Anda di halaman 1dari 13

Investigatif dengan Tehnik Audit

Kata “investigasi” dalam akuntansi forensic umumnya berarti audit investigasi atau
investgatif (investigative audit). Karena itu secara alamiah, diantara beberapa tehnik investigasi
ada tehnik-tehnik yang berasal dari tehnik-tehnik audit (audit techniques).

Banyak auditor yang sudah berpengalamanpun, merasa ragu untuk terjun dalam bidang
investigasi. Padahal, tehnik-tehnik audit yang mereka kuasai, memadai untuk dipergunakan
dalam audit investigasi.

Tehnik audit adalah cara-cara yang dipakai dalam mengaudit kewajaran penyajian
laporan keuangan. Hasil dari penerapan tehnik audit adalah bukti audit. Ada tujuh tehnik, yang
dirinci dalam bentuk kata kerja bahasa Indonesia, dengan jenis bukti auditnya dalam kurung
(kata benda bahasa Inggris), yakni:

1.      Memeriksa fisik (physical examination)

2.      Meminta konfirmasi (confirmation)

3.      Memeriksa dokumen (documentation)

4.      Reviu analitikal (analytic review atau analytical review)

5.      Meminta informasi lisan atau tertulis dari auditan (inquiries of the auditee)

6.      Menghitung Kembali (reperformance)

7.      Mengamati (observation)

Kalau tehnik-tehnik audit itu diterapkan dalam audit umum, maka bukti audit yang
berhasil dihimpun akan mendukung pendapat auditor independent. Dalam audit investigative,
tehnik-tehnik audit tersebut bersifat eksplorative, mencari “wilayah garapan”, atau probing
(misalnya dalam reviu analitikal) maupun pedalaman (misalnya dalam confirmation dan
documentation).
Tehnik-tehnik audit relative sederhana untuk diterapkan dalam audit investigative.
Sederhana, namun ampuh. Tema kesederhanaan dalam pemilihan tehnik audit (termasuk audit
investigative).

Tehnik-Tehnik Audit

Ada tehnik audit yang lebih dekat kepada praktek investigasi perpajakan dan organized
crime(seperti Net Worth Method dan Expenditure Method); Ada juga tehnik audit seperti Follow
the Money, yang mempunyai unsure pencucian uang dalam tindak pidananya yang berkaitan erat
dengan naluri penjahat dan sangat dipengaruhi oleh teknologi informasi dalam
pengungkapannya.

Meskipun semua(tujuh) tehnik audit yang disebutkan pembahasan akan berfokus pada
reviu analitikal.

Memeriksa Fisik dan Mengamati

Memeriksa fisik atau physical examination lazimnya diartikan sebagai penghitungan


uang tunai (baik dalam mata uang rupiah atau mata uang asing), kertas berharga, persediaan
barang, aktiva tetap, dan barang berwujud (tangible assets) lainnya.

Mengamati sering diartikan sebagai pemanfaatan indera kita untuk mengetahui sesuatu.
Kalau kita melakukan kunjungan pabrik, kita melihat luasnya pabrik, peralatan yang ada,
kegiatan yang dilakukan, banyaknya dan beragamnya tenaga kerja. Kita juga mendengar sesuatu,
mungkin sesuatu yang wangi (seperti di pabrik parfum, aromatic, obat, dan lain-lain) atau bahkan
bau yang menyengat (misalnya ditempat penyamakan kulit atau tempat pengolahan sampah).
Kita bisa mencicipi,misalnya dipabrik yang menghasilkan makanan. Kita merasa suhu panas atau
dingin ditempat kerja. Singkatnya, mengamati adalah menggunakan indera, bisa salah satu atau
beberapa indera sekaligus.

Dalam kedua tehnik ini investigator menggunakan inderanya, untuk mengetahui atau
memahami sesuatu. Dari beberapa contoh dibawah, kita melihat berbagai tingkat pemahaman
yang bisa diperoleh dari pengamatan dan pemeriksaan fisik:
       Dari kunjungan ke lokasi yang terkena dampak semburan Lumpur panas di Porong, Sidoarjo
tahun 2006, investigator menyaksikan sendiri apa yang terjadi dan luasnya musibah. Ini salah
satu pemahaman. Investigator mempunyai “bayangan”. Pemahaman ini penting ketika nantinya
ia membaca laporan para ahli secara rinci tentang luasnya kerusakan dan besarnya kerugian.

