PEMBAHASAN
Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan dasar yang berfungsi membina
peran serta masyarakat sebagi pusat pembangunan kesehatan masyarakat. Manajemen yang baik
merupakan faktor yang sangat menentukan dalam mewujudkan fungsi puskesmas. Fungsi
manajemen tersebut, terutama dalam hal monitoring (pemantauan) dan evaluasi (penilaian)
keberhasilan program puskesmas. Salah satu upaya monitoring dan evaluasi adalah dengan
menggunakan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS). Program kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
merupakan salah satu program pokok di puskesmas yang mendapat prioritas tinggi, mengingat
kelompok ibu hamil, menyusui, bayi dan anak merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap
kesakitan dan kematian.
Pemantauan wilayah setempat KIA adalah suatu alat manajemen program KIA untuk memantau
cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah (Puskesmas/Kecamatan) secara terus menerus, sehingga
dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat terhadap desa dengan cakupan pelayanan KIA
yang masih rendah (Aisyah,2009).
Tujuan PWS-KIA adalah Meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA di wilayah kerja
puskesmas, melalui pemantauan cakupan pelayanan KIA di tiap desa secara terus menerus.
Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu
pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA ini diutamakan pada
kegiatan-kegiatan pokok, sebagai berikut :
1. Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan mutu sesuai standar serta
menjangkau seluruh sasaran.
3. Peningkatan deteksi dini resiko tinggi/komplikasi kebidanan baik oleh tenaga kesehatan
maupun di masyarakat oleh kader dan dukun bayi, serta penanganan dan pengamatannnya secara
terus-menerus.
4. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan secara adekuat dan pengamatan secara terus
menerus oleh tenaga kesehatan.
5. Peningkatan pelayanan neonatal dan ibu nifas dengan mutu sesuai standar dan menjangkau
seluruh sasaran.
Prinsip pengelolaan PWS KIA meliputi beberapa hal yang mencakup indikator ketercapaian
program PWS KIA. Adapun indikator tersebut adalah :
1. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal selengkapnya mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan),
pemeriksaan laboratorium atas indikasi, serta intervensi dasar dan khusus (sesuai resiko yang ada
termasuk penyuluhan dan konseling). Akan tetapi dalam penerapan sehari-hari pelayanan antenatal
secara minimal terstandar sehingga dapat diakui sebagai bentuk pelayanan antenatal. Dalam
penerapan operasionalnya dikenal dengan standar minimal “5T” yang terdiri dari :
a. Timbang badan dan ukur tinggi badan dengan alat ukur terstandar.
Seiring berjalannya waktu pasti akan ada tuntutan peningkatan kualitas pelayanan kebidanan. Salah
satu dari hal tersebut adalah pada beberapa wilayah standar minimal pemeriksaan antenatal tidak
lagi “5T” tetapi menjadi “7T”, yaitu 5T ditambahkan dengan :
Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan hemoglobin, protein urine, gula darah, dan
hepatitis B. Pemeriksaan khusus dilakukan di daerah prevalensi tinggi dan atau kelompok perilaku
beresiko dilakukan terhadap HIV, sifilis, malaria, tuberkulosis, cacingan dan thalasemia.
Pelayanan antenatal ini hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan dan tidak dapat dilakukan oleh
dukun bayi. Ditetapkan pula frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4x selama kehamilan,
dengan ketentuan waktu sebagai berikut :
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut ditentukan untuk menjamin mutu pelayanan antenatal.
Selain itu juga dimaksudkan untuk memberi kesempatan yang cukup kepada pemberi asuhan
antenatal dalam menangani kasus resiko tinggi yang ditemukan.
