Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam keseluruhan ajaran Islam, akhlak menempati kedudukan
yang sangat penting. Akhlak dalam Islam memiliki nilai yang mutlak.
Nilai-nilai yang baik dan buruk, terpuji dan tercela berlaku kapan dan
dimana saja dalam segala aspek kehidupan, tidak dibatasi oleh ruang dan
waktu. Pentingnya akhlak dalam kehidupan manusia, maka Allah
mengutus Rasulnya SAW ke muka bumi ini dengan tujuan
menyempurnakan akhlak yang mulia.
Salah satu akhlak terpuji yang dimiliki Rasulullah SAW adalah
sifat malu. Malu adalah sifat perasaan yang menimbulkan keengganan
melakukan sesuatu yang tercela, pada dasarnya adalah untuk mencegah
segala maksiat dan kejahatan. Sifat malu adalah salah satu ciri dari orang
beriman,bahkan malu dan iman selalu beriringan. Apabila salah satu
hilang yang lain juga ikut hilang. Semakin kuat iman seseorang semakin
besar pula malunya, begitu juga sebaliknya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa makna dari malu sebagian dari iman?
2. Apa saja keutamaan malu?
3. Apa saja jenis dari malu?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui maksud dari sebagian dari iman
2. Untuk mengetahui keutamaan malu
3. Untuk mengetahui jenis dari malu

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hadis tentang Malu sebagian dari Iman


1. Hadis

‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َم َّر َعلَى َر ُج ٍل‬ ِ ِ ‫عن س امِلِ ب ِن عب ِد‬
َّ ‫اهلل َع ْن أَبِْي ِه أ‬
َ ‫َن َر ُس ْو َل اهلل‬ َْ ْ َ ْ َ
ِ ِ ِ ِ ِ
ُ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َد ْع ه‬ َ ‫صا ِر َو ُه َو يَعظُهُ أ‬
َ ‫َخ اهُ يِف ْ احْلَيَ اء َف َق َل َر ُس ْو ُل اهلل‬ َ ْ‫م َن االَن‬
ِ ‫فَِإ َّن احْل ياء ِمن‬
ِ َ‫االمْي‬
‫ان‬ َ َ ََ
Artinya :
Dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, bahwa Rasulullah Saw lewat di
hadapan seorang Anshar yang sedang mencela saudaranya karena
saudaranya pemalu. Maka Rasulullah Saw. bersabda, “Biarkan dia!
Sesungguhnya malu itu sebagian dari iman.”1
2. Syarah Hadis

‫ ( َع ْن اَبِ ْي ِه‬dari ayahnya ), yaitu Abdullah bin Umar bin Khaththab.


ٍ ‫( َم َّر َعلَى َرج‬
‫ل‬9ُ Nabi lewat dihadapan orang Anshar ) Dalam Shahih

Muslim lafazhnya adalah ‫ َم َّر بِ َرج ٍُل‬Marra berarti melewati. َ‫يَ ِعظ‬berarti
menasehati, menakut-nakuti atau mengingatkan.
Keterangan yang lebih bagus adalah seperti yang diterangkan oleh
Imam Bukhari, dalam bab Adab melalui jalur Abdul Aziz bin Abu Salmah

dari Ibnu Shihab yang lafazhnya ‫أخاهُ فِي ْال َحيَا ِء‬
َ ‫ (يعاتب‬mencela sifat
malu yang dimiliki oleh saudaranya ). Ia berkata, “Engkau sangat pemalu”
seakan-akan ia berkata, “Sifat tersebut sangat membahayakanmu.” Ada

kemungkinan bahwa dua lafazh tersebut, ‫(وعظ‬menasehati) dan ‘itaab

1
Ibnu Hajar Al Asqalani, fathul Baari syarah Shahih Al Bukhari, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2013),
Jilid I, 130

3
‫(عتاب‬mencela) disebutkan secara bersamaan dalam satu hadis, akan tetapi
sebagian periwayat ada yang menyebutkan dan ada yang tidak. Hal tersebut
dilakukan dengan keyakinan bahwa salah satu dari kedua lafazh yang lain.

