Anda di halaman 1dari 32

Sistem Kendali Dasar

Desain Kontroler
PRAKATA
DAFTAR ISI
BAB I
DESAIN KONTROLER PADA DOMAIN FREKUENSI

1.1. Pengantar Sistem Kendali


1.2. Pemodelan Sistem pada Domain Frekuensi
1.2.1. Sistem Mekanik
1.2.2. Sistem Elektrik
1.2.3. Sistem Fluida
1.3. Kestabilan Sistem pada Domain Frekuensi
1.3.1. Pole dan Zero Sistem
1.3.2. Root Locus
1.3.3. Routh Hurwitz
1.4. Desain PID Kontroler
1.4.1. Open-loop Ziegler-Nichols
1.4.2. Closed-loop Ziegler-Nichols
1.5. Contoh Desain
1.5.1. Sistem Kendali Deteksi Arah Matahari Dengan Servo (Hatta Razhasya Andi
Pratama)
1.5.1.1. Pemodelan Sistem
Motor DC

Gambar 1. Skema Motor DC


Persamaan torsi yang di bangkitkan oleh Motor DC dapat didapatkan secara linear
dengan persamaan :
T =K a i……….(1)
Dimana Ka adalah konstanta jangkar motor yang bergantung pada banyaknya lilitan
pada jangkar, jumlah kutub medan. Adapun besarnya tegangan ggl induksi ketika motor
beroperasi sebanding dengan Kb dan kecepatan sudut putaran motor :
e=Kb θ̇……….(2)

Dengan hukum Newton persamaan torsi dengan momen inersia dan raiso peredaman
motor :
T =J θ̈+b θ̇ ………(3)

Dari persamaan 1 dan 3 diperoleh :


J θ̈+ b θ̇
i=
Ka
……………..(4)
Sedangkan besaran tegangan V menurut hukum kirchoff :
di
V =iR + L +e ……………..(5)
dt
di
V =iR + L + K b θ̇…………………….(6)
dt
Dari persamaan 4 dan 6 di laplace kan :
J θ (¨s ) +b θ̇ ( s )
i(s )= ……….(7)
Ka( s)
˙ )……(8)
V (s)=iR (s)+ L(s ) I (s )+ K b θ (s
kemudian dengan cara mensubtitusi maka diperoleh fungsi tranfer
θ (s ) K
=
V (s ) s( ( Js+ b ) ( Ls + R ) + K 2 )
…………..(9)

Kemudian di dapatkan hasil :


θ (s ) 30
=
V (s ) 4 s 3 +20 s 2+13 s
…………..(10)
Identifikasi plant sebagai berikut :
Momen inersia rotor (J) = 0.1 kg . m2 /s 2
Rasio peredaman sistem mekanik = 0.01 Ns/ m
motor (b)
Konstanta Motor (K) 0.3 Nm/ A
Resistansi ® = 2Ω
Induktansi (L) = 0.4 H
Roda gigi =0,2
Rf =8
Sensor =1
Tabel 1. Identitikasi Plant
Roda Gigi
Roda gigi berfungsi sebagai pengurang kecepatan sudut dari motor. Secara
mekanik, sumbu dari motor dihubungkan dengan roda gigi, sehingga posisi
sudut roda gigi keluaran dihubungkan ke posisi motor melalui perbandingan

roda gigi 1/n, sehingga :


1
θ0 = θm…………………(11)
n

V(s) 30 θ( s)
PI Controler
4 s +20 s2 +13 s
3

Gambar 2. Skema Open Loop

1.5.1.2. Analisa Kestabilan


Kestabilan sistem pada persamaan dapat diketahui dari nilai pole-pole sistem,
secara sederhana letak pole dan zero sistem dapat diketahui menggunakan
program MATLAB sebagai berikut:
Gambar 3. List Program menampilkan pole-zero map

Dari program tersebut muncul window yang menunjukan pole dan zero sistem .

1.5.1.3.

1.5.1.4.
Gambar 4. Pole-zero map
Berdasarkan Gambar diatas dapat diketahui terdapat 3 pole sistem yang terletak
pada bagian kiri plane mulai 0 – (-4.23). Satu pole terletak di titik origin
sedangkan dua titik lainnya terletak pada bagian -0.768 dan -4.23. Dalam hal ini
sistem overshoot bernilai 0% dan sistem memiliki sifat nilai yang selalu naik.
Gambar 5. Step Response

1.5.1.3. Desain Kontroler


Melihat dari hasil parameter yang telah diketahui, berikut
adalah desain kontroler, dengan menggunakan sistem close loop :

Gambar 6. Skema Close Loop


Respon yang diberikan oleh skema close loop pada gambar 6 dari uji
coba Simulink tanpa menggunakan kontroler PI adalah :

Gambar 7. Skema Close Loop


Pada gambar 7 menyatakan hasil dari gambar 6. Gambar sinyal terlihat
masih belum stabil dan memiliki overshoot yang tinggi dibandingkan dengan
sinyal refrensi, titik stabil dari sinyal tersebut berada di t = 30 detik. Dimana
respon sistem masih belum optimal dan terdapat osialasi yang berarti sistem
belum baik atau tidak stabil.