2. Pertolongan Persalinan
Program KIA dikenal beberapa jenis tenaga yang memberikan pertolongan persalinan kepada
masyarakat, yaitu : dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, perawat bidan. Meskipun
demikian, di daerah terpencil masih banyak juga penolong persalinan yang berasal dari keluarga
ataupun masyarakat yang dipercaya dapat manolong persalinan. Pada prinsipnya, penolong
persalinan baik yang dilakukan di rumah klien maupun di sarana kesehatan seperti bidan praktik
swasta (BPS), klinik, puskesmas dan sarana kesehatan lain, harus tetap memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
a. Sterilitasi/pencegahan infeksi.
Penempatan bidan di desa diharapkan secara bertahap jangkauan persalinan oleh tenaga kesehatan
terus meningkat. Selain itu diharapkan pula masyarakat semakin menyadari pentingnya persalinan
yang bersih dan aman.
Menurunkan angka kematian ibu secara bermakna maka deteksi dini dan penanganan ibu hamil
beresiko/komplikasi kebidanan perlu lebih ditingkatkan baik fasilitas pelayanan KIA maupun di
masyarakat. Dalam rangka itulah deteksi ibu hamil beresiko/komplikasi kebidanan perlu
difokuskan kepada keadaan yang menyebabkan kematian ibu bersalin di rumah dengan pertolongan
oleh dukun bayi juga oleh masyarakat atau tenaga non kesehatan yang tidak berwenang.
e. Berat badan kurang dari 38 kg atau lingkar lengan atas < 23,5 cm.
l. Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi dan riwayat cacat kongenital.
Semakin banyak ditemukan faktor resiko pada seorang ibu hamil, maka semakin tinggi resiko
kehamilannya. Resiko tinggi/komplikasi kebidanan meliputi :
b. Tekanan darah tinggi (sistole > 140 mmHg, diastole > 90 mmHg.
d. Eklamsia.
i. Infeksi berat/sepsis.
n. Perdarahan pasca persalinan : atonia uteri, retensi plasenta, robekan jalan lahir, kelainan darah.
Sebagian besar kematian ibu dapat dicegah apabila mendapat penanganan yang adekuat di fasilitas
pelayanan kesehatan. Faktor waktu dan transportasi merupakan hal yang sangat menentukan dalam
merujuk kasus resiko tinggi. Oleh karenanya deteksi faktor resiko pada ibu baik oleh tenaga
kesehatan maupun masyarakat merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah kematian dan
kesakitan ibu. Penempatan bidan di desa memungkinkan penanganan dan rujukan ibu hamil
beresiko sejak dini, serta identifikasi tempat persalinan yang tepat bagi ibu hamil sesuai dengan
resiko kehamilan yang disandangnya.
Diperkirakan sekitar 15-20 % ibu hamil akan mengalami komplikasi kebidanan. Komplikasi dalam
kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga atau diramalakan sebelumnya, oleh karenanya
semua persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan agar komplikasi kebidanan dapat segera di
deteksi dan ditangani. Oleh karena itu ibu hamil harus berada sedekat mungkin pada sarana
pelayanan yang mampu memberi pelayanan obstetric dan neonatal emergensi dasar (PONED).
Kebijakan Depkes dalam penyediaan puskesmas mampu PONED adalah setiap kabupaten/kota
harus mempunyai minimal 4 puskesmas mampu PONED. Pelayanan medis yang dapat dilakukan di
puskesmas PONED meliputi pelayanan obstetric berikut:
Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan kesehatan
dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi atau bayi mengalami masalah
kesehatan. Resiko terbesar kematian bayi baru lahir terjadi pada 24 jam pertama, minggu pertama
dan bulan pertama kehidupannya. Upaya yang dilakukan untuk mencegah kematian neonatal
diutamakan pada pemeliharaan kehamilan sebaik mungkin, pertolongan persalinan ‘’3 bersih’’
(bersih tangan penolong, alat pemotong tali pusat dan alas tempat tidur ibu) dan perawatan bayi
baru lahir yang adekuat termasuk perawatan tali pusat yang higienis. Pelayanan kesehatan neonatal
dasar menggunakan pendekatan komprehensif, manajemen terpadu bayi muda untuk bidan,
meliputi :
a. Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikhterus, diare, bayi berat lahir
rendah.
e. Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI Eksklusif, pencegahan hipotermi
dan melaksanakan perawatan bayi baru lahir di rumah dengan menggunakan buku KIA.
f. Penanganan dan rujukan kasus.
g. Pelayanan kesehatan neonatus (bayi berumur 0-28 hari) yang dilaksanakan oleh dokter
spesialis anak/dokter/bidan/perawat terlatih, baik di fasilitas kesehatan maupun kunjungan rumah.