       Dari kunjungan ke wilayah yang terkena gempa, para relawan dan petugas dari dinas Sosial
dapat menentukan jumlah kilometer jalan, rumah, sekolah, rumah ibadah, kantor, pabrik, dan
lain-lain yang rusak. Pemahaman ini lebih dalam dari “bayangan” mengenai intensitas kerugian
akibat semburan Lumpur panas tadi. Disini ada data kuantitatif.

Meminta Informasi dan Konfirmasi

Meminta informasi baik lisan maupun tertulis kepada auditan, merupakan prosedur yang
biasa dilakukan auditor. Pertanyaannya, apakah dalam investigasi hal itu perlu dilakukan?
Apakah sebaiknya kita tidak meminta informasi, supaya yang diperiksa tidak mengetahui apa
yang kita cari? Yang bersangkutan juga mempunyai kepentingan dan peluang untuk berbohong.

Seperti dalam audit juga dalam investigatif, permintaan informasi harus dibarengi,
diperkuat, atau dikolaborasi dengan informasi dari sumber lain atau diperkuat (substantiated)
dengan cara lain. Permintaan informasi sangat penting, dan juga merupakan prosedur yang
normal dalam suatu investigatif.

Meminta konfirmasi adalah meminta pihak lain (dari yang diinvestigasi) untuk
menegaskan kebenaran atau tidak keebenaran suatu informasi. Dalam audit, tehnik ini umumnya
diterapkan untuk mendapat kepastian mengenai saldo utang-piutang. Tapi sebenarnya ia dapat
diterapkan untuk berbagai informasi, keuangan maupun non keuangan.

Memeriksa Dokumen

Tehnik ini tidak memerlukan pembahasan khusus. Tak ada investigasi tanps pemeriksaan
dokumen. Hanya saja, dengan kemajuan teknologi, definisi dokumen menjadi luas, termasuk
informasi yang diolah, disimpan dan dipindahkan secara elektronis/digital.
 

Reviu Analitikal

Dalam reviu analitikal yang penting bukannya perangkat lunaknya, tetapi semangatnya,
Pada dasarnya seorang invvestigator secara intuitif terobsesi dengan “sesuatu yang melenceng”
dan bahwa “something must be wrong because it appears so”. Karena itu ia memerlukan patokan
atau benchmark untuk membandingkannya dengan apa yang dihadapinya. Patokan inilah yang
dirumuskan Stringer dan Stewart sebagai results that may reasonably be expected.

Misalnya kita sedang menginvestigasi suatu bank yang berkewajiban memungut pajak
penghasilan atas bunga yang diperoleh nasabahnya. Apakah bank menyetorkan pajak
penghasilan ini sesuai ketentuan, baik dalam jumlah maupun waktu penyetoran? Apakah
investigasi ini harus dimulai di cabang-cabang atau kantor-kantor perwakilan? Menurut reviu
analitikal,tidak.

Kita mulai dengan mencocokkan angka-angka agregat. Pertama, kita tentukan jumlah
pajak penghasilan yang sudah disetorkan untuk bank secara keseluruhan (Kantor Pusat dan
Cabang-cabang), menurut pembukuan bank itu. Selanjutnya, ini adalah hasil perkalian antar tarif
pajak (misal 10 %) dengan jumlah bunga yang dibayarkan bank itu kepada kepada para
nasabahnya. Perbedaan antara data A dengan data B bisa merupakan perbedaan waktu (timming
difference) saja. Yakni, perbedaan antara saat memotong dan saat menyetor pajak penghasilan.
Timming difference ini juga mudah dialokasi.

Tetapi mungkin juga ada perbedaan yang bersifat tetap (permanent difference) misalnya
dalam hal deposan dalam negeri yang mendapat pembebasan pajak penghasilan dan deposan di
cabang-cabang luar negeri dimana bank tidak berkewajiban memungut pajak penghasilannya.
Perbedaan ini mudah diketahui karena umumnya jumlah deposan dalam negeri yang dibebaskan,
tidak banyak. Sedangkan untuk deposan di cabang-cabang diluar negeri, kita mengabaikan
seluruh data bunga luar negeri (bagian dari data B semula).
Dengan contoh ini, mari kita saji definisi reviu analitikal diatas: a form of deductive
reasoning in which the propriety of the individual details is inferred from evidence of the
reasonableness of the aggregate results. Kiita haeus memulai dari belakang. Pertama, evidence of
the reasonbleness of the aggregate of the results; ini diperoleh dari data B yang diadjust untuk
deposan dalam negeri yang dikecualikan pemungutan pajak penghasilannya dan bunga di
cabang-cabang luar negeri.