Langkkah selanjutnya adalah memberi sebuah Kontrol PI. PI kontroler


merupakan kontroler sederharna dengan feedback. Pada dasarnya Kontroler PI
ini dari kontroler PID yang blok Devirativenya dihilangkan. Pada kontroler PI
ini terdiri dari gain K p dan T i . Blok diagram PID dengan sistem sederhana di
tunjukan pada gambar di bawah ini.
Gambar 8. Skema Sistem Dengan Kendali PI
Pada gambar 2 dan 8 didapatkan hasil skema dengan menggunakan
kontroler PI yang dikontrol dengan plant orde 3 dengan outpout feedback :

Gambar 9. Skema Plan Sistem orde 3 Dengan Kendali PI


Pada gambar 9 nilai parameter P dan I belum diketahui, maka dari itu
agar nilai parameter P dan I diketahui bisa menggunakan metode trial and eror
atau Metode Heuristic. Dengan Batasan nilai 0-1 pengujian dilakukan secara
bertahap dengan memberi input set point.
Tahapan yang dilakukan harus disesuaikan dengan metode trial and
eror, dengan cara memberikan nilai parameter P kemudian timbahkan dengan
nilai parameter I.
Berikut hasil ujicoba dengan metode trial and eror dengan Batasan nilai
0-1.
Gambar 10. Pengujian Respon sistem pada nilai Kp = 0.3, Ki = 0

Gambar 11. Pengujian Respon sistem pada nilai Kp = 0.1, Ki = 0.0004


Dari hasil simulasi pada gambar 10 dan 11 diketahui bahwa pada gambar
10, respon sistem sama seperti ketika belum di tambahkan PI controller dan titik
normalnya saat t = 27 detik dan tidak terjadi perubahan yang signifikan.
Kemudian di tambahkan nilai parameter I dan respon sistem
memberikan hasil yang cukup signifikan dan mengikuti alur dari sinyal refrensi.
Pada gambar 11 memiliki eror stady state sebersar 2% dari 5% batas maksimal
yang di terima.
Dengan memperkecil nilai P dan I respon sistem lebih cepat dari yang
hanya diberikan nilai parameter P saja. Respon sistem pada gambar menujukan
nilai t pada saat keaadan stabilnya berada pada t = 23 detik dan rising time
berada pada t = 8.5 detik.
Dengan demikian di dapatkan hasil pengujian trail and eror dengan nilai
parameter Kp dan Ki :
Parameter PI Nilai
Kp 0.1
Ki 0.0004
Tabel 2. Parameter PI yang memiliki respon yang bagus

1.5.2. Kendali arah kamera CCTV dengan PID Controller (Elda Alfandy)
1.5.2.1 Pemodelan Sistem
Pada percobaan kali ini, saya mencoba mengangkat kasus mengenai sistem
pengendali arah pada kamera CCTV. Pada dasarnya, sistem ini menerapkan prinsip
kerja servo sebagai sumber penggerak dan penentu arah, hanya saja dilakukan
beberapa modifikasi untuk mencapai kriteria plant yang diinginkan.

