Anda di halaman 1dari 13

Pengertian Cek, Wesel, Bilyet Giro & Transfer

Pengertian Cek

Cek merupakan salah satu sarana yang digunakan untuk menarik atau mengambil uang direkening giro.
Fungsi lain dari cek adalah sebagai alat untuk melakukan pembayaran.

Pengertian cek adalah surat perintah tanpa syarat dari nasabah kepada bank yang memelihara rekening
giro nasabah tersebut, untuk membayar sejumlah uang kepada pihak yang disebutkan di dalamnya atau
kepada pemegang cek tersebut.

Syarat hukum dan penggunaan cek sebagai alat pembayaran giral seperti yang diatur di dalam KUH
Dagang pasal 178 yaitu :

pada surat cek harus tertulis perkataan "CEK"

surat cek harus berisi perintah tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu

nama bank yang harus membayar (tertarik)

penyambutan tanggal dan tempat cek dikeluarkan

tanda tangan penarik.

Jenis-jenis Cek

1. Cek Atas Nama

Merupakan cek yang diterbitkan atas nama seseorang atau badan hukum tertentu yang tertulis jelas di
dalam cek tersebut. Sebagai contoh jika didalam cek tertulis perintah bayarlah kepada : Tn. Roy Akase
sejumlah Rp 3.000.000,- atau bayarlah kepada PT. Marindo uang sejumlah Rp 1.000.000,- maka cek
inilah yang disebut dengan cek atas nama, namun dengan catatan kata "atau pembawa" dibelakang
nama yang diperintahkan dicoret.

2. Cek Atas Unjuk

Cek atas unjuk merupakan kebalikan dari cek atas nama. Di dalam cek atas unjuk tidak tertulis nama
seseorang atau badan hukum tertentu jadi siapa saja dapat menguangkan cek atau dengan kata lain cek
dapat diuangkan oleh si pembawa cek. Sebagai contoh di dalam cek tersebut tertulis bayarlah tunai,
atau cash atau tidak ditulis kata-kata apa pun.

3. Cek Silang

Cek Silang atau cross cheque merupakan cek yang dipojok kiri atas diberi dua tanda silang. Cek ini
sengaja diberi silang, sehingga fungsi cek yang semula tunai berubah menjadi non tunai atau sebagai
pemindahbukuan.
4. Cek Mundur

Merupakan cek yang diberi tanggal mundur dari tanggal sekarang, misalnya hari ini tanggal 01 Mei 2002.
Sebagai contoh. Tn. Roy Akase bermaksud mencairkan selembar cek dan di mana dalam cek tersebut
tertulis tanggal 5 Mei 2002. jenis cek inilah yang disebut dengan cek mundur atau cek yang belum jatuh
tempo, hal ini biasanya terjadi karena ada kesepakatan antara si pemberi cek dengan si penerima cek,
misalnya karena belum memiliki dana pada saat itu.

5. Cek Kosong

Cek kosong atau blank cheque merupakan cek yang dananya tidak tersedia di dalam rekening giro.
Sebagai contoh nasabah Tn. Rahman Hakim menarik cek senilai 60 juta rupiah yang tertulis di dalam cek
tersebut, akan tetapi dana yang tersedia di rekening giro tersebut hanya ada 50 juta rupiah. Ini berarti
kekurangan dana sebesar 10 juta rupiah, apabila nasabah menariknya. Jadi jelas cek tersebut kurang
jumlahnya dibandingkan dengan jumlah dana yang ada.

Keterangan yang ada didalam suatu cek :

Ada tertulis kata-kata Cek atau Cheque

Ada tertulis Bank Penerbit (Bank Matras)

Ada nomor cek

Ada tanggal penulisan cek (di bawah nomor cek)

Ada perintah membayar " bayarlah kepada....... atau pembawa"

Ada jumlah uang (nominal angka dan huruf)

Ada-tanda tangan dan atau cap perusahaan pemilik cek

Pengertian Wesel

Surat wesel adalah ”Syarat yang memuat kata ”wesel” di dalamnya, ditanggali dan di tandatangani di
suatu tempat, dalam mana penerbitannya memberi perintah tidak bersyata kepada tersangkut untuk
membayar sejumlah uang pada hari bayar kepada orang yang ditunjuk oleh penerbit atau penggantinya
di suatu tempat tertentu”.Dalam perundang-undangan tidak terdapat perumusan atau definisi tentang
surat wesel. Tetapi dalam Pasal 100 KUHD dimuat syarat-syarat formal sepucuk surat wesel.

