Anda di halaman 1dari 5

Pendahuluan

Demam chikungunya merupakan penyakit yang disebabkan oleh arbovirus yang


ditransmisikan oleh nyamuk Aedes. Penyakit ini pertama kali tercatat dalam bentuk wabah di
nama chikungunya ini sebenarnya berasal dari dialek ‘makonde’ yang berarti ‘yang
membungkuk’, yang mengindikasikan gambaran fisik dari pasien dengan penyakit yang
berat. Penyakit ini dilaporkan terjadi di negara-negara Afrika selatan dan timur, Asia Selatan,
Asia Tenggara, dan pada tahun 2007 ditemukan juga di Itali. Di regio Asia tenggara, wabah
Chikungunya pernah dilaporkan terjadi di India, Indonesia, Maldiva, Myanmar, Sri Lanka,
dan Thailand. Terdapat banyak wabah yang besar dari demam chikungunya dalam beberapa
tahun di India, dan juga di negara kepulauan Samudera Hindia. Maldiva melaporkan wabah
Chikungunya pertama kali pada bulan Desember 2006. Meskipun bukan penyakit yang
mematikan, angka morbiditasnya yang tinggi dan poliartritis yang memanjang menyebabkan
kecacatan yang besar dalam populasi yang terkena dan dapat memberikan dampak pada
bidang sosioekonomi suatu negara.
Infeksi chikungunya ini dimulai dengan periode inkubasi yang singkat selama 2-4
hari. Dimana dalam waktu kira-kira 48 jam setelah digigit nyamuk yang membawa virus,
pasien akan mengalami demam tinggi yang mendadak dengan diikuti menggigil. Beberapa
pasien juga menunjukkan adanya ruam makulopapuler di badan, tungkai, dan wajah. Hal ini
terjadi selama 3 – 4 hari. Biasanya pasien juga merasakan mialgia dan arthralgia yang berat.
Nyeri sendi ini biasanya dimulai pada pada sendi kecil pada tangan dan kaki, pergelangan
tangan dan kaki, dan kemudian pada sendi besar. Gejala non-spesifik lainnya dapat meliputi
sakit kepala, fotofobia ringan dan insomnia.
Tidak ada vaksin atau pengobatan khusus untuk melawan infeksi ini. Untungnya
penyakit ini dapat sembuh sendiri. Terapi dengan antipiretik dan obat antiperadangan non
steroid digunakan untuk mengendalikan demam dan nyeri sendi. Demam biasanya
menghilang setelah 2 – 3 hari. Nyeri otot dan sendi dapat menetap sampai hari ke 5 – 7
namun pada beberapa kasus dapat lebih lama lagi. Pasien dengan usia lanjut biasanya
mengalami nyeri sendi dan otot selama beberapa bulan.
Cara terbaik untuk mencegah terjadinya penyakit ini adalah dengan mencegah
penyebaran virus dengan mengendalikan vektornya. Yaitu dengan mengeliminasi tempat
perkembangbiakan nyamuk.
Refrat ini akan membahas mengenai penyakit chikungunya, gambaran klinis, dan
penatalaksanaannya.
ISI

Etiologi

Demam chikungunya disebabkan oleh virus chikungunya (disingkat virus CHIK)


