Disusun Oleh :
Es Jumiati 21117051
Hermawati 21117063
Ludiya 21117076
Ramadhoni 21117097
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senatiasa melimpahkan rahmat dan
hidayahnya serta kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan laporan makalah
dengan judul “Anak Dengan Kebutuhan Khusus.”
Tujuan dari pembuatan laporan makalah ini, untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Keperawatan Jiwa II Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes
Muhammadiyah Palembang.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam
laporan ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Tujuan penulisan.......................................................................................2
C. Manfaat Penulisan.....................................................................................3
BAB IV PENUTUP..............................................................................................36
A. Kesimpulan ...............................................................................................36
B. Saran..........................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................38
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai
berikut:
2
B. Rumusan Masalah Tujuan
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Melakukan asuhan keperawatan jiwa pada anak dengan kebutuhan khusus.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan jiwa pada anak dengan kebutuhan khusus.
b. Menetapkan diagnosis keperawatan jiwa pada anak dengan kebutuhan khusus.
c. Menyusun rencana keperawatan jiwa pada anak dengan kebutuhan khusus.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Manfaat hasil penelitian secara teoritis diharapkan perawat dapat memberikan
asuhan keperawatan, memperbaiki dan mengembangkan kualitas pendidikan
ataupun kualitas pembelajaran, khususnya yang berkaitan dengan anak
berkebutuhan khusus. Sebagai kajian pustaka bagi mereka yang akan
melaksanakan penelitian dalam bidang yang sama.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Orang tua
- Penelitian ini diharapkan dapat perhatian orang tua agar bisa lebih
memperhatikan dan memotivasi anak dalam belajar.
3
- Memberi masukan bahwa keberhasilan anak dalam belajar tidak hanya
dipengaruhi oleh aktivitas belajar disekolah saja tetapi juga dipengaruhi
oleh motivasi dan perhatian dari orang tua.
b. Bagi Anak
- Memberi motivasi anak dalam kehidupan sehari-hari sehingga diharapkan
anak mampu menumbuhkan hidup yang lebih baik dan minat belajar pada
dirinya dengan membiasakan belajar untuk meningkatkan hasil belajar.
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
5
anak berkebutuhan khusus, seperti brain injury yang bisa mengakibatkan
kecacatan tunaganda. Dalam konteks psikologis, anak berkebutuhan khusus lebih
mudah dikenali dari sikap dan perilaku, seperti gangguan pada kemampuan belajar
pada anak slow learner, gangguan kemampuan emosional dan berinteraksi pada
anak autis, gangguan kemampuan berbicara pada anak autis dan ADHD.
B. Etiologi
1. Pre-Natal
6
a. Infeksi Kehamilan
Infeksi kehamilan ini bisa terjadi akibat virus Liptospirosis yang
berasal dari air kencing tikus, lalu virus maternal rubella/morbili/campak
Jerman dan virus retrolanta FibroplasiaRLF.
b. Gangguan Genetika
Gangguan genetika ini dapat terjadi akibat kelainan kromosom,
transformasi yang mengakibatkan keracunan darah (Toxaenia) atau faktor
keturunan.
c. Usia Ibu Hamil (high risk group)
Usia ibu hamil yang beresiko menyebabkan kelainan pada bayi adalah
usia yang terlalu muda, yaitu 12-15 tahun dan terlalu tua, yaitu di atas 40
tahun. Usia yang terlalu muda memiliki organ seksual dan kandungan yang
pada dasarnya sudah matang dan siap untuk memiliki janin namun secara
psikologis belum siap terutama dari sisi perkembangan emosional sehingga
mudah stres dan depresi. Wanita dengan usia di atas 40, sejalan dengan
perkembangan jaman dan semakin banyaknya polusi zat serta pola hidup
yang tidak sehat, bisa menyebabkan kandungan wanita tersebut tidak sehat
dan mudah terinfeksi penyakit.
d. Keracunan Saat Hamil
Keracunan dapat terjadi saat hamil, yaitu bisa diakibatkan janin yang
kekurangan vitamin atau bahkan kelebihan zat besi /timbal misalnya dari
hewan laut seperti mengkonsumsi kerang hijau dan tuna instant secara
berlebihan. Selain itu, penggunaan obat-obatan kontrasepsi ketika wanita
mengalami kehamilan yang tidak diinginkan seperti percobaan abortus yang
gagal, sangat memungkinkan bayi lahir cacat.
