Anda di halaman 1dari 18

Nama : Yoshua consuello

Nim : 11180480000053

Jurusan : Ilmu Hukum

"Resume Bab 1 Buku Acara Perdata M. Yahya Harahap"

Dosen Pengampu : Andi Syafrani, SHI., MCCL

Matakuliah : Hukum Acara Perdata

BAB 1

RUANG LINGKUP SURAT KUASA KHUSUS

Ada beberapa dampak yang timbul apabila sebuah surat kuasa khusus tidak memenuhi syarat,
seperti :

 Surat gugatan tidak sah, apabila pihak yang mengajukan dan menandatangani gugatan
adalah kuasa berdasarkan surat kuasa tersebut, dan
 Segala proses pemeriksaan tidak sah, atas alasan pemeriksaan dihadiri oleh kuasa
yang tidak didukung oleh surat kuasa yang memenuhi syarat.

A. Kuasa Pada Umumnya


Pada umumnya, surat kuasa itu tunduk kepada prinsip hukum yang diatur
dalam Bab 16, Buku III KUH Perdata, sedang aturan khususnya diatur dan tunduk
pada ketentuan hukum acara yang digariskan HIR dan RBG.

1. Pengertian Kuasa secara Umum


Pasal 1792 KUH Perdata berbunyi :
Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan nama seorang memberikan
kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya, untuk dan atas Namanya
menyelenggarakan suatu urusan.
Dalam perjanjian kuasa terdapat dua pihak apabila bertitik tolak dari ketentuan
pasal tersebut, yang terdiri dari :
 Pemberi kuasa atau lastgever (instruction, mandate);
 Penerima kuasa atau disingkat kuasa, yang diberi perintah atau mandate
melakukan sesuatu untuk dan atas nama pemberi kuasa.

Pada dasarnya pasal-pasal yang mengatur pemberian kuasa tidak bersifat


imperatif. Apabila para pihak menghendaki, dapat disepakati selain yang
digariskan dalam Undang-Undang.

2. Sifat Perjanjian Kuasa


Beberapa sifat pokok yang dianggap penting untuk diketahui, sebagai berikut :
a. Penerima Kuasa Langsung Berkapasitas sebagai Wakil Pemberi Kuasa
Pemberian kuasa tidak hanya bersifat mengatur hubungan internal antara
pemberi kuasa dan penerima kuasa. Akan tetapi, hubungan hukum itu
langsung menerbitkan dan member kedudukan serta kapasitas kepada
kuasa menjadi wakil penuh (full power) pemberi kuasa, yaitu:
 Memberi hak dan kewenangan (authority) kepada kuasa,
bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa terhadap pihak
ketiga;
 Tindakan kuasa tersebut langsung mengikat kepada diri pemberi
kuasa, sepanjang tindakan yang dilakukan kuasa tidak
melampaui batas kewenangan yang dilimpahkan pemberi kuasa
kepadanya;
 Dalam ikatan hubungan hukum yang dilakukan kuasa dengan
pihak ketiga, pemberi kuasa berkedudukan sebagai pihak materiil
atau principal atau pihak utama, dan penerima kuasa
berkedudukan danberkapasitas sebagai pihak formil.
b. Pemberian Kuasa Bersifat Konsensual
Sifat perjanjian yang berdasarkan kepada kesepakatan, dalam hal ini
berarti :
 Hubungan pemberian kuasa, bersifat partai yang terdiri dari
pemberi dan penerima kuasa
 Hubungan hukum tu dituangkan dalam perjanjian pemberian
kuasa, berkekuatan megikat sebagai persetujuan diantara mereka
kedua belah pihak)
 Oleh karena itu, pemberian kuasa harus dilakukan berdasarkan
pernyataan kehendak yang tegas dari kedua belah pihak.
Pasal 1792 maupun Pasal 1793 ayat (1) KUH Perdata menyatakan
pemberian kuasa selain didasarkan atas persetujuan kedua belah pihak,
dapat dituangkan dalam bentuk akta otentik atau dibawah tangan
maupun dengan lisan.