Kedua, a form of deductive reasoning. Di sinin kita membuat deduksi dari data agregat,
data global, data menyeluruh, yang dalam hal ini adalah data A dan data B. Deduksi ini
berkenaan dengan the proprierty of the individual details. Individual details disini adalah
pemungutan dan penyetoran pajak penghasilan oleh bank secara transaksi demi transaksi, cabang
demi cabang, atau mungkin per pejabat bank sesuai dengan kewenangannya. Kita “think
ananlytical first”, dan tidak langsung terjun dan menyibukkan diri dengan detailed substantive
test.

Ada bermacam-macam variasi dari tehnik reviu analitical, namun semuanya didasarkan
atas perbandingan antara apa yang dihadapi dengan apa yang layaknya harus terjadi, dan
berusaha menjawab sebabnya tterjadi kesenjangan. Apakah ada kesalahan (error), fraud, atau
salah merumuskan patokannya.

Investigatif Dengan Tehnik Perpajakan

Investigatif dengan tehnik perpajakan menggunakan dua tehnik yang secara luas
dipraktekkan oleh IRS (Internal Revenue Services) di Amerika Serikat. Kedua tehnik investigasi
ini digunakan untuk menentukan panghasilan kena pajak (PKP) yang belum dilaporkan oleh
wajib pajak dalam SPT-nya. Penerapan tehnik-tehnik ini terus berkembang, sehingga menjadi
umum digunakan dalam memerangi organized crime.

Kedua tehnik investigatif ini adalah Net Worth Method dan Expenditure Method.
Keduanya menggunakan logika pembukuan atau akuntansi yang sederhana. IRS
menggunakannya sebagai bukti tidak langsung (circumstantial evidence). Tehnik ini menggeser
beban pembuktian dari negara/fiskus kepada wajib pajak. Perlindungan hak wajib pajak
diperlukan karena pergeseran beban pembuktian tersebut diatas.
NET WORTH METHOD

Net worth method diterapkan oleh kantor pajak Amerika Serikat (IRS). Pemakaiannya
bisa ditelusuri kembali ke tahun 1931 ketika IRS berhasil menjaring Al(fonso) Capone. Sejak
Congress mengundangkan RICO Act pada tahun 1970, penggunaannya diperluas untuk
menemukan indikasi illegal income dari organized crime (kejahatan yang diorganisasi seperti
Mafia,Triad, dan lain-lain).

Net worth method untuk investigasi pajak ingin membuktikan adanya PKP yang belum
dilaporkan oleh wajib pajak. Untuk organized crime yang ingin dibuktikan adalah terdapatnya
penghasilan yang tidak sah, melawan hukum, atau illegal income.

Net Worth Method untuk Perpajakan -

Di Amerika Serikat di mana Net Worth Method diterima sebagai cara pembuktian tidak
langsung, dasar penggunaannya adalah kewajiban wajib pajak untuk melaporkan semua
penghasilannya (sebagaimana didefinisikan oleh undang-undangnya) dalam tax returns mereka.
Ketentuan serupa juga berlaku di Indonesia di mana wajib pajak diwajibkan penghasilannya
secara lengkap dan benar dalam SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan, dalam hal ini SPT PPh).

Pemeriksa pajak menetapkan net worth atau kekayaan bersih pada awal tahun. Ini
diperoleh dari pengurangan seluruh assets seseorang dengan seluruh liabilities-nya. Jadi di awal
tahun tertentu,sebutlah Tahun-1, net worth = assets-lialibilities. Hal yang sama dilakukan untuk
menentukan net worth Tahun-2.

Selanjutnya, net worth Tahun-1 dibandingkan dengan net worth tahun-2. perbandingan
ini akan menghasilkan kenaikan net worth (net worth increase) yang seharusnya sama dengan
PKP untuk tahun-2. Karena itu kenaikan net worth ini dibandingkan dengan penghasilan yang
dilaporkan dalam SPT PPh tahun-2.

EXPENDITURE METHOD
Sebagaimana halnya dengan Net Worth yang dijelaskan, penerapan Expenditure Method
juga dipelopori IRS. Expenditure Method yang merupakan derivasi atau turunan dari net worth
method digunakan IRS sejak tahun 1940an. Ketika RICO Act diundangkan dalam tahun 1970,
Expenditure Method dimanfaatkan sebagai petunjuk organized crime. Expenditure Method juga
merupakan cara pembuktian tidak langsung.

