Anda di halaman 1dari 13

BIDANG ILMU KONSERVASI GIGI

LAPORAN KASUS
PERAWATAN SALURAN AKAR GANDA

Disusun Oleh:
Dwiki Ramadhan, S.KG
G4B016005

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
2018
LAPORAN KASUS
1. Pemeriksaan Subyektif
a) Chief complain : Pasien datang ingin merawat gigi yang berlubang
b) Present illness : Gigi lubang sudah setahun terakhir, pernah terasa sakit,
dan belum pernah di obati. Saat datang gigi sudah tidak terasa sakit.
c) Past medical history : Tidak ada kelainan.
d) Past dental history : Pasien pernah ke dokter gigi untuk melakukan
perawatan saluran akar gigi.
e) Family history : Tidak ada kelainan.
f) Social history : Seorang mahasiswi.
2. Pemeriksaan Obyektif
a) Ekstraoral : Tidak ada kelainan
b) Intraoral : Gigi 36 terdapat kavitas pada area oklusal, meluas ke
arah distolingual. Tes vitalitas (-), perkusi (-), palpasi (-), dan mobilitas
(-)

3. Pemeriksaan Radiografi (46)


a) Gambaran radiolusen pada bagian kamar pulpa terlihat sudah mengenai
kamar pulpa hingga orifice saluran akar gigi
b) Akar berjumlah 2 dengan saluran akar berbentuk lurus
4. Diagnosa
Nekrosis Pulpa Gigi 46
5. Prognosis
Baik
RESUME PERAWATAN SALURAN AKAR
I. Tahapan Perawatan Sakuran Akar
A. Access Opening
Access opening atau cavity entrance bertujuan untuk memberikan jalan
masuk ke dalam saluran akar, mencari orifice dan mempertahankan sisa struktur
gigi. Pada tahapan access opening pertama-tama yang dilakukan adalah
membuat outline access opening. Outline access opening merupakan proyeksi
ruang pulpa ke permukaan oklusal untuk gigi posterior, atap pulpa dibuang
dengan round bur dengan gerakan dari kamar pulpa ke arah luar. Pengambilan
jaringan pulpa pada kamar pulpa dengan menggunakan ekskavator sampai pada
batas orifice, pengambilan jaringan pulpa pada saluran akar dengan cara jarum
eksterpasi dimasukkan sedalam 2/3 panjang saluran akar kemudian diputar 180o
searah jarum jam kemudian ditarik keluar.

B. Pengukuran Panjang Kerja


Terdapat beberapa cara pengukuran panjang kerja, yaitu :
1. Radiografi
a. Metode Langsung
Ukur panjang gigi estimasi pada radiograf diagnostik (radiograf
preoperatif) pasien, yaitu dari foramen apikal sampai ke titik
referensi. Panjang ini kita kurangi 1 mm, sebagai faktor pengaman
karena kemungkinan terjadi distorsi pada waktu pengambilan
radiograf. Ukur instrumen (file atau reamer) yang akan dipakai untuk
mengukur panjang kerja sesuai perbandingan yang telah dilakukan
sebelumnya dan diberi stopper. Masukkan instrumen tadi ke dalam
saluran akar hingga stopper terletak pada titik referensinya. Lakukan
pemotretan radiograf kembali, kemudian ukur selisih ujung
instrumen dengan foramen apikalis pada radiograf. Selisih ini
ditambahkan panjang instrumen yang masuk saluran akar. Angka ini
merupakan panjang gigi sebenarnya. Panjang kerja didapatkan dari
panjang gigi dikurangi 1 mm.