c. Berkarakter Garansi-Kontrak
Ukuran untuk menentukan kekuatan mengikat tindakan kuasa kepada
pemberi kuasa hanya terbatas:
 Sepanjang kewenangan atau mandate dari principal
 Apabila kuasa bertindak melampaui batas mandate, tanggung
jawab principal hanya sepanjang tindakan. Sedang pelampauan
itu menjadi tanggung jawab kuasa sesuai dengan asas “garansi-
kontrak” yang digariskan Pasal 1806 KUH Perdata.
3. Berakhirnya Kuasa
Dalam Pasal 1813 KUHPerdata memperbolehkan berakhirnya perjanjian kuasa
secara sepihak atau unilateral. Ketentuan ini diametral bertentangan dengan
Pasal 1338 KUHPerdata ayat (2) yang menegaskan persetujuan tidak dapat
ditarik atau dibatalkan secara sepihak, tetapi harus mengacu kepada kesepakatan
kedua belah pihak.
Berikut adalah hal-hal yang dapat mengakhiri pemberian kuasa menurut Pasal
1813 KUHPerdata :
a. Pemberi kuasa menarik kembali secara sepihak
Diatur dalam Pasal 1814 KUHPerdata dan seterusnya. Sehubungan
dengan pencabutan secara sepihak.
b. Salah satu pihak meninggal
Pasal 1813 KUHPerdata menegaskan dengan meninggalnya salah satu
pihak dengan sendirinya pemberian kuasa berakhir demi hukum
c. Penerima kuasa melepas kuasa
Pasal 1817 KUHPerdata memperbolehkan dengan syarat:
1) Harus memberitahu kehendak pelepasan itu kepada pemberi
kuasa
2) Pelepasan tidak boleh dilakukan pada saat yang tidak layak
4. Dapat disepakati Kuasa Mutlak
Untuk menghindari ketidakpastian pemberi kuasa, dihubungkan dengan hak
pemberi kuasa untuk mencabut sepihak pada satu sisi, sera hak penerima kuasa
untuk melepas secara sepihak, dalam hukum telah memperkenalkan dan
membenarkan pemberian kuasa mutlak. Perjanjian ini disebut “Kuasa Mutlah”
yang memuat klausul :
a. Pemberi kuasa tidak dapat mencabut kembali kuasa yang diberikan
kepada penerima kuasa
b. Meninggalnya pemberi kuasa tidak mengakhiri perjanjian pemberian
kuasa.

Adapula dua pendapat mengenai kuasa mutlak dimana kuasa mutlak


bertentangan dengan hukum sesuai dengan pasal 1813 KUHPerdata, dan
diperbolehkannya kuasa mutlak ini berdasar prinsip kebebasan berkontrak
(freedom of contract) berdasar pasal 1338 KUHPerdata asas tersebut
menegaskan bawha para pihak bebas mengatur kesepakatan yang mereka
kehendaki, sepanjang tidak bertentangan dengan pasal 1338 KUHPerdata, yaitu
kesepakatan yang tidak melanggar hal yang dilarang (prohibition) dan
ketertiban umum (morals dan public order). Kemudian diamini
diperbolehkannya kuasa mutlak ini dengan adanya putusan MA No.3604
K/pdt/1985 dan penegasan dalam putusan putusan MA No.731 K/sip/1975
yang menyatakan:

a. Surat kuasa mutlak tidak dijumpai dalam KUHPerdata, namun


hukum mengakui sebagai syarat yang selalu diperjanjikan menurut
kebiasaan.
b. Putusan MA No. 731 K/sip/1975 menegaskan Pasal 1813
KUHPerdata tidak bersifat limitative dan tidak mengikat, jika para
pihak dalam perjanjian menghendaki dapat disepakati pemberi kuasa
tidak dapat dicabut kembali.
c. Meninggalnya pemberi kuasa pada surat kuasa mutlak dianggap
bestending sehingga dianggap tidak bertentangan pada berdasar Pasal
1339 KUHPerdata dan berdasar Pasal 1347 KUHPerdata.
Namun dalam namun dalam instruksi Mendagri No.14 tahun 1982 menyatakan
bahwa notaris dan PPAT dilarang memberi surat kuasa mutlak pada transaksi
jual-beli tanah karna dalam putusan MA No.2584 K/pdt/1986 menjelaskan surat
kuasa mutlak mengenai jual beli tanah tidak dapat dibenarkan karna dalam
praktiknya sering disalah gunakan untuk penyeludupan jual beli tanah.

B. JENIS KUASA

1. Kuasa Umum
Diatur dalam Pasal 1795 KUHPerdata yang bertujuan untuk memberi kuasa
kepada seseorang untuk mengurus kepentingan pemberi kuasa. Yaitu
melakukan tindakan pengurusan harta pemberi kuasa, pengurusan meliputi
segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan pemberi kuasa atas harta
kekayaannya, dan titik berat kuasa kuasa hukum, hanya meliputi perbuatan atau
tindakan pengurusan kepentingan pemberi kuasa.
2. Kuasa Khusus
Pasal 1795 KUHPerdata, pemberi kuasa khusus dilakukan mengenai satu
kepentingan tertentu atau lebih. Supaya kuasa khusus dapat dinyatakan sah
didepan pengadilan maka perlu memenuhi syarat yang diperlukan dalam Pasal
123 HIR.
3. Kuasa Istimewa
Pasal 1795 KUHPerdata yang mengatur kuasa istimewa serta Pasal 157 HIR
atau Pasal 184 RGB agar syarat kuasa istimewa terpenuhi atau sah.
a. Bersifat Limitatif
Kuasa Istimewa merupakan suatu tindakan yang dapat dilakukan oleh
orang bersangkutan secara pribadi atau diwakilkan kepada kuasa.
Namun kuasa khusus hanya dapat diwakilkan jika :
1) Memindahtangankan benda-benda milik pemberi kuaa atau
meletakan hipotek (Hak tanggungan) diatas benda tersebut.
2) Untuk membuat perdamaian pada pihak ketiga
3) Untuk mengucapkan sumpah penentu atau sumpah tambahan
sesuai ketentuan 157 HIR atau Pasal 184 RGB.
Menurut pasal ini, yang dapat mengucap sumpah sebagai alat bukti
hanya dilakukan oleh pihak yang berperkara secara pribadi. Tidak dapat
diwakilkan kepada kuasa. Namun apabilan sedang sakit, hakim dapat
memberikan izin kepada kuasa untuk mengucapkannya sehingga kuasa
diberi kuasa istimewa menyebut dengan jelas bunyi sumpah yang akan
diucap kuasa.

