Bab 3 Dan 4 Ptun
Bab 3 Dan 4 Ptun
DISUSUN
OLEH KELOMPOK
NAMA KELOMPOK :
1. FERNANDO SARAGIH : 17600036
2. JESSICA YUNI : 17600047
3. MELIANI SIMANJUNTAK : 17600046
4. NOLA SIPAYUNG : 17600053
5. RAMOT HASIBUAN : 17600016
TAHUN AJARAN
A. Latar belakang
Sebagaimana telah diuraikan terdahulu, dasar konstitusional pembentukan
Peradilan Tata Usaha Negara ini adalah pasal 24 Undang-undang Dasar
1945. Peradilan Tata Usaha Negara yang bebas dan mandiri ini mempunya
kedudukan yang sama dengan peradilan lainnya, yaitu Peradilan Umum,
Peradilan Agama dan Peradilan Militer. Sesuai dengan pasal 145 UU No.
5 Tahun 1986 yang menyatakan bahwa undang-undang ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan dan penerapanya diatur dengan peraturan
pemerintah selama 5 tahun sejak undang-undang ini diundangkan.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dari materi ini yaitu :
1. Apasajakah tugas dan wewenang Peradilan Tata Usaha Negara ?
2. Apasajakah kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara ?
BAB II
PEMBAHASAN
Selain itu perlu dijelaskan bahwa Peradilan Tata Usaha Negara pada dasarnya
menegakkan hukum publik, yakni Hukum Administrasi sebagaimana ditegakkan
dalam Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara . pasal 47 menyebutkan
bahwa sengketa yang termasuk lingkup kewenangan peradilan Tata Usaha Negara
adalah sengketa Tata Usaha Negara. Hal ini ditegaskan lagi dalam rumusan
tentang keputusan Tata Usaha Negara (pasal 1 angka 3) yang mensyaratkan juga
tindakan hukum Tata Usaha Negara untuk adanya keputusan Tata Usaha Negara.
Penetapan tertulis itu harus dalam bentuk tertulis dengan demikian suatu
tindakan hukum yang pada dasarnya juga merupakan keputusan Tata Usaha
Negara yang dikeluarkan secara lisan tidak masuk dalam pengertian keputusan
Tata Usaha Negara ini. Namun demikian, bentuk tertulis tidak selalu diisyaratkan
dalam bentuk formal dari suatu surat keputusan badan/pejabat TUN, karena
seperti yang disebutkan dalam penjelasan pasal 1 angka 3 UU No 5 Tahun 1987,
bahwa syarat harus dalam bentuk tertulis itu bukan mengenai syarat-syarat bentuk
formalnya akan tetapi asal terlihat bentuknya tertulis, oleh karena sebuah memo
atau nota pun dapat dikategorikan sebagai penetapan tertulis yang dpat digugat
(menjadi objek gugatan) apabila sudah jelas :
Kompetensi absolut dari peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk memeriksa,
mengadili, dan memutuskan sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha
Negara antara seseorang atau badan hukum perdata dengan dengan badan atau
pejabat Tata Usaha Negara akibat dikeluarkannya suatu Keputusan Tata Usaha
Negara, termasuk sengketa kepegawaian (Pasal 1 angka 4 No. 5 Tahun 1985) dan
tidak dikeluarkannya suatu keputusan yang dimohonkan seseorang sampai batas
waktu yang ditentukan dalam suatu peraturan perundang-undangan, sedangkan hal
itu telah merupakan kewajiban badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang
bersangkutan (Pasal 3 No. 5 Tahun 1985).
Kompetensi relative adalah kewenangan dari pengadilan sejenis yang sama yang
mana berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara yang
bersangkutan. Dalam kaitannya dengan peradilan Tata Usaha Negara, maka
kompetensi relatifnya adalah menyangkut kewenangan pengadilan Tata Usaha
Negara yang mana yang berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan
memutuskan perkara tersebut. Apakah PTUN Ujung Padang, Surabaya,
Semarang, Bandung, Jakarta, Palembang atau Medan dan sebagainya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa istilah atribusi dari sjachran basah itu
sama dengan kompetensi absolut dan untuk istilah delegasi adalah sama dengan
kompetensi relatife.
Dari ketentuan Pasal 1 angka 4 UU No 5 tahun 1986 juga dapat diketahui bahwa
kedudukan para pihak dalam sengketa tata usaha negara adalah orang (individu)
atau badan hukum perdata sebagai pihak penggugat dan badan atau pejabat tata
usaha negara sebagai pihak tergugat. Hal ini sebagai konsekuensi logis bahwa
pangkal sengketa tata usaha negara adalah akibat dikeluarkannya keputusan tata
usaha negara (KTUN). Oleh karenanya tidak mungkin badan atau pejabat tata
usaha negara yang mengeluarkan keputusan tata usaha negara sebagai pihak
penggugat. Dengan demikian dalam sengketa tata usaha negara tidak mungkin
terjadi rekonvensi (gugat balik). Apabila terjadi rekonvensi maka kedudukan para
pihak dalam sengketa menjadi berubah, penggugat awal menjadi pihak tergugat
sedangkan tergugat awal menjadi pihak penggugat.
Pengugat adalah orang atau badan hukum perdata yang dirugikan akibat
dikeluarkannya keputusan tata usaha negara pada dasarnya dapat digolongkan
dalam tiga kelompok:
1. Kelompok pertama adalah orang-orang atau badan hukum perdata sebagai
alamat yang dituju oleh suatu KTUN.
2. Kelompok kedua adalah orang-orang atau badan hukum perdata yang dapat
disebut sebagai pihak ketiga yang berkepentingan.
3. Kelompok ketiga adalah badan atau jabatan TUN yang lalu, namun UU
PTUN tidak memberi hak kepada badan atau jabatan TUN yang mengugat
B. PARA PIHAK
Sama seperti pada persidangan di lingkup persidangan umum, para pihak pada
pemeriksaan di sidang pengadilan di lingkungan peradilan tata usaha negara
disebut penggugat dan tergugat.
1. Penggugat
Dalam UU No 5 Tahun 1986 tidak ada ketentuan yang menyebutkan siapa
yang dimaksud dengan penggugat tersebut. Tetapi dari ketentuan Pasal 53
ayat (1) UU No 5 Tahun 1986 dapat diketahui apa yang dimaksud dengan
penggugat.
Dari ketentuan diatas dapat diketahui bahwa dalam sengketa tata usaha
negara yang dapat bertindak sebagai penggugat adalah:
a. Orang yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusann tata
usaha negara
b. Badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu
keputusan tata usaha negara.
Berdasarkan hal ini sudah jelas diperoleh suatu kesimpulan bahwa tidak
mungkin badan atau pejabat negara bertindak sebagai penggugat sebab badan
atau pejabat negara tersebutlah yang mengeluarkan suatu keputusan yang
dianggap telah mendatangkan suatu kerugian bagi kepentingan pihak lain.
2. Tergugat
Lain halnya dengan kedudukan tergugat. Yang dimaksud dengan tergugat
dapat ditemukan pada pasal 1 angka 6 UU No 5 tahun 1986 (Pasal 1 angka
12 UU No 9 tahun 1986 jo UU No 51 Tahun 2009 yang menyebutkan:
tergugat adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan
keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan
kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata.
“wewenang” sebagaimana disebut dalam Pasal 1 angka 6 UU No 5 Tahun
1986 (Pasal 1 angka 12 UU No. 9 Tahun 1986 jo UU No 51 tahun 2009)
adalah wewenang berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku jadi
wewenang dalam pengertian hukum publik.