Anda di halaman 1dari 17

KONSTITUSI

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah PKn

Dosen Pengampu :

Dr. H. Ilham Tohari, SH. MHI

Disusun Oleh :

Yusril Miftah Ali (932214717)

Ika Wahyuning Tiastutik (932201917)

Ali Imron (932204516)

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
(IAIN KEDIRI)
2019
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada zaman modern ini pada umumnya setiap negara mempunyai konstitusi, salah
satu fungsinya mencegah terjadinya penumpukan kekuasaan pada satu orang atau
lembaga/badan. Penumpukan dapat menimbulkan kekuasaan yang bersifat absolut, sehingga
menimbulkan kecenderungan tindakan sewenang-wenang oleh pemegang kekuasaan.
Konstitusi pada prinsipnya adalah suatu aturan yang mengandung norma-norma
pokok, yang yang berkaitan kehidupan negara. Konstitusi dapat mengalami perubahan sesuai
dinamika kehidupan masyarakat. Perubahan meliputi hal-hal berkaitan dengan aturan tentang
anatomi struktur kekuasaan, pembatasan kekuasaan, jaminan perlindungan hak asasi manusia,
kekuasaan kehakiman, dan pertanggungjawaban kekuasaan kepada rakyat, dan sebagainya.
Sampai saat ini, konstitusi yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar
1945, telah mengalami empat kali perubahan. Perubahan tersebut membawa pengaruh
terhadap struktur dan fungsi lembaga negara Republik Indonesia. Oleh karena itu masalah
yang dibahas adalah: “Bagaimana konstitusi yang ada di Dunia dan Indonesia?”

B. Rumusan Masalah
Makalah ini disusun dengan maksud antara lain memberikan gambaran atau
pengertian tentang konstitusi di Indonesia. Makalah ini akan membahas beberapa
permasalahan antara lain:
1. Apa pengertian, tujuan, dan fungsi konstitusi ?
2. Apa saja klasifikasi konstitusi ?
3. Apa konstitualisme dan piagam madinah ?
4. Apa saja Sistem Perubahan Konstitusi di Dunia ?
5. Bagaimana amandemen konstitusi di Indonesia?

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui pengertian, tujuan, dan fungsi konstitusi
2. Mengetahui saja klasifikasi konstitusi
3. Mengetahui konstitualisme dan piagam madinah
4. Mengetahui saja Sistem Perubahan Konstitusi di Dunia
5. Mengetahui amandemen konstitusi di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Konstitusi

Tentang pengertian konstitusi menurut para ahli terdapat perbedaan pendapat.


Perbedaan tersbut berkaitan dengan: apakah konstitusi sama dengan Undang-Undang Dasar?
Berkaitan dengan hal tersebut terdapat dua pendapat di kalangan para ahli. Ada ahli yang
membedakan antara konstitusi dengan Undang-Undang Dasar tetapi ada pula ahli yang
menyamakannya. Sarjana yang membedakan pengertian Konstitusi dengan Undang Undang
Dasar, antara lain, Projodikoro (1983:10-11), yang mengemukakan bahwa ada dua macam
konstitusi, yaitu konstitusi tertulis (written constitusion) dan konstitusi tak tertulis (unwritten
constitusion). Selanjutnya Herman Heller, membagi pengertian konstitusi menjadi tiga
(Kusnardi, 1988 : 65 -66) :

1) Die Politische verfassung als gesellschaftlich wirklichkeit. Konstitusi adalah


mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan. Jadi
mengandung pengertian politis dan sosiologis.

2) Die Verselbstandigte rechhtsverfassung. Konstitusi merupakan satu kesatuan


kaidah yang hidup dalam masyarakat. Jadi mengandung pengertian yuridis.

3) Die geshereiben verfassung. Konstitusi yang ditulis dalam suatu naskah sebagai
undang undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara.

