan peningkatan produksi faktor reumatoid dan enzim yang
meningkat dan melanjutkan proses inflamasi.

Membran sinovial rusak akibat proses inflamasi dan imun. Membran


sinovial membengkak akibat infiltrasi leukosit dan menebalkan karena sel
berpoliverasi dan membesar secara abnormal. Prostaglandin memicu
vasodilatasi, dan sel sel sinovial dan jaringan menjadi hiperaktif. Pembuluh

6
darah baru tumbuh untuk menyokong hiperplasia sinovial, membentuk
jaringan granulasi vaskular disebut pannus ( lemone, 2015).

E. Path Way

7
F. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan darah untuk mendeteksi:
1) Anemia, defisiensi sel darah merah
2) Faktor reumatoid artritis, yaitu antibodi yang sering ditemukan dalam
darah individu yang mengalami reumatoid artritis
3) Evaluasi laju endap darah (LED), yaitu indikator proses inflamasi dalam
tubuh dan juga keparahan penyakit.
4) C-reactive protein (CRP) merupakan pemeriksaan tambahan yang
digunakan untuk mengkaji inflamasi dalam tubuh. Pada beberapa kasus,
LED tidak akan mengalami elevasi, tetapi CRP akan naik atau sebaliknya.
5) Sinar-X digunakan untuk mendeteksi kerusakan sendi dan melihat apakah
penyakit berkembang (Hurst, 2015).
G. Penatalaksanaan
a. Farmakologi

Tiga metode umum digunakan dalam manajemen farmakologi pasien


yang mengalami reumatoid artritis:

1) NSAID (obat antiinflamasi nonsteroid) dan analgesik ringan


digunakan untuk meredakan proses inflamasi dan mengelola
manifestasi penyakit. Meskipun obat ini dapat meredakan gejala
reumatoid artritis mereka tampaknya memiliki sedikit efek pada
perkembangan penyakit.
2) Metode kedua menggunakan kortikosteroid oral dosis rendah untuk
meredakan nyeri dan inflamasi. Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa kortikosteroid oral dosis rendah juga dapat memperlambat
terjadinya dan perkembangan erosi tulang akibat reumatoid artritis.
Kortikosteroid intratikular dapat digunakan untuk memberi pereda
sementara pada pasien dengan terapi lain yang telah gagal untuk
mengendalikan inflamasi.

8
3) Kelompok obat berbeda diklasifikasikan sebagai obat antireumatik
permodifikasi penyakit (Disease Modifying Antirheumatic Drugs,
DMARD) digunakan pada metode ketiga untuk mengatasi reumatoid
artritis. Obat ini, yang mencakup DMARD sintetik (nonbiologik)
seperti metotreksat, sulfasalazine, dan agens antimalaria, dan DMARD
biologik seperti nekrosis anti tumor alfa, abatacepts, dan rituximab,
tampak mengganggu rangkaian penyakit, mengurangi kerusakan sendi.
Panduan terbaru dari America Collage of Rheumatology
menganjurkan penggunaan DMARD terutama untuk pasien yang
mengalami aktivitas penyakit tinggi, keterbatasan fungsional, atau
penyakit ekstra-artikular (LeMone, 2015).
b. Non Farmakologi
Terapi utama dalam menangani reumatoid artritis adalah meredakan
nyeri dan inflamasi, memelihara fungsi, dan mencegah deformitas
(LeMone, 2015).
1) Cukup istirahat pada sendi yang mengalami artritis reumatoid.
2) Mengurangi berat badan jika gemuk dan obesitas
3) Fisioterapi (dilakukan beberapa pergerakan sendi secara sistematis)
4) Kompres dingin atau panas (Priyanto, 2009).
5) Nutrisi, beberapa lemak biasa dengan asam lemak omega 3 yang
ditemukan pada minyak ikan tertentu (LeMone, 2015).
2.3 Konsep Asuhan keperawaran
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan.
Untuk itu, diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam menangani masalah
klien sehingga dapat memberi arah terhadap tindakan keperawatan
a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk mengetahui:
Identitas meliputi nama, jenis kelamin (penderita reumatoid artritis lebih
banyak di derita oleh pasien wanita), usia (resiko paling tinggi terjadi

