Anda di halaman 1dari 41

ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS

Disusun Oleh :

Ella Rusnida 21117048

Es Jumiati 21117051

Heni Bayu Putri 21117060

Hermawati 21117063

Lestari ningsih 21117074

Ludiya 21117076

Mareta Sari 21117079

Ramadhoni 21117097

Dosen Pembimbing: Inne Yelisni, S. Kep., NS., M.Kep

Mata Kuliah : Keperawatan Jiwa II

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


PALEMBANG PROGRAM STUDI ILMU KEPRAWATAN TAHUN
AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senatiasa melimpahkan rahmat dan
hidayahnya serta kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan laporan makalah
dengan judul “Anak Dengan Kebutuhan Khusus.”

Tujuan dari pembuatan laporan makalah ini, untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Keperawatan Jiwa II Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes
Muhammadiyah Palembang.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.  Karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam
laporan ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini.

Palembang, 19 November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Tujuan penulisan.......................................................................................2
C. Manfaat Penulisan.....................................................................................3

BAB II TINJAUAN TEORI...............................................................................5

A. Definisi Anak Dengan Kebutuhan Khusus................................................5


B. Etiologi anak dengan kebutuhan khusus...................................................6
C. Klasifikasi dari anak dengan kebutuhan khusus........................................12
D. Ciri-ciri anak dengan kebutuhan khusus...................................................14
E. Deteksi dini anak dengan kebutuhan khusus.............................................19
F. Terapi pada anak dengan kebutuhan khusus.............................................21

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN..............................................................25

BAB IV PENUTUP..............................................................................................36

A. Kesimpulan ...............................................................................................36
B. Saran..........................................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................38

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan anugrah dari Tuhan yang sangat dinantikan


kehadirannya, namun tidak semua anak beruntung dengan mendapatkan
kesempurnaan. Terdapat beberapa anak yang istimewa, berbedadari yang lain yang
harus mendapatkan perhatian khusus. Anak berkebutuhan khusus adalah mereka
yang memerlukan penanganan khusus yang berkaitan dengan kekhususanya
[ CITATION Aul10 \l 1033 ]. Sama halnya dengan anak yang normal, anak yang
berkebutuhan khusus juga harus di perhatikan, pertumbuhan dan perkembangan
anak sangat penting bagi anak karena menentukan masa depannya.

Anak berkebutuhan khusus berbeda degan anak-anak pada umumnya,


mereka berproses dan tumbuh tidak dengan modal fisik yang wajar. Karenanya
mereka cenderung defensive (menghindar), rendah diri, atau mungkin agresif,
serta memiliki semangat belajar yang rendah (Purwanti, 2012).

Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asal-usul,


status sosial ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anak-anak yang
mempunyai kelainan sebagaimana di amanatkan dalam UUD 1945 pasal 31.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, hak anak untuk memperoleh pendidikan dijamin penuh tanpa adanya
diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak yang
berkebutuhan khusus. Anak dengan kebutuhan khusus (special needs children)
dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau mangalami
gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil di sekolah sebagaimana anak-
anak pada umumnya. Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari
kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan Handicap. Menurut World

1
Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai
berikut:

a. Disability : keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari


impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih
dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu.
b. Impairment: kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau
struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.
c. Handicap : Ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau
disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal
pada individu. (Purwanti, 2012)

Jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia dari tahun ke tahun


terus meningkat. PBB memperkirakan bahwa paling sedikit ada 10 persen anak
usia sekolah yang memiliki kebutuhan khusus. Di Indonesia, jumlah anak usia
sekolah, yaitu 5 - 14 tahun, ada sebanyak 42,8 juta jiwa. Jika mengikuti perkiraan
tersebut, maka diperkirakan ada kurang lebih 4,2 juta anak Indonesia yang
berkebutuhan khusus. Di Indonesia belum ada data resmi yang dikeluarkan oleh
pemerintah. Menurut data terbaru jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia
tercatat mencapai 1.544.184 anak, dengan 330.764 anak (21,42 persen) berada
dalam rentang usia 5-18 tahun. Dari jumlah tersebut, hanya 85.737 anak
berkebutuhan khusus yang bersekolah. Artinya, masih terdapat 245.027 anak
berkebutuhan khusus yang belum mengenyam pendidikan di sekolah, baik sekolah
khusus ataupun sekolah inklusi. Sedangkan dari asumsi PBB (Persatuan Bangsa-
Bangsa atau United Nations) yang memperkirakan bahwa paling sedikit 10% anak
usia sekolah menyandang kebutuhan khusus. Jumlah anak berkebutuhan khusus
pada tahun 2011 tercatat sebanyak 356.192 anak, namun yang mendapat layanan
baru 86.645 anak dan hingga tahun ini baru 105.185 anak, tahun 2012 pemerintah
mentargetkan minimal 50% anak berkebutuhan khusus sudah terakomodir.

2
B. Rumusan Masalah Tujuan

Bagaimana perawat dalam pemberian asuhan keperawatan jiwa pada anak


dengan kebutuhan khusus.

C. Tujuan

Setiap kegiatan penelitian tertentu mempunyai maksud dan tujuan,


berdasarkan perumusan masalah yang ada, maka tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini adalah mengetahui asuhan keperawatan jiwa pada anak
dengan kebutuhan khusus, dengan digambarkan sebagai berikut :

1. Tujuan umum
Melakukan asuhan keperawatan jiwa pada anak dengan kebutuhan khusus.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan jiwa pada anak dengan kebutuhan khusus.
b. Menetapkan diagnosis keperawatan jiwa pada anak dengan kebutuhan khusus.
c. Menyusun rencana keperawatan jiwa pada anak dengan kebutuhan khusus.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penulisan ini adalah :

1. Manfaat Teoritis
Manfaat hasil penelitian secara teoritis diharapkan perawat dapat memberikan
asuhan keperawatan, memperbaiki dan mengembangkan kualitas pendidikan
ataupun kualitas pembelajaran, khususnya yang berkaitan dengan anak
berkebutuhan khusus. Sebagai kajian pustaka bagi mereka yang akan
melaksanakan penelitian dalam bidang yang sama.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Orang tua
- Penelitian ini diharapkan dapat perhatian orang tua agar bisa lebih
memperhatikan dan memotivasi anak dalam belajar.

3
- Memberi masukan bahwa keberhasilan anak dalam belajar tidak hanya
dipengaruhi oleh aktivitas belajar disekolah saja tetapi juga dipengaruhi
oleh motivasi dan perhatian dari orang tua.
b. Bagi Anak
- Memberi motivasi anak dalam kehidupan sehari-hari sehingga diharapkan
anak mampu menumbuhkan hidup yang lebih baik dan minat belajar pada
dirinya dengan membiasakan belajar untuk meningkatkan hasil belajar.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan


khusus karena adanya gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak.
Berkaitan dengan istilah disability, maka anak berkebutuhan khusus adalah anak
yang memiliki keterbatasan di salah satu atau beberapa kemampuan baik itu
bersifat fisik seperti tunanetra dan tunarungu, maupun bersifat psikologis seperti
autism dan ADHD.