b. Harus berbentuk akta otentik

dalam pasal 123 HIR, surat kuasa istimewa hanya dapat diberikan dalam bentuk surat
yang sah. Agar pemberian kuasa istimewa sah menurut hukum, harus dibuat dalam bentuk
akta notaris.

4. Kuasa Perantara

Kuasa perantara dapat disebut juga agen. Kuasa ini di konstruksi berdasarkan Pasal
1792 KUHPerdata, dan Pasal 62 KUHD atau yang dikenal juga dengan agen perdagangan
atau makelar.

C. Kuasa Menurut Hukum

Kuasa menurut hukum disebut juga wettelijke vertegenwoordig atau legal mandatory
(legal representative). Dalam hal ini undang-undang sendiri telah menetapkan seseorang atau
suatu badan untuk dengan sendirinya menurut hukum bertindak mewakili orang atau badan
tersebut tanpa memerlukan surat kuasa.

Di dalam HIR atau RBG, disinggung juga mengenai kuasa menurut hukum. Pada
Pasal pasal 123 ayat (2) HIR dan Pasal 147 ayat (2) RBG dijelaskan:

Pegawai Negeri yang karena peraturan umum menjalankan perkara untuk


pemerintah Indonesia sebagai wakil negeri tidak perlu memakai surat kuasa khusus yang
demikian itu.

Bagi orang yang berkedudukan dan berkapasitas sebagai kuasa menurut hukum,
kehadiran dan tampilnya ia sebagai wakil atau kuasa, tidak memerlukan surat kuasa Khusus
(bijzondere schriftelijke machtiging, power of attorney) dari pemerintah atau instansi yang
bersangkutan. Beberapa kuasa menurut hukum yang dapat bertindak mewakili kepentingan
orang atau badan tanpa memerlukan surat kuasa khusus dari orang arau badan tersebut.

1. Wali terhadap Anak di Bawah Perwalian


Wali dengan sendirinya menurut hukum menjadi kuasa untuk bertindak mewakili
kepentingan anak yang berada di bawah perwalian sesuai dengan ketentuan Pasal 51
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 (UU Perkawinan).
2. Kurator atas Orang yang Tidak Waras
Didalam Pasal 229 HIR, seseorang yang sudah dewasa tetapi tidak bisa memelihara
dirinya dan mengurus barangnya karena kurang waras, dapat diminta untuk diangkat
seorang curator.
3. Orang Tua terhadap Anak yang Belum Dewasa
Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang No.1 Tahun 1974, orang tua dengan sendirinya
menurut hukum berkedudukan dan berkapasitas sebagai wali anak-anak sampai anak
itu kawin dan dapat berdiri sendiri.
4. BHP sebagai Kurator Kepailitan
Menurut Pasal 13 ayat (1) huruf b, Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 (UU
Kepailitan) putusan pernyataan pailit harus diangkat oleh curator.
Menurut Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang No.4 Tahun 1998 dimaksudkan, dalam hal
debitur atau kreditur tidak mengajukan usul pengangkatan kurator lain kepada
pengadilan, maka BHP bertindak sebagai kurator. Jadi yang dapat bertindak sebagai
kurator dalam kepailitan ialah kurator yang ditetapkan pengadilan berdasarkan usul
debitur dan kreditur.
5. Direksi atau Pengurus Badan Hukum
 Pasal 1 angka 4 jo. Pasal 82 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 (UU tentang
Perseroan Terbatas), Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan
perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan baik di dalam maupun di
luar pengadilan.
 Dalam Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 (UU tentang
Yayasan), pengurus yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan
yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan serta berhak mewakili yayasan
baik di dalam maupun di luar pengadilan.
 Pasal 30 ayat (2) huruf a Undang-Undang No.25 Tahun 1992 menyatakan,
pengurus koperasi berwenang mewakili koperasi di dalam dan di luar
pengadilan.
6. Direksi Perusahaan Perseroan
Persero menurut Pasal 1 angka 2 PP No. 12 Tahun 1998, adalah BUMN yang
dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1969, yaitu berbentuk Perseroan
Terbatas sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 yang
seluruh atau sedikitnya 51% saham yang dikeluarkan, dimiliki oleh negara melalui
penyertaan modal secara langsung.
7. Pimpinan Perwakilan Perusahaan Asing
Pimpinan perwakilan perusahaan asing berkedudukan sebagai kuasa menurut
hukum untuk mewakili kepentingan kantor perwakilan perusahaan tersebut di dalam
dan diluar pengadilan tanpa memerlukan surat kuasa khusus dari kantor pusat.
8. Pimpinan Cabang Perusahaan Domestik
Pimpinan cabang perusahaan domestic berkedudukan dan berkapasitas sebagai
kuasa menurut hukum untuk mewakili cabang perusahaan tersebut di dalam dan di
luar pengadilan, sesuai dengan batas kualitas pelimpahan wewenang yang diberikan
perusahaan pusat kepada cabang tersebut.