Setiap neonatus harus diberikan pelayanan kesehatan sedikitnya 2 kali pada minggu pertama dan 1
kali pada minggu ke 2 setelah lahir.
a. BBLR
Namun ada penambahan indikator pemantauan namun belum umun diaplikasikan di wilayah kerja
disesuaikan dengan keadaan wilayah masing-masing. Adapun penambahan itu adalah :
Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap pelayanan kesehatan dasar,
mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan bayi, sehingga cepat mendapat pertolongan,
pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit melalui pemantauan pertumbuhan, imunisasi,
serta peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimulasi tumbuh kembang. Dengan demikian hak
anak mendapatkan pelayanan kesehatan dapat terpenuhi. Pelayanan kesehatan tersebut meliputi :
b. Pemberian imunisasi dasar (BCG, Polio 1 s.d 4, Hepatitis B1 s/d 3, dan Campak).
Pelayanan kesehatan anak balita adalah pelayanan kesehatan terhadap anak yang berumur 12-59
bulan yang sesuai dengan standar oleh tenaga keshatan, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat
dan petugas sector lain, yang meliputi :
d. Pelayanan pemantauan pertumbuhan setiap bulan yang tercatat dalam buku KIA/KMS, dan
pelayanan stimulasi deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK) serta mendapat
Vitamin A 2 kali dalam setahun.
e. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa,
sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali per tahun (setiap 6 bulan).
f. Suplementasi Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU) diberikan pada anak balita minimal 2 kali
per tahun.
8. Pelayanan KB berkualitas
Pelayanan KB berkualitas adalah pelayanan KB yang sesuai dengan standar dengan menghormati
hak individu sehingga diharapkan mampu meningkatkan derajat kesehatan dan menurunkan tingkat
fertilitas (kesuburan). Pelayanan KB bertujuan untuk menunda, menjarangkan dan/atau
menghentikan kehamilan, dengan menggunakan metode kontrasepsi. Untuk mempertahankan dan
meningkatkan cakupan peserta KB perlu diupayakan pengelolaan program yang berhubungan
dengan peningkatan aspek kualitas, teknis, dan aspek manajerial pelayanan KB.
Aspek kualitas perlu diterapkan pelayanan yang sesuai standar dan variasi pilihan metode KB,
sedangkan dari segi teknis perlu dilakukan pelatihan klinis dan non klinis secara
berkesinambungan. Selanjutnya aspek manajerial, pengelola program KB perlu melakukan
revitalisasi dalam segi analisis situasi program KB dan system pencatatan dan pelaporan pelayanan
KB. Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan KB kepada masyarakat adalah : dokter
spesialis kebidanan, dokter umum, perawat dan bidan.
C. Batasan PWS-KIA
1. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional untuk ibu selama masa
kehamilannya, yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan.
Standar operasioanal yang ditetapkan untuk pelayanan antenatal adalah “5T/7T”.
Kegiatan ini bertujuan menemukan ibu hamil beresiko, yang dapat dilakukan oleh kader, dukun
bayi, dan tenaga kesehatan.
Kontak ibu hamil dengan tenaga profesional untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar
yang ditetapkan. Istilah “kunjungan” disini tidak mengandung arti bahwa ibu hamil yang
berkunjung ke fasilitas pelayanan, tetapi setiap kontak tenaga kesehatan (di posyandu, pondok
bersalin desa, kunjungan rumah) dengan ibu hamil untuk memberikan pelayanan antenatal sesuai
standar dapat dianggap sebagai kunjungan ibu hamil.