Anak berkebutuhan khusus (ABK) di artikan sebagai individu – individu


yang mempunyai karakteristik yang berbeda dari individu lainnya yang di pandang
normal oleh masyarakat pada umumnya. Secara lebih khusus anak berkebutuhan
khusus menunjukkan karakteristik fisik, intelektual, dan emosional yang lebih
rendah atau lebih tinggi dari anak normal sebayanya atau berada di luar standar
normal yang berlaku di masyarakat. Sehingga mengalami kesulitan dalam meraih
sukses baik dari segi social, personal, maupun aktivitas pendidikan (Bachri, 2010).

Pengertian lainnya bersinggungan dengan istilah tumbuh-kembang normal


dan abnormal, pada anak berkebutuhan khusus bersifat abnormal, yaitu terdapat
penundaan tumbuh kembang yang biasanya tampak di usia balita seperti baru bisa
berjalan di usia 3 tahun. Hal lain yang menjadi dasar anak tergolong berkebutuhan
khusus yaitu ciri-ciri tumbuh-kembang anak yang tidak muncul (absent) sesuai
usia perkembangannya seperti belum mampu mengucapkan satu katapun di usia 3
tahun, atau terdapat penyimpangan tumbuh-kembang seperti perilaku echolalia
atau membeo pada anak autis.

Pemahaman anak berkebutuhan khusus terhadap konteks, ada yang bersifat


biologis, psikologis, sosio-kultural. Dasar biologis anak berkebutuhan khusus bisa
dikaitkan dengan kelainan genetik dan menjelaskan secara biologis penggolongan

5
anak berkebutuhan khusus, seperti brain injury yang bisa mengakibatkan
kecacatan tunaganda. Dalam konteks psikologis, anak berkebutuhan khusus lebih
mudah dikenali dari sikap dan perilaku, seperti gangguan pada kemampuan belajar
pada anak slow learner, gangguan kemampuan emosional dan berinteraksi pada
anak autis, gangguan kemampuan berbicara pada anak autis dan ADHD.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik


Indonesia 2013, menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah : “Anak
yang mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan,baik fisik, mental-intelektual,
sosial, maupun emosional, yang berpengaruh secara signifikan dalam proses
pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang
seusia dengannya”.

B. Etiologi

Faktor-faktor penyebab anak menjadi berkebutuhan khusus, dilihat dari


waktu kejadiannya dapat dibedakan menjadi tiga klasifikasi, yaitu kejadian
sebelum kelahiran, saat kelahiran dan penyebab yang terjadi setelah lahir
(Desiningrum Dinie Ratrie. 2019. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus :
Yogyakarta ) :

1. Pre-Natal

Terjadinya kelainan anak semasa dalam kandungan atau sebelum proses


kelahiran. Kejadian tersebut disebabkan oleh faktor internal yaitu faktor genetik
dan keturunan, atau faktor eksternal yaitu berupa Ibu yang mengalami
pendarahan bisa karena terbentur kandungannya atau jatuh sewaktu hamil, atau
memakan makanan atau obat yang menciderai janin dan akibta janin yang
kekurangan gizi. Berikut adalah hal-hal sebelum kelahiran bayi yang dapat
menyebabkan terjadinya kelainan pada bayi :

6
a. Infeksi Kehamilan
Infeksi kehamilan ini bisa terjadi akibat virus Liptospirosis yang
berasal dari air kencing tikus, lalu virus maternal rubella/morbili/campak
Jerman dan virus retrolanta FibroplasiaRLF.
b. Gangguan Genetika
Gangguan genetika ini dapat terjadi akibat kelainan kromosom,
transformasi yang mengakibatkan keracunan darah (Toxaenia) atau faktor
keturunan.
c. Usia Ibu Hamil (high risk group)
Usia ibu hamil yang beresiko menyebabkan kelainan pada bayi adalah
usia yang terlalu muda, yaitu 12-15 tahun dan terlalu tua, yaitu di atas 40
tahun. Usia yang terlalu muda memiliki organ seksual dan kandungan yang
pada dasarnya sudah matang dan siap untuk memiliki janin namun secara
psikologis belum siap terutama dari sisi perkembangan emosional sehingga
mudah stres dan depresi. Wanita dengan usia di atas 40, sejalan dengan
perkembangan jaman dan semakin banyaknya polusi zat serta pola hidup
yang tidak sehat, bisa menyebabkan kandungan wanita tersebut tidak sehat
dan mudah terinfeksi penyakit.
d. Keracunan Saat Hamil
Keracunan dapat terjadi saat hamil, yaitu bisa diakibatkan janin yang
kekurangan vitamin atau bahkan kelebihan zat besi /timbal misalnya dari
hewan laut seperti mengkonsumsi kerang hijau dan tuna instant secara
berlebihan. Selain itu, penggunaan obat-obatan kontrasepsi ketika wanita
mengalami kehamilan yang tidak diinginkan seperti percobaan abortus yang
gagal, sangat memungkinkan bayi lahir cacat.
e. Penyakit menahun seperti TBC (tuberculosis)
Penyakit TBC ini dapat terjangkit pada individu yang tertular oleh
pengidap TBC lain, atau terjangkit TBC akibat bakteri dari lingkungan
(sanitasi) yang kotor. Penyakit TCB ini harus mendapatkan perawatan
khusus dan rutin. Pada ibu hamil yang mengidap TBC, maka dapat

7
mengganggu metabolisme tubuh ibu dan janin sehingga bayi bisa tumbuh
tidak sempurna.
f. Infeksi karena penyakit kotor
Penyakit kotor yang dimaksud adalah penyakit kelamin/sipilis yang
bisa terjangkit pada ibu. Organ kelamin yang terkena infeksi penyakit sipilis
ini dapat menyebabkan tubuh ibu menjadi lemah dan mudah terkena
penyakit lainnya yang dapat membahayakan bagi janin dan ibu.

g. Toxoplasmosis (yang berasal dari virus binatang seperti bulu kucing),


trachoma dan tumor.
Penyakitpenyakit tersebut tergolong penyakit yang kronis namun
perkembangan ilmu kedokteran sudah menemukan berbagai obat imunitas,
seperti pada ibu yang sudah diketahui tubuhnya mengandung virus
toxoplasma, maka sebelum kehamilan dapat diimunisasi agar virus tersebut
tidak membahayakan janin kelak.

h. Faktor rhesus (Rh) anoxia prenatal, kekurangan oksigen pada calon bayi
Jenis rhesus darah ibu cukup menentukan kondisi bayi, terutama jika
berbeda dengan bapak. Kelainan lainnya adalah ibu yang terjangkit virus
yang bisa menyebabkan janin kekurangan oksigen sehingga pertumbuhan
otak janin terganggu.
i. Pengalaman traumatic yang menimpa pada ibu
Pengalaman traumatic ini bisa berupa shock akibat ketegangan saat
melahirkan pada kehamilan sebelumnya, syndrome baby blue, yaitu depresi
yang pernah dialami ibu akibat kelahiran bayi, atau trauma akibat benturan
pada kandungan saat kehamilan.
j. Penggunaan sinar X
Radiasi sinar X dari USG yang berlebihan, atau rontgent, atau terkena
sinar alat-alat pabrik, dapat menyebabkan kecacatan pada bayi karena
merusak sel kromosom janin.