Seperti Net Worth Method, Expenditure Method juga dimaksudkan untuk menentukan
unreported taxable income. Expenditure Method lebih cocok untuk para wajib pajak yang tidak
mengumpulkan harta benda, tetapi mempunyai pengeluaran-pengeluaran besar (mewah).

Expenditure Method lebih populer dari Net Worth Method, karena Expenditure Method
lebih mudah dibuat atau dihitung, dan juga lebih mudah dimengerti oleh orang awam.
Mahkamah Agung di Amerika Serikat tidak menetapkan Expenditure Method secara khusus
sebagai alat pembuktian, karena Expenditure Method dianggap derivasi atau turunan dari Net
Worth Method. Seorang akuntan harusnya mampu menghitung unreported taxable income
berdasarkan Net Worth Method akan mengkonversikannya ke Expenditure Method.

Expenditure Method harusnya digunakan untuk kasus-kasus perpajakan apabila kondisi-


kondisi berikut sangat kuat atau dominan:

1. Wajib pajak tidak menyelenggarakan pembukuan atau catatan.


2. Pembukuan dan catatan wajib pajak tidak tersedia, misalnya karena terbakar.
3. Wajib pajak menyelenggarakan pembukuan tetapi tidak memadai.
4. Wajib pajak menyembunyikan pembukuan.
5. Wajib pajak tidak mempunyai assets yang terlihat atau dapat diidentifikasi.

Expenditure Method harusnya digunakan untuk kasus-kasus organized crime apabila kondisi-
kondisi berikut sangat kuat atau dominan:

1.      Tersangka kelihatannya tidak membeli asset seperti rumah, tanah, saham, perhiasan, mobil atau
kapal mewah, dan seterusnya.

2.      Tersangka mempunyai gaya hidup mewah dan agaknya diluar kemampuannya.

3.      Tersangka diduga mengepalai jaringan kejahatan, atau semua saksi yang memberatkan dia
adalah para penjahat yang sudah dijatuhi hukuman.
4.      Illegal income harus ditentukan untuk menghitung denda (misalnya dalam kejahatan penebangan
hutan ilegal), menghitung kerugian negara (dalam kasus korupsi), dan pungutan negara lainnya.

Expenditure Method adalah derivasi dari Net Worth Method. Namun, perlakuan terhadap
asset dan liabilities-nya berbeda. Misalnya, dalam Net Worth Method penyidik akan
mencantumkan saldo akhir kas dan bank. Dalam Expenditure Method, hanya perubahannya yang
diambil (kenaikan atau penurunan kas dan bank). Hal yang sama juga berlaku untuk persediaan
barang, piutang, utang, dan pinjaman bank. Depresiasi, amortisasi, deplesi, deffered gains, dan
semacamnya juga diabaikan dalam Expenditure Method ini sebenarnya merupakan hal yang
elementer untuk seorang akuntan.

FOLLOW THE MONEY


Pertama kita akan melihat naluri penjahat. Tanpa disadarinya, nalurinya ini akan
meninggalkan jejak-jejak berupa gambaran mengenai arus uang. Jejak-jejak uang atau money
trails inilah yang dipetakan oleh penyidik.

Ketentuan perundang-undangan mengenai tindak pidana pencucian uang menginagtkan


kita bahwa bukan kejahatan utamanya saja (seperti korupsi, penyuapan, penyelundupan barang
dan manusia, pencurian, prostitusi, terorisme, dan lain-lain) yang merupakan tindak pidana,
tetapi juga pencucian uangnya adalah tindak pidana.

Uang sangat cair/likuid, mudah mengalir. Itulah sebabnya Follow The Money
mempunyai banyak peluang untuk digunakan dalam investigatif. Namun, mata uang kejahatan
atau currency of crime bukanlah uang semata-mata. Mengetahui currency of crimeakan
membuka peluang baru untuk menerapkan tehnik Follow The Money.
Naluri Penjahat
Dalam setiap kejahatan pada umumnya, dan fraud khususnya, ada suatu gejala yang
sangat lumrah, yakni pelaku berupaya memberi kesan bahwa ia tidak terlibat fraud. Untuk itu,
pelaku “harus jauh” dari fraud itu sendiri dan “harus jauh” dari uang yang merupakan hasil
kejahatan. Itulah sebabnya, salah satu aksioma dalam fraud ialah fraud is hidden atau fraud itu
tersembunyi.
Di lain pihak, motive dari perbuatan fraud itu sendiri pada umumnya, adalah
mendapatkan uang. Kalaupun bukanitu motive-nya ada aliran uang ke diri pelaku(atau
keluarganya).pada akhirnya ada arus uang atau dana dari “tempat persembunyian” atau “tempat
penitipan” yang mengalir ke alamat sipelaku utama.

