Anda di halaman 1dari 8

Eye Wash Hazel

Dosen Pengampu:

Dewi Ekowati, M. Sc., Apt

Anggota kelompok :

Nur Wahyu Lathifa (22165030A)

Aisya Romadhon (22165031A)

Kinari (22165032A)

Adinda Verdiany L (22165033A)

Sri Rahayu (22165035A)

Pratama C.M (22165036A)

Agatha Ria

Aprilia Putri

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

2019
A. PENDAHULUAN

Sediaan yang ditunjukan untuk mengobati penyakit mata telah ditemukan

sejak dahulu. Istilah “Collyria” diberikan oleh bangsa Yunani dan Romawi terhadap

bahan-bahan yang dapat larut dalam air, susu atau putih telur yang dapat digunakan

sebagai tetes mata. Pada abad pertengahan, tetes mata digunakan untuk memperbesar

(dilatasi) pupil.

Kolirium atau cairan pencuci mata adalah sediaan berupa larutan steril jernih,

bebas jasad renik, isotonis, digunakan untuk membersihkan mata. Dapat ditambahkan zat

dapar dan zat pengawet (Formularium Nasional Edisi II, Hal 310).

Kolirium dibuat dengan melarutkan obat dalam air, saring hingga jernih,

masukkan dalam wadah, tutup dan sterilkan. Alat dan wadah yang digunakan dalam

pembuatan kolirium harus bersih dan steril. Kolirium memiliki nilai isotonis yang

ekivalen dengan natrium klorida 0,9 %. Batas toleransi terendah setara dengan natrium

klorida 0,6 % dan batas tertinggi setara dengan natrium kolrida 2,0 % tanpa gangguan

yang nyata. Nilai pH air mata normal lebih kurang 7,4. Range pH untuk larutan mata

yang masih di perbolehkan adalah 4,5 – 9. ( FI IV, Hal 13 ). Nilai pH air mata normal +

7,4. Range pH untuk larutan mata yang masih diperbolehkan adalah 4,5 – 9,0 (FI IV hal.

13).

Persyaratan bagi obat cuci mata adalah :


1. Nilai isotonisitas
Cairan mata isotonik dengan darah dan mempunyai nilai isotonisitas sesuai larutan
Natrium Klorida 0,9 %.
2. Pendaparan
Air mata normal memiliki pH kurang lebih 7,4 oleh karena itu sistem dapar harus
dipilih sedekat mungkin dengan pH fisiologis.
3. Steril
Untuk zat aktif tahan panas, sterilisasi akhir dengan autoklaf. Jika memungkinkan,
penyaringan membran.
4. Pengawet
Untuk cuci mata takaran ganda.
5. Persyaratan lain adalah jernih
Kulit pohon witch hazel (hamamelis) banyak digunakan untuk menghilangkan
rasa sakit dan sakit pada tubuh. Infus dari kulit pohon menganung tanin yang
merupakan astringen yang bertindak sebagai agen anti-infkamasi. Beberapa orang
menggunakan witch hazel langsung ke kulit untuk gatal, nyeri dan pembengkakan
(peradangan), peradangan mata, cedera kulit, peradangan selaput lendir, varises,
wasir, memar, gigitan serangga, luka bakar ringan, jerawat, kulit kepala sensitif, dan
kulit lainnya iritasi.
Meski sebagian besar produk komersial witch hazel (hamamelis) berwarna jernih
dan tidak mengandung tanin, tetapi biasanya menenangkan dan menyegarkan. Pada
waktu tertentu, asosiasi medis amerikan mendaftarkan witch hazel (hamamelis)
sebagai pengobatan untuk radang mata. Penggunaan witch hazel (hamamelis) dapat
digunakan sebagai bahan tunggal atau dapat digunakan dengan bahan herbal lainnya
(EMEA 2010).

B. ALAT

 Beaker glass

 Erlenmeyer

 Botol kemasan pencuci mata

 Autoklaf

 Batang pengaduk

 Pinset

 Corong glass
 Gelas ukur

 Kertas saring

C. BAHAN

 Aqua p.i ad 100ml

 Asam borat 1%

 Gliserin 2%

 Witch hazel (aka Hamamelis) 7%

 Natrium borat 3%

 Benzalkonium klorida 0,01 %

D. PEMERIAN

1) Purified water

Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, BM 18,02 (Depkes RI 2014)

2) Asam Borat

Hablur, serbuk hablur putih atau sisik mengkilap tidak berwarna, kasar tidak berbau,

rasa agak asam dan pahit kemudian pahit. ( Ditjen POM 1979)

3) Gliserin

Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna, rasa manis, hanya boleh berbau khas

lemah ( tajam atau tidak enak), higroskopik. Dapat bercampur dengan air dan dengan

etanol, tidak laarut dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan dalam

minyak menguap. (FI IV hal 413)

4) WITCH HAZEL (Hamamelis)

Serbuk halus berwarna cokelat kekuningan, berbau khas


5) Natrium Borat

Hablur transparan, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau

6) Benzalkonium klorida

Serbuk amorf berwarna putih atau putih kekuning-kuningan bisa sebagai gel yang

tebal atau seperti gelatin, bersifat higroskopis dan berbau aromatis dan rasa sangat

pahit. Sangat mudah larut larut dalam air dan etanol 95%, bentuk anhidrat mudah

larut dalam benzen dan agak sukar larut dalam eter.