8
2. Peri-Natal

Sering juga disebut natal, waktu terjadinya kelainan pada saat proses
kelahiran dan menjelang serta sesaat setelah proses kelahiran. Misalnya
kelahiran yang sulit, pertolongan yang salah, persalinan yang tidak spontan,
lahir prematur, berat badan lahir rendah, infeksi karena ibu mengidap Sipilis.

Berikut adalah hal-hal yang dapat mengakibatkan kecacatan bayi saat


kelahiran :

a. Proses kelahiran lama, prematur, kekurangan oksigen (Aranatal noxia)


Bayi postmatur atau terlalu lama dalam kandungan seperti 10 bulan
atau lebih, dapat menyebabkan bayi lahir cacat. Hal ini dapat terjadi karena
cairan ketuban janin yang terlalu lama jadi mengandung zat-zat kotor yang
membahayakan bayi. Bayi yang prematur atau lahir lebih cepat dari usia
kelahiran, seperti 6-8 bulan, bisa berakibat kecacatan. Apalagi ketika bayi
mengalami kekurangan berat badan ketika kelahiran. Bayi lahir di usia
matang yaitu kurang lebih 40 minggu jika memang sudah sempurna
pertumbuhan organnya, terutama otak. Otak yang belum tumbuh sempurna,
dapat menyebabkan kecacatan pada bayi ketika lahir. Bayi yang ketika lahir
tidak langsung dapat menghirup oksigen, misalnya karena terendam ketuban,
cairan kandungan masuk ke paru-paru dan menutupi jalan pernafasan, atau
akibat proses kelahiran yang tidak sempurna sehingga kepala bayi terlalu
lama dalam kandungan sementara tubuhnya sudah keluar dan bayi menjadi
tercekik, maka proses pernafasan bisa tertunda dan bayi kekurangan oksigen.

b. Kelahiran dengan alat bantu


Alat bantu kelahiran meskipun tidak seluruhnya, dapat menyebabkan
kecacatan otak bayi (brain injury), misalnya menggunakan vacum, tang
verlossing.

9
c. Pendarahan
Pendarahan pada ibu bisa terjadi akibat placenta previa, yaitu jalan
keluar bayi yang tertutup oleh plasenta, sehingga ketika janin semakin
membesar, maka gerakan ibu dapat membenturkan kepala bayi pada plasenta
yang mudah berdarah, bahkan sangat membahayakan ketika bayi dipaksa
lahir normal dalam kondisi tersebut. Pendarahan juga bisa terjadi karena ibu
terjangkit penyakit (sipilis, AIDS/HIV, kista).

d. Kelahiran sungsang
Bayi normal akan lahir dalam proses kepala keluar terlebih dahulu.
Bayi dikatakan sungsang apabila kaki atau bokong bahkan tangan yang
keluar dulu. Ibu bisa melahirkan bayinya secara sungsang tanpa bantuan alat
apapun, namun ini sangat beresiko bayi menjadi cacat karena kepala yang
lebih lama dalam kandungan, bahkan bisa berakibat kematian bayi dan ibu.
Ketika posisi bayi sungsang, biasanya dokter menganjurkan untuk
melakukan operasi caesar agar terhindar dari resiko kecacatan dan kematian
bayi.
e. Tulang ibu yang tidak proporsional (Disproporsi sefalopelvik)
Ibu yang memiliki kelainan bentuk tulang pinggul atau tulang pelvik,
dapat menekan kepala bayi saat proses kelahiran. Hal ini dapat dihindari
dengan melakukan operasi caesar saat melahirkan.

3. Pasca-natal

Terjadinya kelainan setelah anak dilahirkan sampai dengan sebelum usia


perkembangan selesai (kurang lebih usia 18 tahun). Ini dapat terjadi karena
kecelakaan, keracunan, tumor otak, kejang, diare semasa bayi.

Berikut adalah hal-hal yang dapat menyebabkan kecacatan pada anak di


masa bayi :

10
a. Penyakit infeksi bakteri (TBC), virus (meningitis, enchepalitis), diabetes
melitus, penyakit panas tinggi dan kejang-kejang (stuip), radang telinga
(otitis media), malaria Tropicana
Penyakit-penyakit tersebut adalah penyakit-penyakit kronis yang bisa
disembuhkan dengan pengobatan yang intensif, namun jika terkena pada
bayi maka dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan fisik dan
mental anak, karena terkait dengan pertumbuhan otak di tahun-tahun
pertama kehidupan (golden age).

b. Kekurangan zat makanan (gizi, nutrisi)


Gizi dan nutrisi yang sempurna sangat dibutuhkan bayi setelah
kelahiran. Gizi tersebut dapat diperoleh dari ASI di 6 bulan pertama, dan
makanan penunjang dengan gizi seimbang di usia selanjutnya. Jika bayi
kekurangan gizi atau malnutrisi, maka perkembangan otaknya akan
terhambat dan bayi dapat mengalami kecacatan mental.

c. Kecelakaan
Kecelakaan pada bayi terutama pada area kepala dapat mengakibatkan
luka pada otak (brain injury), dan otak sebagai organ utama kehidupan
manusia jika mengalami kerusakan maka dapat merusak pula sistem/fungsi
tubuh lainnya.

d. Keracunan
Racun yang masuk dalam tubuh bayi, bisa dari makanan dan minuman
yang dikonsumsi bayi, jika daya tahan tubuh bayi lemah maka dapat
meracuni secara permanen. Racun bisa berasal dari makanan yang
kadaluarsa/busuk atau makanan yang mengandung zat psikoaktif. Racun
yang menyebar dalam darah bisa dialirkan pula ke otak dan menyebabkan
kecacatan pada bayi.