Gambar 1. DC Motor System Gambar 2. Servo Motor System


Gambar 3. Konsep Sistem Pengendali Arah Kamera CCTV
Posisi arah kamera akan dikontrol berdasarkan nilai umpan balik dari
potensiometer (output transduser) dengan menggunakan gear gigi yang disusun seperti
konsep Gambar 3. Untuk mendapatkan respon yang lebih baik, akan digunakan PID
Controller.
Dalam input arah, potensiometer akan mengeluarkan nilai berupa tegangan.
Sama halnya dengan potensiometer pada umpan balik (output transduser) yang
mengonversi tegangan yang dikirim potensiometer menjadi nilai sudut/arah. Pada
controller (Gambar 3), penguat diferensial ditambahkan bersama amplifier untuk
membandingkan tegangan masuk yang diperoleh dari potensiometer umpan balik dan
sekaligus untuk menguatkan sinyal yang dihasilkan potensiometer. Tujuan dari sistem
ini adalah menentukan keluaran berupa arah/posisi kamera CCTV θout (t), mengikuti
sudut masukan potensiometer θin (t).
Selanjutnya, Potensiometer akan menghasilkan tegangan Analog Output (Vout)
yang nilainya sebanding dengan putaran sudut masukannya (θin) dan tidak ada dinamika.
Potensiometer sendiri digambarkan sebagai gain dalam rangkaian, dan fungsi alih
rasionya dituliskan sebagai berikut.
V out
=K pot .......................................(1)
θ¿
Sedangkan, Pre-Amplifier sendiri merupakan rangkaian penguat differensial
yang berfungsi sebagai penguat sekaligus pembanding tegangan. Fungsi alih sub-sistem
ini merupakan rasio trasformasi laplace dari tegangan keluaran (Vp) dibagi dengan
tegangan masukan (Vi). maka fungsi alihnya dituliskan sebagai berikut.
V p (s )
=K ............................................(2)
V i (s)
Kemudian, Power Amplifier yang tentunya akan menghasilkan keluaran berupa
tegangan dan arus yang lebih tinggi dari masukan. Power amplifier memiliki dinamika,
dan dapat diasumsikan sebagai berikut.
E a ( s) K i
= ...................................(3)
V p (s ) s+a

*dengan ( K ¿¿ i)¿ adalah gain power amplifier dan (a) adalah pole power amplifier.
Motor DC pada umumnya tersusun atas magnet permanen, kumparan jangkar,
dan sikat (brush). Medan magnet dibentuk oleh magnet permanen yang stasioner. Pada
rangkaian armature mengalir arus listrik Ia(t) melewati medan magnet, dan meghasilkan
gaya yang besarnya F=BliIa(t) dengan B adalah kuat medan magnet dan li adalah
panjang konduktor. Konduktor bergerak pada medan magnet menghasilkan tegangan
terminal konduktor yang besarnya e=Blv dengan e adalah tegangan dan v adalah
kecepatan konduktor. Pembawa arus armature berputar dalam medan magnet dan
tegangan sebanding dengan kecepatan, sehingga dapat dirumuskan seperti pada
persamaan (4).
dθm (t )
V b ( t )=K b ..........................................(4)
dt
*dengan Vb adalah back electromotive force (back emf), Kb adalah konstanta back
dθm (t)
emf, dan merupakan kecepatan sudut motor.
dt
Maka, dengan transformasi laplace akan dihasilkan:
V b ( s)=K b sθm (s) ..........................................(5)

Jika diketahui bahwa Torsi yang dihasilkan motor sebanding dengan besar Arus, maka:
T m ( s )=K t I a (s ) ..............................................(6)

1
I a ( s )= T (s) ...............................................(7)
Kt m

*dengan Tm adalah torsi motor, dan Kt adalah konstanta kesebandingan yang


tergantung pada karakteristik medan magnet dan motor.
Teori torsi dapat diganti menggunakan teori yang berhubungan dengan torsi terhadap
kecepatan motor, posisi, inersia, dan redaman. Salah satunya dapat mengganti teori
back EMF (Vb) dengan teori yang menghubungkan back EMF dengan turunan
kecepatan, yaitu posisi. Teori ini akan mendapatkan fungsi alih yang ditunjukkan
Persamaan (8).

T m ( s )=(J s2 + D m s )θm (s) ........................(8)

*dimana J adalah inersia total pada armature dan Dm adalah redaman total pada
armature.
Selanjutnya, hubungan antara back emf Vb (s) pada persamaan (5) terhadap arus Ia (t),
induktansi motor La (t), tegangan Ea (t), dapat ditulis berdasarkan persamaan KVL
menjadi:
dI a (t )
+ V b (s )=Ea ( t) .........(9)
R a I a ( t ) + La
dt
Persamaan (9), ditulis kembali dengan transformasi laplace menjadi :
Ra I a ( s ) + La s I a ( s)+V b ( s)=E a ( s) ......(10)

Sehingga, fungsi alih dari motor diperoleh dengan subtitusi persamaan (5) dan (7) ke
persamaan (10), dan menghasilkan persamaan (11) sebagai berikut.

¿ ¿ ¿ .............(11)
*Tm(s) harus diketahui dalam bentuk θm(s) sehingga diperoleh fungsi alih dalam
θm (s)
bentuk:
Ea (s)
Untuk persamaan dari Motor DC dan Beban (am dan Km) dapat diperoleh dengan
mensubstitusi persamaan (8) dan (11) menjadi persamaan (12) sebagai berikut:

¿ ¿ ¿ ..........(12)

Diasumsikan rangkaian merupakan medan motor tetap, yang membuat Kb dan Kt sama.
Kedua nilai diberikan untuk tiga konfigurasi yaitu 1, dengan menarik θm(s) dan
menghasilkan persamaan (13) sebagai berikut.