b. Metode Perbandingan
Metode perbandingan menggunakan rumus
PGS = PAS
PGF PAF
PGS = PAS x PGF
PAF
P kerja = PGS – 1 mm
Keterangan :
PGS = Panjang Gigi Sebenarnya
PGF = Panjang Gigi pada Foto
PAS = Panjang Alat Sebenarnya
PAF = Panjang Alat pada Foto
2. Elektrik
Menggunakan alat root canal meter / apex locater
C. Preparasi Saluran Akar
Terdapat 4 macam teknik preparasi saluran akar
1. Teknik Konvensional
Digunakan untuk saluran akar yang lurus dan besar
Tahapan :
Tentukan panjang kerja
Preparasi saluran akar dari file yang pertama sampai dengan file terbesar
dengan panjang kerja sama
2. Teknik Step Back
Digunakan untuk saluran akar yang bengkok dan sempit
Tahapan :
Preparasi Apikal (Phase 1)
- Menentukan initial file / file awal (File terbesar yang dapat masuk
saluran akar sesuai Panjang Kerja sebelum saluran akar diperbesar)
- File no. 15-25 (MAF)  Sesuai panjang kerja
- Preparasi apikal diakhiri pada MAF (Master Apical File) yang
besarnya minimal 3 nomor di atas initial file (file awal). Besarnya
MAF juga ditentukan oleh :
- Tabel patokan MAF
- Preparasi harus diakhiri sampai white dentin (dentin sehat)
- Gerakan file watch winding (¼ sampai ½ putaran searah jarum jam –
berlawanan jarum jam – ditarik

Preparasi badan saluran akar (Phase 2)


- Proses step back dimulai. Diinstrumentasi dengan file sampai 3 atau
4 nomor di atas MAF, tiap kenaikan nomor file, Panjang kerja
dikurangi 1 mm
- Setiap pergantian nomor  Dilakukan irigasi dan rekapitulasi dengan
file MAF sesuai panjang kerja MAF
- Phase 2 diselesaikan dengan headstrom file (dengan gerakan vertical
push-pull stroke) atau gates glidden drill no. 1, 2, 3, 4, 5, 6 disertai
pelumas

3. Teknik Crown Down


Merupakan modifikasi teknik step back
Hasil : Bentuk corong dengan pelebaran apeks sempit
Tujuan : Meminimalkan terdesaknya jaringan nekrotik ke
foramen apikal selama instrumentasi
Prinsip kerja : Daerah ⅔ koronal preparasi dengan Gates Gliden, ⅓
apikal preparasi dengan file
Tahapan preparasi mengggunakan protaper :
1) Preparasi diawali dengan ekplorasi saluran akar dengan K-file No
10, 15 yang dimasukkan 2/3 panjang saluran akar. Irigasi dilakukan
tiap pergantian file.
2) File S1 (ungu) dimasukkan 2/3 panjang saluran akar, penetrasi
dlakukan dengan memutar searah jarum jam dan dilepaskan dengan
memutar searah jarum jam 45°-90°. Ulangi hingga mencapai
panjang yang diinginkan. Irigasi dan rekapitulasi menggunakan kfile
no 10.
3) File SX (orange) dimasukkan 2/3 panjang saluran akar. Irigasi dan
lakukan rekapitulasi menggunakan kfile no 10.
4) Lakukan gerakan yang sama dengan file S1 dari apikal kearah
koronal kemudian irigasi kembali.
5) File S2 (putih) dimasukkan sesuai panjang kerja. Irigasi dan lakukan
rekapitulasi menggunakan kfile no 15.
6) Setelah saluran akar cukup longgar, gunakan finishing file F1
(kuning) sesuai panjang kerja
7) Gunakan finishing file (F1 kuning-F2 merah-F3 biru) berhenti pada
nomer hingga white dentin tampak
4. Tenik Balance Force
Menggunakan file tipe Flex R atau NitiFlex, digunakan untuk saluran
akar tumbuh lengkap dan diutamakan saluran akar yang sangat bengkok,
misal:
Klas II Type 4 (Bengkok tajam)
Klas II Type 5 ( Huruf “S”)