Adalah kunjungan ibu hamil yang pertama kali pada masa kehamilan.
5. Kunjungan Ulang
Adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang kedua dan seterusnya, untuk mendapatkan
pelayanan antenatal sesuai standar selama satu periode kehamilan berlangsung.
6. K4
Adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang ke-4 (atau lebih), untuk mendapatkan
pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan, dengan syarat :
Adalah kontak neonatal dengan tenaga kesehatan minimal dua kali untuk mendapatkan pelayanan
dan pemeriksaan kesehatan neonatal, baik di dalam maupun di luar gedung puskesmas (termasuk
bidan di desa, polindes, dan kunjungan rumah), dengan ketentuan :
a. Kunjungan pertama kali pada hari pertama sampai dengan hari ke-7 (sejak 6 jam setelah lahir).
b. Kunjungan kedua kali pada hari ke-8 sampai dengan hari ke-28.
8. Cakupan Akses
Adalah persentase ibu hamil di suatu wilayah, dalam kurun waktu tertentu, yang pernah mendapat
pelayanan antenatal sesuai standar paling sedikit satu kali selama kehamilan. Cara menghitungnya
adalah sbb: (jumlah kunjungan baru ibu hamil dibagi dengan jumlah sasaran ibu hamil yang ada
disuatu wilayah kerja dalam kurun waktu satu tahun) dikalikan 100 %.
Adalah persentase ibu hamil disuatu wilayah, dalam kurun waktu tertentu, yang mendapatkan
pelayanan antenatal sesuai standar paling sedikit 4 kali dengan trimester I, 1 kali pada trimester ke
II dan 2 kali pada trimester ke III. Cara menghitungnya adalah sbb : (Jumlah ibu hamil yang telah
menerima K4 dibagi jumlah sasaran ibu hamil dengan kurun waktu 1 tahun) dikalikan 100 %)
Adalah jumlah semua ibu hamil disuatu wilayah dalam kurun waktu 1 tahun, angka ini dapat
diperoleh dengan berbagai cara yaitu :
b. Angka perkiraan, yaitu memakai rumus : = angka kelahiran kasar (CBR) x 1.1 x jumlah
penduduk setempat ; dengan pengambilan angka CBR dari provinsi atau bila ada dari kabupaten
setempat atau 3 % x jumlah penduduk setempat.
Adalah persentase ibu bersalin di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang ditolong
persalinannya oleh tenaga kesehatan.
Adalah persentase ibu hamil beresiko yang ditemukan oleh kader dan dukun bayi yang kemudian
dirujuk ke puskesmas/tenaga kesehatan, dalam kurun waktu tertentu.
Adalah persentase ibu hamil beresiko yang ditemukan baik oleh tenaga kesehatan maupun oleh
kader/ dukun bayi yang telah dipastikan oleh tenaga kesehatan, yang kemudian ditindaklanjuti
(dipantau secara intensif dan ditangani sesuai kewenangan dan /atau dirujuk ke tingkat pelayanan
yang lebih tinggi) dalam kurun waktu tertentu.
Adalah ibu hamil yang mempunyai faktor resiko dan resiko tinggi.
Adalah persentase neonatal (bayi umur kurang dari 1 bulan) yang memperoleh pelayanan kesehatan
minimal dua kali dari tenaga kesehatan, satu kali pada hari pertama sampai dengan hari ketujuh dan
satu kali pada hari kedelapan sampai dengan hati keduapuluh delapan.
D. Indikator PWS-KIA
Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS-KIA meliputi indikator yang dapat
menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program KIA. Ditetapkan 6 indikator dalam PWS-
KIA, yaitu :
Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan
program dalam menggerakkan masyarakat. Rumus yang dipakai untuk perhitungannya adalah :
Indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara lengkap (memenuhi standar
pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan), yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu
hamil di suatu wilayah, disamping menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan
program KIA.