Syarat-Syarat Formal Surat Wesel

Suatu surat wesel harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang, yang
disebut syarat-syarat formal. Menurut ketentuan pasal 100 KUHD, setiap surat wesel harus memuat
syarat-syarat formal sebagai berikut:
istilah “wesel” harus dimuat dalam teksnya sendiri dan disebutkan dalam bahasa surat itu ditulis.

Perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.

Nama orang yang harus membayarnya (tersangkut).

Penetapan hari bayar (hari jatuh).

Penetapan tempat di mana pembayaran harus dilakukan.

Nama orang kepada siapa atau penggantinya pembayaran harus dilakukan.

Tanggal dan tempat surat wesel diterbitkan.

Tanda tangan orang yang menerbitkan.

Pengertian Bilyet Giro

Bilyet Giro adalah surat perintah pemindah bukuan dari nasabah suatu Bank kepada Bank yang
bersangkutan,untuk memindahkan sejumlah uang dari rekeningnya ke rekening penerima yang
namanya disebut dalam bilyet giro, pada Bank yang sama atau Bank yang lain.

Bilyet Giro adalah surat berharga dimana orang yang diberi giro tersebut tidak bisa menguangkan giro
itu di bank, tapi harus disetorkan terlebih dulu ke rekeningnya.

Bilyet Giro merupakan jenis surat berharga yang tidak diatur dalam KUHD, yang tumbuh dan
berkembang dalam praktik perbankan karena kebutuhan dalam lalu lintas pembayaran secara giral.
Bank Indonesia sebagai bank sentral mengatur dan memberi petunjuk cara penggunaan Bilyet Giro.

Surat Bilyet Giro adalah tidak lain daripada surat perintah nasabahyang telah distandardiser bentuknya
kepada Bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang
bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank yang sama atau pada bank
lainnya.

Bilyet Giro merupakan surat berharga, dimana surat tersebut merupakan surat perintah nasabah kepada
bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan pada
pihak penerima yang disebutkan namanya baik pada bank yang sama ataupun bank yang berbeda.
Dalam Bilyet Giro terdapat tanggal efektif atau jatuh tempo yaitu selama 70 hari dengan demikian
terdapat dua tanggal dalam teksnya yaitu tanggal penerbitan dan tanggal efektif. Sebelum tanggal
efektif tiba, Bilyet Giro sudah dapat diedarkan sebagai alat pembayaran, tetapi tidak dapat
dipindahtangankan melalui endosemen karena tidak terdapat klausula yang mnunjukkan cara
pemindahannya.

Penggunaan bilyet giro semakin hari semakin meningkat bahkan dapat diperkirakan melampaui
penggunaan warkat lainnya. Semakin tingginya penggunaan Bilyet Giro sebagai alat pembayaran tidak
diiringi dengan pengaturan secara tegas, hal ini berbeda dengan cek sebagai alat pembayaran giral yang
telah diatur dalam KUHD. Mengingat fungsi bilyet giro sebagai surat perintah nasabah kepada bank
untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima di
bank yang sama atau di bank lain sangat bermanfaat sebagai alat pembayaran, dirasakan pentingnya
ketentuan dan pengaturan mengenai prosedur penggunaan secara tegas dalam undang-undang.

Pengertian TRANSFER

TRANSFER adalah suatu kegiatan jasa bank untuk memindahkan sejumlah dana tertentu sesuai dengan
perintah si pemberi amanat yang ditujukan untuk keuntungan seseorang yang ditunjuk sebagai
penerima transfer. Baik transfer uang keluar atau masuk akan mengakibatkan adanya hubungan antar
cabang yang bersifat timbal balik, artinya bila satu cabang mendebet cabang lain mengkredit.

Keuntungan melakukan Transfer :

1. Menghemat waktu

2. Lebih aman

Prosedur untuk Transfer Bank:

Jika seseorang ingin melakukan transfer bank, ia mengunjungi sebuah bank dan bank memberikan
bentuk yang seseorang diharuskan untuk menyerahkan dengan rincian yang tepat untuk banknya.