D. BENTUK KUASA DI DEPAN PENGADILAN

1. Kuasa secara lisan


Menurut Pasal 123 ayat (1) HIR (Pasal 147 ayat (1) RBG) serta Pasal 120 HIR
a. Dinyatakan secara Lisan oleh Penggugat di Hadapan Ketua PN
Pasal 120 HIR memberi hak kepada penggugat untuk mengajukan gugatan
secara lisan kepada ketua PN, apabila tergugat tidak pandai menulis (buta
aksara).
b. Kuasa yang Ditunjuk secara Lisan di Persidang
Penunjukan kuasa secara lisan di sidang pengadilan pada saat proses
pemeriksaan berlangsung diperbolehkan, dengan syarat:
 Penunjukan secara lisan itu, dilakukan dengan kata-kata tegas
(expressis verbis)
 Selanjutnya, Majelis memerintahkan panitera untuk mencatatnya
dalam berita acara sidang.
2. Kuasa yang Ditunjuk dalam Surat Gugatan
Penunjukan kuasa dalam surat gugatan diatur dalam Pasal 123 ayat (1) HIR (Pasal
147 ayat (1) RBG). Cara petunjukan ini dikaitkan dengan Pasal 118 HIR (Pasal 142
RBG).
3. Surat Kuasa Khusus
Pasal 123 ayat (1) HIR mengatakan, selain kuasa secara lisan atau kuasa yang
ditunjuk dalam surat gugatan, pemberi kuasa dapat diwakili oleh kuasa dengan surat
kuasa khusus atau bojzondere schriftelijke machtiging.
a. Syarat dan Formulasi Surat Kuasa Khusus
Pasal 123 ayat (1) HIR, hanya menyebut syarat pokok saja, yaitu kuasa khusus
berbentuk tertulis atau akta yang disebut surat kuasa khusus.
Diperlukan penyempurnaan yang benar-benar berciri surat kuasa khusus, yang
dapat membedakannya dengan kuasa umum. Penyempurnaan dan perbaikan
itu, dilakukan MA melalui SEMA. Secara kronologis, MA telah mengeluarkan
beberapa SEMA yang mengatur syarat surat kuasa khusus.
1) SEMA No. 2 Tahun 1959, tanggal 19 januari 1959
i. Menyebutkan kompetensi relatif, di PN mana kuasa itu
dipergunakan mewakili kepentingan pemberi kuasa;
ii. Menyebutkan identitas dan kedudukan para pihak (sebagai
pengugat dan tergugat);
iii. Menyebutkan secara ringkas dan konkret pokok dan objak
sengketa yang diperkarakan antara pihak yang berperkara.
Paling tidak menyebut jenis atau masalah perkaranya. Misalnya
perkara warisan atau transaksi jual beli. Itulah syarat formil
surat kuasa khusus yang disadur dari huruf (a) SEMA. Apabila
salah satu syarat tidak dipenuhi, mengakibatkan surat kuasa
khusus catat formil. Dengan sendirinya kedudukan kuasa
sebagai pihak formil mewakili pemberi kuasa, tidak sah,
sehingga gugatan yang ditandatangain kuasa tidak sah.
2) SEMA No. 5 Tahun 1962, Tanggal 30 Juli 1962
Penyempuran surat kuasa khusus yang digariskan dalam SEMA No. 2
Tahun 1959, sebagai berikut.
 PN dan PT dapat menyempurnakan surat kuasa yang tidak
memenuhi syarat. Apabila pada pemeriksaan sidang, PN
maupun PT menemukan surat kuasa yang tidak memenuhi
syarat sesuai yang ditentukan dalam SEMA No. 2 Tahun 1959.
PN maupun PT dapat menyempurnakannya dengan cara:
o Memanggil sendiri pemberi kuasa untuk menghadap ke
PN atau PT, dan menanyakan apakah benar pemberi
kuasa telah memberi kuasa kepada orang yang
Namanya disebut dalam surat kuasa untuk mewakilinya.
o Apabila hal tersebut terjadi di tingkatan PT. dan di
anggap sulit untuk memanggil yang bersangkutan, PT
dapat mendelegasikan kepada PN untuk menanyakan
hal itu.
 Jika pemberi kuasa sudah meninggal dunia, pelaksanaan
pemanggilan untuk penyempurnaan surat kuasa dapat
digantikan salah seorang ahli waris.
3) SEMA No. 01 Tahun 1971, Tanggal 23 Januari 1971
Ketentuan Pokok SEMA:
 Yang berkepentingan dianggap sudah harus mengetahui serta
mengindahkan syarat surat kuasa khusus sebagaimana yang
digariskan ketentuan perundang-undangan.
 Apabila ditemukan surat kuasa yang tidak memenuhi syarat PN
dan PT tidak perlu menyempurnakannya berdasarkan SEMA
No. 5 Tahun 1962.
 Mencabut kembali SEMA No. 2 Tahun 1959 dan No. 5 Tahun
1962. Tetapi apabil penulis berpendapat, pencabutan SEMA
No. 1 Tahun 1971, melanjutkan dan mepertahankan syarat-
syarat kuasa khusus yang digariskan dalam SEMA No. 2 Tahun
1959 sedang yang ditegaskan dalam SEMA No. 1 Tahun 1971
itu ialah mengenai ketidakbolehan bagi PN dan PT untuk
menyempurnakan surat kuasa khusus yang tidak memenuhi
syarat. Oleh karean itu yang dicabut oleh SEMA No. 1 Tahun
1971 hanya terbatas pada SEMA No. 5 Tahun 1962.
4) SEMA No. 6 Tahun 1994, 14 Oktober Tahun 1994
Pada dasarnya, substansi dan jiwa SEMA ini sama dengan SEMA No.
2 Tahun 1959 dan No. 1 Tahun 1971. Dan karena itu persyaratan
tersebut didalamnya sama dengan SEMA No. 2 Tahun 1959 yang
sebagaimana telah diuraikan dengan demikian. Syarat kuasa khusus
adalah syarat yang telah diuraikan diatas. Dan syarat kuasa khusus
yang sah adalah syarat yang telah dideskripsikan dalam pembahasan
SEMA No. 2 Tahun 1959, yaitu :
i. Menyebut dengan jelas dan spesifik surat kuasa untuk berperan
di pengadilan
ii. Menyebut kompetensi relatif
iii. Menyebut identitas dan kedudukan para pihak dan
iv. Menyebut secara ringkas dan konkret pokok dan objek
sengketa yang diperkarakan