Berdasarkan pendapat Herman Heller di atas dapat disimpulkan bahwa Undang-


Undang Dasar baru merupakan bagian dari pengertian konstitusi yaitu konstitusi tertulis saja.
Seterusnya, ditegaskan oleh Budiardjo (1997: 108), bahwa suatu konstitusi umumnya disebut
tertulis, bila merupakan satu naskah, sedangkan konstitusi tidak tertulis adalah tidak
merupakan satu naskah dan banyak dipengaruhi oleh tradisi dan konvensi. Dimana menurut
Edward M. Sait (Budiardjo, 1997: 109), konvensi adalah aturan-aturan tingkah laku politik
(rules of political behavior). Dengan demikian menurut paham ini konstitusi juga meliputi
hal-hal yang tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat yang
dipandang sebagai norma-norma dalam ketatanegaraan.

Sedangkan penganut yang menyamakan pengertian konstitusi dengan Undang


Undang Dasar, adalah James Bryce. Pendapat James Bryce (Thaib, 2003: 12 -13)
menyatakan konstitusi adalah : A frame of political society, organised through and by law,
that is to say on which law has established permanent institutions with recognised functions
and definite rights. Kemudian Strong melengkapi pendapat Bryce yaitu : Constitution is a
collection of principles according to which the power of the goverment, the rights of the
governed, and the relations between the two are adjusted.

Begitu pula, Peaslee menyamakan konstitusi dengan Undang-Undang Dasar yang


dilandasi kondisi bahwa hampir semua negara di dunia mempunyai konstitusi tertulis. Hanya
Inggris dan Canada yang tidak mempunyai konstitusi tertulis (Projodikoro, 1983: 11).

B. Tujuan Konstitusi

C.F Strong menyatakan bahwa pada prinsipnya tujuan konstitusi adalah untuk membatasi
kewenangan tindakan pemerintah, untuk menjamin hak-hak yang diperintah dan merumuskan
pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Oleh karena itu setiap konstitusi senantiasa memiliki
dua tujuan, yaitu (Utomo, 2007:12):

 Untuk memberikan pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan politik.

 Untuk membebaskan kekuasaan dari kontrol mutlak para penguasa serta menetapkan
batas-batas kekuasaan bagi penguasa.

Tujuan dibuatnya konstitusi adalah untuk mengatur jalannya kekuasaan dengan jalan
membatasinya melalui aturan untuk menghindari terjadinya kesewenangan yang dilakukan
penguasa terhadap rakyatnya serta memberikan arahan kepada penguasa untuk mewujudkan
tujuan Negara.

C. Fungsi Konstitusi

Konstitusi mempunyai fungsi yang sangat penting bagi suatu negara. Menurut
pendapat Attamimi (1990: 215), suatu Konstitusi atau Undang-Undang Dasar berfungsi
sebagai pemberi pegangan dan pemberi batas, mengatur bagaimana kekuasaan negara
dijalankan. Sebab tujuan dari konstitusi menurut Projodikoro (1983:12-13), ialah
mengadakan tata-tertib tentang lembagakenegaraan, wewenang-wewenangnya dan cara
bekerjanya, dan menyatakan hak-hak asasi manusia yang harus dijamin perlindungannya.
Selanjutnya, Kusnardi (1988: 65), menegaskan bahwa suatu konstitusi memerlukan dua
syarat yang harus dipenuhi, yaitu syarat mengenai bentuk dan isinya. Bentuk konstitusi
sebagai naskah tertulis yang merupakan Undang-Undang yang tertinggi yang berlaku dalam
suatu negara. Isi konstitusi merupakan peraturan yang bersifat fundamental, artinya tidak
semua masalah yang penting harus dimuat dalam konstitusi, melainkan hal-hal yang bersifat
pokok, dasar atau azas-azas saja.

Menurut Henc Van Maarseven (Harahap, 2008:179) bahwa konstitusi berfungsi


menjawab berbagai persoalan pokok negara dan masyarakat, yaitu:
Konstitusi menjadi hukum dasar suatu negara.

 Konstitusi harus merupakan sekumpulan aturan-aturan dasar yang menetapkan lembaga-


lembaga penting negara.

 Konstitusi melakukan pengaturan kekuasaan dan hubungan keterkaitannya.