11
C. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

Syamsul (2010) mengklasifikasikan anak berkebutuhan khusus apabila


termasuk kedalam salah satu atau lebih dari kategori ini :

1. Kelainan sensori, seperti cacat penglihatan atau pendengaran


2. Deviasi mental, termasuk gifted dan retardasi mental
3. Kelainan komunikasi, termasuk problem bahasa dan ucapan
4. Ketidakmampuan belajar, termasuk masalah belajar yang serius karena
kelainan fisik
5. Perilaku menyimpang, termasuk gangguan emosional
6. Cacat fisik dan kesehatan, termasuk kerusakan neurologis, ortopedis, dan
penyakit lainnya seperti leukemia dan gangguan perkembangan

Menurut IDEA atau Individuals with Disabilities Education Act


Amandements (Kauff dan Hallahan, 2012) secara umum, klasifikasi dari anak
berkebutuhan khusus adalah:

a. Anak dengan Gangguan Fisik :


- Tunanetra, yaitu anak yang indera penglihatannya tidak berfungsi (blind/low
vision) sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari
seperti orang awas.
- Tunarungu, yaitu anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara
verbal.
- Tunadaksa, yaitu anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap
pada alat gerak (tulang, sendi dan otot).

b. Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku :


- Tunalaras, yaitu anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan
bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku.

12
- Anak dengan gangguan komunikasi bisa disebut tunawicara, yaitu anak yang
mengalami kelainan suara,artikulasi (pengucapan), atau kelancaran
bicara,yang mengakibatkan terjadi penyimpangan bentuk bahasa,isi
bahasa,atau fungsi bahasa.
- Hiperaktif, secara psikologis hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang
tidak normal, disebabkan disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak
mampu mengendalikan gerakan dan memusatkan perhatian.

c. Anak dengan Gangguan Intelektual :


- Tunagrahita, yaitu anak yang secara nyata mengalami hambatan dan
keterbelakangan perkembangan mental intelektual jauh dibawah rata-rata
sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi
maupun sosial.
- Anak Lamban belajar (slow learner), yaitu anak yang memiliki potensi
intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita
(biasanya memiliki IQ sekitar 70-90).
- Anak berkesulitan belajar khusus, yaitu anak yang secara nyata mengalami
kesulitan dalam tugastugas akademik khusus, terutama dalam hal
kemampuan membaca,menulis dan berhitung atau matematika.
- Anak berbakat, adalah anak yang memiliki bakat atau kemampuan dan
kecerdasan luar biasa yaitu anak yang memiliki potensi kecerdasan
(intelegensi), kreativitas, dan tanggung jawab terhadap tugas (task
commitment) diatas anak-anak seusianya (anak normal), sehingga untuk
mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata, memerlukan pelayanan
pendidikan khusus.
- Autisme, yaitu gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh adanya
gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan dalam
interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.
- Indigo adalah manusia yang sejak lahir mempunyai kelebihan khusus yang
tidak dimiliki manusia pada umumnya.

13
D. Ciri – ciri Anak Berkebutuhan Khusus
1. Anak berkesulitan belajar
Anak berkesulitan belajar secara fisik seperti anak tanpa gangguan pada
umumnya. Namun jika ciri-ciri berikut muncul pada anak, maka orang tua atau
guru dapat segera dapat mengambil tindakan yang dibutuhkan untuk membantu
anak. Ciri-ciri anak dengan kesulitan belajar adalah sebagai berikut :
a. Secara kognitif, berkaitan dengan atensi, persepsi, gangguan memori, proses
informasinya.
b. Secara akademik, bermasalah pada kegiatan membaca, menulis, matematika
dan berbahasa verbal.
c. Secara sosial dan emosional, umumnya memiliki harga diri yang rendah
karena dianggap sebagai anak yang tidak mampu. Dengan kesulitannya ini
anak menjadi mengganggap dirinya tidak mampu untuk melakukan sesuatu.
d. Secara perilaku, mereka menjadi sulit untuk mengendalikan gerak tubuhnya,
tidak mau duduk diam, berbicara terus, melakukan agresi fisik dan verbal.

2. Anak retardasi mental


a. Ciri-ciri anak yang mengalami retardasi mental adalah sebagai berikut :
Secara kognitif anak tersebut sangat berbeda dengan anak normal, dari
penggolongan IQ nya saja mereka dapat dikategorikan sebagai:
Keterbelakangan mental ringan (IQ= 55–69); Keterbelakangan mental
sedang (IQ = 40-54); Keterbelakangan mental berat (IQ = 25–39);
Keterbelakangan mental sangat berat (IQ = di bawah 25). Dengan derajat
keterbelakang mental yang berbeda ini maka tingkatan dari layanan
dukungan buat merekapun menjadi berbeda pula (tabel terlampir).
Kemampuan memori, menggeneralisasi, motivasi, bahasa dan keterampilan
akademisnya menjadi terbatas.
b. Secara sosial, banyak anak dengan keterbelakangan mental mengalami
kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain.

14
c. Tingkah laku adaptifnyapun ada mengalami gangguan terutama dalam hal
komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan sosial, kehidupan sehari-hari,
menikmati waktu senggang, kesehatan dan keselamatan, kemampuan
mengarahkan diri, fungsi akademis, dan keterlibatan dimasyarakat.
d. Secara emosional, mereka seringkali terperosok dalam kondisi kesepian,
depresi.
e. Secara fisik dan medis, biasanya tidak ada kondisi fisik dan medis yang
sangat berbeda dengan anak kebanyakan.
3. Anak dengan kelainan fisik

Ciri-ciri anak yang mengalami kelainan fisik adalah :

a. Secara kognitif dan akademik, anak dengan gangguan fisik akan memiliki
fungsi kognitif dengan rentang dari yang rendah hingga yang tinggi.
Sehingga anak-anak yang mengalami gangguan fisik namun memiliki
kemampuan kognitif yang baik maka ia akan dapat berkembang dengan
baik, asalkan gangguan fisiknya dapat ditangani dengan baik. Misalkan anak
yang tidak memiliki kaki yang lengkap namun pintar ia dapat masuk sekolah
dimana sekolah itu memberikan fasilitas yang cukup sehingga anak tersebut
tidak memperoleh kesulitan mengakses kelas dan ruang-ruang lainnya.
b. Secara perilaku, anak dapat terganggu apabila gangguan yang dimilikinya itu
menghambat gerakan, interaksi dengan orang lain. Sehingga anak perlu
mendapat keterampilan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan dan
diperlukannya.
c. Secara emosional, pada umumnya anak dengan gangguan fisik ini akan
memiliki konsep diri yang rendah. Oleh karena itu harus terus didukung dan
dikembangkan konsep diri yang positif pada anak tersebut.
d. Secara sosial, anak dengan gangguan fisik sangat memerlukan bantuan orang
lain untuk dapat berinteraksi dengan teman sebayanya. Mereka memerlukan
akses yang sesuai sehingga gangguan fisik yang dimilikinya tidak terhambat.