yang merupakan virus RNA termasuk dalam genus Alphavirus dari Togaviridae, suatu
kelompok yang terdiri dari sjumlah virus yang sebagian ditransmisikan oleh arthropoda.
Virus ini pertama kali diisolasi pada tahun 1952-1953 keduanya dari manusia dan nyamjuk
selama epidemi demam yang secara klinis sulit dibedakan dari demam dengue di Tanzania.
Virus ini merupakan virus RNA untai tunggal, tidak tahan panas dan sensitif terhadap suhu
lebih dari 58oC. Terdapat tiga antigen dan genotip yang berbeda yang berhasil diidentifikasi:
dua kelompok filogenetik dari Afrika dan satu dari Asia. Strain virus Chikungunyayang
diisolasi di India selama wabah tahun 2006 sangat dekat dengan strain yang diisolasi di pulau
Réunion pada tahun yang sama.
Aedes aegypti merupakan vektor yang bertanggung jawab terhadap transmisi dalam
lingkungan perkotaan sedangkan Aedes albopictus bertanggung jawab terhadap penyebaran
penyakit ini dalam pedesaan. Penelitian yang terbaru menunjukkan bahwa virus ini teah
bermutasi sehingga dapat ditransmisikan oleh Aedes albopictus. Nyamuk Aedes berkembang
biak dalam lingkungan rumah seperti di vas bunga, tempat penyimpanan air, pendingin udara,
dan lain-lain. Serta di luar rumah seperti lokasi pembangunan, tempurung kelapa, brang-
barang rongsokan (ban bekas, lastik, dan kaleng-kaleng, dan lain-lain). Nyamuk betina
dewasa beristirahat di daerah yang dingin dan gelap di lingkungan rumah maupun di luarnya
dan hanya menggigit di siang hari.

Epidemiologi
Demam chikungunya tercatat pertama kali di Afrika dan Asia sejak tahun 1950an
dengan genotip virus chikungunya yang berbeda-beda dalam area ini. Epidemiologi dari
demam chikungunya ini juga unik dimana sebagian besar transmisi manusia-manusia terjadi
di perkotaan yang merupakan ciri khas penyakit di Asia. Chikungunya ini terdapat pada
primata liar yang disebabkan oleh nyamuk di Afrika namun secara periodik terdapat sejumlah
wabah besar di Afrika tengah dan timur dimana virus ini ditransmisikan dari manusia ke
manusia. Sejak wabah Asia pertama kali pada tahun 1958 di Bangkok, Thailand, sejumlah
wabah telah tercatat di India (1963), Sri Lanka (1969), Myanmar (1975), Indonesia (1982)
dan di Maldiva (2007). Epidemi ini dilaporkna di Philippina pada tahun 1954, 1956 dan
1968. Di Indonesia, chikungunya muncul kembali setelah 20 tahun dan menyebabkan 25
wabah antara tahaun 1999 sampai 2003. Di India, wabah demam chikungunya pertama
tercatat pada tahun 1963 di Kolkatta, diikuti dengan epidemi di beberapa negara bagian
lainnya.

Epidemi terakhir di samudera hindia dipercaya berasal dari teluk Kenya pada tahun
2004. Yang melewati Komoro dan Seychelles pada awal tahun 2005 diikuti dengan Mauritius
dan Reunion. Lebih dari 266 000 kasus, hampir 40% populasi di pulau Reunion, menderita
demam chikungunya. sekitar 250 kematian langsung maupun tidak langsung, diakibatkan
oleh virus di Reunion. Kasus ini terlihat lebih banyak pada orang dewasa dimana wanita lebih
banyak daripada laki-laki. Demam Chikungunya ini terjadi lagi sebagai ledakan epidemi di
India pada tahun 2005–2006, setelah 32 tahun, yang menyebabkan leih dari 1,3 juta kasus
dalam 13 negara bagian. Hampir sepertiga distrik di negara ini terkena. Sedangkan laporan
resmi tingkat nasional melaporkan berbagai provinsi di India tidak menyebutkan bahwa
chikungunya sebagai penyebab kematian di daerah yang terkena, satu penelitian yang
dilakukan di kota Ahmedabad me nunjukkan lebih banyak kematian selama wabah
chikungunya apabila dibandingkan dengan jumlah rata-rata kematian selama priode yang
sama dalam 4 tahun terakhir. Wabah chikungunya ini juga telah dilaporkan di Maldiva, Sri
Lanka dan Indonesia.