Sementara membuat transfer bank Anda harus memiliki rincian sebagai berikut:

Nama Bank:

Nama Penerima Pembayaran:

Urutkan Kode:

Nomor Rekening:

IBAN:

SWIFT:

Transfer Bank biasanya memakan waktu 3-4 hari untuk mencerminkan jumlah dalam account penerima
pembayaran itu. Namun, beberapa bank memiliki sistem pengolahan yang cepat dan jumlahnya
ditransfer hari yang sama.

Sementara membuat transfer bank, kita harus selalu memasukkan nomor referensi yang tepat untuk
membantu Penerima Pembayaran menemukan account.

Login Sign Up
Berita · Pusat Data · Jurnal · Klinik · Events · Produk · Pro

Search

Berita · Pusat Data · Jurnal · Klinik · Events · Produk · Pro

Perbedaan Wesel dengan Cek

https://images.hukumonline.com/frontend/lt57d2913a130b4/lt5b5e7d4f579d9.jpg

Sovia Hasanah, S.H.

Bisnis & Investasi

Bung Pokrol

Senin, 04 September 2017

Pertanyaan

Apakah cek memiliki kekuatan hukum? Apa perbedaaan cek dengan wesel dari segi fungsi masing-
masing kalau memiliki kekuatan hukum sebagai alat pembayaran?

Punya pertanyaan lain ?

Silakan Login, atau Daftar ID anda.

Kirim Pertanyaan

Ulasan Lengkap

Intisari:
Ulasan:

Terima kasih atas pertanyaan Anda.

Jenis-Jenis Surat Berharga

Wesel dan cek keduanya merupakan jenis surat berharga. Menurut H.M.N. Purwosutjipto dalam
bukunya Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 7 (Hukum Surat Berharga) (hal. 11-16), jenis-jenis
surat berharga adalah:

1. Surat wesel

2. Surat sanggup

3. Surat cek

4. Carter partai

5. Konosemen

6. Delivery-order

7. Ceel

8. Volgbriefje

9. Surat saham

10. Surat obligasi

11. Sertifikat

Lebih lanjut Purwosutjipto mendefinisikan surat berharga sebagai surat bukti tuntutan utang, pembawa
hak dan mudah dijualbelikan.[1]

Hal serupa juga disebutkan oleh Emmy Pengaribuan Simanjuntak dalam bukunya Hukum Dagang Surat-
Surat Berharga (hal. 9). Disebutkan bahwa di dalam surat berharga, surat itu mempunyai 2 (dua) fungsi
yaitu:
1. Sebagai alat untuk dapat diperdagangkan;

2. Sebagai alat bukti terhadap utang yang telah ada.

Emmy Pengaribuan Simanjuntak (hal. 19) menjelaskan bahwa surat berharga itu tidak hanya sebagai alat
bukti untuk mempermudah pembuktian hak dari si penagih utang dalam suatu proses jika terdapat
suatu perselisihan saja, melainkan juga untuk mempermudah penagih utang melakukan/menuntut
haknya terhadap pengutang di luar proses. Dengan kata lain, surat berharga itu adalah suatu surat
legitimasi, suatu surat yang menunjuk pemegangnya sebagai orang yang berhak khususnya di luar suatu
proses.

Jadi berdasarkan penjelasan tersebut, wesel dan cek merupakan surat berharga yang mempunyai
kekuatan hukum bagi pemegangnya yang berhak atas surat berharga terebut.

Surat Wesel

Mengenai surat wesel diatur dalam Bab VI Buku I Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (“KUHD”), mulai
Pasal 100 - Pasal 177.[2] Surat wesel adalah surat berharga yang memuat kata “wesel” di dalamnya,
ditanggali dan ditandatangani di suatu tempat, dimana penerbit (trekker) memberi perintah tak
bersyarat kepada tersangkut (betrokkene) untuk membayar sejumlah uang pada hari bayar (vervaldag)
kepada orang yang ditunjuk oleh penerbit yang disebut penerima (nemer) atau penggantinya di suatu
tempat tertentu.[3]

Sentosa Sembiring dalam bukunya Hukum Surat Berharga, (hal. 26) berpendapat bahwa untuk
menerbitkan sepucuk surat wesel diperlukan 8 (delapan) syarat yaitu sebagaimana yang dijabarkan
dalam Pasal 100 KUHD yang menyatakan bahwa surat wesel memuat:

1. pemberian nama "surat wesel", yang dimuat dalam teksnya sendiri dan dinyatakan dalam bahasa
yang digunakan dalam surat itu;

2. perintah tak bersyarat untuk membayar suatu jumlah uang tertentu;

3. nama orang yang harus membayar (tertarik);

4. penunjukan hari jatuh tempo pembayaran;

5. penunjukan tempat pembayaran harus dilakukan;


6. nama orang kepada siapa pembayaran harus dilakukan, atau orang lain yang ditunjuk kepada siapa
pembayaran itu harus dilakukan;

7. pernyataan hari ditandatangani beserta tempat penarikan surat wesel itu;

8. tanda tangan orang yang mengeluarkan surat wesel itu (penarik).