15
e. Secara fisik dan medis, anak dengan gangguan ini akan memiliki kondisi
fisik dan medis yang berbeda dengan anak secara umum dan memerlukan
perhatian yang khusus.
4. Anak dengan hambatan berbicara dan bahasa

Karakteristik dari anak dengan gangguan bicara dan berbahasa:

a. Secara kognitif mereka dapat berada dalam rentang tingkat kemampuan


kognisi yang tinggi hingga yang terbelakang.
b. Secara akademik, pada anak usia dini yang dituntut untuk dapat
mengekspresikan hasil pikirannya secara verbal maka anak akan mengalami
kesulitan.
c. Secara sosial emosional, biasanya anak akan memiliki masalah juga.
Terutama berkaitan dengan konsep diri yang dimilikinya. Apabila
lingkungan banyak yang mencemoohkan dirinya maka anak cenderung akan
memiliki konsep diri yang negatif. Ketika anak mengalami kesulitan dalam
menyampaikan isi pikirannya karena penggunaan artikulasi yang salah,
menyebabkan orang lain tidak dapat memahaminya. Keadaan ini membuat
anak merasa terisolasi oleh lingkungannya.
d. Tingkah lakunya seringkali tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan.
Misalnya anak batita yang kesulitan bicara ketika keinginannya tidak dapat
dimengerti oleh orang lain maka batita tersebut akan berperilaku agresif dan
tingkah laku ini tidak dapat diterima oleh lingkungannya. Dengan
bertambahnya usia dari anak dengan gangguan bicara dan berbahasa ini
apabila tidak mendapatkan penanganan yang tepat maka ia akan cenderung
untuk menjadi lebih bermasalah dalam berperilaku.

5. Anak dengan gangguan penglihatan

Karakteristik dari anak dengan kehilangan kemampuan penglihatan :

16
a. Secara kognitif mengalami gangguan karena memiliki keterbatasan dalam
variasi dan rentang pengalaman yang didapatkan, mobilitas dan interaksi
dengan lingkungan menjadi terhambat. Namun pada beberapa orang dengan
kehilangan kemampuan penglihatannya memiliki kemampuan kognitif yang
baik bahkan berbakat.
b. Secara akademis apabila ia tidak mengalami keterbatasan secara kognitif
maka ia dapat memperlihatkan hasil belajar yang baik asalkan lingkungan
sekitar memberikan dukungan yang penuh dengan alat-alat bantu yang
memadai.
c. Secara sosial dan emosional anak dengan kehilangan kemampuan
penglihatan dapat mengalami kesulitan untuk mengembangkan
keterampilan-keterampilan sosial karena ia sulit untuk dapat mengamati,
menirukan dan menunjukkan tingkah laku sosial yang tepat. Agar
ketrampilan sosial ini dapat berkembang maka anakanak tersebut harus
mendapatkan instruksi yang sifatnya sistematis dan langsung yang berkaitan
dengan aspek-aspek sosial emosional yang harus dilakukan.
d. Dalam berperilaku seringkali terlihat kurang matang, merasa terisolasi dan
kurang asertif terutama sekali jika lingkungan kurang kondusif. Selain itu
ada perilaku stereotip yang dimunculkan seperti mengerjapkan mata,
menjentikan jari, menggoyangkan badan atau kepala, atau menggeliatkan
badan. Hal ini sering muncul dikarenakan mereka kehilangan stimulasi
sensori, terbatasnya gerakan dan aktivitas mereka dilingkungan, kurangnya
interaksi sosial.

6. Anak dengan gangguan pendengaran


Karakteristik anak dengan gangguan pendengaran berhubungan dengan tingkat
gangguan yang dialaminya, yaitu :
a. Gangguan pendengaran sangat ringan (27 – 40 dB). Pada tingkat ini anak
hanya kesulitan mendengar suara yang sayup-sayup atau dari jarak yang
jauh.

17
b. Gangguan pendengaran taraf ringan (41 – 55 dB). Pada tahap ini anak sudah
membutuhkan alat bantu dengar agar dapat menerima informasi percakapan.
Minimal ketika percakapan terjadi harus dalam posisi saling berhadapan.
c. Gangguan pendengara taraf sedang (56 – 70 dB). Pada tahap ini anak mulai
kesulitan dalam memahami percakapan, kecuali diucapkan dengan sangat
keras.
d. Gangguan pendengaran taraf berat (71 – 90 dB). Anak sangat sulit
mendengar suara walau dengan alat bantu sekalipun, tetapi masih dapat
mendengar sangat sayup.
e. Gangguan pendengaran taraf sangat berat (≥ 90 dB). Anak yang berada di
tahap ini sudah tidak dapat mendengar suara apapun, hanya getaran saja
yang dapat dirasakannya. Pada umumnya anak pada tahap ini mengandalkan
penglihatan sebagai alat komunikasi utamanya.

7. Anak unggul dan berbakat istimewa


Karakteristik yang dimiliki oleh anak berbakat adalah:
a. Secara kognitif. Secara umum, anak-anak berbakat memiliki kemampuan
dalam memanipulasi dan memahami simbol abstrak, konsentrasi dan ingatan
yang baik, perkembangan bahasa yang lebih awal dari pada anak-anak
seusianya, rasa ingin tahu yang tinggi, minat yang beragam, lebih suka
belajar dan bekerja secara mandiri, serta memunculkan ide-ide yang original.
b. Secara akademis, mereka sangat termotivasi untuk belajar di areaarea
dimana menjadi minat mereka. Namun mereka bisa kehilangan motivasinya
apabila dihadapkan pada area yang tidak mereka minati.
c. Secara sosial emosional, mereka terlihat sebagai anak yang idealis,
perfeksionis dan kepekaan terhadap rasa keadilan. Selalu terlihat
bersemangat, memiliki komitmen yang tinggi, dan peka terhadap seni.

18
8. Anak dengan Gangguan Spektrum Autis
Karakteristik dari anak dengan gangguan spektrum autistik adalah:
a. Secara kognitif, mereka dapat memiliki kecerdasan dari tingkat yang rendah
hingga di atas rata-rata.
b. Mereka memiliki ”rote memory” dimana ia akan dapat dengan mudah
mengingat segala sesuatu tanpa memaknainya, sehingga ia akan dapat
mengeluarkan kembali ingatan tersebut dalam konteks yang tidak tepat.
c. Sangat sulit untuk memotivasi seorang anak dengan gangguan spektrum
autistik hal ini dikarenakan mereka terfokus pada satu hal saja.
d. Secara sosial emosional, mereka mengalami kesulitan karena mereka tidak
memiliki kemampuan untuk berkomunikasi, intonasi bicara yang sangat
datar, mengulang kata-kata yang tidak bermakna, dan berkomunikasi tanpa
mengindahkan konteks sosial.
e. Secara perilaku, anak cenderung hanya memperhatikan atau merespon pada
satu stimulus saja yang bermakna bagi dirinya sendiri dan tidak
mengindahkan hal lain di sekitarnya.
f. Mereka sering memunculkan tingkahlaku yang sama dan dilakukan
berulang-ulang seperti mengepakkan tangan, bertepuk tangan,
menggoyangkan badan. Sangat sulit bagi mereka untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan yang baru atau berubah-ubah.
g. Mengalami kesulitan pada aspek sensoris seperti auditory dan visual.