Seperti yang telah dijelaskan, syarat ini bersifat kumulatif. Tidak


dipenuhinya salah satu syarat, mengakibatkan kuasa tidak sah.

b. Bentuk Formil Surat Kuasa Hukum


Pasal 123 ayat (1) HIR, kuasa khusus harus berbentuk tertulis. Itu sebabnya
disebut surat kuasa khusus atau bijzondere schriftelijke machtiging. Tidak
mungkin kuasa khusus diberikan dalam bentuk lisan. Menurut hukum,
pengertian surat sama dengan akta yaitu suatu tulisan yang dibuat untuk
dipergunakan sebagai bukti perbuatan hukum. Oleh sebab itu bentuknya
disesuaikan dengan pengertian akta dalam arti luas. Berdasarkan pengertian
akta yang dimaksud, surat kuasa dapat berbentuk sebagai berikut :
1) Akta Notaris
Dapat berbentuk akta otentik, berupa akta notaris yaitu surat kuasa itu
dibuat dihadapan notaris yang dihadiri pemberi dan penerima kuasa.
Bentuk surat kuasa khusus adalah bebas (vrij vrom), tidak harus
berbentuk akta otentik dihadapan notaris.
2) Akta yang dibuat di depan panitera
Bentuk surat kuasa khusus ini adalah sebagai berikut, :
 Dibuat dihadapan panitera PN sesuai dengan kompetensi relatif
 Dilegalisir oleh ketua PN atau Hakim
 Akta di bawah tangan