‫فِي‬termasuk “Fa’ sababiyah” (yang mengindikasikan sebab) yang artinya


seakan-akan pria tersebut sangat pemalu sampai tidak ingin meminta
haknya. Karena itulah ia dicela oleh saudaranya. Rasulullah bersabda

kepadanya, ُ‫ ه‬9‫ َد ْع‬artinya, biarkan dia tetap berada dalam akhlak yang
disunnahkan itu, karena malu adalah sebagian dari iman. Jika sifat malu
menghalangi seseorang untuk menuntut haknya, maka dia akan diberi
pahala sesuai dengan hak yang ditinggalkannya itu. Ibnu Qutaibah berkata,
“Maksudnya, bahwa sifat malu dapat menghalangi dan menghindarkan
seseorang untuk melakukan kemaksiatan sebagaimana iman.Maka sifat
malu disebut sebagai iman, seperti sesuatu dapat diberi nama dengan nama
lainnya yang dapat menggantikan posisinya.”
Untuk itu, pernyataan bahwa sifat malu merupakan sebagian dari iman
termasuk majaz (kiasan).Dalam hadis tersebut, tampaknya orang yang
melarang itu tidak mengetahui bahwa malu termasuk salah satu
kesempurnaan iman, sehingga setelah itu ditegaskan kembali eksistensi dari
sifat malu tersebut.Penegasan itu juga disebabkan karena masalah itu adalah
masalah yang harus diperhatikan, meskipun tidak ada yang mengingkarinya.
Ar-Raghib berkata, “Malu adalah menahan diri dari perbuatan buruk.”Sifat
tersebut merupakan salah satu ciri khusus manusia yang dapat mencegah
dari perbuatan yang memalukan dan membedakannya dengan binatang.Sifat
tersebut merupakan gabungan dari sifat takut dan iffah (menjaga kesucian
diri).Oleh karena itu orang yang malu bukan orang yang fasik, meskipun
jarang sekali kita temukan seorang pemberani yang pemalu.Terkadang sifat
malu juga berarti menahan diri secara mutlak. Ada pula yang berpendapat
bahwa kata tersebut berarti berarti menahan diri, karena takut melakukan
sesuatu yang dibenci oleh syari’at , akal maupun adat kebiasaan. Adapun

4
perkataan Rasulullah SAW, “Malu adalah sebagian dari
Iman”mengandung arti, bahwa merupakan salah satu pengaruh iman.
Al Hulaimi berkata, “Esensi dari rasa malu adalah takut akan dosa,
karena melakukan perbuatan yang tidak terpuji.” Yang lain menambahkan,
bahwa rasa malu terhadap sesuatu yang diharamkan, adalah wajib
hukumnya. Sedangkan terhadap sesuatu yang makruh hukumnya
sunnah.Namun malu terhadap sesuatu yang diperbolehkan (mubah)
hukumnya masih harus disesuaikan dengan adat kebiasaan. Inilah maksud
dari perkataan, “Perasaan malu selalu mendatangkan kebaikan.”Untuk itu,
dapat disimpulkan bahwa menetapkan dan menafikan mubah harus sesuai
dengan syariat.
Diriwayatkan dari sebagian ulama salaf, “Aku melihat bahwa
kemaksiatan itu adlah perbuatan hina, dan demi kehormatan kutinggalkan
kemaksiatan tersebut.Setelah itu terbentuklah ruh agama.”Terkadang rasa
malu kepada Allah lahir karena besarnya nikmat yang diberikan, sehingga
merasa malu menggunakan nikmat tersebut untuk melakukan kemaksiatan
kepada-Nya.Sebagian ulama berkata, “Takutlah kepada Allah sebesar
kekuasaan-Nya atas dirimu, dan malulah kepada-Nya sebesar kedekatan-
Nya kepada dirimu.2
Dijelaskan juga dalam kitab Arba’in An-Nawawi bahwa malu adalah satu
kata yang mencakup perbuatan menjauhi segala apa yang dibenci. Menurut
Ibnul Qayim berkata: “Malu berasal dari kata hayaah(hidup), dan ada yang
berpendapat bahwa malu berasal dari kata al-hayaa(hujan), tetapi makna ini
tidak masyhur. Hidup dan matinya hati seseorang sangat mempengaruhi
sifat malu orang tersebut. Begitu pula dengan hilangnya rasa malu
dipengaruhi oleh kadar kematian hati dan ruh seseorang. Sehingga setiap
kali kita hidup, pada saat itu pula rasa malu menjadi lebih sempurna.
A-Junaid berkata: Rasa malu yaitu melihat kenikmatan dan keteledoran
sehingga menimbulkan suatu kondisi yang disebut dengan malu. Hakikat