¿ ...................(13)
Jika diasumsikan induktansi La sangat kecil dibandingkan dengan resistansi Ra, maka
dari persamaan (13) dapat disederhanakan menjadi persamaan (14) berikut.
Kt
θm (s) J Ra
= ..............................................(14)
Ea (s) D m R a+ K b K t
(
s s+
J Ra )
Pada persamaan (14) yang merupakan bentuk fungsi alih dari motor dan beban, maka
selanjutnya dapat dihubungkan variabel Km dan am sebagaimana persamaan berikut.
Kt
Km = J R ............................(15)
a

D m R a+ K b K t
am = J Ra
...........................(16)

Dengan demikian, berdasarkan persamaan (14), (15), dan (16), Motor DC dan bebannya
memiliki fungsi transfer yang dituliskan pada persamaan (17), sebagai berikut.
θm (s) Km
= .........................(17)
Ea (s) s (s +a¿¿ m)¿

Hubungan motor dengan inersia Ja dan redaman Da pada armature mengendalikan beban
inersia JL dengan redaman DL yang terhubung melalui roda gigi, sehingga JL dan DL
dapat ditambahkan kedalam Ja dan Da, sehingga dapat ditulis:

N1 2
J=J a+ J L ( )
N2
................................(18)

N1 2
Dm =Da + DL
N2 ( )
..........................(19)

*dengan N1 dan N2 adalah shaft gear pada motor dan beban (Gear 1 dan Gear 2).
Jika fungsi alih dari sistem gear ditulis sebagai:
N1
=Kg ............................................(20)
N2

*dengan Kg adalah konstanta gear.


Maka, persamaan (18) dan (19) dapat ditulis kembali menjadi:

J=J a+ J L ( Kg )2.................................(21)

D m =D a + D L ( Kg )2.......................(22)

Berikut adalah parameter-parameter sistem yang digunakan dalam perhitungan.


Ditunjukkan pada Tabel 1 sebagai berikut.
Parameter Nilai Simbol Satuan
Gain Potensiometer 1 Kpot -
Gain Pre-Amplifier 250 K -
Gain Power Amplifier 100 Ki -
Pole Power Amplifier 100 a -
Resistansi Motor 8 Ra Ω (ohm)
Konstanta Inersia Motor 0,02 Ja kg.m2
Konstanta Redaman Motor 0,01 Da N.m s/rad
Konstanta Back EMF 0,5 Kb V.s/rad
Konstanta Torsi Motor 0,5 Kt N.m/A
Jumlah Gigi Gear Motor DC 10 N1 buah
Jumlah Gigi Gear Beban
50 N2 buah
(CCTV)
Beban Inersia 1 JL kg.m2
Konstanta Beban Inersia 1 DL N.m s/rad
Tabel 1. Parameter-parameter sistem

Selanjutnya, dengan menggunakan roda gigi yang redaman dan momen inersia dari
sistem dapat dimodifikasi, maka berdasarkan persamaan (20) dapat ditulis sebagai:

N 1 10
K g= = =0,2...............................................................(23)
N 2 50

Perhitungan momen inersia total (J) dan redaman total (D m) berdasarkan persamaan (21)
dan (22) dapat ditulis sebagai berikut:

J = Ja + JL (Kg)2  J = 0,02 + 1(0,2)2  J = 0,06 ...........................(24)


Dm = Da + DL (Kg)2  Dm = 0,01 + 1(0,2)2  Dm = 0,05 ......................(25)
Dengan nilai momen inersia total (J) dan redaman total (Dm) yang telah diketahui, maka
selanjutnya parameter am dan Km dapat ditentukan dengan memberi nilai pada parameter
berdasarkan persamaan (15) dan (16), sehingga diperoleh:

Dm R a+ K b K t ( 0,05 ) ( 8 ) +(0,5)(0,5) (0,65)


am = J Ra
= = =1,354 ................(26)
(0,06)(8) (0,48)

Kt ( 0,5) (0,5)
Km = J R = ( = =1,041.................................(27)
a 0,06 ) ( 8 ) (0,48)

Nilai am dan Km telah diketahui, yang selanjutnya disubstitusi kedalam persamaan (17)
menjadi persamaan (28) sebagai berikut.
Km
1,041 1,041 ..................(28)
s (s +a¿¿ m)= = 2 ¿
s (s+1,354) s + 1,354 s

Dengan demikian, persamaan-persamaan yang telah diperoleh mulai dari persamaan (1),
(2), (3), (17), dan (20) disubstitusi dan menghasilkan persamaan (29) sebagai berikut.
*data parameter dapat dilihat pada Tabel 1
( K ¿¿ pot )(K )(K i )( K m )(K g )
G(s)= ¿ ............................................(29)
( s+ a)¿ ¿