 Konstitusi mengatur hak-hak dasar dan kewajiban-kewajiban warga negara dan


pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.

 Konstitusi harus mengatur dan membatasi kekuasaan negara dan lembaga-lembaga-nya.

 Konstitusi merupakan ideologi elit penguasa.

 Konstitusi menentukan hubungan materiil antara negara dan masyarakat.

Keberadaan konstitusi tidak dapat dilepaskan dengan keberadaan negara. Konstitusi


ditempatkan pada posisi ter-atas yang menjadi pedoman untuk jalanya sebuah negara dan
mencapai tujuan bersama warga negara. Adapun Fungsi konstitusi, baik tertulis maupun tidak
tertulis adalah sebagai berikut (Asshiddiqie, 2006:122):

 Fungsi penentu dan pembatas kekuasaan organ negara.

 Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara.

 Fungsi pengatur hubungan antar organ negara dengan warga negara.

 Fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara atau pun kegiatan
penyelenggaraan kekuasaan negara.

 Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan yang asli (yang dalam
sistem demokrasi adalah rakyat) kepada organ negara.
 Fungsi simbolik sebagai pemersatu.

 Fungsi simbolik sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan.

 Fungsi simbolik sebagai pusat upacara.

 Fungsi sebagai sarana pengendalian masyarakat, baik dalam arti sempit hanya dibidang
politik maupun dalam arti luas yang mencakup sosial dan ekonomi.

 Fungsi sebagai sarana perekayasaan dan pembaruan masyarakat (social engineering dan
social reform), baik dalam arti sempit atau pun luas.

D. Klasifikasi Konstitusi

a) Tertulis dan Tidak Tertulis


Konstitusi tertulis adalah konstitusi dalam bentuk dokumen yang memiliki
“kesakralan khusus” dalam proses perumusannya. Konstitusi tertulis merupakan
suatu instrumen yang oleh penyusunnya disusun untuk segala kemungkinan yang
dirasa terjadi dalam pelaksanaannya.
Sedangkan konstitusi tidak tertulis adalah konstitusi yang lebih berkembang
atas dasar adat-istiadat daripada hukum tertulis. Konstitusi tidak tetulis dalam
perumusannya tidak membutuhkan proses yang panjang, misalnya dalam penentuan
quorum, model perubahan (amandemen atau pembaharuan), dan prosedur
perubahannya (referendum, konvensi, atau pembentukan lembaga khusus).
b) Fleksibel dan Kaku
Konstitusi yang dapat diubah atau diamandemen tanpa adanya prosedur khusus
dinyatakan sebagai konstitusi fleksibel. Sebaliknya konstitusi yang mempersyaratkan
prosedur khusus untuk perubahan atau amandemennya adalah konstitusi kaku.
c) Derajat-Tinggi dan Tidak Derajat Tinggi
Konstitusi derajat tinggi ialah suatu konstitusi yang mempunyai kedudukan
tertinggi dalam negara. Jika dilihat dari segi bentuknya, konstitusi ini berada diatas
peraturan perundang-undangan yang lain. Demikian juga syarat-syarat mengubahnya
sangat berat.
Sedangkan konstitusi tidak sederajat ialah suatu konstitusiyang tidak
mempunyai kedudukan serta derajat seperti konstitusi derajat tinggi. Persyaratan
yang perlukan untuk mengubah konstitusi jenis ini sama dengan persyaratan yang
diperlukan untuk mengubah peraturan-peraturan yang lainsetingkat Undang-undang.
d) Serikat dan Kesatuan
Bentuk ini berkaitan dengan bentuk suatu negara; jika bentuk suatu negara itu
serikat, maka akan didapatkan sistem pembagian kekuasaan antara pemerintah
negara serikat dengan pemerintah negara bagian. Sistem pembagian kekuasaan ini
diatur dalam konstitusi. Dalam negara kesatuan pembagian kekuasaan tidak
dijumpai, karena seluruh kekuasaannya terpusat pada pemerintahan
pusatsebagaimana diatur dalam konstitusi.
e) Sistem pemerintahan Presidensial dan Sistem Pemerintahan Parlementer.
Menurut C.F. Strong terdapat dua macam pemerintahan presidensial di negara-
negara dunia dewasa ini dengan ciri-ciri pokoknya sebagai berikut:

1. Mempunyai kekuasaan nominal sebagai Kepala Negara, Presiden juga


berkedudukan sebagai Kepala Pemerintahan (yang belakang ini lebih
dominan)
2. Presiden tidak dipilih oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan tetapi dipilih
langsung oleh rakyat atau oleh dewan pemilih, seperti Amerika Serikat dan
Indonesia
3. Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan legislative
4. Presiden tidak dapat membubarkan pemegang kekuasaan legislatif dan tidak
dapat memerintahkan diadakan pemilihan

Sedangkan untuk sistem pemerintahan parlementer yang mempunyai ciri-ciri


sebagai berikut :

1. Kabinet yang dipilih oleh perdana menteri dibentuk atau berdasarkan


kekuatan-kekuatan yang menguasai parlemen.
2. Para anggota kabinet mungkin seluruhnya, mungkin sebgaian adalah anggota
parlemen.
3. Perdana menteri bersama kabinet bertanggung jawab kepada parlemen.
4. Kepala Negara dengan saran atau nasihat perdana menteri dapat membubarkan
parlemen dan memerintahkan diadakannya pemilihan umum.
E. Konstitusionalisme dan piagam Madinah

Piagam Madinah merupakan Political Legal Document yang menjadi cikal bakal
kelahiran dari Negara Madinah pada abad ke – 7 masehi. Hal ini sejalan dengan konsep
Hobbes mengenai kontrak sosial antar rakyat guna mencapai tujuan bersama. Yastrib yang
sebelumnya menjadi domisili kabilah multietnik dan agama jelas memerlukan kesepakatan
agar terjadi perlindungan baik bagi kaum pendatang (Muhajirin), kaum penerima (Anshor),
maupun penduduk Yastrib sendiri.

Konstitusionalisme dalam Piagam Madinah jelas memiliki perbedaan dengan


konstitusi lain khususnya di dunia modern. Hal ini disebabkan Piagam Madinah sendiri
merupakan terobosan di masanya. Gentlements agreement yang berbuah political legal
document antara Muhajirin, Anshor dan penduduk asli merupakan bentuk kesamaan visi dan
misi dalam membentuk masyarakat madani guna mencapai tujuan bersama seperti keamanan,
kesejahteraan dan keadilan.

Konsep kedaulatan yang diakomodasi di Negara Madinah memilik perbedaan jika


dibandingkan dengan konsep negara sekuler. Kekuasaan menurut Negara Madinah pada
dasarnya milik Tuhan yang didelegasikan kepada pemimpin negara (ulil amri) guna
kepentingan rakyat (ummah). Hal ini juga berarti kedaulatan Tuhan juga dipegang oleh rakyat
mengingat fungsi utama dari pemimpin negara adalah perwakilan rakyat dalam mengelola
negara.

Dari penjelasan diatas, Piagam Madinah merupakan dokumen yang lahir jauh
sebelum lahisnya konstitusi Indonesia. Akan tetapi hal ini tidak serta merta menjadikan hal–
hal yang terkandung di dalam Piagam Madinah sama sekali tidak memiliki relevansi dengan
konstitusi Indonesia. Piagam Madinah sebagai salah satu konstitusi memiliki relevansi secara
prinsipil yang dapat diambil pelajaran bagi konsitusi lainnya, termasuk konstitusi Indonesia.