E. PERMASALAHAN PENERAPAN SURAT KUASA KHUSUS

1. Surat Kuasa Khusus dengan Cap Jempol


Surat kuasa khusus yang berbentuk akta dibawah tangan dapat diberikan
dengan cap jempol. Surat kuasa yang demikian sah menurut hukum, meskipun
barangkali pada saat sekarang surat kuasa yang dibubuhi cap jempol oleh pemberi
kuasa sangat jarang terjadi. Namun kemungkinan tentang hal itu bisa terjadi terutama
di daerah perdesaan.
Menurut putusan MA No.272 K/Pdt/1983 agar surat kuasa khusus yang
dibubuhi cap jempol sah, harus dilegalisir serta didaftar menurut ordonansi St. 1916
No.46. Penegasan tentang legalisasi atas cap jempol dikemukan juga dalam putusan
MA No.3323 K/Pdt/1991, (10-3-1993, VP tahun IX,No.100 januari 1994,hlm.40)
kasusnya surat kuasa yang digunakan kuasa tidak memuat tanggal, sehingga tidak
dapat dipastikan kebenaran pembuatannya.
2. Tidak Menyebut Subjek dan Objek
Surat kuasa khusus yang tidak menyebut atau mencamtumkan pihak atau
subjek yang beperkara maupun objek yang diperkarakan mengakibatkan surat kuasa
itu tidak sah. Surat kuasa itu dinggap tidk memeuhi syarat yang digariskan pasal 123
ayat (1) HIR dan SEMA No.1 tahun 1971. Demikian penegasan yang dikemukan
dalam putusan MA No. 1912 K/Pdt/1984. Surat kuasa yang seperti itu, masih
dianggap bersifat kuasa umum sehingga tidak dapat dipergunakan di depan sidang
pengadilan unutuk menggugat seseorang.
3. Surat Kuasa Khusus Diterbitkan Berdasarkan Kuasa Umum
Seseorang yang diberikan kuasa umum untuk melakukan pengurusan suatu
perusahaan atau korporasi tidak berwenang memberi kuasa khusus kepada siapa pun
yang tampil di pengadilan membela kepentingan perusahaan tersebut. Surat kuasa
khusus yang demikian menurut putusan MA No.354/K/Pdt/1984 tidak sah. Pendapat
dan penerapan di atas ditegaskan juga dala putusan PT bandung No.149/1972. Salah
satu ciri pokok surat kuasa umum, menyatakan surat kuasa yang berisi ketentuan
untuk menjaga,mengurus harta bergerak dan tidak bergerak,tanah,rumah,utang dan
semua kepentingan seorang adalah surat kuasa umum.
4. Surat Kuasa yang Dibuat oleh Orang yang Tidak Berwenang (unauthorized person)
Pada mulanya seseorang mempunyai kedudukan dan kapasitas penuh
bertindak untuk dan atas nama sendiri atau untuk dan atas nama perseroan tetapi
kemudin kedudukan dan kapasitas itu dicabut atau dikesampingkan oeh peraturan
perundang-undangan dengan sendirinya menurut hukum hilang hak dan
wewenangnya melakukan tindakan hukum atas namanya atau atas nama perseroan itu.
contoh putusan MA No.10 K/N/1999. Dalam pertimbangan dijlaskan antara lain
sebgai berikut :
 Surat kuasa tanggal 1 maret 1999 yang dibuat oleh presiden Direktur Bank
Papan adalah surat kuasa khusus yang dibuat oleh orang atau pejabat
maupun badan yang tidak berwenang untuk itu, sehingga surat khusus itu
sejak semula tidak sah.
 Sesuai dengan ketentuan pasal 40 (a) dan (b) PP No.17 tahun 1999
terhutung sejak 14 febuari 1998 (sejak berlakunya PP No.17 tahun1998),
secra resmi menurut hukum Bank Papan sejahterah Tbk berada dibawah
kendalli dan pegawasan BPPN dengan mengakibatkan hukum;
- Segala hak dan wewenang direksi,komisaris,pemegang saham dan
RUPS beralih kepada BPPN
- Direksi komnnisaris dan pemegang saham dilaranng melakukan
tindakan hukum apapun kecuali tindakan disetujui BPPN
 Dengan demikian segala tindakan hukum apapun yang dilakukan untuk
dan atas nama Bank Papan sejahtera Tbk harus dilakukan oleh BPPN
dalam kapasitasnya sebagai legal mandatory.
5. Surat Kuasa Khusus Dianggap Sah apabila Penggugat Hadir Didampingi Kuasa

Meskipun ternayata surat kuasa tidak bersifat khusus, karena tidak memenuhi
persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang, tetapi dalam pemeriksaan
persidangan penggugat sendiri hadir didampingi kuasa tersebut, peristiwa itu
membuat jelas dan pasti tergugat dan Majelis Hakim, bahwa penggugat benar
memberi kuasa kepada kuasa dimaksud.

Kasus diatas, bisa terjadi. Mungkin surat kuasa tidak menyebut penegasan
mengenai jenis dan pokok sengketa, sehingga pada dasarnya surat kuasa tidak
memenuhi syarat yang ditentukan undang-undang. Akan tetapi, kekurangan syarat itu
menjadi sempurna, apabila pada proses persidangan, pihak pemberi kuasa hadi
didampingi oleh kuasa.