e. Penyakit menahun seperti TBC (tuberculosis)
Penyakit TBC ini dapat terjangkit pada individu yang tertular oleh
pengidap TBC lain, atau terjangkit TBC akibat bakteri dari lingkungan
(sanitasi) yang kotor. Penyakit TCB ini harus mendapatkan perawatan
khusus dan rutin. Pada ibu hamil yang mengidap TBC, maka dapat
7
mengganggu metabolisme tubuh ibu dan janin sehingga bayi bisa tumbuh
tidak sempurna.
f. Infeksi karena penyakit kotor
Penyakit kotor yang dimaksud adalah penyakit kelamin/sipilis yang
bisa terjangkit pada ibu. Organ kelamin yang terkena infeksi penyakit sipilis
ini dapat menyebabkan tubuh ibu menjadi lemah dan mudah terkena
penyakit lainnya yang dapat membahayakan bagi janin dan ibu.
h. Faktor rhesus (Rh) anoxia prenatal, kekurangan oksigen pada calon bayi
Jenis rhesus darah ibu cukup menentukan kondisi bayi, terutama jika
berbeda dengan bapak. Kelainan lainnya adalah ibu yang terjangkit virus
yang bisa menyebabkan janin kekurangan oksigen sehingga pertumbuhan
otak janin terganggu.
i. Pengalaman traumatic yang menimpa pada ibu
Pengalaman traumatic ini bisa berupa shock akibat ketegangan saat
melahirkan pada kehamilan sebelumnya, syndrome baby blue, yaitu depresi
yang pernah dialami ibu akibat kelahiran bayi, atau trauma akibat benturan
pada kandungan saat kehamilan.
j. Penggunaan sinar X
Radiasi sinar X dari USG yang berlebihan, atau rontgent, atau terkena
sinar alat-alat pabrik, dapat menyebabkan kecacatan pada bayi karena
merusak sel kromosom janin.
8
2. Peri-Natal
Sering juga disebut natal, waktu terjadinya kelainan pada saat proses
kelahiran dan menjelang serta sesaat setelah proses kelahiran. Misalnya
kelahiran yang sulit, pertolongan yang salah, persalinan yang tidak spontan,
lahir prematur, berat badan lahir rendah, infeksi karena ibu mengidap Sipilis.
9
c. Pendarahan
Pendarahan pada ibu bisa terjadi akibat placenta previa, yaitu jalan
keluar bayi yang tertutup oleh plasenta, sehingga ketika janin semakin
membesar, maka gerakan ibu dapat membenturkan kepala bayi pada plasenta
yang mudah berdarah, bahkan sangat membahayakan ketika bayi dipaksa
lahir normal dalam kondisi tersebut. Pendarahan juga bisa terjadi karena ibu
terjangkit penyakit (sipilis, AIDS/HIV, kista).
d. Kelahiran sungsang
Bayi normal akan lahir dalam proses kepala keluar terlebih dahulu.
Bayi dikatakan sungsang apabila kaki atau bokong bahkan tangan yang
keluar dulu. Ibu bisa melahirkan bayinya secara sungsang tanpa bantuan alat
apapun, namun ini sangat beresiko bayi menjadi cacat karena kepala yang
lebih lama dalam kandungan, bahkan bisa berakibat kematian bayi dan ibu.
Ketika posisi bayi sungsang, biasanya dokter menganjurkan untuk
melakukan operasi caesar agar terhindar dari resiko kecacatan dan kematian
bayi.
e. Tulang ibu yang tidak proporsional (Disproporsi sefalopelvik)
Ibu yang memiliki kelainan bentuk tulang pinggul atau tulang pelvik,
dapat menekan kepala bayi saat proses kelahiran. Hal ini dapat dihindari
dengan melakukan operasi caesar saat melahirkan.