Rumus :
Indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan dan ini
menggambarkan kemampuan manajemen program KIA dalam pertolongan persalinan secara
profesional.
Rumus :
Indikator ini dapat diukur tingkat kemampuan dan peran serta masyarakat dalam melakukan deteksi
ibu hamil beresiko di suatu wilayah.
Rumus :
Jumlah ibu hamil beresiko yang dirujuk oleh dukun bayi/kader ketenagakesehatan X 100 %
Indikator ini dapat diperkirakan besarnya masalah yang dihadapi oleh program KIA dan harus
ditindaklanjuti dengan intervensi secara intensif.
Rumus :
Jumlah ibu hamil beresiko yang ditemukan oleh tenaga kesehatan dan atau dirujuk oleh dukun bayi
dan kader
X 100 %
Indikator ini dapat diketahui jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan neonatal.
Rumus :
Jumlah kunjungan neonatal yang mendapat pelayanan kesehatan minimal 2 kali oleh tenaga
kesehatan
X 100 %
E. Pengumpulan Data
P e n gu m p ul a n d a n p e ng el ol aa n d at a me r u p a k a n ke gi at a n po k o k da
r i P WS K I A . D at a y a n g di cat at pe r d e sa/ k el u r a h a n d a n k e m u di a n di k um p
ul ka n di t i n gk at p u s ke s ma s ak a n di l ap or k a n se s u ai j e nj a n g ad mi ni st r a si
. D at a y an g di p er l uk a n d al a m P WS K I A a dal a h D at a S a s ar a n da n D at a P
el a y a na n. Proses pengumpulan data sasaran sebagai berikut :
1. Jenis data
Data yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan PWS KIA adalah Data sasaran :
Jumlah seluruh ibu hamil
Jumlah seluruh ibu bersalin
Jumlah ibu nifas
Jumlah seluruh bayi
Jumlah seluruh anak balita
Jumlah seluruh PUS
Data pelayanan :
Jumlah K1
Jumlah K4
Jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
Jumlah ibu nifas yang dilayani 3 kali (KF 3) oleh tenaga kesehatan
Jumlah neonatus yang mendapatkan pelayanan kesehatan pada umur 6 – 48 jam
Jumlah neonatus yang mendapatkan pelayanan kesehatan lengkap pada umur 0-28
hari (KN 1, KN 2, KN 3)
Ju ml a h i b u h ami l , b er sal i n d an ni f a s de n g a n f act or r i si k o/ k om pl i
k a si y a n g di d et e ksi ol eh m as y ar a kat
Jumlah kasus komplikasi obstetri yang ditangani
Jumlah neonatus dengan komplikasi yang ditangani
Jumlah bayi yang mendapatkan pelayanan kesehatan pada umur 29 hari – 11 bulan
sedikitnya 4 kali
Jumlah anak balita (12 – 59 bulan) yang mendapatkan pelayanan kesehatan sedikitnya
8 kali
Jumlah anak balita sakit yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar
Jumlah peserta KB aktif
2. Sumber data
Data sasaran berasal dari perkiraan jumlah sasaran (proyeksi) yang dihitung
berdasarkan rumus yang diuraikan dalam BAB III. Berdasarkan data tersebut, Bidan
di Desa bersama dukun bersalin/bayi dan kader melakukan pendataan dan pencatatan
sasaran di wilayah kerjanya.
F. Pencatatan Data
1. Data Sasaran
Data sasaran diperoleh sejak saat Bidan memulai pekerjaan di desa/kelurahan.
Seorang Bidan di desa/kelurahan dibantu para kader dan dukun bersalin/bayi,
membuat peta wilayah kerjanya yang mencakup denah jalan, rumah serta setiap
waktu memperbaiki peta tersebut dengan data baru tentang adanya ibu yang hamil,
neonatus dan anak balita.