E. Deteksi Dini Anak Berkebutuhan Khusus


1. Tugas Perkembangan Usia Anak
Orangtua seringkali terlambat mengetahui bahwa anaknya berkebutuhan
khusus. Orangtua baru memeriksakan dan menerapkan terapi pada anaknya
ketika anak sudah berusia di atas 5 tahun sehingga kebiasaan yang sudah
terbentuk pada anak sukar untuk diubah dan potensi-potensi anak menjadi tidak
muncul. Untuk mencegah keterlambatan tersebut, maka sebaiknya orangtua
mengetahui terlebih dahulu tugas perkembangan anak

19
a. Tugas Perkembangan Bayi
 Pertumbuhan fisik: berat badan, tinggi badan, pembentukan tulang,
pengendalian otot, pertumbuhan lemak, gigi, saraf.
 Fungsi Psikologis: masuk dalam tahapan sensory motorik (Piaget),
terbentuknya trust (Erikson)
 Perkembangan bicara dan pengertian (mulai mengucap satu sampai
beberapa kata, mengenal konsep sederhana)
 Munculnya perilaku emosional dan sosialisasi (terbentuknya attachment
positif dengan caregiver, mulai tertarik dengan teman dan mengenal
sosialisasi sederhana)
 Tumbuh minat bermain (mengamati dan melakukan berbagai permainan
dengan konsep trial-error dan belajar sosial)
 Awal moralitas (hanya mengenal aturan melalui motor activity (Piaget),
perilaku responsive – cap baik/cap buruk (Kohlberg))
 Permulaan penggolongan peran seks (mengenal peran seksnya, menyadari
dirinya perempuan atau laki-laki)
 Keterampilan motorik: daerah kepala (kekuatan leher, koordinasi dengan
mata, telinga, mulut), tangan-lengan (fine-gross motor), tungkai.

b. Tugas Perkembangan Masa Kanak-kanak Awal


 Perkembangan fisik : proporsi tubuh mulai seimbang, posture meninggi
pada proximodistal, tulangotot (fine-grossmotor lebih kompleks), lemak
 Kebiasaan fisiologis (pola makan, pola tidur, pola bermain)
 Pengembangan kognitif: meningkatnya pengertian/ konsep (banyaknya
perbendaharaan kosakata)
 Keterampilan Sosial : emosi dan perilaku sosial/asosial, berteman,
disiplin, peran seks, minat.

20
2. Deteksi Dini

Deteksi awal anak berkebutuhan khusus dibutuhkan agar penanganan


dapat dilakukan sedini mungkin. Berikut adalah beberapa langkah deteksi yang
dapat dilakukan :

a. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, yaitu untuk mengetahui atau


menemukan status gizi kurang atau gizi buruk pada anak.
b. Deteksi dini penyimpangan perkembangan, yaitu untuk mengetahui
gangguan perkembangan anak (keterlambatan bicara dan berjalan),
gangguan daya lihat, dan gangguan daya dengar.
c. Deteksi dini penyimpangan mental emosional, yaitu untuk mengetahui
adanya masalah mental emosional, autisme dan gangguan pemusatan
perhatian serta hiperaktivitas.

F. Terapi Pada Anak Kebutuhan Khusus


1. Terapi bermain
Meskipun terdengar sedikit janggal, namun untuk Anda yang mmeiliki
anak berkebutuhan khusus memang membutuhkan pertolongan dengan cara
terapi bermain salah satunya dengan jenis terapi bermain pada anak usia
sekolah.
Terapi ini bisa dilakukan dengan bermain bersama teman sebaya dan
juga agra bisa melatih anak untuk bisa belajar berkomunikasi dan melakukan
interaksi social secara baik, karena biasanya untuk seorang terapis memang
akan memebrikan bantuan dengan memberikan berbagai teknik yang mudah
dipahami untuk anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus.

2. Terapi perkembangan untuk anak berkebutuhan khusus


Anak berkebutuhan khusus memang membutuhkan berbagai terapi yang
bisa membuatnya lebih berkembang, salah satunya dengan cara terapi
perkembangan, untuk terapi yang satu ini dengan floortime, Son rise dan RDI

21
yang dimaksudakan disini adalah seorang anak yang perlu dilakukan
pembelajaran dari sisi minat yang diinginkannya, kekeuatan dan juga bisa
diketahui tingkat perkembangan anak yang nantinya bisa lebih mendekatkan
kemampuan social yang dimiliki oleh anak tersebut.
3. Applied Behavioral Analisis
Terapi yang satu ini memang merupakan jenis terapi yang sudah cukup
lama digunakan, karena menurut penelitian juga memang sengaja dibuat untuk
seorang anak yang memiliki kebutuhan khusus seperti salah satunya penyakit
autism. Untuk system yang digunakan di dalamnya sendiri adalah bisa dengan
cara memebrikan pelatihan secara khusus pada anak-anak dengan cara
memberikan anak pujian atau hadiah, terapi janis ini juga biasanya sangat
bermanfaat dalam kemajuan anak, dan merupakan jenis tapi yang memang
dilakukan paling sering.
4. Terapi perilaku
Anak yang memiliki kebutuhan khusus memang seringkali merasa
frustasi di dalam dirinya, bahkan karena tidak ada teman-teman yang
memahami mereka sehingga mereka pun akan sangat sulit dalam
mengekesperikan keinginan dan juga kebutuhan mereka sendiri. Biasanya
mereka ini lebih sensitif pada suara, cahaya dna juga sentuhan yang diberikan,
sehingga tidak heran anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus ini seringkali
emngamuk dan juga dam hal ini juga memang sangat dibutukan peran terapis
yang cukup berpengalaman dalam mengatasinya.
5. Terapi fisik
Anak yang mmeiliki kebutuhan khusus sebenarnya meraka yang
memiliki gangguan perkembangan yang pervasive, dimana dalam hal ini cukup
banyak diantaranya yang memiliki gangguan dalam perkembangan motoriknya,
sheingga memang sangat dibutuhkan terapi fisik untuk bisa mengatasi dan
mengontrol anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus ini. Bahkan
diantaranya tidka jarang untuk otot tonus yang dimilikinya sangat lembek,
sehingga mengakibatkan keseimbangan yang dimilikinya kurang baik, dalam