3. Pasca-natal
10
a. Penyakit infeksi bakteri (TBC), virus (meningitis, enchepalitis), diabetes
melitus, penyakit panas tinggi dan kejang-kejang (stuip), radang telinga
(otitis media), malaria Tropicana
Penyakit-penyakit tersebut adalah penyakit-penyakit kronis yang bisa
disembuhkan dengan pengobatan yang intensif, namun jika terkena pada
bayi maka dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan fisik dan
mental anak, karena terkait dengan pertumbuhan otak di tahun-tahun
pertama kehidupan (golden age).
c. Kecelakaan
Kecelakaan pada bayi terutama pada area kepala dapat mengakibatkan
luka pada otak (brain injury), dan otak sebagai organ utama kehidupan
manusia jika mengalami kerusakan maka dapat merusak pula sistem/fungsi
tubuh lainnya.
d. Keracunan
Racun yang masuk dalam tubuh bayi, bisa dari makanan dan minuman
yang dikonsumsi bayi, jika daya tahan tubuh bayi lemah maka dapat
meracuni secara permanen. Racun bisa berasal dari makanan yang
kadaluarsa/busuk atau makanan yang mengandung zat psikoaktif. Racun
yang menyebar dalam darah bisa dialirkan pula ke otak dan menyebabkan
kecacatan pada bayi.
11
C. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
12
- Anak dengan gangguan komunikasi bisa disebut tunawicara, yaitu anak yang
mengalami kelainan suara,artikulasi (pengucapan), atau kelancaran
bicara,yang mengakibatkan terjadi penyimpangan bentuk bahasa,isi
bahasa,atau fungsi bahasa.
- Hiperaktif, secara psikologis hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang
tidak normal, disebabkan disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak
mampu mengendalikan gerakan dan memusatkan perhatian.
13
D. Ciri – ciri Anak Berkebutuhan Khusus
1. Anak berkesulitan belajar
Anak berkesulitan belajar secara fisik seperti anak tanpa gangguan pada
umumnya. Namun jika ciri-ciri berikut muncul pada anak, maka orang tua atau
guru dapat segera dapat mengambil tindakan yang dibutuhkan untuk membantu
anak. Ciri-ciri anak dengan kesulitan belajar adalah sebagai berikut :
a. Secara kognitif, berkaitan dengan atensi, persepsi, gangguan memori, proses
informasinya.
b. Secara akademik, bermasalah pada kegiatan membaca, menulis, matematika
dan berbahasa verbal.
c. Secara sosial dan emosional, umumnya memiliki harga diri yang rendah
karena dianggap sebagai anak yang tidak mampu. Dengan kesulitannya ini
anak menjadi mengganggap dirinya tidak mampu untuk melakukan sesuatu.
d. Secara perilaku, mereka menjadi sulit untuk mengendalikan gerak tubuhnya,
tidak mau duduk diam, berbicara terus, melakukan agresi fisik dan verbal.
14
c. Tingkah laku adaptifnyapun ada mengalami gangguan terutama dalam hal
komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan sosial, kehidupan sehari-hari,
menikmati waktu senggang, kesehatan dan keselamatan, kemampuan
mengarahkan diri, fungsi akademis, dan keterlibatan dimasyarakat.
d. Secara emosional, mereka seringkali terperosok dalam kondisi kesepian,
depresi.
e. Secara fisik dan medis, biasanya tidak ada kondisi fisik dan medis yang
sangat berbeda dengan anak kebanyakan.
3. Anak dengan kelainan fisik
a. Secara kognitif dan akademik, anak dengan gangguan fisik akan memiliki
fungsi kognitif dengan rentang dari yang rendah hingga yang tinggi.
Sehingga anak-anak yang mengalami gangguan fisik namun memiliki
kemampuan kognitif yang baik maka ia akan dapat berkembang dengan
baik, asalkan gangguan fisiknya dapat ditangani dengan baik. Misalkan anak
yang tidak memiliki kaki yang lengkap namun pintar ia dapat masuk sekolah
dimana sekolah itu memberikan fasilitas yang cukup sehingga anak tersebut
tidak memperoleh kesulitan mengakses kelas dan ruang-ruang lainnya.
b. Secara perilaku, anak dapat terganggu apabila gangguan yang dimilikinya itu
menghambat gerakan, interaksi dengan orang lain. Sehingga anak perlu
mendapat keterampilan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan dan
diperlukannya.
c. Secara emosional, pada umumnya anak dengan gangguan fisik ini akan
memiliki konsep diri yang rendah. Oleh karena itu harus terus didukung dan
dikembangkan konsep diri yang positif pada anak tersebut.
d. Secara sosial, anak dengan gangguan fisik sangat memerlukan bantuan orang
lain untuk dapat berinteraksi dengan teman sebayanya. Mereka memerlukan
akses yang sesuai sehingga gangguan fisik yang dimilikinya tidak terhambat.