6. Surat Kuasa Khusus yang Menunjuk Nomor Registrasi Perkara, Menurut Hukum.
Surat kuasa yang tidak menyebut pihak maupun objek materi pokok perkara
yang sedang disengketakan, maka dianggap sah dan memenuhi syarat formil apabila
surat kuasa tersebut secara tegas menyebut nomor registrasi perkara. Hal ini berdasar
kepada putusan MA No. 115 K/sip/1973 dan sudah memenuhi ketentuan Pasal 123
HIR.
7. Surat Kuasa Tidak menyebut Kompetensi Relatif
Salah satu syarat kuasa khusus ialah menyebut dengan jelas kompetensi
relatif. Mencantumkan dengan jelas di PN mana surat kuasa itu dipergunakan kuasa.
Misalnya, kuasa akan bertindak mewakili pemberi kuasa di PN Bogor dalam sengketa
tanah antara penggugat dengan tergugat dengan cara menyebutkan identitas mereka.
Akan tetapi, pedapat yang sempit tentang penyebutan yuridiksi, tidak disetujui oleh
peradilan kasasi. Demikian pendapat yang dikemukakan dalam putusan MA No. 2339
K/Pdt/1985. Dalam kasus ini tergugat mengajukan eksepsi bahwa kuasa yang dimiliki
kuasa tidak memenuhi syarat formil yang digariskan Pasal 123 ayat (1) HIR, karena
selain tidak menyebut dengan tegas kedudukan pihak yang digugat, surat kuasa tidak
menyebut dengan tegas yuridiksi PN mana gugatan akan diajukan.
8. Kuasa Substitusi Yang Tidak Sah
Penerima kuasa berdasarkan kepada Pasal 1803 KUHPerdata dapat
melimpahkan kuasa yang diterimanya kepada pihak ketiga sebagai pengganti
melaksanakan kuasa yang diterimanya. Akan tetapi,hak dan kewenangan itu :
1) Tidak dengan sendirinya menurut hukum, dan
2) Hak dan kewenangan itu harus tegas disebut dalam surat kuasa.
Penunjukan atau pelimpahan kepada kuasa subsitusi dibarengi dengan syarat
harus lebih dahulu mendapat persetujuan dari pemberi kuasa agar kuasa itu memiliki
kredibilitas dan profesionalitas. Apabila tidak disebutkan dalam surat kuasa , kuasa
subsitusi tersebut tidak sah. Pendapat ini disebutkan dalam putusan MA No. 3162
K/Pdt/1983.

9. Cacatnya Surat Kuasa Konvensi, Meliputi Gugatan Rekonvensi


Berdasrkan asas, keberadaan dan putusan rekonvensi mengikuti keberadaan
dan putusan konvensi apabila putusan konvensi bersifat negatif. Penegakan asas ini
bertitik tolak dari syarat yang mengharuskan antar rekonvensi dan konvensi harus
mempunyai kaitan yang sangat erat (innerlikje samen hangen)

Dalam putusan MA No. 55 K/Sip/1974, bahwa surat khusus gugatan konvensi


tidak memenuhi syarat yang ditentukan Undang-Undang, formalitas pengajuan
gugatan menjadi tidak dipenuhi. Secara asesor hal itu meliputi gugatan rekonvensi,
sehingga gugatan rekonvensi tersebut tidak perlu dipertimbangkan, dan selanjutnya
dinyatakan tidak dapat diterima.
10. Surat Kuasa Yang Dibuat Di Luar Negeri
Surat kuasa khusus yang dibuat di luar negeri yang akan dipergunakan di pengadilan
di Indonesia harus tunduk pada ketentuan pengadilan di Indonesia hal ini didasarkan
pada asas lex fori dalam hukum perdata internasional yang mengajarkan doktrin law
of the forum. Keabsahan surat kuasa khusus yang dibuat diluar negeri, selain tunduk
pada syarat pihak yang diatur dalam pasal 123 ayat (1) HIR dan SEMA No. 01 Tahun
1971 jo. SEMA No. 6 Tahun 1994, juga harus memenuhi syarat tambahan.

Berikut beberapa syarat tambahan yang harus di penuhi :


a. Memenuhi Syarat pokok yang ditentukan Pasal 123 ayat (1) HIR dan SEMA
No.1 Tahun 1971 jo. SEMA No. 6 Tahun 1994
1) Berbentuk tertulis
a) Bisa berbentuk akta otentik, dan
b) Dapat juga akta bawah tangan.
2) Menyebut kompetensi relatif
3) Menyebut identitas dan kedudukan para pihak yang berperkara
4) Menyebut objek dan jenis kasus sengketa yang diperkarakan.
b. Memenuhi syarat tambahan, berupa Legalisasi:
1) Oleh KBRI setempat, atau
2) Oleh Konsulat Jenderal setempat.

Jadi, untuk mewujudkan keabsahan surat kuasa khusus yang dibuat di luar
negeri oleh warga negara asing maupun warga negara Indonesia, selain memenuhi
syarat formil berdasarkan undang-undang harus pula dipenuhi syarat administratif,
berupa legislasi dari kantor perwakilan diplomatik Indonesia di negara tempat surat
kuasa dibuat. Baik surat kuasa tersebut berbentuk otentik atau bawah tangan, tetap
syarat legalisasi harus dipenuhi. Tujaun legalisasi adalah untuk memberikan kepastian
hukum bagi pengadilan tentang kebenaran orang yang memberi kuasa.