22
fisioterapi ini termasuk kedalam intergrtas sensoris yang cukup banyak bisa
menolong dalam emnguatkan otot dan juga dapat segera memebrikan
keseimbangan pada tubuh anak tersebut.
6. Terapi wicara
Anak-anak yang memiliki kebutuhan khusu hampir semuanya yang
memiliki gangguan pada cara bicaranya, bahkan untuk berkomunikasi dengan
orang lain memang akan sangat sulit untuk dilakukan. Biasanya untuk hal yang
satu ini memang merupakan hal yang plaing menonjol untuk dilakukan, palagi
ditambah indivisu yang memiliki kebutuhan khsuus memang memiliki
kemmapuan dengan cara bicaranya yang snagat kurang, meskipun ada
perkembangan dengan cara bicaranya, namun dalam hal ini anak tersebut
biasanya akan sangat kesulitan untuk bisa melakukan komunikasi dan juga
berinteraksi dengan orang lain. Sehingga apabila dilakukan terapi wicara yang
satu ini bisa sangat membantu perkembangan anak tersebut.

7. Terapi biomedik
Dalam terapi ini dapat diketahui berbagai gejala dna juga gangguan
metabolism yang bisa sangat berdampak pada gangguan fungsi otak, oleh
karena itu biasanya anak-anak yang memiliki kebutuhan khsuus perlu dilakukan
pemeriksaan dan juga berbagai tes sehingga otak pun akan bersih dari adanya
gangguan yang terjadi pada anak-anak.

8. Terapi visual
Anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus umumnya memang sangat
mudah belajar dari hal-hal yang mereka lihat, bahkan banyak juga diantaranya
pada anak-anak penderita kebutuhan khusus merupakan seseorang yang
merupakan seorang pemikir visual, sehingga untuk cara belajarnya sendiri yang
dapat dilakukan dengan cara berkomunikasi dengan gambar dan bisa dilakukan
salah satunya dengan terapi PECS (Picture Exchange Communication). Hal ini
juga juga termasuk dalam cara melatih fokus pada anak autis dan pembelajaran

23
konseling mellaui video dan juga  games atau metode elektronik lain pun bisa
dilakukan.

9. Terapi ruqyah
Untuk terapi yang satu ini memang sangat sesuai dengan syariat agama
dan juga tuntunan dari rasulullah saw, dimana dengan dilakukan terapi melalui
pembacaan ayat-ayat alquran dan juga berbagai doa yang diberikan terapis bisa
sangat membantu, namun dalam hal ini orang tua juga harus bisa memilih jenis
ruqyah syar’iyya bukan jenisjenis ruqyah ynag termasuk ke dalam golongan
syirik atau  musyrik.

10. Terapi social


Untuk anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus memang biasanya 
sangat sulit untuk bisa berinteraksi dan juga berkomunikasi dengan baik,
sehingga anak-anak ini memang sangat membutuhkan terapi dua arah, dengan
terapis ruang lingkup psikologi social juga bisa sangat membantu anak dan juga
memebrikan ruang lingkup pada anak agar bisa bergaul dan juga bermain
dengan teman sebayanya.

11. Terapi okupasi


Hampir sebagian besar anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus ini
memang memiliki motoric dna gerak gerik yang snagat kasar, sehingga dalam
hal ini meraka pun akan sangat kesulitan untuk dapat memegang alat-alat
dengan baik, mislanya ketika belajar dalam memegang pinsil., kesulitan untuk
memegang sendok ketika makan dna lainnya, untuk itu dilakukan terapi
okupasi bisa sangat membnatu anak agar bisa menggerakan otot-otot halusnya.

24
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
a. Nama
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Tanggal di rawat
e. Tanggal pengkajian
f. Nomor rekam medis
2. Alasan Masuk Rumah Sakit
3. Keluhan Utama
4. Faktor Predisposisi
a. Faktor tumbuh kembang
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
c. Faktor sosial budaya
d. Faktor biologis
5. Faktor Presipitasi
a. Faktor eksternal
b. Faktor internal
6. Psikososial
a. Hubungan social
b. Spiritual
7. Status Mental
a. Penampilan
b. Pembicaraan
c. Aktivitas motoric

25
d. Alam perasaan
e. Afek
f. Interaksi
8. Mekanisme Koping
a. Adaptif
b. Mal adaptif
9. Masalah Psikososial dan Lingkungan
a. Masalah dengan dukungan kelompok
b. Masalah dengan dukungan lingkungan

26
ANALISA DATA

Data Masalah
DS : Isolasi sosial
 Klien/keluarga mengatakan
tidak punya teman
 Klien/keluarga mengatakan
merasa malu untuk berteman
dengan teman yang normal
 Klien merasa di tolak

DO :
 Kurang spontan
 Apatis, ekspresi wajah sedih,
afektif datar
 Ekspresi wajah kurang berseri
 Komunikasi verbal
menurun/tidak ada
 Tidak memiliki teman dekat
 Tidak ada kontak mata, sering
menunduk
 Asyik dengan pikirannya
sendiri
 Lebih senang menyendiri
 Menyendiri/berdiam di kamar

B. Diagnosa Keperawatan
Isolasi sosial

C. Intervensi Keperawatan

27
Diagnosa Perencanaan

Keperawata
Tujuan Intervensi Rasional
n

Isolasi sosial TUM : Klien dapat 1.1 Bina hubungan 1.1 hubungan
berinteraksi dengan saling percaya saling percaya
orang lain. dengan: merupakan dasar
 Beri salam dari terjadi
TUK :
setiap komunikasi
1. klien dapat interaksi. sehingga akan
membina  Perkenalkan memfasilitasi
hubungan saling nama, nama dalam
percaya. panggilan pengungkapan
perawat dan perasaan emosi
tujuan dan harapan
perawat klien.
berkenalan.
 Tanyakan
dan panggil
nama
kesukaan
klien.
 Tunjukkan
sikap jujur
dan
menepati
janji setiap
kali
berinteraksi
.

28
 Tanyakan
perasaan
klien dan
masalah
yang
dihadapi
klien.
 Buat
kontrak
interaksi
yang jelas.
 Dengarkan
dengan
penuh
perhatian
ekspresi
perasaan
klien.
2. Klien mampu 2.1 Tanyakan pada 2.1 data yang
menyebutkan klien tentang : menyebabkan hal
penyebab hal klien menarik
 orang yang
menarik diri diri adalah
tinggal
penentuan dari
serumah/
proses interaksi
teman
pada klien
sekamar
klien.
 Orang yang
paling dekat
dengan klien

29
dirumah atau
di ruang
perawatan.
 Apa yang
membuat
klien dekat
dengan orang
tersebut.
 Orang yang
tidak dekat
dengan klien
di rumah atau
di ruang
perawatan.
 Apa yang
membuat
klien tidak
dekat dengan
orang
tersebut.
 Upaya yang
sudah
dilakukan
agar dekat
dengan orang
lain.
2.2 diskusikan
dengan klien
penyebab
menarik diri

30
atau tidak mau
bergaul dengan
orang lain.