9
pada usia 65 keatas), alamat, agama, bahasa yang digunakan, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi golongan darah, nomor
register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis medis (didiagnosis
medis reumatoid artritis). Pada umumnya keluhan utama rheumatoid
arthritis adalah nyeri pada daerah sendiri yang mengalami masalah.
Untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang nyeri klien perawat
dapat menggunakan metode PQRST.
Provoking incident : hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah
peradangan
Quality of ppain : nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien bersifat
menusuk
Region, radiation, relief : nyeri dapat menjalar atau menyebar, ada nyeri
terjadi di sendi yang mengalami masalah
Severity (scale) of pain : nyeri yang dirasakan ada di antara 1-3 pada
rentang skala pengukuran 0-4. Atau bagaimana Tingkat keparahan atau
intensitas nyeri
Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari
1) Riwayat penyakit sekarang. Pengumpulan data dilakukan sejak
keluhan muncul. Pada kelainan rheumatoid arthritis, stadium awal
biasanya ditandai dengan gangguan keadaan umum berupa malaise,
penurunan berat badan, rasa capek, sedikit panas dan anemia. Gejala
lokal yang terjadi berupa pembengkakan, nyeri dan gangguan gerak
pada sendi metakarpofalangeal. Perlu dikaji Kapan gangguan
sensorik muncul. Gejala awal terjadi pada sendi. Persendian yang
paling sering terkena adalah sendi tangan, pergelangan tangan, dan
pergelangan kaki dan biasanya bersifat simetris
2) riwayat penyakit dahulu titik pada pengkajian ini, ditemukan
kemungkinan penyebab yang mendukung terjadinya rheumatoid
arthritis. Penyakit tertentu seperti penyakit diabetes menghambat

10
proses penyembuhan rheumatoid arthritis. Masalah lain yang perlu
ditanyakan adalah apakah klien pernah dirawat dengan masalah yang
sama. Sering kelainan ini menggunakan obat anti rematik jangka
panjang sehingga perlu dikaji jenis obat yang digunakan (NSAID,
antibiotik, dan analgesik)
3) Riwayat penyakit keluarga. Kaji tentang adakah keluarga dari
generasi terdahulu yang mengalami keluhan yang sama dengan klien
4) Riwayat psikososial. Kaji respon emosi klien terhadap penyakit dan
perannya dalam keluarga dan masyarakat. Klien ini dapat mengalami
ketakutan akan kecacatan karena perubahan bentuk sendi dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra diri). Klien
ini juga dapat mengalami penurunan libido sampai tidak dapat
melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan
kelemahan fisik serta nyeri. Klien rheumatoid arthritis akan merasa
cemas tentang fungsi tubuhnya sehingga perawat perlu mengkaji
mekanisme koping klien. Kebutuhan tidur dan istirahat juga harus
dikaji, selain lingkungan, lama tidur, kebiasaan, kesulitan, dan
penggunaan obat tidur
b. Pemeriksaan fisik
setelah melakukan ananesis, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk
mendukung data anamnesis. Peemriksaan fisik dilakukan persistem
( B1-B6 ) dengan focus pemeriksaan B6 ( bone ) yang dikaitkan dengan
keluhan klien.
1). B1 ( breathing ). Klien rheumatoid atritis tidak menunjukan kelainan
pada system pernapasan pada saat inspeksi. Palpasi toraks
menunjukan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi,
tidak ada suara napas tambahan.
2). B2 ( blood ) tidak ada iktus jantung pada palpasi. Nadi mungkin
meningkat, iktus tidak teraba, pada auskultasi ada suara s1 dan s2
tunggal dan tidak ada murmur

11
3). B3 ( brain ). Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang
lebih parah, klien dapat mengeluh pusong dan gelisah.

Kepala dan wajah : ada sionosis


Mata : sclera biasanya tidak ikterik
Leher : biasanya jvp dalam batas normal
Telinga : tes bisik atau wiber masih dalam keadaan
normal tidak ada lesi atau nyeri
Hidung : tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan
cuping di hidung
Mulut dan faring : tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan dan mukosa mulut tidak pucat.
Status mental : penampilan dan tingkah laku klien biasanya
tidak mengalami perubahan.