15
e. Secara fisik dan medis, anak dengan gangguan ini akan memiliki kondisi
fisik dan medis yang berbeda dengan anak secara umum dan memerlukan
perhatian yang khusus.
4. Anak dengan hambatan berbicara dan bahasa
16
a. Secara kognitif mengalami gangguan karena memiliki keterbatasan dalam
variasi dan rentang pengalaman yang didapatkan, mobilitas dan interaksi
dengan lingkungan menjadi terhambat. Namun pada beberapa orang dengan
kehilangan kemampuan penglihatannya memiliki kemampuan kognitif yang
baik bahkan berbakat.
b. Secara akademis apabila ia tidak mengalami keterbatasan secara kognitif
maka ia dapat memperlihatkan hasil belajar yang baik asalkan lingkungan
sekitar memberikan dukungan yang penuh dengan alat-alat bantu yang
memadai.
c. Secara sosial dan emosional anak dengan kehilangan kemampuan
penglihatan dapat mengalami kesulitan untuk mengembangkan
keterampilan-keterampilan sosial karena ia sulit untuk dapat mengamati,
menirukan dan menunjukkan tingkah laku sosial yang tepat. Agar
ketrampilan sosial ini dapat berkembang maka anakanak tersebut harus
mendapatkan instruksi yang sifatnya sistematis dan langsung yang berkaitan
dengan aspek-aspek sosial emosional yang harus dilakukan.
d. Dalam berperilaku seringkali terlihat kurang matang, merasa terisolasi dan
kurang asertif terutama sekali jika lingkungan kurang kondusif. Selain itu
ada perilaku stereotip yang dimunculkan seperti mengerjapkan mata,
menjentikan jari, menggoyangkan badan atau kepala, atau menggeliatkan
badan. Hal ini sering muncul dikarenakan mereka kehilangan stimulasi
sensori, terbatasnya gerakan dan aktivitas mereka dilingkungan, kurangnya
interaksi sosial.
17
b. Gangguan pendengaran taraf ringan (41 – 55 dB). Pada tahap ini anak sudah
membutuhkan alat bantu dengar agar dapat menerima informasi percakapan.
Minimal ketika percakapan terjadi harus dalam posisi saling berhadapan.
c. Gangguan pendengara taraf sedang (56 – 70 dB). Pada tahap ini anak mulai
kesulitan dalam memahami percakapan, kecuali diucapkan dengan sangat
keras.
d. Gangguan pendengaran taraf berat (71 – 90 dB). Anak sangat sulit
mendengar suara walau dengan alat bantu sekalipun, tetapi masih dapat
mendengar sangat sayup.
e. Gangguan pendengaran taraf sangat berat (≥ 90 dB). Anak yang berada di
tahap ini sudah tidak dapat mendengar suara apapun, hanya getaran saja
yang dapat dirasakannya. Pada umumnya anak pada tahap ini mengandalkan
penglihatan sebagai alat komunikasi utamanya.
18
8. Anak dengan Gangguan Spektrum Autis
Karakteristik dari anak dengan gangguan spektrum autistik adalah:
a. Secara kognitif, mereka dapat memiliki kecerdasan dari tingkat yang rendah
hingga di atas rata-rata.
b. Mereka memiliki ”rote memory” dimana ia akan dapat dengan mudah
mengingat segala sesuatu tanpa memaknainya, sehingga ia akan dapat
mengeluarkan kembali ingatan tersebut dalam konteks yang tidak tepat.
c. Sangat sulit untuk memotivasi seorang anak dengan gangguan spektrum
autistik hal ini dikarenakan mereka terfokus pada satu hal saja.
d. Secara sosial emosional, mereka mengalami kesulitan karena mereka tidak
memiliki kemampuan untuk berkomunikasi, intonasi bicara yang sangat
datar, mengulang kata-kata yang tidak bermakna, dan berkomunikasi tanpa
mengindahkan konteks sosial.
e. Secara perilaku, anak cenderung hanya memperhatikan atau merespon pada
satu stimulus saja yang bermakna bagi dirinya sendiri dan tidak
mengindahkan hal lain di sekitarnya.
f. Mereka sering memunculkan tingkahlaku yang sama dan dilakukan
berulang-ulang seperti mengepakkan tangan, bertepuk tangan,
menggoyangkan badan. Sangat sulit bagi mereka untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan yang baru atau berubah-ubah.
g. Mengalami kesulitan pada aspek sensoris seperti auditory dan visual.