( K ¿¿ pot )(K )(K i )( K m )(K g )


G(s)= 3 2 2
¿ ......................................(30)
( s +(a m s +a s )+(a am s))

(1)(250)(100)(1,041)( 0,2)
G(s)= ......................(31)
( s + ( 1,354 s 2+100 s2 ) + ( 100. 1,354 s ) )
3

5205
G(s)= 3 2 ...........................................(32)
( s +101,354 s +135,4 s)
Berdasarkan hasil persamaan (32) yang merupakan bentuk orde 3, maka selanjutnya
dapat diketahui skema Open-Loop dari Plant sistem secara keseluruhan sebagai berikut.

V(s) (s)
Kontroller

Gambar 4. Skema Open-Loop Plant sistem keseluruhan.

1.5.2.2 Analisa Kestabilan


Kestabilan sistem pada persamaan (32) dapat diketahui dari nilai pole-
pole sistem. Metode yang digunakan adalah persamaan karakteristik. Secara
sederhana, letak pole dan zero system dapat diketahui menggunakan program
Matlab sebagai berikut.
G = tf([5205],[1 101.354 135.4 0])
pzmap(G)
grid on
Gambar 5. Pole-Zero Sistem

Berdasarkan Gambar 5, dapat diketahui bahwa kedua pole system terletak pada
bagian kiri s-plane sedangkan satu pole berada pada titik origin yang menandakan
bahwa sistem sudah stabil. Adapun ketiga pole sistem secara berurutan terletak
pada 0, −1.35, dan −100. Sistem dengan pole terletak pada titik origin memiliki
karakteristik seperti integrator, ketika input bernilai konstan seperti step input,
maka output memiliki respon dengan nilai yang selalu naik (ramp).

Adapun respon step dari sistem 𝐺(s) ditunjukkan pada Gambar 6 sebagai berikut.
G = tf([5205],[1 101.354 135.4 0])
step(G)
grid on

Gambar 6. Respon Sistem dengan input Step


1.5.2.3 Desain Kontroler
Merujuk pada hasil parameter-parameter yang telah diketahui
nilainya, pada Gambar 7 dibawah ini ditampilkan blok simulink Closed-Loop
tanpa kontrol PID dimana nilai-nilai parameter yang dimasukkan sebagai berikut:

Gambar 7. Skema Closed-Loop Pengendali Arah Kamera CCTV tanpa Kontrol


PID

Keterangan nilai-nilai parameter:


Kpot = 1 = Potensio 1 & 2
K = 250 = Pre-Amplifier
Ki = 100 = Gain Power Amplifier
a = 100 = Pole Power Amplifier
Km = 1.041 = Motor and Load
am = 1.354 = Motor and Load
Kg = 0,2 = Gears
Respon yang dihasilkan dari uji coba simulink tanpa kontrol PID (Gambar 7),
ditampilkan pada Gambar 8 sebagai berikut.

Gambar 8. Respon Sistem dengan Sinyal Referensi tanpa Kontrol PID


Dari Gambar 8 terlihat bahwa respon sistem kurang baik dimana masih
terdapatnya osilasi dengan overshoot sekitar 44% yang menandakan sistem belum
stabil, dan belum merespon dengan cepat.
Tahap selanjutnya, Kontrol PID diperlukan pada sistem agar sistem dapat
berjalan optimal dan stabil. PID merupakan kontroler sederhana dengan feedback.
Kontroler jenis ini masih banyak digunakan diberbagai sistem automatic karena cara
desainnya yang mudah dan mampu bersifat robust dalam kondisi tertentu. PID pada
dasarnya tersusun dari tiga buah gain yaitu Kp, Ti, dan Td. Suatu sistem sederhana
menggunakan PID digambarkan sebagai berikut.

Gambar 9. Sistem dengan Kontroller PID

Sehingga, berdasarkan pada Gambar 4 dan Gambar 9, dibawah ini


digambarkan blok kontroller PID bersama sistem yang dikontrol yaitu plant Orde 3
dengan output feedback sebagaimana perolehan persamaan (32) pada pembahasan
sebelumnya, dan menghasilkan skema rangkaian pada Gambar 10 berikut.