2
Ibid, 132

5
malu ialah sikap yang memotifasi untuk meninggalkan keburukan dan
mencegah sikap menyia-nyiakan hak pemiliknya.’’’
Kesimpulan definisi diatas ialah bahwa: Malu adalah akhlak (perangai)
yang mendorong seseorang untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang
buruk dan tercela, sehingga menghalangi seseorang dari melakukan dosa
dan maksiat dan mencegah dari sikap melalaikan hak orang lain.3

B. Keutamaan Malu
1. Malu pada hakikatnya tidak mendatangkan kecuali kebaikan.
Malu mengajak pemiliknya untuk berhias dengan sifat-sfat yang mulia
dan menjauhkan dari sifat-sifat yang hina.
Rasulullah Saw bersabda:

‫ ال يأ تي االّ بخير‬9‫))الحياء‬
“Malu itu tdak mendatangkan melainkan semata-mata kebaikan.”
(Muttafaq ‘alaihi)
Dalam riwayat Muslim disebutkan:

( ‫ خيركله‬9‫)الحياء‬
“Malu itu kebaikan seluruhnya.”
2. Malu adalah cabang iman
Rasulullah bersabda yang artinya:
“Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Cabang
yang paling tinggi adalah perkataan ‘Laa ilaaha illallah,’ dan yang paling
rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan.Dan malu adalah
salah satu cabang iman.
Menurut kami, sesungguhnya orang yang pemalu, berhenti melakukan
maksiat karena malu sebagaimana iman bisa menghentikan maksiat. Oleh
karena itu, ia seolah-olah cabang iman. Biasanya orang Arab memosisikan

3
Yazid bin Abdul Qadir Jawas,Syarah Arba’in An-Nawawi, (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’I,2011),
380

6
sesuatu pada posisi yang lain jika sesuatu itu mirip atau menyerupai yang
lain atau jika ia menjadi sebabnya.4
3. Malu adalah akhlak para malaikat
Rasulullah bersabda yang artinya:
“Apakah tidak pantas aku merasa malu terhadap seseorang yang para
Malaikat merasa malu kepadanya.’’’
4. Malu adalah akhlak Islam
Sabda Rasulullah SAW., “Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak,dan
akhlak Islam adalah malu.’’
5. Malu sebagai pencegah pemiliknya dari melakukan maksiat
Diriwayatkan dari salah seorang sahabat bahwa ia mengecam saudaranya
dalam masalah malu dan seolah-olah ia berkata kepadanya: “Sungguh, malu
telah merugikanmu.” Kemudian Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Biarkan dia, karena malu termasuk iman.’’
Abu ‘Ubaid al-Harawi berkata: “Maknanya, bahwa orang yang malu itu
berhenti dari perbuatan maksiatnya karena rasa malunya... sehingga rasa
malu itu menjadi seperti iman yang mencegah antara dia dan perbuatan
maksiat.
6. Malu senantiasa seiring dengan iman, bila salah satunya tercabut hilanglah
yang lainnya
Sabda Rasulullah “Malu dan iman senantiasa bersama.Apabila salah satunya
dicabut, maka hilanglah yang lainnya.’’
7. Malu akan mengantarkan seseorang ke surga
Rasulullah bersabda yang artinya:
“Malu bagian dari iman, sedang iman tempatnya di Surga.Dan perkataan
kotor bagian dari tabiat kasar, sedang tabiat kasar tempatnya di Neraka.
8. Allah Ta’ala cinta kepada orang-orang yang malu.
Rasulullah bersabda yang artinya:

4
Ibnu Qutaibah, Ensiklopedia Hadis, (Jakarta: Bania Publishing, 2010), Vol I, 239

7
“Sesungguhnya Allah Maha Pemalu, Maha Menutupi, Dia mencintai rasa
malu dan ketertutupan.Apabila salah seorang dari kalian mandi, maka
hendaklah dia menutup diri.”
9. Buah dari rasa malu
` Buah dari rasa malu adalah ‘iffah (menjaga kehormatan).Dan dari buahnya
pula adalah bersifat wafa’ (setia/menepati janji). Imam Ibnu Hibban al-Busti
berkata: “wajib bagi orang yang berakal untuk bersikap malu terhadap
sesama manusia. Diantara berkah yang mulia yang didapat dari
membiasakan diri bersikap malu adalah akan terbiasa berperilaku terpuji
dan menjauhi perilaku tercela. Disamping itu berkah yang lain adalah
selamat dari api Neraka, yakni dengan cara senantiasa malu saat hendak
mengerjakan sesuatu yang dilarang Allah. Karena, manusia memiliki tabiat
baik dan buruk saat bermuamalah dengan Allah dan saat berhubungan sosial
dengan orang lain.5 Bila rasa malunya lebih dominan, maka kuat pula
perilaku baiknya, sedang perilaku jeleknya melemah. Tetapi bila sikap malu
melemah, maka sikap buruknya menguat dan kebaikannya meredup.
10. Tetap terjaganya rasa malu
Rasa malu adalah ciri khas manusia, termasuk salah satu sifat yang sesuai
dengan fitrah, salah satu akhlak malu dalam Islam dan lebih dari itu. 6Efek
positif rasa malu mampu mendorong seseorang menjaga perilaku baik dan
mampu menjadi tameng yang menjaga dirinya dari perbuatan-perbuatan
hina.

C. Jenis Malu
1. Malu yang merupakan karakter dan watak bawaan
Malu seperti ini adalah akhlak paling mulia yang diberikan Allah kepada
seorang hamba. Oleh karena itu, Rasulullah SAW bersabda:

‫ء الَ يَأْ تِ ْي اِالَّ بِ َخي ٍْر‬9ُ ‫ْال َحيَا‬

5
Ibid, 392
6
Abdul Mun’im Ibrahim, Tarbiyyatul Banaat fil Islaam,Terj.Abdul Hayyie al-kattani, ( Jakarta:
Gema Insani,2002), 234

8
“Malu tidak mendatangkan kecuali kebaikan.”
Karena malu seperti ini mrnghalangi seseorang dari mengerjakan
perbuatan buruk dan tercela serta mendorongnya berperangai dengan akhlak
mulia. Dalam konteks ini,malu seperti itu termasuk iman. Al-Jarrah bin
‘Abdullah al-Hakami berkata: “Aku tinggalkan dosa selama empat puluh
tahun karena malu kemudian aku mendapatkan sifat wara’ (takwa).
2. Malu yang timbul karena adanya usaha
Yaitu malu yang didapatkan dengan ma’rifatullah (mengenal Allah)
dengan mengenal keagungan-Nya, kedekatan-Nya dengan hamba-Nya,
perhatian-Nya terhadap mereka, pengetahuan-Nya, terhadap mata yang
khianat dan apa saja yang dirahasiakan oleh hati. Malu yang ang didapat
dengan usaha inilah yang dijadikan oleh pembuat syari’at (Allah Ta’ala)
sebagai bagian dari iman.7
Diantara sifat malu yang tercela adalah malu untuk menuntut ilmu
syar’i, malu mengaji, malu membaca Al-Qur-an, malu melakukan amar
ma’ruf nahi munkar yang menjadi kewajiban seorang muslim, malu untuk
shalat berjamaah di masjid bersama kaum muslimin, malu memakai
busanaMuslimah (jilbab) yang syar’i, laki-laki malu mencari nafkah yang
halal untuk keluarganya, dan yang semisalnya. Sifat malu seperti inilah
yang akan menghalanginya memperoleh kebaikan yang sangat besar.8

7
Ibid, 386-387
8
Ibid, 389

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Malu adalah akhlak (perangai) yang mendorong seseorang untuk
meninggalkan perbuatan-perbuatan yang buruk dan tercela, sehingga
menghalangi seseorang dari melakukan dosa dan maksiat dan mencegah
dari sikap melalaikan hak orang lain.
Keutamaan malu diantara lain Malu pada hakikatnya tidak
mendatangkan kecuali kebaikan, Malu adalah cabang iman, Malu adalah
akhlak para malaikat, Malu adalah akhlak Islam, Malu sebagai pencegah
pemiliknya dari melakukan maksiat, Malu senantiasa seiring dengan iman
bila salah satunya tercabut hilanglah yang lainnya, Malu akan
mengantarkan seseorang ke surga, Allah Ta’ala cinta kepada orang-orang
yang malu.
Jenis malu dibagi menjadi dua yaitu malu yang merupakan
karakter dan watak bawaan dan Malu yang timbul karena adanya usaha.

10

Anda mungkin juga menyukai