D. Irigasi Saluran Akar


Macam-macam larutan irigasi, antara lain
1. Sodium Hypochlorite (NaOCl)
NaOCl memiliki sifat bakterisidal yang tinggi dan sangat efektif dalam
melarutkan material nekrotik. Faktor-faktor yang mempengaruhi
keefektifitasan NaOCl, antara lain
a. Waktu kontak: semakin lama NaOCl kontak dengan saluran akar,
efektifitas antimikroba NaOCl semakin lebih baik terutama pada
jaringan nekrotik
b. Panas: memanaskan NaOCl 60-70o akan meningkatkan kemampuan
melarutkan jaringan, tidak memanaskan NaOCl secara berlebihan
karena bisa memecah konstituen NaOCl dan merusak larutan
c. Syringe irigasi khusus: menggunakan jarum irigasi diameter kecil (30
gauge) sehingga cairan irigasi dapat mendekati apeks dan side venting
sehingga cairan irigasi keluar dan bergerak ke samping serta aktivasi
ultrasonic.
Konsentrasi NaOCl yang digunakan, yaitu 5,25% sebagai antiseptik kuat
tapi toksik; 2,5 % sebagai larutan irigasi; 1,25%, 1% atau 0,5%. Apabila
NaOCl keluar sampai jaringan periapikal, komplikasi pemakaian NaOCl
yang dapat terjadi antara lain rasa sakit yang menyiksa, perdarahan
periapikal, dan pembengkakan.
2. Saline
Saline digunakan sebagai larutan dengan aksi flushing action, sebagai
pembilas akhir saluran akar untuk menghilangkan irigan kimia setelah
preparasi saluran akar, tidak dapat melarutkan material organik, dan tidak
efektif sebagai agen antimicrobial.
3. Chlorhexidine gluconate
Chlorhexidine gluconate memiliki aktivitas antibakteri, lebih efektif pada
bakteri gram positif dibandingkan gram negatif, namun tidak dapat
melarutkan material organik. Larutan 2% berfungsi sebagai irigasi saluran
akar, sedangkan larutan 0,2% berfungsi sebagai kontrol aktivitas plak.

4. EDTA (Ethylenediaminetetraacetic acid)


EDTA berfungsi untuk menghilangkan smear layer dan melunakkan
jaringan dentin sehingga membantu preparasi saluran akar yang kecil. Tidak
memiliki sifat antibacterial dan tidak dapat melarutkan jaringan nekrotik.
EDTA tersedia dalam dua bentuk, yaitu viscous atau gel yang digunakan
ketika preparasi saluran akar sebagai pelunak dentin, dan aques atau solution
yang digunakan untuk membuang smear layer. EDTA umumnya digunakan
sebagai larutan irigasi dengan konsentrasi 17% pH 8.
5. Iodine Solution
Iodine Solution memiliki sensitifitas tinggi terhadap E. faecalis. Iodine
Solution digunakan dalam larutan 2% pada 4% aqueous potassium iodide.