Gambar 10. Skema Closed-Loop Plant Sistem dengan tambahan Kontroler PID

Sedangkan untuk mencari parameter PID pada sistem yang diinginkan


dilakukan dengan menggunakan metode trial and error atau (Heuristic Methode),
dengan batasan nilai 0 – 1. Simulasi dilakukan dengan memberikan masukan set
point secara step. Hal ini bertujuan untuk mengetahui respon sistem terhadap
perubahan masukan set point. Karena parameter pengendali PID dicari dengan
menggunakan metode trial and error, maka pengujian dilakukan dalam beberapa
tahap.
Tahap-tahap yang dilakukan disesuaikan dengan metode penalaan
(Heuristik) atau trial and error, dimana penalaan parameter pengendali dimulai
dengan hanya menggunakan pengendali P, kemudian baru ditambahkan pengendali
I dan terakhir ditambahkan dengan pengendali D.
Berikut ini adalah beberapa tangkapan layar yang menampilkan output
respon sistem saat uji coba berlangsung untuk mencari nilai parameter PID dengan
menggunakan metode trial and error atau (Heuristic Methode) pada batasan nilai 0
– 1.

Gambar 11. Pengujian Tanggapan Sistem pada nilai Kp = 0.1, Ki = 0 dan Kd = 0

Gambar 12. Pengujian Tanggapan Sistem pada nilai Kp = 0.1, Ki = 0.1, dan Kd = 0
Gambar 13. Pengujian Tanggapan Sistem pada nilai Kp = 0.2, Ki = 0.01, dan Kd = 0.1

Gambar 14. Pengujian Tanggapan Sistem pada nilai Kp = 0.4, Ki = 0.001, dan Kd=0.3

Dari hasil simulasi terlihat bahwa pada saat hanya pengendali P saja yang
digunakan (Gambar 11), respon system sudah cukup baik, namun sistem masih
cukup lambat merespon dan tingginya nilai overshoot pada respon sistem masih
cukup besar.

Kemudian pada hasil simulasi selanjutnya terlihat bahwa pada saat hanya
pengendali P dan I saja yang digunakan (Gambar 12), respon system berosilasi
dimana respon sistem justru menunjukkan keadaan yang tidak stabil. Ini
mengakibatkan respon sistem menjadi sama atau tidak berbeda jauh dengan hasil
pada saat belum ditambahkan kontroller PID.
Untuk menyempurnakan respon sistem, maka ditambahkan pengendali D
dengan uji coba beberapa nilai parameter pengendali yang bervariasi. Dari beberapa
variasi nilai parameter pengendali PID, respon sistem mampu memberikan respon
yang baik dan mampu mengikuti perubahan input yang diberikan. Pada grafik
Gambar 13, terlihat bahwa respon sistem sudah cukup baik dengan overshoot
hanya 3,65%.
Dengan memperkecil nilai Ki dan memperbesar nilai Kp dan Kd, respon
sistem menjadi lebih cepat dan stabil, ini ditunjukkan pada Gambar 14. Respon
sistem terbaik saat pengujian trial and error diperoleh untuk nilai Kp = 0.4, Ki =
0.001, dan Kd = 0.3, dimana respon system tidak terjadi osilasi dengan error steady
state sebesar 0% dan overshoot 0% (Gambar 14).

Dengan demikian, dari serangkaian hasil uji coba yang telah dilakukan
diperoleh parameter Kp, Ki, dan Kd yang baik untuk digunakan berdasarkan hasil
percobaan pada Gambar 14 adalah seperti yang ditampilkan pada Tabel 2 berikut.

Parameter PID Nilai

Kp 0.4

Ki 0.001

Kd 0.3
Tabel 2. Parameter PID yang dipilih

Gambar 15. Setting Parameter di Matlab dengan nilai terbaik yang dipilih
Sebagai kesimpulan akhir dari project ini, berikut ditampilkan perbandingan
hasil output respon sistem tanpa kontrol PID dan dengan kontrol PID pada sistem
plant Pengendali Arah Kamera CCTV yang dirancang.
Gambar 16. Hasil output respon sistem tanpa Kontrol PID

Gambar 17. Hasil output respon sistem dengan Kontrol PID

1.5.3. Judul Proyek 1 (....Nama....)

BAB II
DESAIN KONTROLER SISTEM STATE SPACE
2.1. Pemodelan Sistem State Space
2.2. Kestabilan Sistem pada Domain Frekuensi
2.2.1. Kestabilan Sistem State Space
2.2.2. Observability
2.2.3. Controllability
2.3. Desain State Feedback Kontroler
2.4. Contoh Desain
2.4.1. Perancangan Sistem Kontrol State Feedback Sebagai Pengendali Gun pada
Turret-Gun (Imran Fauzi)
2.4.1.1. Pemodelan Sistem

Gambar 1. Sistem Turret-gun


Secara matematis berdasarkan persamaan dasar untuk gerak dinamis
sebagai berikut.