Pemeriksaan saraf kranial :


a) Saraf 1 ( olfaktorius ). Biasanya pada klien rheumatoid atritis
tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan.
b) Saraf II ( optikus ) . tes ketajaman penglihatan normal
c) Saraf III ( okulomotorius ) . IV ( troklearis ), VI ( trigeminus ).
Biasanya tidak ada gangguan mengangkat kelopak mata, pupil
isokor.
d) Saraf V ( abdusens ) . klien rheumatoid atritis umumnya tidak
mengalami paralisis pada otot wajahdan reflex kornea biasanya
tidak ada kelainan.
e) Saraf VII ( fasislis ) . persepsi pengecapan dalam batas normal
dan wajah simetris.
f) Saraf VIII ( akustikus ). Tidak ditemukan tuli konduktif atau tuli
persepsi .

12
g) Saraf IX ( glosafaringeus ) dan X ( vagus ). Kemampuan
menelan baik.
h) Saraf XI ( aksesoris ) . tidak ada atrfofi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius
i) Saraf XII ( hipoglosus ). Lidah simetrsis, tidak ada deviasi pada
satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
4). B4 ( bladder ). Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak
ada keluhan pada system perkemihan .
5). B5 ( bowel ). Umunya klien rheumatoid atritis tidak mengalami
gangguan eliminasi. Meskipun demikian , perlu dikaji frekuensi ,
konsistensi, warna, serta bau feses. Frekuensi berkemih , kepekatan
urinen, warna, bau, dan jumlah urine juga harus di kaji. Gangguan
gastrointestinal yang sering adalah mual , nyeri lambung, yang
menyebabkan klien tidak nafsu makan, terutama klien yang
menggunakan obat reumatik dan NSAID. Peristaltic yang menurun
menyebabkan klien jarang defekasi.
6). B6 ( bone )
Look : didapatkan adanya pembengkakan yang tidak biasa (abnormal),
deformitas pada daerah sendi kecil tangan, pergelangan kaki, adanya
degenarasi serabut otot memungkinkan terjadinya penegcilan, atrofi
otot yag disebabkan oleh tidak digunakanya otot akibat inflamasi
sendi.
Feel : nyeri tekan pada sendi yang sakit
Move : ada gangguan mekanis dan fungsional pada sendi dengan
manifestasi nyeri bila menggerakan sendi yang sakit. Klien sering
mengalami kelemahan fisik sehingga menganggu aktivitas hidup hari
( muttaqin, 2008 )
7). Aktivitas / istrahat
Gejala : nyeri sendi karena pergerakan, nyeri tekan , yang memeburuk
dengan stress pada sendi, kekakuan sendi pada pagi hari, biasanya

13
terjadi secara simetris, keterbatasan fungsional yang berpengaruh pada
gaya hidup, aktifitas istrahat, dan pekerjaan,. Gejala lain adalah
keletihan dan kelelahan yang hebat.
Tanda : malaise, keterbatasan rentang gerak , atrofi otot , kulit,
kontraktur,/ kelainan pada sendi dan otot.
8). Kardiovaskular
Gejala : fenomena pucat intermiten, sianotik, kemudian kemerahan
pada jari sebelum warna kemabali normal.
9). Makanan/cairan
Gejala : ketidakmampuan untuk menghasilkn/ mengkonsumsi
makanan/cairan adekuat, mual,anoreksia,dan kesulitan untuk
mengunyah.
Tanda : penurunan berat badan dan membrane mukosa kering
10). Hygiene
Gejala : bebagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan
pribadi secara mandiri, ketergantungan pada orang lain.
11). Neurosensory
Gejala : kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensai pada jari
tangan
Tanda : pembengkakan sendi sismestris
12). Nyeri/kenyamanan
Gejala : fase akut dari nyeri ( disertai/ tidak disertai pembengkakan
jaringan lunak pada sendi ). Rasa nyeri kronis dan kekakuan
( terutama pada pagi hari )
13). keamanan
Gejala : kulit mengilat, tegang , nodus subkutaneus, lesi kulit, ulkus
kaki,kesulitan dalam menangani tuas/ pemeliharaan rumah tangga
(lulman dan ningsih , 2009 ).