11. Kuasa Untuk Kasasi Mesti Dibuat Khusus dan Tersendiri


Sebelum Undang-Undang No. 14 Tahun 1985, diperbolehkan pelimpahan
kuasa dalam satu surat kuasa, mulai dari tingkat PN, PT, dan MA. Pada surat kuasa
khusus tersebut, pemberi kuasa membuat pernyataan bahwa kuasa yang diberikan
kepada kuasa untuk mewakilinya mulai dari pemeriksaan di PN. Tingkat banding di
PT dan kasasi di MA. Hal itu, ditegaskan dalam Putusan MA No. 453 K/Sip/1973
yang menjelaskan, apabila surat kuasa menyatakan bahwa kuasa bertindak mewakili
pemberi kuasa dalam pemeriksaan tingkat banding dan kasasi, meliputi pemeriksaan
tingkat banding, sehingga permohonan banding yang diajukan kuasa seharusnya dapat
diterima.
Kebolehan itu, pada belakangan ini, sudah tidak dibenarkan lagi. Untuk setiap
tingkatan pemeriksaan, harus dibuat surat kuasa khusus, yang terpisah dan tersendiri
untuk masing-masing instansi peradilan. Titik tolak penerapan ini dari ketentuan Pasal
44 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 yang menggariskan, apabila yang mengajukan
permohonan kasasi adalah kuasa, agar permohonan memenuhi syarat, harus
berdasarkan surat kuasa yang khusus dibuat untuk itu.
12. Kuasa atau Wakil Negara
Sebagaimana yang dijelaskan pada Pasal 123 ayat (2) HIR, Pegawai Negeri yang
karena jabatannya, dapat bertindak mewakili negara berperkara di depan persidangan
pengadilan, dan tidak memerlukan surat kuasa khusus untuk itu.

Pejabat pegawai yang dapat mewakili negara dalam perkara perdata di depan
pengadilan, diatur dalam St. 1922 No. 522 yang diubah dengan St. 1941 No. 31 jo.
No. 98. Apabila ketentuan ini dihubungkan dengan Undang-Undang Darurat No. 1
Tahun 1951, yang dapat bertindak sebagai kuasa mewakili kepentingan negara dalam
perkara kepala kejaksaan atau jaksa, sebagaimana halnya Pasal 123 ayat (2) HIR
dalam ketentuan Staaatsblad ini pun ditegaskan, tampilnya jaksa sebagai kuasa
mewakili negara, tidak memerlukan surat kuasa khusus. Hal itu sesuai dengan
kedudukannya sebagai kuasa menurut hukum. (legal mandatory, wettelijke vertegen
woordig).

Kedudukan kejaksaan sebagai kuasa menurut hukum, siatur juga dalam Undang-
Undang No. 5 Tahun 1991. Pasal 27 ayat (2) berbunyi:

Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat
bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau
pemerintah.
Jika diperhatikan, terdapat kesan adanya kontradiksi dengan Pasal 123 ayat (2)
HIR maupun Staatsblad yang disebut diatas. Sangat jelas kedudukan dan kapasitas
yang dimiliki kejaksaan adalah sebagai legal mandatory (kuasa menurut hukum).
Oleh karena itu, dalam melaksanakan fungsi sebagai kuasa mewakili negara, tidak
memerlukan surat kuasa khusus dari pemerintah atau lembaga negara negara yang
bersangkutan. Tidak demikian ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang No. 5
Tahun 1991. Menurut pasal ini :

a. Kejaksaan dapat bertindak sebagai kuasa mewakili negara dalam perkara


perdata di pengadilan,
b. Tindakan itu baru dapat dilakukan dengan mendapat kuasa khusus untuk
itu.

Pengertian “dengan kuasa khusus” dalam pasal ini, tidak lain, agar dapat
bertindak sebagai kuasa untuk mewakili negara, kejaksaan harus lebih dahulu
mendapat surat kuasa khusus dari pemerintah atau instansi yang bersangkutan.

Namun kita berpendapat, sekiranya pun tidak dibekali surat kuasa khusus,
kejaksaan dapat bertindak mewakili negara di depan pengadilan perdata sesuai dengan
kapasitasnya sebagai legal mandatory yang digariskan pada Pasal 123 ayat (2) HIR.
Selanjutnya pula dijelaskan, bertitik tolak dari ketentuan Pasal 123 ayat (2) HIR dan
St. 1922 No. 522 yang dapat bertindak sebagai kuasa mewakili negara, bukan hanya
kejaksaan tetapi bisa juga:

a. Pengacara negara yang diangkat oleh pemerintah, dan


b. Orang atau pejabat tertentu yang diangkat dan ditunjuk oleh instansi atau
lembaga yang bersangkutan.

Berdasarkan surat pengangkatan itu, sudah cukup landasan hukum baginya untuk
bertindak sebagai legal mandatory tanpa surat kuasa khusus.

Anda mungkin juga menyukai