Setidaknya terdapat beberapa relevansi konstitusionalisme Piagam Madinah yang


dapat dijadikan pelajaran dalam konstitusi Indonesia yakni:

1. Relevansi Formal
2. Relevansi Substansial
Relevansi formal konstitusionalisme Piagam Madinah adalah bentuknya yang
prinsipil, sederhana namun efektif sesuai dengan kebutuhan zaman. Hal ini sebenarnya sudah
dicoba diterapkan di dalam konstitusi Indonesia pasca amandemen. Akan tetapi terdapat
beberapa hal yang masih belum terakomodasi salah satunya adalah pengakuan hak adat.
Adapun relevansi substansial yang dapat dijadikan pelajaran dari konstitusionalisme
Piagam Madinah bagi konstitusi Indonesia adalah penjagaan stabilitas politik dalam rangka
menjalankan konstitusi secara bertanggungjawab. Selain itu juga diperlukan adanya
penjiwaan kembali konsitusi di dalam peraturan perundang – undangan yang di bentuk oleh
lembaga negara. Penyelarasan kepentingan penguasa dan rakyat merupakan salah satu bentuk
penerapan relevansi substansial Prinsip Konstitusionalisme bagi Konstitusi Indonesia.
Konsep musyawarah yang menjadi ciri khas konstitusionalisme Piagam Madinah
memberikan ruang bertemu yang leluasa bagi penguasa dan rakyat. Hal ini perlu dijadikan
pelajaran bagi pelaksanaan konstitusi Indonesia secara substansial yakni kebijakan –
kebijakan yang didasarkan pada kepentingan rakyat.

F. Sistem Perubahan Konstitusi di Dunia

Secara garis besar ada dua jenis konstitusi:

a. Renewal (pembaharuan): perubahan konstitusi secara keseluruhan, dianut oleh


negara Eropa Kontinental (Belanda, Jerman, dan Perancis).
b. Amandemen (perubahan): suatu konstitusi diubah, tetapi konstitusi yang asli tetap
berlaku atau amandemen merupakan bagian yang menyertai konstitusi awal,
dianut oleh neg Anglo-Saxon

Menurut C.F. Strong, dikutip dari Law Learner’s blog ada empat macam prosedur
konstitusi sebagai berikut:

a. Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislative, akan tetapi
menurut pembatasan-pembatasan tertentu:
 Cara pertama, untuk mengubah konstitusi adalah sidang legislatif harus dihadiri
sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota lembaga legislatif. Keputusan untuk
mengubah konstitusi sah apabila disetujui oleh 2/3 dari jumlah anggota yang hadir.
 Cara kedua, untuk mengubah konstitusi adalah lembaga legislatif harus dibubarkan
lalu diselenggarakan Pemilu. Lembaga legislatif yang baru ini yang kemudian
melakukan amandemen konstitusi.
 Cara ketiga, cara ini terjadi dalam sistem bikameral. Untuk mengubah konstitusi,
kedua kamar harus mengadakan sidang gabungan. Sidang inilah yang berwenang
mengubah konstitusi sesuai dengan syarat cara kesatu.
b. Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh rakyat melalui referendum.
Apabila ada kehehendak untuk mengubah konstitusi maka lembaga Negara yang
berwenang mengajukan usul perubahan kepada rakyat melalui referendum. Dalam
referendum ini rakyat menyampaikan pendapatnya dengan jalan menerima atau menolak
usul perubahan yang telah disampaikan kepada mereka. Penentuan diterima atau
ditolaknya suatu usul perubahan diatur dalam konstitusi
c. Perubahan konstitusi (berlaku dalam negara serikat) yang dilakukan sejumlah negara-
negara bagian.
Perubahan konstitusi ini harus dengan persetujuan sebagian besar negara bagian. Usul
perubahan konstitusi diajukan oleh negara serikat tetapi keputusan
akhir berada di tangan negara bagian. Usul perubahan kontitusi di negara federal ini juga
dapat diajukan oleh Negara bagian.
d. Perubahan konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh suatu
lembaga negara khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan.
Cara ini dapat dijalankan pada Negara kesatuan dan Negara serikat. Bila terdapat
kehendak untuk mengubah UUD maka sesuai ketentuan yang berlaku dibentuklah suatu
lembaga khusus yang tugas serta wewenangnya hanya mengubah konstitusi. Usul
perubahan dapat berasal dari masing-masing lembaga kekuasaan dan dapat pula berasal
dari lembaga khusus tersebut. Bila lembaga khusus tersebut telah melaksanakan tugas dan
wewenangnya sampai selesai dengan sendirinya dia bubar.