14
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut atau kronis yang berhubungan dengan agen fisik-
penumpukan cairan atau proses peradangan, kerusakan sendi
2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gerakan, gangguan
muskuloskeletal: kekakuan sendi, yeri penurunan ketahanan
3. Ketidak efektifan performa peran yang berhubungan dengan kelebihan
depresi, kurang sumber tidak mencukupi nya sistem dukungan nyeri
4. Defisit perawatan diri (mandi, berpakaian, makan, eliminasi) yang
berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal: kelemahan, keletihan
nyeri, ketidaknyamanan, penghambat lingkungan (yasmara, nursiswati
& arafat, 2016)
5. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan

C. Intervensi keperawaan
1. Nyeri akut atau kronis yang berhubungan dengan agen fisik-
penumpukan cairan atau proses peradangan, kerusakan sendi
Hasil yang dicapai (NOC) :
Kontrol nyari :
a. Melaporkan nyeri mereda atau terkendali
b. Mengikuti region farmakologi siang di resep kan
c. Memasukkan keterampilan relaksasi dan aktivitas pengalihan ke
dalam program kendali
Intervensi (NIC)
Manajemen nyeri :
Independent
a. Selidiki laporan nyari, dengan mencatat lokasi dan intensitas
menggunakan skala 0-10 atau kalau isyarat serupa. Catat faktor
pemicu dan petunjuk nyeri non verbal

15
b. Anjurkan klien mengambil posisi yang nyaman sementara di tempat
tidur atau duduk di kursi. Tingkatkan sirah baring saat bin
dikasikan, tetapi kembali bergerak segera mungkin.
c. Tempatkan dan pantau pemakaian bantal
d. Anjurkan bahwa klien man disiram atau mandi pancur air hangat
pada saat bangun dan atau saat mau tidur. Beri kompres hangat
lembab ke sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air
e. Beri pijatan lembut
f. Beri medikasi sebelum aktivitas rencana dan olahraga sesuai
indikasi
g. Dorong pemakaian teknik manajemen stres, miss relaksasi,
progresif umpan balik biologis, dan pernapasan terkendali. Beri
sentuhan terapi jika memungkinkan
Kolaboratif :
a. Beri medikasi sesuai indikasi : analgesik, obat-obatan anti rematik,
iyang memodifikasi penyakit, inhibitor faktor nekrosis tumor
b. Bantu dengan terapi fisik, misalnya sarung tangan parafin atau
mandi di kolam compres es atau dingin saat di indikasikan
2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gerakan, gangguan
muskuloskeletal: kekakuan sendi, yeri penurunan ketahanan
Hasil yang dicapai (NOC)
Gerakan sendi :
a. Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi sendi yang
sakit
b. Mempertahankan posisi fungsi dengan tidak ada atau keterbatasan
kontraktur
Intervensi (NIC)
Terapi latihan : mobilitas sendi
Independen

16
a. Evaluasi dan kemudian pantau secara terus-menerus derajat
peradangan dari nyeri sendi.
b. Pertahankan tirah baring atau istirahat di kursi atau di indikasi kan.
Jadwal kan aktivitas yang memberikan periode istirahat yang sering
dan waktu tidur yang tidak terputus
c. Bantu rentang gerak aktif atau melakukan rentang gerak pasif dan
olahraga resistif dan isometrik bila mampu
d. Dorong klien untuk mempertahankan postur tegak dan lurus saat
duduk, berdiri dan berjalan
e. Diskusikan dan berikan kebutuhan keamanan, misalnya meninggikan
kursi dan dudukan toilet, penggunaan pagar pengaman di bak mandi,
atau pancuran toilet, memakai alat bantu mobilitas yang semestinya
atau keamanan kursi roda
Pemberian posisi :
Independen
a. Pemberian posisi ulang dengan sering menggunakan personel yang
memadai. Menunjukkan dan membantu teknik pemindahan dan
pemakaian alat bantu mobilitas, misal walker tongkat atau trapeze
b. Posisi kan dengan bantal berikan dukungan sendi dengan bidai
c. Anjurkan menggunakan bantal kecil atau tipis di bawah leher
Kolaboratif :
a. Sediakan kasur busa atau kasur tekanan alternative
b. Konsultasi dengan terapi fisik dan okupasi dan spesialis vokasional
3. Ketidak efektifan performa peran yang berhubungan dengan kelebihan
depresi, kurang sumber tidak mencukupi nya sistem dukungan nyeri
Hasil yang dicapai (NOC) :
Performa peran :
a. Berbicara dengan keluarga atau atasan tentang perubahan atau
keterbatasan yang disebabkan oleh kondisi
b. Mengungkapkan penerimaan diri pada perubahan peran