Pengecualian dari syarat-syarat di atas tercantum dalam Pasal 101 KUHD yang berbunyi:

Suatu surat demikian, di mana satu dari syarat-syarat di atas tidak tercantum, tidak berlaku sebagai
surat Wesel, dengan pengecualian-pengecualian seperti tersebut di bawah ini:

1. Surat Wesel yang tidak ditetapkan hari jatuh tempo pembayarannya, dianggap harus dibayar pada
hari ditunjukkannya.

2. Bila tidak terdapat penunjukan tempat khusus, maka tempat yang tersebut di samping nama tertarik
dianggap sebagai tempat pembayaran dan juga sebagai tempat domisili tertarik.

3. Surat Wesel yang tidak menunjukkan tempat penarikannya, dianggap telah ditandatangani di
tempat yang tercantum di samping nama penarik.

Perlu diperhatikan dalam penerbitan wesel harus menyebutkan jumlah uang yang hendak dibayar oleh
tertarik. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 105 KUHD:

Surat Wesel yang jumlah uangnya dengan lengkap ditulis dengan huruf dan juga dengan angka, maka
bila terdapat perbedaan, berlaku menurut jumlah uang yang ditulis lengkap dengan huruf.

Surat Wesel yang jumlahnya berkali-kali ditulis dengan lengkap baik dengan huruf maupun dengan
angka, maka bila terdapat perbedaan, hanya berlaku sebesar jumlah yang terkecil.

Jadi dalam penerbitan wesel ada syarat formal yang harus dipenuhi yaitu harus ada kata wesel, perintah
tidak bersyarat, dan tanda tangan penarik. Sedangkan syarat tentang hari jatuh atau kapan harus
dibayar dan tempat pembayaran bukan syarat mutlak dalam penerbitan wesel. Oleh karena itu, jika
syarat mutlak tidak dipenuhi pembayar atau tertarik dapat menolak untuk melakukan pembayaran.[4]

Fungsi Wesel
Pada dasarnya fungsi wesel itu adalah sebagai alat kredit karena pembayaran terhadap wesel beberapa
waktu setelah diperlihatkan atau diakseptasi oleh tertarik.[5] Hal serupa juga dikatakan oleh H.M.N.
Purwosutjipto (hal. 139) yaitu menurut pandangan pembentuk undang-undang, wesel termasuk alat
pembayaran kredit.

Dewasa ini wesel dapat berfungsi sebagai:[6]

1. Alat pembayaran;

2. Alat perkreditan (mobilasi piutang); dan

3. Alat penjamin kredit.

Surat Cek

Mengenai surat cek diatur dalam Bab VII, Buku I, mulai dari Pasal 178 - Pasal 229d KUHD. Bila nilai surat
wesel didasarkan atas kemampuan kredit dari penerbit, andosan dan lain-lainnya, maka surat cek harus
dipandang sebagai alat pembayaran tunai, jadi seperti uang biasa. Tujuan penerbitan cek adalah untuk
meningkatkan jaminan pembayaran.[7] Dari itu ada ketentuan-ketentuan sebagai berikut:[8]

a. Cek hanya diterbitkan kepada bankir;

b. Cek boleh diterbitkan jika bankir telah mempunyai dana untuk pembayaran itu;

c. Cek berlaku dalam jangka waktu singkat, dalam jangka waktu nama cek tidak boleh dicabut.

Syarat yang harus dipenuhi untuk penerbitan cek dijabarkan dalam Pasal 178 KUHD, yaitu tiap-tiap cek
memuat:[9]

1. Nama ”cek", yang dimasukkan dalam teksnya sendiri dan dinyatakan dalam bahasa yang digunakan
dalam alas hak itu;

2. perintah tidak bersyarat untuk membayar suatu jumlah uang tertentu;

3. nama orang yang harus membayar (tertarik);

4. penunjukan tempat pembayaran harus dilakukan;

5. pernyataan tanggal penandatanganan beserta tempat cek itu ditarik;

6. tanda tangan orang yang mengeluarkan cek itu (penarik).