19
a. Tugas Perkembangan Bayi
Pertumbuhan fisik: berat badan, tinggi badan, pembentukan tulang,
pengendalian otot, pertumbuhan lemak, gigi, saraf.
Fungsi Psikologis: masuk dalam tahapan sensory motorik (Piaget),
terbentuknya trust (Erikson)
Perkembangan bicara dan pengertian (mulai mengucap satu sampai
beberapa kata, mengenal konsep sederhana)
Munculnya perilaku emosional dan sosialisasi (terbentuknya attachment
positif dengan caregiver, mulai tertarik dengan teman dan mengenal
sosialisasi sederhana)
Tumbuh minat bermain (mengamati dan melakukan berbagai permainan
dengan konsep trial-error dan belajar sosial)
Awal moralitas (hanya mengenal aturan melalui motor activity (Piaget),
perilaku responsive – cap baik/cap buruk (Kohlberg))
Permulaan penggolongan peran seks (mengenal peran seksnya, menyadari
dirinya perempuan atau laki-laki)
Keterampilan motorik: daerah kepala (kekuatan leher, koordinasi dengan
mata, telinga, mulut), tangan-lengan (fine-gross motor), tungkai.
20
2. Deteksi Dini
21
yang dimaksudakan disini adalah seorang anak yang perlu dilakukan
pembelajaran dari sisi minat yang diinginkannya, kekeuatan dan juga bisa
diketahui tingkat perkembangan anak yang nantinya bisa lebih mendekatkan
kemampuan social yang dimiliki oleh anak tersebut.
3. Applied Behavioral Analisis
Terapi yang satu ini memang merupakan jenis terapi yang sudah cukup
lama digunakan, karena menurut penelitian juga memang sengaja dibuat untuk
seorang anak yang memiliki kebutuhan khusus seperti salah satunya penyakit
autism. Untuk system yang digunakan di dalamnya sendiri adalah bisa dengan
cara memebrikan pelatihan secara khusus pada anak-anak dengan cara
memberikan anak pujian atau hadiah, terapi janis ini juga biasanya sangat
bermanfaat dalam kemajuan anak, dan merupakan jenis tapi yang memang
dilakukan paling sering.
4. Terapi perilaku
Anak yang memiliki kebutuhan khusus memang seringkali merasa
frustasi di dalam dirinya, bahkan karena tidak ada teman-teman yang
memahami mereka sehingga mereka pun akan sangat sulit dalam
mengekesperikan keinginan dan juga kebutuhan mereka sendiri. Biasanya
mereka ini lebih sensitif pada suara, cahaya dna juga sentuhan yang diberikan,
sehingga tidak heran anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus ini seringkali
emngamuk dan juga dam hal ini juga memang sangat dibutukan peran terapis
yang cukup berpengalaman dalam mengatasinya.
5. Terapi fisik
Anak yang mmeiliki kebutuhan khusus sebenarnya meraka yang
memiliki gangguan perkembangan yang pervasive, dimana dalam hal ini cukup
banyak diantaranya yang memiliki gangguan dalam perkembangan motoriknya,
sheingga memang sangat dibutuhkan terapi fisik untuk bisa mengatasi dan
mengontrol anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus ini. Bahkan
diantaranya tidka jarang untuk otot tonus yang dimilikinya sangat lembek,
sehingga mengakibatkan keseimbangan yang dimilikinya kurang baik, dalam
22
fisioterapi ini termasuk kedalam intergrtas sensoris yang cukup banyak bisa
menolong dalam emnguatkan otot dan juga dapat segera memebrikan
keseimbangan pada tubuh anak tersebut.