2. Data Pelayanan
Bidan di desa/kelurahan mencatat semua detail pelayanan KIA di dalam kartu ibu,
kohort Ibu, formulir MTBM, formulir MTBS, kartu bayi, kohort bayi, kohort anak
balita, kohort KB, dan buku KIA. Pencatatan harus dilakukan segera setelah bidan
melakukan pelayanan. Pencatatan tersebut diperlukan untuk memantau secara intensif
dan terus menerus kondisi dan permasalahan yang ditemukan pada para ibu, bayi dan
anak di desa/kelurahan tersebut, antara lain nama dan alamat ibu yang tidak datang
memeriksakan dirinya pada jadwal yang seharusnya, imunisasi yang belum diterima
para ibu, penimbangan anak dan lain lain.
Selain hal tersebut bidan di desa juga mengumpulkan data pelayanan yang berasal dari
lintas program dan fasilitas pelayanan lain yang ada di wilayah kerjanya.
G. Pengolahan Data
Setiap bulan Bidan di desa mengolah data yang tercantum dalam buku kohort dan
dijadikan sebagai bahan laporan bulanan KIA. Bidan Koordinator di Puskesmas
menerima laporan bulanan tersebut dari semua BdD dan mengolahnya menjadi laporan
dan informasi kemajuan pelayanan KIA bulanan yang disebut PWS KIA. Informasi per
desa/kelurahan dan per kecamatan tersebut disajikan dalam bentuk grafik PWS KIA yang
harus dibuat oleh tiap Bidan Koordinator.
Puskesmas yang sudah menggunakan komputer untuk mengolah data KIA maka
data dari kartu-kartu pelayanan bidan di desa/kelurahan, dimasukkan ke dalam komputer
sehingga proses pengolahan data oleh bidan di desa/kelurahan dan bidan koordinator
Puskesmas akan terbantu dan lebih cepat.
H. Analisis
A n a l i s i s a d al ah s uat u p em er i ks a a n d a n e v a l ua si d ar i su at u i
nf or m asi y a n g se s u ai d a n r el ev a nt d al a m me n y el e k si s u at u t i n d ak a n
ya n g t er b ai k d ar i b er ba g ai m a c a m al t e r n at i f v ar i a si . Analisis yang dapat
dilakukan mulai dari yang sederhana hingga analisis lanjut sesuai dengan tingkatan
penggunaannya. Data yang di analisis adalah data register kohort ibu, bayi dan anak balita
serta cakupan.
Seorang bidan harus mencatat setiap ibu hamil yang ada di desanya. Sehingga setiap bulan dia
dapat melakukan analisis dan penelusuran data kohort terhadap ibu hamil di desanya. Analisis
dan penelusuran data kohort yang dapat dilakukan oleh bidan untuk meningkatkan kinerja
bidan.
Pada akhirnya pemanfaatan PWS KIA harus merupakan bagian integral dari
manajemen operasional program KIA sehari-hari. Dalam suatu pertemuan di Jakarta pada
tahun 1989, Bapak Menteri Kesehatan menyatakan :
“Dari pengamatan saya selama ini, PWS sangat sesuai dengan kebutuhan kita
sebagai alat pemantau sederhana bagi program imunisasi. Konsep tersebut dapat
juga diterapkan untuk program-program lain. Maka saya instruksikan kepada semua
Kepala Dinas Kesehatan untuk melembagakan pemakaian PWS tersebut, dalam
penyelenggaraan program-program.
Disamping itu, telah diterbitkan pula surat edaran Menteri Dalam Negeri No. 44 0/13
00/PUOD tanggal 10 April 1990, kepada semua Gubernur KDH dan semua
Bupati/Walikotamadya seluruh Indonesia untuk mendukung pelaksanaan PWS.
Penyajian PWS KIA pada pertemuan teknis bulanan ditingkat puskesmas (mini
lokakarya) dan kabupaten/kota (pertemuan bulanan dinas kesehatan kabupaten/kota),
untuk menginformasikan hasil yang telah dicapai, identifikasi masalah, merencanakan
perbaikan serta menyusun rencana operasional periode berikutnya. Pada pertemuan
tersebut wilayah yang berhasil diminta untuk mempresentasikan upayanya.