E. Trial guttap
Mencoba guttap point dilakukan dengan memilih guttap point yang
nomornya (diameter) sesuai dengan nomor file terakhir yang digunakan pada
preparasi saluran akar tersebut. Guttap point yang dipilih diberi tanda dengan
pensil tinta sesuai dengan panjang kerja. Kemudian guttap point tersebut
menggunakan pinset berkerat dimasukkan ke dalam saluran akar sebatas tanda
yang telah dibuat tadi. Terakhir dilakukan pengecekan apakah guttap point
tersebut telah sesuai panjang dan diameternya dengan mencoba menariknya
keluar dengan menggunakan pinset apakah sudah menunjukkan initial fit / “tug
back” di daerah apikal yang baik (bila sudah ketat dianggap baik initial fitnya)
`
F. Intracanal edicament
Desinfeksi saluran akar didefinisikan sebagai penghancuran mikroorganisme
patogenik setelah dilakukan access opening dan cleaning and shaping saluran
akar menggunakan intracanal medicament. Desinfeksi saluran akar berfungsi
untuk menghancurkan bakteri dan mengurangi gejala simptomatik.
Macam-macam bahan desinfeksi saluran akar, antara lain:
1. Essential Oil (Eugenol)
Merupakan desinfektan lemah, dalam dosis rendah dapat menghambat
sintesis prostaglandi, impuls saraf, dan kemotaksis sel darah putih.
Sedangkan dalam dosis tinggi dapat menginduksi kematian sel dan
menghambat respirasi sel.
2. Phenolic Compound
a. Phenol
Merupakan racun protoplasma dan menyebabkan nekrosis jaringan
lunak. Saat ini jarang digunakan karena memiliki potensi inflamasi
atau toksisitas yang tinggi.
b. Parachlorophenol
Pengganti produk phenol dengan klorin menggantikan salah satu
atom hydrogen (C6H4OHCl). Pada triturasi dengan gum camphor
akan membentuk cairan berminyak. Dianjurkan larutan encer para-
klorofenol 1% untuk membunuh mikroorganime saluran akar, dapat
masuk tubuli dentinalis lebih dalam daripada camphorated
chlorophenol
c. Camphorated Monoparachlorophenol (Para Klorophenol Berkamfer)
Terdiri dari paraklorofenol : gum camphor = 2 : 3. Fungsi camphor
ditambahkan pada paraklorofenol, antara lain sebagai pengencer,
memperlama efek antimikrobial, mengurangi efek iritasi
paraklorofenol. Camphorated Monoparachlorophenol memiliki efek
antimikrobial lebih lama, uap klorofenol berkamfer lewat melalui
foramen apikal. Contoh CHKM (Chlorophenol Champor Menthol)
d. Cresatin (Metakresil Asetat)
Merupakan cairan jernih, stabil, berminyak, dan tidak mudah
menguap. Mempunyai sifat antiseptik dan analgetik, efek
antimikrobial dan iritatit yang lebih rendah dibandingkan formokresol
dan para-formokresol berkamfer.
e. Aldehyde
1) Formaldehyde (Formocresol) Merupakan kombinasi formalin :
kresol = 1:2 atau 1:1. Desinfektan kuat yang bergabung dengan
albumin membentuk substansi tidak dapat dilarutkan, dan tidak
dapat menjadi busuk. Memiliki efek iritatif sehingga digunakan
dalam konsentrasi rendah. Medikamen bakterisidal yang tidak
spesifik dan sangat efektif terhadap mikroorganisme aerobik dan
anaerobik dalam saluran akar. Dapat digunakan untuk dressing
pulpotomi untuk memfiksasi jaringan pulpa. Contoh: TKF
(Trikresol Formalin).
2) Glutaraldehyde
Minyak tanpa warna; agak larut dalam air. Seperti formalin,
merupakan desinfektan kuat dan fiksatif. Digunakan dalam
konsentrasi rendah (2%)
3) Paraformaldehyde
Bentuk polimer dari formaldehyde yang berfungsi sebagai
komponen material obturasi (seperti endomethason). Sifat mirip
dengan formaldehyde.
3. Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2)
Efek fisik, antara lain sebagai barier fisik terhadap masuknya bakteri,
membunuh bakteri dengan cara menutup ruang untuk multiplikasi dan
menghambat pemberian nutrisi pertumbuhan bakteri. Efek kimia dengan
pH tinggi (basa) dapat bersifat antimikroba. Tersedia dalam tiga bentuk,
yaitu pasta: single paste atau dikombinasi barium sulfat; powder:
dicampur larutan saline, kemudian dimasukkan ke dalam saluran akar
menggunakan jarum lentulo; dan point. Keuntungan mudah dimasukkan
ke dalam saluran akar, dapat bertahan selama 7 hari, dan mudah dibuang
dari saluran akar dengan cara diirigasi.
4. Halogen
a. Sodium Hipoklorit
Uap sodium hipoklorit bersifat bakterisidal, namun memiliki
aktivitas sebentar selama 2 hari.
b. Iodine in Potassium Iodide
Berupa larutan iodine 2% dalam potassium iodide. Sangat reaktif,
berkombinasi dengan protein dalam ikatan longgar sehingga
penetrasi tidak terganggu. Memusnahkan mikroorganisme
sebagai agen oksidasi dan inaktivasi sistem enzim seluler bakteri,
namun efek antibakteri sebentar. Paling sedikit mengiritasi, dapat
menyebabkan alergi.
5. Chlorhexidine
Berbentuk points guttapercha yang memiliki matrix dengan 5%
chlorhexidine diacetate. Chlorhexidine efektif melawan bakteri dan
organisme lainnya termasuk jamur meskipun dalam konsentrasi rendah.
6. Antibiotic Paste
Merupakan pasta yang mengandung antibiotik (poliantibiotic paste;
penisilin, metronidazole, tetracycline). Tidak lebih baik dibandingkan
kalsium hidroksida sebagai medikamen. Contoh Ledermix paste
(Doxicycline + Corticosteroids) dapat digunakan dalam terapi emergensi
irreversible pulpitis.