DӪ + Cθ̇+ G = τ (1)
Di mana D adalah momen inersia, C adalah efek gaya Coriolis dan
sentrifugal, sedangkan G pengaruh gravitasi. Pada turret-gun terdapat turret
yang dapat berotasi 360˚. Dan gun memiliki rotasi secara elevasi. Beberapa
persamaan dinamis yang dapat dirumuskan dari Gambar 1 antara lain.
1 1
D 11 = m1 R21 +m 2 R21 +m 2 R 1 R2 cos ( θ2 ) + m2 R22 cos ( θ2 )2 (2)
2 3
1
D 22= m 2 R 22 (3)
3
C 11=−m2 R1 R2 sin ( θ2 ) θ̇2 (4)
−1
C 12= m R2 sin ( 2θ2 ) θ̇1 (5)
3 2 2
−1
C 21= ¿¿ (6)
2
1
C 21= m2 g R 22 cos θ 2 (7)
2
C 22=G 11=0 (8)
Dengan mengacu pada (1), maka bentuk akan menjadi (9) dan (10) yang
menyatakan hubungan percepatan sudut (Ӫ) dan torsi (τ) untuk tiap komponen
turret dan gun.
τ −C11
θ̈1 = 1 (9)
D11
̈ τ 2 −C21−G
θ2 =
D 22
(10)

Gambar 2. Diagram Sistem Elevasi Turret-gun

Parameter Turret-gun sistem


D eq =Momen Inersia motor=0.01 Kg/m2
m2=Massa Gun=110 kg
R2=Panjang Gun=2,76 m
Gear
N=Perbandingan Transmisi 16 64 1 12,48
Rasio
Ra =Resistansi Motor=0,61
K b =Back EMF=85 V / Krpm
K t =Konstanta Motor DC=0,82 Nm/ A
g=Gravitasi=9,8 m/s2

Gambar 2. Menunjukkan system di atas memiliki 2 parameter untuk


inersia (D) dan damping (C) dari masing-masing bagian turret-gun dan motor
DC. Sehingga dibutuhkan penyederhanaan dari 2 parameter tersebut untuk
menghasilkan konstanta ekivalen yang meliputi keseluruhan system, yaitu D eq
dan Ceq yang dirumuskan pada (11) dan (12). Sedangkan pengaruh gravitasi
ekivalen (Geq) besarnya sama dengan gravitasi pada gun (G2), sehingga dapat
dilihat pada (13).
N2 N 4 2
Deq =Dm ( )
N1 N3
+ D22 (11)

N2 N 4 2
C eq=C m ( )
N1 N3
+C 21 (12)
G eq =G2 (13)
Hubungan antara armature current, ia(t), armature voltage, ea(t), dan
back electromotive force, vb(t), dituliskan pada persamaan motor DC sebagai
berikut.
Ra I a ( t ) + La I a ( t ) +V b ( t )=E a( t) (14)

Dimana back electromotive force dan armature current adalah,


V b ( t )=K b (t) θ̇2 (t) (15)
1
I a ( t )= T (t ) (16)
Kt
Kt adalah motor torque constant dalam motor DC. Untuk mendapatkan transfer
function dari motor, maka (15) dan (16) disubtitusikan ke dalam (14),
menghasilkan :

( Ra + La ) T (t) ̇
+ K b θ2 ( t ) =Ea (t ) (17)
Kt
Persamaaan yang menghubungkan antara torsi dan perubahan sudut
dirumuskan sebagaimana pada (10).
T 2=Deq θ̈2 +C eq θ ̇1 +G eq (18)
̇
dengan nilai θ1 adalah sama dengan nol karena system azimuth diasumsikan
tidak bergerak (diam), maka

T 2( t)=Deq θ ̈2 (t )+G eq (t) (19)

Apabila (19) disubtitusikan ke (17),


( R ¿ ¿ a+ La) ¿ ¿ ¿ (20)
Dengan induktansi armature La diabaikan karena memiliki harga yang
yang sangat kecil untuk motor DC, maka (20) menjadi :

