Anda di halaman 1dari 5

Mantan Direktur Kemenkes divonis 5 tahun

penjara
JAKARTA. Mantan Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar Kementerian
Kesehatan Ratna Dewi Umar, akhirnya dinyatakan bersalah oleh Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Ratna dinyatakan bersalah karena melakukan penyalahgunaan wewenang


dalam pengadaan empat proyek alat kesehatan penanganan wabah flu
burung di Kementerian Kesehatan tahun anggaran 2006-2007.

Oleh Pengadilan Tipikor, ia diganjar dengan hukuman pidana penjara selama


5 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta subsidair 3 bulan kurungan.

"Menyatakan terdakwa Dr Ratna Dewi Umar terbukti secara sah dan


menyakinkan melakukan tipikor secara bersama-sama sebagaimana
dakwaan subsidair," kata hakim Nawawi saat membacakan putusan di
Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/9).

Jika sebelumnya dalam tuntutan disebut bersalah melakukan perbuatan


melawan hukum sebagaimana dakwaan primer, akhirnya ia dianggap
terbukti melakukan penyalahgunaan wewenang.

Sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran


(KPA), Ratna disebut telah menyalahgunakan kewenangannya dengan
menetapkan perusahaan pemenang dalam empat proyek pengadaan sesuai
dengan yang dikehendakinya.

Adapun empat proyek pengadaan itu, pertama, pengadaan alat kesehatan


dalam rangka penanganan wabah flu burung tahun anggaran 2006.

Kedua, penggunaan sisa dana Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)


tahun 2006.

Ketiga, pengadaan alat kesehatan untuk melengkapi rumah sakit rujukan


penanganan flu burung dari DIPA APBN-P tahun anggaran 2007.

Keempat, pengadaan Reagen dan Comsumable pengadaan virus flu burung


dari DIPA APBNP tahun anggaran 2007.

Keempat proyek tersebut dianggap menguntungkan PT Rajawali Nusindo, PT


Prasasti, PT Airindo Sentra Medika, PT Fondaco, dan PT Kartika, sehingga
menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 50,477 miliar.
Pembelaan kubu Ratna yang menyebut hal itu dilakukan atas perintah
mantan Menkes Siti Fadilah Supari, diabaikan oleh hakim pengadilan.

Majelis beranggapan, Menkes tidak memiliki kewenangan untuk menentukan


pemenang proyek karena nilainya yang masih di bawah Rp 50 miliar.

Hakim mengatakan, yang diterbitkan oleh menteri kesehatan Siti Fadillah


Supari dalam pengadaan tersebut diatas hanya rekomendasi.

"Perintah yang dilakukan terdakwa adalah perintah yang tidak sah," tegas
hakim.

Menanggapi putusan tersebut, Ratna masih menyatakan akan berkonsultasi


dengan kuasa hukumnya, sebelum memutuskan mengambil langkah
banding di Pengadilan Tinggi.

Menurutnya, dalam kasus ini, ia hanya dikorbankan oleh atasannya mantan


Menkes Siti Fadillah Supari. "Saya dikorbankan," kata Ratna seusai
persidangan.

Perampasan Uang di Perusahaan Rekanan

Tak hanya hukuman terhadap Ratna, Majelis Hakim juga memerintahkan


dilakukan perampasan aset yang telah disita penyidik.

Aset itu berupa uang senilai Rp 1,60 miliar dari rekening PT Kimia Farma,
uang Rp 1,46 miliar dari PT Rajawali Nusindo, uang Rp 999,86 juta dari PT
Aerindo Centra Medika. Dan, tiga mesin CT Scan di RS Hermina Bekasi, di RS
Sari Asih Tangerang dan di RS Hermina Daan Mogot.

Namun, ada juga barang bukti yang dikembalikan karena jumlahnya


melebihi keuntungan yang diperoleh.