PWS disajikan serta didiskusikan pada pertemuan lintas sektoral ditingkat kecamatan dan
kabupaten / kota, untuk mendapatkan dukungan dalam pemecahan masalah dan agar
masalah operasional yang dihadapi dapat dipahami bersama, terutama yang berkaitan
dengan motivasi dan penggerakan masyarakat sasaran.
Dalam upaya melibatkan lintas sektor terkait, khususnya para aparat setempat,
dipergunakan indikator indikator yang terpilih untuk menggambarkan wilayahnya yaitu :
1. Cakupan K4, yang menggambarkan kualitas pelayanan KIA
2. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (PN), yang menggambarkan tingkat keamanan
persalinan.
3. Cakupan penanganan komplikasi kebidanan.
4. Cakupan kunjungan nifas/neonatus.
5. Cakupan penanganan komplikasi neonatus.
6. Cakupan kunjungan bayi.
7. Cakupan kunjungan balita.
8. Cakupan pelayanan KB aktif.
Indikator pemantauan ini dapat dipergunakan dalam berbagai pertemuan lintas sektor
di semua tingkat administrasi pemerintah secara berkala dan disajikan setiap bulan, untuk
melihat kemajuan suatu wilayah. Bagi wilayah yang cakupannya masih rendah diharapkan
lintas sektor dapat menindak lanjuti sesuai kebutuhan dengan menggerakkan masyarakat dan
menggali sumber daya setempat yang diperlukan.
Supervisi yang terarah dan berkelanjutan merupakan sistem pembinaan yang efektif
bagi pelembagaan PWS. Dalam pelaksanaannya supervisi dilaksanakan dengan pengisian
checklist yang akan digunakan dalam supervisi ditingkat puskesmas dan kabupaten, untuk
kemudian dianalisis dan ditindaklanjuti.
Proses yang perlu dilakukan dalam penerapan PWS KIA dimulai dengan langkah-
langkah sosialisasi, fasilitasi dan evaluasi yang diikuti dengan tindak lanjut sesuai kebutuhan.
a. Pertemuan orientasi :
Pertemuan ini merupakan pertemuan dengan tujuan :
Menyamakan persepsi mengenai PWS KIA
Menentukan kebijaksanaan propinsi dalam pelaksanaan PWS KIA
Merencanakan Fasilitasi tingkat kabupaten/kota dan puskesmas
Menyusun mekanisme pemantauan kegiatan, dll
Pihak yang terlibat meliputi :
Subdinas/Bidang yang menangani KIA dari Dinas Kesehatan Propinsi dan
Kabupaten/Kota.
Subdinas/Bidang yang menangani Puskesmas dan RS dari Dinas Kesehatan Propinsi
dan Kabupaten/Kota.
Subdinas/Bidang yang menangani Pengendalian Penyakit dari Dinas Kesehatan
Propinsi dan Kabupaten/Kota.
Selain itu, pertemuan juga dapat melibatkan RSU. Hal ini penting karena PWS KIA
mempunyai pendekatan wilayah. Dengan demikian semua pelayanan KIA dari fasilitas
pelayanan di luar puskesmas pun perlu dilibatkan agar dapat diketahui cakupan pelayanan
KIA oleh tenaga kesehatan.
b. Pertemuan Sosialisasi :
Fokus pertemuan ini adalah untuk lintas sektor di tingkat Propinsi, dengan tujuan untuk
sosialisasi tentang PWS KIA, menyepakati peran lintas sektor dalam PWS KIA dan
menyusun mekanisme pemantauan kegiatan.