1.3 beri pujian

3. klien mampu 3.1 Tanyakan pada 3.1 saat klien


menyebutkan klien tentang mengetahui dan
keuntungan menyadari
 manfaat
berhubungan sosial keuntungan,
hubungan
dan krerugian kerugian dari
sosial
menarik diri. bersosialisasi
 kerugian
dengan orang
menarik diri
lain maka klien
3.2 Diskusikan
akan berfikir
bersama klien
untuk mulai mau
tentang manfaat
berinteraksi
berhubungan sosial
dengan orang di
dan kerugian
sekitarnya
menarik diri

3.3 Beri pujian


terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaanya.

4. klien dapat 4.1 Observasi 4.1 klien dapat


melaksanakan perilaku klien saat terus
hubungan sosial berhubungan sosial meningkatkan
secara bertahap kemampuan
4.2 Beri motivasi
interaksinya
dan bantu klien
dengan orang

31
untuk berkenalan sekitar nya
atau berkomunikasi
dengan :

 perawat lain
 klien lain
 kelompok
4.3 Libatkan klien
dalam Terapi
aktivitas kelompok
sosialisasi

4.4 Diskusikan
jadwal harian yang
dapat dilakukan
untuk
meningkatkan
kemampuan klien
bersosialisasi.

4.5 Beri motivasi


klien untuk
melakukan
kegiatan sesuai
dengan jadwal
yang telah dibuat.

4.6 Beri pujian


terhadap
kemampuan klien
memperluas
pergaulannya

32
melalui aktivitas
yang dilaksanakan.

5. klien mampu 5.1 Diskusikan 5.1 agar pasien


menjelaskan dengan klien bisa tahu
perasaannya setelah tentang bagaimana
berhubungan sosial. perasaanya setelah rasanya
berhubungan sosial berinteraksi
dengan : dengan orang
lain sehingga
 orang lain
membuat klien
 kelompok
bersemangat
5.2 Beri pujian
dalam
terhadap
berinteraksi
kemampuan klien
dengan orang
mengungkapkan
lain
perasaannya.

6. klien mendapat 6.1 Diskusikan 6.1 dengan


dukungan pentingnya peran dukungan
keluarga dalam serta keluarga keluarga dapat
memperluas sebagai meningkatkan
hubungan sosial. poendukung untuk rasa percaya diri
mengatasi perilaku klien untuk
menarik diri berinteraksi
dengan orang
6.2 Diskusikan
lain
potensi keluarga
untuk membantu
klien mengatasi
perilaku menarik

33
diri.

6.3 Jelaskan pada


keluarga tentang:

 Pengertian
menarik diri
 Tanda dan
gejala
menarik diri
 Penyebab
dan akibat
menarik diri
 Cara
merawat
klien
menarik diri
6.4 Latih keluarga
cara merawat klien
menarik diri

6.5 Tanyakan
perasaan keluarga
setelah mencoba
cara yang
dilatihkan.

6.6 Beri motivasi


keluarga agar
membantu klien
untuk

34
bersosialisasi.

6.7 Beri pujian


kepada keluarga
atas
keterlibatannya
merawat klien
dirumah sakit.

35
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus  (dulu di sebut sebagai anak luar biasa) di
definisikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk
mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna. Penyebutan
sebagai anak berkebutuhan khusus, dikarenakan  dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, anak ini membutuhkan bantuan layanan pendidikan, layanan sosial,
layanan bimbingan dan konseling, dan berbagai jenis layanan lainnya yang bersifat
khusus.
Dalam penanganan anak berkebutuhan khusus, terdapat tiga hal yang perlu
diperhatikan, diantaranya yaitu penguatan kondisi mental orang tua yang memiliki
anak berkebutuhan khusus, dukungan sosial yang kuat dari tetangga dan
lingkungan sekitar anak berkebutuhan khusus tersebut, dan yang terakhir adalah
peran aktif pemerintah dalam menjadikan pelayanan kesehatan dan konsultasi bagi
anak berkebutuhan khusus.

B. Saran
Setelah mengetahui dan memahami segala sesuatu hal yang berhubungan
dengan anak berkebutuhan khusus, sangat diharapkan bagi masyarakat indonesia
terutama bagi para pendidik dalam menyikapi dan mendidik anak yang
menyandang berkebutuhan khusus dengan baik dan sesuai dengan yang
diharapkan. Karena pada dasarnya anak seperti itu bukan malah dijauhi akan tetapi
didekati dan diperlakukan sama dengan manusia normal lainnya akan tetapi
caranya yang berbeda.

36
DAFTAR PUSTAKA

Karwono., Pamularsih, H., & Wibowo, S, B. (2013). Pengembangan Model


Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Pada Sekolah Sekolah Dasar
Reguler (Inklusif) Di Kota Metro Lampung. Metro: Laporan Penelitian Hibah
Bersaing.

Wibowo, S. B., & Anjar, T., (2014). Studi Kasus Pola Relasi Sosial Anak
Berkebutuhan Khusus (Abk) Tuna Daksa Yang Berada Di SD Umum (Inklusi) Di
Kota Metro. Metro : Penelitian Hibah Dosen Pemula.

Soetjiningsih. 2010. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC

Jumadil Awwal. 2017. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS),
jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia, Jakarta : MINA.

WHO. 2008. Physical Activity. Diakses : 7 Oktober 2017

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia. Riset


kesehatan dasar 2013. Jakarta.

Pidarta. 2009. Mendidik Anak Autis dan Gangguan Mental Lain MenujuAnak
Cerdas dan Sehat. Yogyakarta : Katahati.

Sarlito, Wirawan Sarwono, 2010, Pengantar Psikologi Umum, Jakarta:


Rajawali Pers.
Dariyo, Agoes, 2007,  Psikologi Perkembangan anak 3 tahun
pertama, bandung: Revika Aditama.
An, Mahfud, TT, Petunjuk Mengatasi Stres, Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
          
Ahmadi, Abu, 2008, Psikologi Belajar, jakarta: Rineka Cipta.

37
Mickey Mehta. 2015. Pakar Kesehatan Holistik. Liputan 6 Edisi Detik Health
.

Mangunsong, Frieda. 2009. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan


Khusus Jilid 1. Jakarta: LP3S UI.

38

Anda mungkin juga menyukai