G. Obturasi
Obturasi dilakukan jika tidak ada keluhan, pemeriksaan objektif seperti
perkusi dan palpasi negatif, serta tidak ada eksudat. Menurut Walton dan
Torabinejad (2002), teknik obturasi antara lain sebagai berikut.
a. Teknik Single Cone
Tahapan:
1) Pencampuran pasta saluran akar dan diulaskan pada jarum lentulo dan
guttap point untuk kemudian dimasukan kedalam saluran akar yang telah
dipreparasi jarum lentulo sesuai panjang kerja dan diputar berlawanan
jarum jam
2) Pilih guttap point yang diameternya sesuai dengan file terakhir yang
digunakan pada waktu preparasi saluran akar
3) Tandai guttap point sesuai dengan panjang kerja
4) Masukkan guttap point dalam saluran akar sebatas tanda
5) Guttap point yang memenuhi syarat dapat masuk saluran akar sebatas
panjang kerja dan rapat dengan dinding saluran akar
6) Guttap point di potong 1-2mm dibawah orifice dengan ekskavator yang
ujungnya telah di panasi
7) Kemudian dasar ruang pulpa diberi basis semen ZnPO4 lalu ditutup
kapas dan tumpatan sementara.
b. Teknik Kondensasi Lateral
Tahapan:
1) Pencampuran pasta
2) Guttap point nomor 25 (MAF) diulasi dengan pasta ke saluran akar
sesuai dengan tanda yang telah dibuat dan ditekan kearah lateral
menggunakan spreader
3) Ke dalam saluran akar diberi guttap tambahan, setiap memasukan guttap
di tekan ke arah lateral sampai saluran akar penuh dan spreader tidak
dapat masuk dalam saluran akar
4) Guttap point dipotong 1-2mm dibawah orifice dengan eskavator yang
telah dipanasi
5) Guttap point dipadatkan dengan root canal plugger
6) Bila pengisian sudah baik, maka dasar ruang pulpa diberi basis semen
ZnPO4, ditutup kapas dan tumpatan sementara.
c. Teknik Kondensasi Vertikal
Tahapan:
1) Guttap perca utama dimasukkan sesuai dengan instrumen terakhir yang
digunakan pada saluran dengan teknik step back
2) Dinding saluran dilapisi dengan lapis tipis semen dengan menggunakan
lentulo
3) Ujung koronal kerucut dipotong dengan instrumen panas segera
didorong ke dalam 1/3 koronal guttap perca
4) Condenser vertical dengan ukuran yang sesuai dimasukan dan tekanan
vertical dikenakan pada guttap perca yang telah dipanasi untuk
mendorong guttap perca yang menjadi plastis ke arah apikal
5) Kondensasi diulangi sampai guttap perca plastis menutup saluran
aksesori besar dan mengisi luman saluran akar
6) Bagian sisa saluran diisi dengan potongan tambahan guttap perca panas
7) Bila pengisisan sudah baik, maka dasar pulpa diberi basis semen ZnPO4,
kemudian ditumpat sementara.

Anda mungkin juga menyukai