Pihak yang terlibat meliputi :
Dinas Kesehatan
BAPPEDA
Biro Pembangunan Masyarakat Desa
Biro PP dan KB
c. Fasilitasi :
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan bantuan teknis berupa kunjungan ke lapangan
atau pertemuan di kabupaten/kota dan puskesmas. Petugas provinsi dibekali untuk dapat
memfasilitasi petugas kabupaten/kota dan puskesmas. Peserta terdiri dari unsur- unsur
lain dari dinas kesehatan kabupaten/kota seperti : Gizi, Imunisasi, Yankes, Yanfar, P2PL,
dll.
Setiap kali fasilitasi, sebaiknya peserta sekitar 30 orang.
Materi fasilitasi :
o Pedoman PWS KIA
o Kebijaksanaan Program KIA
o Pedoman Pelayanan Kebidanan Dasar
o Perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kegiatan
a. Pertemuan orientasi :
Pertemuan ini merupakan pertemuan dengan tujuan :
Menyamakan persepsi mengenai PWS KIA
Menentukan kebijaksanaan propinsi dalam pelaksanaan PWS KIA
Merencanakan Fasilitasi tingkat kabupaten/kota dan puskesmas
Menyusun mekanisme pemantauan kegiatan, dll
Pihak yang terlibat meliputi :
Subdinas/Bidang yang menangani KIA dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Subdinas/Bidang yang menangani Puskesmas dan RS dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Subdinas/Bidang yang menangani Pengendalian Penyakit dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Kepala Puskesmas dan Bidan Koordinator
Selain itu, pertemuan juga dapat melibatkan RSU dan Unit Pelayanan Kesehatan
Swasta. Hal ini penting karena PWS KIA mempunyai pendekatan wilayah. Dengan
demikian semua pelayanan KIA dari fasilitas pelayanan di luar puskesmas pun perlu
dilibatkan agar dapat diketahui cakupan pelayanan KIA oleh tenaga kesehatan.
b. Pertemuan Sosialisasi :
Fokus pertemuan ini adalah untuk lintas sektor tingkat kabupaten/kota, dengan tujuan
untuk sosialisasi tentang PWS KIA, menyepakati peran lintas sektor dalam PWS KIA dan
menyusun mekanisme pemantauan kegiatan.
Pihak yang terlibat meliputi :
Dinas Kesehatan
BAPPEDA
Biro Pembangunan Masyarakat Desa
Biro PP dan KB
c. Fasilitasi :
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan bantuan teknis berupa kunjungan ke lapangan
atau pertemuan di puskesmas. Petugas kabupaten/kota dibekali untuk dapat memfasilitasi
petugas puskesmas.
Materi fasilitasi :
o Pedoman PWS KIA
o Kebijaksanaan Program KIA
o Pedoman Pelayanan Kebidanan Dasar
o Perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kegiatan
a. Pertemuan reorientasi
Pertemuan ini merupakan pertemuan dengan tujuan :
Menyamakan persepsi mengenai PWS KIA
Sosialisasi kebijaksanaan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan PWS KIA
Merencanakan Fasilitasi ke Desa
Menyusun mekanisme pemantauan kegiatan, dll
Pihak yang terlibat meliputi :
Bidan di Desa
Bidan Koordinator
Pengelola Program KIA
Kepala Puskesmas
Petugas Gizi
P2PL
Data Operator
Farmasi
b. Pertemuan Sosialisasi
Fokus pertemuan ini adalah untuk lintas sektor tingkat kecamatan dan desa, dengan
tujuan untuk sosialisasi tentang PWS KIA, menyepakati peran lintas sektor dalam PWS
KIA dan menyusun mekanisme pemantauan kegiatan.
Pihak yang terlibat meliputi :
Puskesmas
Camat
Kepala Desa
Dewan Kelurahan
LKMD
PKK
Koramil
Polsek
e. Tindak lanjut :
Kegiatan ini bertujuan untuk menindaklanjuti hasil – hasil pembahasan implementasi PWS
KIA di tingkat puskesmas .
b. Tindak lanjut :
Kegiatan ini bertujuan untuk menindaklanjuti hasil – hasil pembahasan implementasi PWS
KIA di tingkat puskesmas dan desa.