"Uang sebesar Rp 1,876 miliar dikembalikan ke PT Rajawali Nusindo dan Rp


665,12 miliar dikembalikan ke PT Aerindo Centra Medika," tutup hakim.

https://nasional.kontan.co.id/news/mantan-direktur-kemenkes-divonis-5-tahun-penjara
Flu Burung, Eks Dirjen Kemenkes
Dituntut 5 Tahun
TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Direktur Jenderal Bina Pelayanan
Medik Dasar Departemen Kesehatan, Ratna Dewi Umar,
dituntut hukuman pidana 5 tahun penjara. Jaksa penuntut
umum Komisi Pemberantasan Korupsi menilai Ratna terbukti
melakukan korupsi, sehingga merugikan keuangan negara
sampai Rp 50,4 miliar dalam proyek pengadaan alat
kesehatan  pada 2006 dan 2007.

"Menuntut, menjatuhkan hukuman pidana 5 tahun penjara,


ditambah pidana denda Rp 500 juta atau diganti 6 bulan
kurungan," kata jaksa Kresno Anto Wibowo saat membacakan
tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis,
1 Agustus 2013.

Kresno menjabarkan, kasus ini bermula saat Depertemen


Kesehatan--yang sekarang menjadi Kementerian Kesehatan--
melakukan pengadaan alat kesehatan dan perbekalan dalam
rangka penanggulangan wabah flu burung tahun anggaran
2006. Ratna yang saat itu menjadi pejabat pembuat komitmen
membahas rencana tersebut dengan Menteri Kesehatan Siti
Fadilah Supari.

Siti lalu memerintahkan agar metode pelaksanaan pekerjaan


itu dilakukan melalui penunjukan langsung, dengan menunjuk
Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo. Atas perintah ini, Ratna
lalu bertemu dengan Rudi Tanoe. Perusahaan Rudi Tanoe, PT
Prasasti Mitra, kemudian mengirimkan surat yang berisi dua
jenis alat kesehatan yang diperlukan pada 25 Maret 2006.
Padahal, saat itu pengadaannya belum dimulai.

Atas persetujuan Siti, Ratna lalu membuatkan surat


penunjukan langsung untuk perusahaan yang dipinjam
benderanya oleh Prasasti Mitra, PT Rajawali Nusindo, dengan
tanggal mundur. Lantaran tak memiliki alat-alat yang
dibutuhkan, dalam pelaksanaannya Rajawali  
menyerahkannya pekerjaan bernilai Rp 30 miliar ini kepada
Prasasti Mitra. Oleh Prasasti Mitra, pekerjaan tersebut
kembali dialihkan ke beberapa agen tunggal. Menurut jaksa,
perbuatan Ratna ini telah melawan hukum.

Hal yang sama dilakukan oleh Ratna pada tiga proyek


berikutnya, yakni penggunaan sisa dana Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun anggaran 2006,
pengadaan peralatan kesehatan untuk melengkapi rumah
sakit rujukan penanganan flu burung dari DIPA Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) perubahan tahun
anggaran 2007, serta
pengadaan reagen dan consumable penanganan virus flu
burung dari DIPA APBN-P tahun anggaran 2007.

Perbuatan Ratna tersebut dinilai jaksa menguntungkan


sejumlah perusahaan sekaligus merugikan keuangan negara.
Adapun korporasi yang diuntungkan dari empat proyek
pengadaan ini adalah PT Rajawali Nusindo, PT Prasasti Mitra,
PT Airindo Sentra Medika, PT Fondaco Mitratama, PT Kartika
Sentamas, PT Heltindo Internasional, PT Kimia Farma
Trading, PT Bhineka Usada Raya, dan PT Cahaya Prima
Cemerlang.

Dalam pengadaan pertama dan kedua, kata jaksa, muncul


kerugian negara sekitar Rp 10,2 miliar, sesuai dengan
penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan. Sedangkan pada pekerjaan ketiga sebesar Rp
27,9 miliar, dan keempat Rp 12,3 miliar.

Akibat perbuatan ini, jaksa menjerat Dewi dengan dakwaan


primer, yakni Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana diubah dengan undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65
Ayat 1 KUHP.

https://nasional.tempo.co/read/501584/flu-burung-eks-dirjen-kemenkes-dituntut-5-
tahun/full&view=ok

Anda mungkin juga menyukai