17
c. Merumuskan rencana yang realitas untuk mengadaptasi perubahan
peran
Intervensi
Pengembangan peran:
Independent
a. Dorong verbalisasi tentang keprihatinan terhadap proses penyakit
dan harapan di masa mendatang
b. Diskusikan persepsi klien terhadap bagaimana orang terdekat
mempersepsikan keterbatasancatat perilaku menarik diri, pemakaian
c. Penyangkalan, atau keprihatinan berlebihan dengan perubahan
d. Libatkan klien pada perencanaan asuhan dan penjadwalan aktivitas
Kolaborasif
a. Kenali sumber komunitas kelompok dukungan lokal dan nasional,
advokat ketunadayaan sesuai kebutuhan
b. Anjurkan konselor vokasional atau pekerjaan sesuai indikasi
4. Defisit perawatan diri (mandi, berpakaian, makan, eliminasi) yang
berhubungan dengan gangguan musculoskeletal : kelemahan, keletihan
nyeri, ketidaknyamanan, penghambat lingkungan
Hasil yang dicapai (NOC) :

Perawatan diri status :

a. Melakukan aktivitas perawatan diri pada tingkat konsisten dengan


kemampuan individu
b. Menunjukkan teknik dan perubahan gaya hidup untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri
c. Sumber pribadi dan komunitas yang dapat memberikan bantuan yang
dibutuhkan

18
Intervensi (NOC)
Independent :
a. Tentukan tingkat fungsi biasanya menggunakan klasifikasi tingkat
fungsional 0-4 untuk status karena awitan atau eksarsebasi penyakit
dan kemungkinan perubahan yang saat ini diperkirakan
b. Pertahankan mobilitas, kendali nyari dan program olahraga
c. Beri waktu yang cukup bagi klien untuk menyelesaikan tugas hingga
tingkat kemampuan tertinggi. Tinggikan kekuatan individu
d. Kaji hambatan keikutsertaan dalam perawatan diri. Kenali dan
rencanakan untuk modifikasi lingkungankenali sumber untuk alat
yang dibutuhkan misal pengangkat, dudukan toilet yang di tinggikan,
kursi roda
Kolaboratif
a. Konsul dengan spesialis rehabilitasi semisal terapi okupasi
b. Atur untuk konsultasi dengan lembaga lain misal layanan perawatan
di rumah atau nutrisi
5. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan
Hasil yang dicapai (NOC) :
a. Menunjukkan pemahaman tentang kondisi prognosis perawatan.
b. Mengembangkan rencana untuk perawatan diri termasuk modifikasi
gaya hidup yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan
aktivitas

Intervensi

a. Tinjau proses penyakit prognosis dan harapan masa depan


b. Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan proses sakit
melalui diet, obat-obatan dan program diet seimbang, latihan dan
istirahat

19
c. Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realitis,
istirahat, perawatan pribadi, pemberian obat-obatan, terapi fisik dan
manajemen stress
d. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik
e. Rekomendasikan penggunaan aspirin bersalut atau dibifer enterik
atau salisilat nonasetil, misal kolinsalisilat (arthropan) atau kolin
magnesium trisalisilat (trilisate)
f. Anjurkan mencerna obat-obatan dengan makanan, susu atau antasida
dan pada waktu tidur
g. Identifikasi efek samping obat-obatan yang merugikan misal tinnitus,
lambung tidak toleran, perdarahan gastrointestinal, dan ruam
purpurik
h. Tinjau pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak
mengandung vitamin, protein dan zat besi diskusikan teknik
menghemat energi misal duduk daripada berdiri untuk
mempersiapkan makanan dan mandi
i. Dorong mempertahankan posisi tubuh yang baik dan benar pada saat
istirahat maupun melakukan aktivitas
j. Berikan konseling seksual sesuai kebutuhan
k. Identifikasi sumber-sumber komunitas misal yayasan arthritis
D. Implementasi keperawatan
Pada proses keperawatan implementasi adalah fase ketika perawat
mengimplementasikan intervensi keperawatan. Berdasarkan termonologi
NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan
keperawatan khusus yang di perlukan untuk melaksanakan intervensi (atau
program keperawatan). Perawat melaksanakan atau mendelegasikan
tindakan keperawatan untk intervensi yang di susun dalam tahap
perencanaan dan kemudian mengahiri tahap implementasi dengan mencatat
tindakan keperawatan dan respon klien terhadap tindakan tersebut.