Ra G
D eq θ ̈2 + K b θ̇2 + eq R a=Ea ( t) (21)
Kt Kt
1
m g R 2 cos θ 2
Ra ̈ ̇ 2 2 (22)
D eq θ 2 + K b θ2 + Ra=E a (t)
Kt Kt
1
Ea K − K θ̇2 K t − m g R2 cos θ2 R a
t b
2 2
θ̈2 =
Ra Deq
(23)
Persamaan (22) merupakan persamaan sistem dengan kondisi nonlinear.
Persamaan ini selanjutnya dilinearisasikan dengan metode linierisasi Jacobian.
Maka ditentukan,
Misal θ2=x 1
x ̇1 =x 2 (24)
1
E a K −K K t x 2− m g R2 Ra cosx 1
t b
2 2 (25)
x ̇2 =
R a Deq
Persamaan (24), (25) merupakan persamaan diferensial nonlinear yang
akan dilinearisasi di sekitar titik kesetimbangan yang dirumuskan sebagai
berikut.
f 1 ( x 1 , x 2 )=x 2=0 (26)
1
E a K − K K t x 2− m g R2 R a cosx 1
t b
2 2 (27)
f 2 ( x 1 , x 2 )= =0
Ra D eq
Pada saat kondisi setimbang, gun diasumsikan dalam keadaan diam atau tak
2 Ea K t
memiliki kecepatan x 2=0. Sedangkan untuk x 2=arccos . Maka gun
m2 g R 2 Ra
π
[ ]
akan setimbang di posisi manapun pada batas range θ2 ϵ −10 , , sehingga nilai
3
1
[ ]
arccos θ2 ϵ , 1 . titik kesetimbangan posisi gun dimisalkan adalah α 2.
2
∂f1 ∂f1
J ( x̄ )=
[ ]
∂ x1
∂f2
∂ x1
∂ x2
∂f2
∂ x2
(28)

Persamaan (28) adalah persamaan untuk matriks Jacobian, dimana ( x ̄ ) adalah


titik kesetimbangan dari sistem. Linearisasi di sekitar titik kesetimbangan
menjadi sebagai berikut.
0 1
̄
J ( x )=
[
−1
2 2
m g R 2 R a sina2
R a Deq
−K b K t
Ra D eq ]=A (29)

Persamaan (29) merupakan matriks A untuk persamaan model state space


x ̇1 = Ax+ Bu dan y=Cx + Du. Matriks B,C dan D ditentukan dengan cara yang
sama sehingga diperoleh matrik sebagai berikut.
0

[ ]
B= K t
Ra Deq
C=[ 1 0 ]
(30)

(31)
D= [ 0 ] (32)
θ
Titik setimbang ditentukan pada 2 2=α =30° , maka apabila masing-
masing parameter sistem dimasukkan akan menghasilkan matriks dan model
state space sebagai berikut,
ẋ1
[ ][
x2 ̇
= 0 0,0001 x 1 +
][ ] [ 0
−7,4382 −1,1426 x 2 134.4262 a ]
E (t) (33)

x1
y= [ 1 0 ]
[]
x2
(34)

2.4.1.2. Analisa Kesatbilan


Persamaan (33) dan (34) matriks D tidak diikut sertakan karena tidak
memiliki pengaruh terhadap output sistem y. Pemilihan matriks C tidak boleh
sembarangan. Hal tersebut bergantung pada controllability dan observeability
dari sistem yang di cari menggunakan matlab. Didapatkan sistem controllable
dan observeable. Seperti pada matriks di bawah.

Gambar 3. Matriks Controlability dan Observeability

Kestabilan sistem bergantung pada nilai eigenvalue dari matriks A. untuk


mencari eigenvalue matriks A digunakan bantuan software matlab dengan code
“ lamda = eig(A) “ . Dari cara tersebut didapatkan hasil dari eigenvalue -0.0007
dan -1.1420. Dengan diperolehnya nilai negatif pada eigenvalue dapat dikatakan
bahwa sistem tersebut stabil. Adapun respon seistem sebagai berikut.

Gambar 4. Respon Step State Space


Source code matlab :
2.4.1.3. Desain Kontroler

Gambar 5. Blok Pengujian Statefeedback System


Berdasarkan Analisa kestabilan ditemukan nilai eigenvalue dari matriks
A adalah pole dari sistem. Semua pole menunjukkan bahwan sistem stabil dan
matiks Co dan Ob adalah matriks yang menyatakan sistem dapat dikontrol
dan juga dapat diamati. Secara garis besar sistem dikontrol dengan
statefeedback dapat dilihat dari gambar di atas.
Dengan menggunakan metode pole placement ditemukan nilai gain dari
K. Dalam matlab terdapat fungsi acker yang digunakan untuk menentukan nilai
K dengan posisi pole yang diinginkan sebagai berikut.
Dari hasil tersebut diperoleh nilai K =[41.3461 0.0057]. Pada diagram tanpa
gain Kr hasil yang didapatkan dangat jauh dari sinyal referensi dengan nilai ½
ref. kemudian dengan memberikan gain Kr. Hasil dari blok di atas dapat dilihat
pada Gambar 6. Dengan rise time sebesar 309.550ms

Gambar 6. Respon Statefeedback System

2.4.2. Judul Proyek 2 (Nama)

Anda mungkin juga menyukai