6. Terapi wicara
Anak-anak yang memiliki kebutuhan khusu hampir semuanya yang
memiliki gangguan pada cara bicaranya, bahkan untuk berkomunikasi dengan
orang lain memang akan sangat sulit untuk dilakukan. Biasanya untuk hal yang
satu ini memang merupakan hal yang plaing menonjol untuk dilakukan, palagi
ditambah indivisu yang memiliki kebutuhan khsuus memang memiliki
kemmapuan dengan cara bicaranya yang snagat kurang, meskipun ada
perkembangan dengan cara bicaranya, namun dalam hal ini anak tersebut
biasanya akan sangat kesulitan untuk bisa melakukan komunikasi dan juga
berinteraksi dengan orang lain. Sehingga apabila dilakukan terapi wicara yang
satu ini bisa sangat membantu perkembangan anak tersebut.
7. Terapi biomedik
Dalam terapi ini dapat diketahui berbagai gejala dna juga gangguan
metabolism yang bisa sangat berdampak pada gangguan fungsi otak, oleh
karena itu biasanya anak-anak yang memiliki kebutuhan khsuus perlu dilakukan
pemeriksaan dan juga berbagai tes sehingga otak pun akan bersih dari adanya
gangguan yang terjadi pada anak-anak.
8. Terapi visual
Anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus umumnya memang sangat
mudah belajar dari hal-hal yang mereka lihat, bahkan banyak juga diantaranya
pada anak-anak penderita kebutuhan khusus merupakan seseorang yang
merupakan seorang pemikir visual, sehingga untuk cara belajarnya sendiri yang
dapat dilakukan dengan cara berkomunikasi dengan gambar dan bisa dilakukan
salah satunya dengan terapi PECS (Picture Exchange Communication). Hal ini
juga juga termasuk dalam cara melatih fokus pada anak autis dan pembelajaran
23
konseling mellaui video dan juga games atau metode elektronik lain pun bisa
dilakukan.
9. Terapi ruqyah
Untuk terapi yang satu ini memang sangat sesuai dengan syariat agama
dan juga tuntunan dari rasulullah saw, dimana dengan dilakukan terapi melalui
pembacaan ayat-ayat alquran dan juga berbagai doa yang diberikan terapis bisa
sangat membantu, namun dalam hal ini orang tua juga harus bisa memilih jenis
ruqyah syar’iyya bukan jenisjenis ruqyah ynag termasuk ke dalam golongan
syirik atau musyrik.
24
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
a. Nama
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Tanggal di rawat
e. Tanggal pengkajian
f. Nomor rekam medis
2. Alasan Masuk Rumah Sakit
3. Keluhan Utama
4. Faktor Predisposisi
a. Faktor tumbuh kembang
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
c. Faktor sosial budaya
d. Faktor biologis
5. Faktor Presipitasi
a. Faktor eksternal
b. Faktor internal
6. Psikososial
a. Hubungan social
b. Spiritual
7. Status Mental
a. Penampilan
b. Pembicaraan
c. Aktivitas motoric
25
d. Alam perasaan
e. Afek
f. Interaksi
8. Mekanisme Koping
a. Adaptif
b. Mal adaptif
9. Masalah Psikososial dan Lingkungan
a. Masalah dengan dukungan kelompok
b. Masalah dengan dukungan lingkungan
26
ANALISA DATA
Data Masalah
DS : Isolasi sosial
Klien/keluarga mengatakan
tidak punya teman
Klien/keluarga mengatakan
merasa malu untuk berteman
dengan teman yang normal
Klien merasa di tolak
DO :
Kurang spontan
Apatis, ekspresi wajah sedih,
afektif datar
Ekspresi wajah kurang berseri
Komunikasi verbal
menurun/tidak ada
Tidak memiliki teman dekat
Tidak ada kontak mata, sering
menunduk
Asyik dengan pikirannya
sendiri
Lebih senang menyendiri
Menyendiri/berdiam di kamar
B. Diagnosa Keperawatan
Isolasi sosial
C. Intervensi Keperawatan
27
Diagnosa Perencanaan
Keperawata
Tujuan Intervensi Rasional
n
Isolasi sosial TUM : Klien dapat 1.1 Bina hubungan 1.1 hubungan
berinteraksi dengan saling percaya saling percaya
orang lain. dengan: merupakan dasar
Beri salam dari terjadi
TUK :
setiap komunikasi
1. klien dapat interaksi. sehingga akan
membina Perkenalkan memfasilitasi
hubungan saling nama, nama dalam
percaya. panggilan pengungkapan
perawat dan perasaan emosi
tujuan dan harapan
perawat klien.
berkenalan.