Sedangkan menurut M Budiarjo ada 4 macam prosedur perubahan konstitusi:

 Sidang badan legislatif yang ditambah beberapa syarat


 Referendum atau plebisit
 Negara-negara bagian dalam negara federal
 Musyawarah khusus

Selain perubahan sesuai prosedur sebagaimana telah dijelaskan diatas, perubahan


konstitusi juga dapat terjadi secara paksa atau dengan dorongan kekuasaan (forces). Menurut
KC Wheare, perubahan UUD yang timbul akibat dorongan kekuatan (forces) dapat
berbentuk:
 Kekuatan tertentu dapat melahirkan perubahan keadaan tanpa mengakibatkan
perubahan bunyi tertulis dalam UUD. Yang terjadi adalah pembaharuan
makna. Suatu ketentuan UUD diberi makna baru tanpa mengubah bunyinya.
 Kekuatan kekuatan yang melahirkan keadaan baru itu mendorong perubahan
atas ketentuan UUD, baik melalui perubahan formal, putusan hakim, hukum
adat maupun konvensi.1

G. Amandemen Konstitusi Indonesia

Amandemen atau perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan secara bertahap karena
mendahulukan pasal-pasal yang disepakati oleh semua fraksi di MPR, kemudian dilanjutkan
dengan perubahan terhadap pasal-pasal yang lebih sulit memperoleh kesepakatan. Perubahan
terhadap UUD 1945 dilakukan sebanyak empat kali melalui mekanisme sidang MPR yaitu:

a. Sidang Umum MPR 1999 tanggal 14-21 Oktober 1999


b. Sidang Tahunan MPR 2000 tanggal 7-18 Agustus 2000
c. Sidang Tahunan MPR 2001 tanggal 1-9 November 2001
d. Sidang Tahunan MPR 2002 tanggal 1-11 Agustus 2002

Perubahan UUD Negara RI 1945 dimaksudkan untuk menyempurnakan UUD itu


sendiri bukan untuk mengganti. Secara umum hasil perubahan yang dilakukan secara
bertahap MPR adalah sebagai berikut:

1 KC Wheare,Modern Constitution, Oxford Univ. Press, 1971, hlm 17. Dikutip dari:
http://bennyagusprima.blogspot.com/2011/12/teori-perubahan-konstitusi.html diakses pada 12/04/2020
pukul 15.29
1. Amandemen Pertama
1.1 Tahap-tahap Pembahasan Perubahan Pertama:2

1.2 Hasil Amandemen Pertama

Pasal yang diubah Isi Perubahan

· 5 ayat 1 · Hak presiden untuk mengajukan RUU kepada DPR


· Pasal 7 · Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil
· Pasal 9 ayat 1 dan 2 Presiden
· Pasal 13 ayat 2 dan 3 · Sumpah Presiden dan Wakil Presiden
· Pasal 14 ayat 1 · Pengangkatan dan penempatan Duta
· Pasal 14 ayat 2 · Pemberian grasi dan rehabilitasi
· Pasal 15 · Pemberian amnesti dan abolisi
· Pasal 17 ayat 2 dan 3 · Pemberian gelar, tanda jasa dan kehormatan lain
· Pasal 20 ayat 1-4 · Pengangkatan menteri
· Pasal 21 · DPR
· Hak DPR untuk mengajukan RUU

2 Deny Indrayana. Amandemen UUD 1945 Antara Mitos dan Pembongkaran. (Bandung: Mizan, 2007)
2. Amandemen Kedua
2.1 Tahap-tahap Pembahasan Perubahan Kedua

2.2 Hasil Amandemen Kedua

Bab yang diubah Isi Perubahan

· Bab VI · Pemerintahan Daerah


· Bab VII · Dewan Perwakilan Daerah
· Bab IXA · Wilayah Negara
· Bab X · Warga Negara dan Penduduk
· Bab XA · Hak Asasi Manusia
· Bab XII · Pertahanan dan Keamanan
· Bab XV · Bendera, bahasa, lambang negara serta lagu
kebangsaan
3. Amandemen Ketiga
3.1 Tahap-tahap Pembahasan Perubahan Ketiga