Gambaran klinis

Virus CHIK menyebabkan demam pada sebagian besar penderita dengan periode
inkubasi 2 – 4 hari sejak gigitan nyamuk. Viremia ini menetap selama 5 hari sejak onset
klinis. Gambaran klinis yang umum adalah demam (92%) biasanya juga disertai dengan
Arthralgia (87%), nyeri punggung (67%) dan sakit kepala (62%). Demam ini bervariasi mulai
dari demam ringan sampai berat, yang menghilang dalam 24 sampai 48 jam. Demam ini
biasanya terjadi mendadak sampai 39-40oC, dengan menggigil dan kekakuan dan biasanya
menghilang dengan pemberian antipiretik. Tidak ada variasi diurnal untuk demam ini.
Dalam kasus wabah yang terbaru ini banyak pasien yang mengeluhkan arthralgia
tanpa demam. Nyeri sendi tamaknya semakin memburuk pada pagi hari, yang kemudian
berkurang dengan aktivitas ringan. Nyeri sendi ini dapat menghilang selama 2-3 hari yang
kemudian muncul lagi dengan pola pelana kuda. Poliartritis migran dengan efusi juga dapat
dijumpai pada 70% kasus, namun menghilang sendiri. Pergelangan kaki, tangan, dan sendi-
sendi kecil paling sering terkena. Sendi besar seperti lutut dan tulang belakang juga dapat
terlibat. Terdapat kecenderungan keterlibatan sendi dengan riwayat trauma atau degenerasi.
Pekerjaan yang banyak menggunakan sendi kecil lebih sering terkena (misalnya sendi
interfalang pada penyadap karet, pergelangan kaki pada orang yang banyak berdiri dan
berjalan misalnya polisi). Fenomena pembungkukkan ini kemungkinan terjadi akibat dari
tungkai bawah dan keterlibatan punggung yang mendorong pasien membungkuk ke depan.
Gejala klinis lain. Ruam makulopapular transien dapat terjadi pada 50% pasien.
Erupsi makulopapular dapat menetap lebih dari 2 hari pada 10% kasus. Ulkus intertriginosa
dan erupsi vesikobulosa juga dapat ditemukan. Beberapa orang mengalami lesi angiomatosa
dan lebih sedikit yang mengalami purpura. Stomatitis ditemukan pada 25% pasien dan ulkus
oral pada 15% pasien. Eritema nasal diikuti dengan hiperpimentasi fotosensitif (20%) sering
ditemukan pada epidemi yang baru-baru ini terjadi. Dermatitis eksfolitiva yang terjadi pada
tungkai dan wajah ditemukan pada 5% kasus. Epidermolisis bullosa juga ditemukan pada
anak-anak. Sebagian besar lesi yang timbul ini dapat sembuh sempurna kecuali pada kasus
dimana hiperpigmentasi yang fotosensitif ini menetap.
Fotofobia dan nyeri retro-orbital juga pernah ditemukan. Meskipun jarang terjadi
pada orang dewasa, namun anak-anak terutama neonatus dapat mengalami muntah dan/atau
diare dan meningo-ensefalitis. Manifestasi neurologis seperti ensefalitis, kejang demam,
sindrom meningeal dan ensefalopati akut juga pernah dilaporkan. Neuroretinitis dan uveitis
pada salah satu mata atau kedua mata juga pernah dilaporkan. Manifestasi okuler yang
berkaitan dengan wabah epidemi dai infeksi virus chikungunya di India Selatan meliputi
uveitis anterior granulomatosa dan nongranulomatosa, neuritis optik, neuritis retrobulbar, dan
lesi dendritik. Prognosis visual biasanya baik, dimana penglihatan sebagian besar pasien ini
kembali normal.
Bentuk artralgia yang persisten telah dtemukan pada tahun 1980 di Afrika Selatan,
dimana sebuah penelitian retrospektif menunjukkan resolusi yang sempurna pada 87,9 %;,
3,7 % mengalami kekakuan episodik dan nyeri, 2.8% mengalami kekakuan yang persisten
tanpa nyeri dan 5.6% mengalami keterbatasan pergerakan sendi yang persisten dan
menyakitkan. Enthesopathy dan tendinitis dari tendoachilles ditemukan pada 53% pasien
yang mengalami keterlibatan muskuloskeletal. Sekuele neurologis, emosional dan
dermatologis juga dapat ditemukan.

Pemeriksaan laboratorium

Anda mungkin juga menyukai