20
Implementasi mencangkup melakukan,membantu,atau mengarahkan
kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari memberikan arahan perawatan untuk
mencapai tujuan yang berpusat pada klien,menyelia dan mengevaluasi kerja
anggota stap,dan mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang
relevan dengan perawatan kesehatan berkelanjutan dari klien.

E. Evaluasi

Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respon klien


terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien dalam proses pencapaian
tujuan. Data di kumpulkan dengan dasar berkelanjutan untuk mengukur
perubahan dalam fungsi dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam
ketersediaan atau pnggunaan sumber eksternal (Carnevali dan Thomas,
1993). Evaluasi terjadi kapan saja perawatat berhubungan dengan klien.
perawata mengevaluasi apakah perilaku atau respon klien mencerminkan
suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan atau
pemeliharaan status yang sehat. Selama evaluasi, perawata memutuskan
apakah langkah proses keperawatan sebelumnya apakah efektif dengan
menelaah respon klien dan membandingkanya dengan perilaku yang di
sebutkan dalam hasil yang di harapkan.

21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Reumatoid artritis merupakan kelainan auto imun yang menyebabkan


inflamasi sendi, termasuk didalamnya nyeri, kekakuan, kehilangan fungsi sendi,
dan kerusakan sendiri novial yang berlangsung kronik dan mengenai lebih dari 5
sedi (poliartritis). Kelainan ini sering mengenai sendi pergelangan tangan dan jari
tangan. Inflamasi pada normalnya dikarenakan merespon sistem imun tubuh
terhadap serangan infeksi, luka atau benda asing. Pada real madrid arthritis, dapat
juga mengenai organ lain selain sendi seperti mata, mulut dan paru-paru. Oleh
karena itu reumathoid arthritis sering disebut juga penyakit auto imun, yang
mana peradangan sendi yang terjadi akibat serangan sistem imun tubuh. Penyakit
ini menyebabkan di stabilitas berat dan kematian prematur (pradana, 2012).

Penyebab reumathoid arthritis tidak diketahui. Faktor genetik diyakini


memainkan peran dalam perkembangannya, kemungkinan kombinasi dengan
faktor lingkungan. Diperkirakan bahwa agen infeksius, seperti mikoplasma, virus
epstein barr, atau virus selain dapat memainkan peran dalam memulai respons
imun abnormal yang tampak di reumatoid artitis (lemone, 2015)

Leukosit tertarik ke membran sinovial dari sirkulasi, tempat neutrofil dan


magrofag mengingesti kompleks imun dan melepaskan enzim yang
mendegradasi jaringan sinovial dan kartilago artikular. Aktivasi limfosit b dan t
menyebabkan peningkatan produksi faktor reumatoid dan enzim yang meningkat
dan melanjutkan proses inflamasi.

22
DAFTAR PUSTAKA

Hurst, M. 2015. Belajar Mudah Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC


Lemone, P. 2015. Buku Ajar Medical Bedah. Jakarta : EGC
Lukman, & Ningsih, N. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan System Musculoskeletal. Jakarta : Salemba Medika
Yasmara, D., Nursiswati & Arafat, R. 2016. Rencana Asuhan Keperawatan
Medical Bedah. Jakarta : EGC
Sjamsuhidayat, R. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidayat-De Jong.
Jakarta : EGC
Noor, Z. 2006. Buku Ajar Muskoloskeleta. Jakarta : Salemba Medika

23

Anda mungkin juga menyukai