Jejak-jejak kejahatan, dalam hal ini, berupa arus uang. Karena itu, dalam mencari pelaku,
investigator menelusuri jejak-jejak uang ini. Tehnik investigatif yang menelusuri arus dana dan
mencari muaranya, disebut Follow The Money.

Kriminalisasi dari pencucian uang


Pola perilaku pelaku kejahatan dengan “menjauhkan” uang dari pelaku dan perbuatannya
dilakukan melalui cara placement, layering, dan integration. Tindak perbuatan ini denga tegas
diperlakukan serbagai tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 15 tahun
2002 tentang Tindak pidana Pencucian uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
nomor 25 tahun 2003.

Dengan diperlakukannya pencucian uang sebagai tindak pidana (kriminalisasi dari


pencucian uang), maka banyak kasus kejahatan (termasuk tindak pidana korupsi) dapat diproses
(pengadilan) melalui kejahatan utamanya dan melalui pencucian uangnya.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merupakan lembaga yang
penting untuk mengungkapkan pelaku-pelaku dengan menelusuri laporan-laporan dari berbagai
sumber, tanpa harus membuktikan kejahatan utamanya.

Follow The Money dan Data Mining


Tehnik investigasi ini sebenarnya sangat sederhana. Kesulitannya adalah datanya sangat
banyak dalam hitungan terabytes. Kita tidak bisa mulai dengan pelakunya, yang kita ingin kita
lihat justru adanya pola-pola arus dana yang menuju ke suatu tempat (yang memberi indikasi
tentang pelaku atau otak kejahatan).

Disamping kerumitan karena data yang begitu besar, juga diperlukan kecermatan dan
persistensi dalam mengumpulkan bahan-bahannya. Kemajuan yang sangat pesat di bidang
teknologi informasi, memfasilitasi proses ini.
Investigatif Tindak Pidana Korupsi

Tindak Pidana Korupsi (TPK) dilihat dari ketentuan perundangan yang berlaku di
Indonesia. Yang akan dipakai sebagai acuan dalam pembahasan ini adalah Undang-Undang
nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001
tentang pemberantasan TPK. Untuk TPK yang dilakukan sebelum berlakunya undang-undang
ini, yakni tanggal 21 november 2001, berlaku Undang-Undang nomor 3 tahun 1971.

Analisis pasal-pasal TPK akan menganalisis semua pasal yang mengandung TPK ke
dalam unsur-unsurnya, bagian inti atau bestanddeel. Pendekatan ini dipakai oleh penyelidik,
penyidik, dan jaksa penuntut umum.

Keberhasilan atau kegagalan suatu investigatif TPK, di luar masalah penyuapan kepada
penegak hukum, ditentukan oleh kemampuan membuktikan bagian-bagian inti dan meyakinkan
majelis hakim dalam persidangan pengadilan.

14. Analisis Pasal-Pasal TPK

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,


mencakup 30 tindak pidana yang diartikan sebagai tindak pidana korupsi (TPK). Ini dapat dilihat dalam
pasal-pasal dan ayat-ayat yang berikut:

No. Pasal No. Pasal No. Pasal


1. 2 11. 7 ayat (2) 21. 12 huruf f
2. 3 12. 8 22. 12 huruf g
3. 5 ayat (1) huruf a 13. 9 23. 12 huruf h
4. 5 ayat (1) huruf b 14. 10 24. 12 huruf i
5. 6 ayat (1) huruf a 15. 11 25. 12 B
6. 6 ayat (1)huruf b 16. 12 huruf a 26. 12 C
7. 7 ayat (1) huruf a 17. 12 huruf b 27. 13
8. 7 ayat (1) huruf b 18. 12 huruf c 28. 14
9. 7 ayat (1) huruf c 19. 12 huruf d 29. 15
10. 7 ayat (1) huruf d 20. 12 huruf e 30. 16
Pemeriksa memfokuskan investigasinya pada pencarian indikasi-indikasi atau bukti awal dari
masing-masing unsur atau bagian inti TPK. Dengan meningkat dan mendalamnya investigasi,
maka upaya diarahkan kepada pengumpulan dan penyajian alat-alat bukti.
Karena itu, penting sekali bagi pemeriksa untuk mengetahui bagian inti atau berstanddeel
dari ke 30 TPK. Dalam uraian pasal-pasal dan ayat-ayat yang mencangkup ke 30 TPK,
berstanddeel ini digaris bawahi. Pasal-pasal ini juga disertai dengan penjelasan undang-
undangnya.