Fungsi Eksipient:

1. Asam borat

Asam borat adalah antiseptik ringan dan digunakan untuk mengawetkan sediaan.

2. Benzalkonium klorida

Benzalkonium klorida sangat larut dalam air dan memiliki pusat aktifnya sebagai

atom nitrogen yang membawa muatan positif. Ini dapat digunakan sebagai surfaktan

untuk membantu melarutkan kotoran tetapi fungsi utamanya di sini adalah untuk

menjaga agar mata tidak terbebas dari mikroba dan juga membantu

menghilangkannya dari mata.

3. Glicerin (alias gliserol, propana-1,2,3-triol, E422)

Gliserin adalah produk sampingan dari pembuatan sabun dan biodiesel. Ini juga

digunakan dalam obat batuk dan supositoria, dan ditambahkan ke minuman keras

sebagai bahan pengental. Di sini membantu melarutkan molekul dalam ekstrak witch-

hazel.

4. Witch hazel (alias Hamamelis)

Perawatan "alami" untuk kondisi kulit, ekstrak ini memperkuat jaringan yang

mempertahankan protein dengan mengencangkannya. Polifenol yang dikenal sebagai


tanin adalah agen antiinflamasi yang efektif, dan juga dapat menyembuhkan serta

menghentikan pendarahan. Tanin memiliki sifat anti-virus dan antibakteri.

5. Natrium borat ( alias boraks,E285) sebagai pendapar

6. Aqua p.i , sebagai pelarut

E. CARA KERJA
Sterilisasi Akhir dengan Autoklaf)
1. Alat – alat dan bahan disiapkan.
2. Aqua p.i. dibuat (aquadest dipanaskan sampai mendidih, biarkan mendidih selama
30 menit, dinginkan).
3. Alat-alat dan wadah yang akan digunakan dicuci
4. Botol 100 ml dan beaker glass 110 mL dikalibrasi dan diberi tanda.
5. Alat – alat yang akan digunakan disterilisasi dengan cara sterilisasi yang cocok
6. Bahan-bahan yang akan digunakan, ditimbang.
7. Melarutkan natrium borat dengan sebagian aqua p.i (arutan A).
8. Melarutkan asam borat sedikit demi sedikit ad larut dengan aqua p.i
9. Selanjutnya tambahkan Benzalkonium klorida diaduk sedikit demi sedikit ad larut
Campuran ke dua bahan di tandai sebagai (larutan B).
10. Kemudian Witch hazel (zat aktif) dilarutkan dengan gliserin (Larutan C).
11. Larutan B dan C dicampur ke dalam beaker glass ad homogen.
12. Tambahkan larutan A cek pH larutan .
13. Tambahkan larutan aqua p.i ad tanda batas (100 mL)
14. Larutan disaring dengan kertas saring
15. Larutan obat dimasukkan ke dalam botol kemasan ad tanda 100 mL, lalu ditutup.
16. Sediaan disterilkan dalam otoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit, dan dilakukan
evaluasi.
17. Beri etiket, brosur, masukkan ke dalam dus, serahkan.
F. PENGUJIAN STERILISASI SEDIAAN
CARA PEMBUATAN MEDIA UJI
1. Menimbang 5,95 g serbuk thioglycolate medium USP, kemudian larutkan dalam 200
ml akuades mendidih, aduk hingga larut dan homogen.
2. Masukkan dalam 5 buah tabung reaksi (masing-masing tabung berisi kurang lebih 2
ml media), kemudian tabung reaksi ditutup/ disumbat kapas
3. Sterilisasi dengan autoclave 121°C selama 15 menit.

G. PENGAMBILAN SAMPEL SEDIAAN UNTUK UJI STERILITAS


1. Preparasi uji sterilitas dilakukan di dalam ruang steril (dibawah Laminar Air Flow
yang telah disiapkan, atau jika tidak ada di entkas yang sudah dibersihkan dengan
alkohol 70% dan diuapi dengan formalin)
2. Siapkan 3 tabung reaksi yang berisi medium thioglycolate yang sudah disterilkan,
beri label nomor 1-3.
3. Penjelasan tabung reaksi :
- Tabung 1 : kontrol sterilitas media (thioglycolate)
- Tabung 2 : kontrol sterilitas ruangan (entkas) tabung dibuka selama proses
persiapan sampel uji sterilitas, setelah selesai maka tabung ditutup kembali.
- Tabung 3 : kontrol sterilitas sampel infus ringer laktat
- Inkubasi dan amati pengujian sampai dengan 7 hari.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta. 13, 413.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Formularium Nasional, edisi 2. Jakarta. 310
Departemen Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5.
Jakarta.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Hal. 748.
EMEA. 1995. The European Agency for The Evaluation of Medicinal Products. ICH Topic Q 2
B Validation of Analytical Procedures : Methodology
EMEA. 2009. The European Agency for The Evaluation of Medicinal Products. Assessment
Report On Hamamelis Virginiana: Methodology
Reckitt Benckiser. 2013. Material Safety Data Sheet: Optrez Sterile Eye Wash. 29(2)

Anda mungkin juga menyukai