Fungsi Cek

Fungsi cek adalah sebagai alat pembayaran. Hal inilah yang membedakan dengan wesel sebagai surat
berharga. Untuk wesel, pembayarannya dilakukan beberapa waktu setelah diunjukkan atau
diperlihatkan kepada tertarik.

Cek sebagai alat pembayaran mendapat landasan yuridis, sebagaimana yang dijabarkan dalam Pasal 180
KUHD:[10]

Cek itu harus ditarik atas seorang bankir yang menguasai dana untuk kepentingan penarik, dan menurut
perjanjian tegas atau secara diam-diam yang menetapkan, bahwa penarik mempunyai hak untuk
menggunakan dana itu dengan menarik cek. Akan tetapi bila peraturan-peraturan itu tidak diindahkan,
maka atas-hak itu tetap berlaku sebagai cek.

Jadi menjawab pertanyaan Anda, dilihat dari segi fungsi, perbedaan antara wesel dan cek sebagai surat
berharga adalah wesel berfungsi sebagai alat kredit atau pembayaran dan pembayarannya dilakukan
beberapa waktu setelah wesel diunjukkan atau diperlihatkan kepada tertarik. Sedangkan cek berfungsi
sebagai alat pembayaran tunai, jadi seperti uang biasa, dan penarikannya melalui bankir yang
menguasai dana untuk kepentingan penarik, dan menurut perjanjian tegas atau secara diam-diam yang
menetapkan bahwa penarik mempunyai hak untuk menggunakan dana itu dengan menarik cek.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Referensi:

1. Emmy Pengaribuan Simanjuntak. 1993. Hukum Dagang Surat-Surat Berharga. Yogyakarta: Seksi
Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

2. Purwosutjipto. 2000. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 7 (Hukum Surat Berharga). Jakarta:
Djambatan.

3. Sentosa Sembiring. 2016. Hukum Surat Berharga. Bandung: Nuansa Aulia.


[1] Purwosutjipto, hal. 5

[2] Purwosutjipto, hal. 50

[3] Purwosutjipto, hal. 45

[4] Sentosa Sembiring, hal. 28

[5] Sentosa Sembiring, hal. 51

[6] Sentosa Sembiring, hal. 51-52

[7] Purwosutjipto, hal. 139

[8] Purwosutjipto, hal. 139

[9] Sentosa Sembiring, hal. 63

[10] Sentosa Sembiring, hal. 67


KLINIK TERKAIT:

Pembubuhan Meterai Indonesia pada Surat Kuasa yang Dibuat di Luar Negeri

Apakah Saham Induk Perusahaan di Anak Perusahaan Termasuk Boedel Pailit?

B to B, G to G, dan B to G dalam Capital Market

Unsur Pidana dan Bentuk Pemalsuan Dokumen

Berapa Nominal Meterai untuk Jual Beli Tanah?

Sovia Hasanah, S.H.

Ancaman Pidana Bagi Orang yang Menolak Panggilan Sebagai Saksi

Hak Asuh Anak dalam Perceraian Pasangan Beda Agama

Pencatatan Pernikahan Penghayat Tuhan yang Maha Esa

Hak Atas Tanah dan Rumah Tinggal WNA

Apakah Ketentuan Persaingan Usaha Berlaku bagi Notaris?

Penegakan Hukum Perdagangan Barang-barang 'KW'

Masalah Pemberhentian PNS Tidak Dengan Hormat

Jika Tidak Ada Buku Nikah Saat Mengajukan Gugatan Cerai

Ini Demo-Demo yang Dilarang

Prosedur Ganti Nama

Back »

Dapatkan Berita dan Klinik Hukum Terbaru dari Hukumonline.com

Aktifkan

Nanti Saja
DISCLAIMER · KATEGORI · MITRA · KIRIM PERTANYAAN

KONSULTASI DENGAN PENGACARA

Ke Atas · Berita · Search

Lihat Versi Desktop

Home · Tentang Kami · Redaksi · Pedoman Media Siber · Kode Etik · Kebijakan Privasi · Bantuan dan FAQ ·
Karir ·

Copyright © 2020 hukumonline.com, All Rights Reserved

90

Shares

facebook sharing button

whatsapp sharing button

twitter sharing button

linkedin sharing button

Anda mungkin juga menyukai