Dalam dokumentasi investigasinya, pemeriksa merinci semua indikasi dan alat bukti
untuk masing-masing bagian inti atau tindak pidana korupsi yang disangkakan atau didakwakan.

Beberapa Konsep Undang-Undang TPK


Dibawah ini ada catatan mengenai beberapa konsep, baik yang secara umum dikenal
dalam KUHP dan KUHAP, maupun yang khas untuk TPK. Konsep-konsep itu adalah:

 Alat bukti yang sah


 Beban pembuktian terbalik
 Gugatan perdata atas harta yang disembunyikan
 Pemidanaan secara in absentia
 “Memperkaya” versus” Menguntungkan”
 Pidana mati
 Nullum delictum
 Concursus idealis
 Concursus realis
 Perbuatan berlanjut
 “Lepas dari tuntutan hukum” versus “ bebas”

Konsep ini dimaksudkan untuk membantu investigator yang tidak mempunyai latar
belakang pendidikan hukum. Dalam analisis kasus para investigator dapat melihat penerapan
sebagian konsep-konsep ini.

Analisis Beberapa Kasus Korupsi

Para akuntan forensik dapat menarik pelajaran berharga dari pendapat dan komentar para
ahli hukum, mengenai kasus-kasus yang sudah ada putusan hakim. Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah
adalah seorang di antara ahli hukum pidana dan hukum secara pidana yang banyak menulis
tentang kasus-kasus korupsi.

Dalam bukunya, Profesor Andi Hamzah secara rinci mencantumkan posisi dan analisis
kasusnya. Analisis di bawah merupakan ringkasan untuk menonjolkan hal-hal yang penting bagi
akuntan forensik. Para akuntan forensik sebaiknya mempelajari secara utuh dokumentasi dari
suatu kasus, yakni sejak surat dakwaan yang diajukan penuntut umum, sampai kepada putusan
Mahkamah Agung.

Kasus Samadikun Hartono

Penuntut Umum mendakwa Samadikun Hartono (Presiden Komisaris PT Bank Modern


Tbk), bersama-sama dengan Bambang Trianto ( Presiden Direktur PT Bank Modern Tbk):

Dakwaan Primair:

Secara berlanjut melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan
secara melawan hukum atau secara tidak patut menggunakan uang atau menyalurkan sejumlah
dana BLBI atau bertentangan dengan peruntukkannya yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan negara sebesar Rp 169.492.986.461,54

Dakwaan Subsidair:

Dengan perbuatan itu juga menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan dengan
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan, yang langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara.
Menarik sekali apa yang dikatakan Andi Hamzah mengenai putusan Pengadilan Negeri
dan Mahkamah Agung dalam kasus Samadikun Hartono, serta tragedi pada akhirnya:

Didalam pertimbangan Pengadilan Negeri perbuatan terdakwa tidak dapat


dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum karena itu, terdakwa dibebaskan dari segala
dakwaan baik yang primair maupun yang subsidiair.
Nyata sekali kekeliruan hakim karena pada dakwaan subsidiair yang terdakwa juga
dibebaskan, tidak ada bagian inti (bestandeel) melawan hukum, sehingga tidak perlu dibuktikan.

Investigatif Pengadaan

Pengadaan merupakan salah satu sumber korupsi terbesar dalam sektor keuangan publik.
Tiap-tiap tahun BPK maupun BPKP, melaporkan kasus pengadaan yang mengansung unsur
tindak pidana korupsi. Tidak banyak yang masuk ke persidangan pengadilan. Beberapa kasus
pengadaan yang berhasil diselesaikan di pengadilan, membuyarkan legenda bahwa mark-up
“hanya” 30%.

Cara-cara investigasi yang dijelaskan di bawah, diterapkan dalam pengadaan yang menggunakan
sistem tender atau penawaran secara terbuka. Dalam sistem ini, lazimnya ada tiga tahapan besar
sebagai berikut:

1. Tahap pra tender


2. Tahap penawaran dan negoisasi
3. Tahap pelaksanaan dan penyelesaian administratif

Auditor harus menguasai seluk-beluk dan potensi fraud dalam setiap tahap. Yang dapat
membantunya adalah gejala-gejala yang sering muncul ke permukaan pada setiap tahap tersebut
diatas.

Anda mungkin juga menyukai