Tanyakan
dan panggil
nama
kesukaan
klien.
Tunjukkan
sikap jujur
dan
menepati
janji setiap
kali
berinteraksi
.
28
Tanyakan
perasaan
klien dan
masalah
yang
dihadapi
klien.
Buat
kontrak
interaksi
yang jelas.
Dengarkan
dengan
penuh
perhatian
ekspresi
perasaan
klien.
2. Klien mampu 2.1 Tanyakan pada 2.1 data yang
menyebutkan klien tentang : menyebabkan hal
penyebab hal klien menarik
orang yang
menarik diri diri adalah
tinggal
penentuan dari
serumah/
proses interaksi
teman
pada klien
sekamar
klien.
Orang yang
paling dekat
dengan klien
29
dirumah atau
di ruang
perawatan.
Apa yang
membuat
klien dekat
dengan orang
tersebut.
Orang yang
tidak dekat
dengan klien
di rumah atau
di ruang
perawatan.
Apa yang
membuat
klien tidak
dekat dengan
orang
tersebut.
Upaya yang
sudah
dilakukan
agar dekat
dengan orang
lain.
2.2 diskusikan
dengan klien
penyebab
menarik diri
30
atau tidak mau
bergaul dengan
orang lain.
31
untuk berkenalan sekitar nya
atau berkomunikasi
dengan :
perawat lain
klien lain
kelompok
4.3 Libatkan klien
dalam Terapi
aktivitas kelompok
sosialisasi
4.4 Diskusikan
jadwal harian yang
dapat dilakukan
untuk
meningkatkan
kemampuan klien
bersosialisasi.
32
melalui aktivitas
yang dilaksanakan.
33
diri.
Pengertian
menarik diri
Tanda dan
gejala
menarik diri
Penyebab
dan akibat
menarik diri
Cara
merawat
klien
menarik diri
6.4 Latih keluarga
cara merawat klien
menarik diri
6.5 Tanyakan
perasaan keluarga
setelah mencoba
cara yang
dilatihkan.
34
bersosialisasi.
35
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus (dulu di sebut sebagai anak luar biasa) di
definisikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk
mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna. Penyebutan
sebagai anak berkebutuhan khusus, dikarenakan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, anak ini membutuhkan bantuan layanan pendidikan, layanan sosial,
layanan bimbingan dan konseling, dan berbagai jenis layanan lainnya yang bersifat
khusus.
Dalam penanganan anak berkebutuhan khusus, terdapat tiga hal yang perlu
diperhatikan, diantaranya yaitu penguatan kondisi mental orang tua yang memiliki
anak berkebutuhan khusus, dukungan sosial yang kuat dari tetangga dan
lingkungan sekitar anak berkebutuhan khusus tersebut, dan yang terakhir adalah
peran aktif pemerintah dalam menjadikan pelayanan kesehatan dan konsultasi bagi
anak berkebutuhan khusus.
B. Saran
Setelah mengetahui dan memahami segala sesuatu hal yang berhubungan
dengan anak berkebutuhan khusus, sangat diharapkan bagi masyarakat indonesia
terutama bagi para pendidik dalam menyikapi dan mendidik anak yang
menyandang berkebutuhan khusus dengan baik dan sesuai dengan yang
diharapkan. Karena pada dasarnya anak seperti itu bukan malah dijauhi akan tetapi
didekati dan diperlakukan sama dengan manusia normal lainnya akan tetapi
caranya yang berbeda.
36
DAFTAR PUSTAKA
Wibowo, S. B., & Anjar, T., (2014). Studi Kasus Pola Relasi Sosial Anak
Berkebutuhan Khusus (Abk) Tuna Daksa Yang Berada Di SD Umum (Inklusi) Di
Kota Metro. Metro : Penelitian Hibah Dosen Pemula.
Jumadil Awwal. 2017. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS),
jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia, Jakarta : MINA.
Pidarta. 2009. Mendidik Anak Autis dan Gangguan Mental Lain MenujuAnak
Cerdas dan Sehat. Yogyakarta : Katahati.
37
Mickey Mehta. 2015. Pakar Kesehatan Holistik. Liputan 6 Edisi Detik Health
.
38