3.2 Hasil Amandemen Ketiga

Bab yang diubah Isi Perubahan

· Bab I · Bentuk dan kedaulatan


· Bab II · MPR
· Bab III · Kekuasaan Pemerintahan Negara
· Bab V · Kementerian Negara
· Bab VIIA · DPR
· Bab VIIB · Pemilihan Umum
· Bab VIIIA · BPK
4. Amandemen Keempat
4.1 Tahap-tahap Pembahasan Perubahan Keempat

4.2 Hasil Amandemen Keempat:


a. UUD 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama, kedua,
ketiga, dan keempat adalah UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18
Agustus 1945 da diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden 5 Juli
1959.
b. Perubahan tersebut diputuskan dalam rapat Paripurna MPR RI ke-9
tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan MPR RI dan mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan.
c. Bab IV tentang “Dewan Pertimbangan Agung” dihapuskan dan
pengubahan substansi pasal 16 serta penempatannya kedalam Bab III
tentang “Kekuasaan Pemerintahan Negara”.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Konstitusi merupakan suatu kaidah hukum atau peratuan yang digunakan pada suatu
negara. Sedangkan Undang-Undang Dasar merupakan konstitusi tertulis. Adapun konstitusi
tidak tertulis berdasarkan kebiasaan/adat istiadat (konvensiaonal) yang digunakan sebagai
dasar hukum negara tesebut. Ada beberapa ahli yang menyebutkan bahwa konstitusi dan
Undang-undang Dasar bukan merupakan hal yang berbeda.

Sedangkan tujuan dan fungsi konstitusi itu sendriri digunakan untuk mengatur
jalannya pemerintahan suatu negara. Konstitusi dan negara merupaka dua hal yang tidak bisa
dipisahkan.Adapun klasifikasi konstitusi pun beragam, yakni tertulis dan tidak tertulis; kaku
dan fleksibel; derajat tinggi dan tidak derajat tinngi; serikat dan kesatuan; serta system
pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer.

Ada satu contoh mengenai konstitusi yang sudah tidak asing lagi bagi umat muslim,
yaitu piagam madinah. Piagam Maddinah merupakan konstitusi yang digunakan oleh
masyarakat Madinah pada masanya. Jauh sebelum negara Indonesia mempunyai konstitusi.
Konsep kedaulatan pada piagam Madinah didasarkan pada Tuhan yang didelegasikan kepada
pemimpin (ulil amri) guna kepentingan rakyat (ummah). Hal ini juga berarti kedaulatan
Tuhan juga dipegang oleh rakyat mengingat fungsi utama dari pemimpin.

Seiring berjalannya waktu, tentunya ada perubahan konstitusi yang dengan zaman.
Secara garis besar konstitusi dapat dirubah dengan dua cara, yaitu renewal atau
memperbaharui, dan amandemen atau perubahan. Di Indonesia sudah terjadi empat kali
perubahan konstitusi atau amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang dilakukan secara
bertahap karena mendahulukan pasal-pasal yang disepakati oleh semua fraksi di MPR,
kemudian dilanjutkan dengan perubahan terhadap pasal-pasal yang lebih sulit memperoleh
kesepakatan.
DAFTAR PUSTAKA

Utomo, Himmawan. 2007. Konstitusi, Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian


Pendidikan Kewarganegaran. Yogyakarta: Kanisius.

Soemantri, Sri. 1993. Susunan Ketatanegaraan Menurut UUD 1945 dalam


Ketatanegaraan Indonesia dalam Kehidupan Politik Indonesia. Jakarta: Sinar Harapan.

Syahuri, Taufiqurrohman. 2004. Hukum Konstitusi. Bogor: Ghalia Indonesia.

Asshiddiqie, Jimly. 2006. Pengantar Hukum Tata Negara Jilid I. Jakarta: Konstitusi
Press.

Harahap, Krisna. 2008. Hukum Acara Perdata. Bandung: Grafiti Budi Utami.

Anda mungkin juga menyukai