A. Pendahuluan
pesat dan juga luas, mencakup banyak hal dan dalam berbagai bidang.
Melalui media elektronik ini masyarakat memasuki dunia maya yang bersifat
hubungan antara masyarakat dalam dimensi global tidak lagi dibatasi oleh
1
Makalah disampaikan pada Seminar Terbatas kerjasama Badan Litbang Diklat Kumdil
Mahkamah Agung RI dengan Perguruan Tinggi dengan Thema: “Validitas Alat Bukti Transaksi
Elektronik Perbankan Sebagai Alat Bukti Di Pengadilan Setelah Berlakunya UU No. 11 Tahun 2008”,
25 November 2009, Grand Pasundan Hotel, Bandung
2
Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung
1
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang demikian pesat
saat ini, telah membawa Indonesia memasuki era baru yang disebut sebagai
era digital (digital age). Seiring dengan kemajuan pola pikir manusia,
satu teknologi yang membahana dalam setiap aktivitas manusia. Semula dunia
internet merupakan pusat media komunikasi dan informasi, namun kini dapat
tindakan yang konkrit, kontan dan komun, melainkan dilakukan dalam dunia
tidak terlihat dan semu. Alat buktinya bersifat elektronik, antara lain dalam
bentuk dokumen elektronik, yang sampai saat ini belum diatur dalam dalam
hukum acara sebagai hukum formal, namun dalam praktik sudah dikenal dan
2
banyak digunakan. Pengaturan tentang alat bukti elektronik yang ada sampai
saat ini masih dalam tataran hukum materiil yang di dalamnya terkandung
ketentuan hukum formal (hukum acara) seperti misalnya antara lain dalam
tidaklah mudah untuk memberikan definisi tentang hukum, hampir semua ahli
disebabkan karena hukum itu banyak seginya dan demikian luasnya sehingga
memuaskan.3
tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang
kumpulan peraturan atau kaedah mempunyai isi yang bersifat umum dan
normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang, dan normatif karena
3
L.J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum (Inleiding tot de Studie ven het Nederlandse
Recht), cetakan ke VI, diterjemahkan oleh Oetarid Sadino, Noor Komala, Jakarta, 1960. hlm.13.
4
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (suatu pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1996.
hlm.38.
3
menentukan apa yang seyogyanya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan
Hal ini sejalan dengan pendapat yang mengatakan bahwa hukum tidak
hukum yang terlihat dari luar.6 Pengertian hukum yang memadai tidak hanya
memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang
Dari apa yang telah diuraikan di atas, dapatlah diketahui bahwa hukum
itu meliputi hukum materiil dan hukum formal. Hukum materiil terwujud dalam
sebagai pedoman untuk dibaca, dilihat atau diketahui saja, melainkan harus
5
Ibid., hlm.39.
6
L.J. van Apeldoorn, op.cit., hlm.17.
7
Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, hlm.8.
4
Untuk melaksanakan atau mempertahankan hukum materiil dalam hal
hukum materiil itu sendiri. Peraturan hukum inilah yang disebut dengan hukum
formal atau hukum acara. Hukum acara sebagai hukum formal diperuntukkan
tidak membebani hak dan kewajiban seperti halnya hukum materiil, tetapi
orang sebagai hukum formil yang bersifat imperatif, yaitu bersifat memaksa,
tidak dapat disimpangi dan hakim harus tunduk.9 Hukum acara sebagai aturan
hukum yang keliru dengan cara mengadopsi hukum acara asing (negara lain)
8
Sudikno Mertokusumo, op.cit., Hukum Acara Perdata Indonesia, hlm. 1.
9
Hasil wawancara dengan Sudikno Mertokusumo, tanggal 5 Maret 2008, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
10
Sudikno Mertokusumo, Actio Popularis, sudikno.blogspot.com, 7 Maret 2008.
5
Lebih lanjut Sudikno mengatakan, dalam praktik sering terjadi para
hukum yang benar. Penemuan hukum tidak dapat asal saja dilakukan,
melainkan ada metode atau aturan permainannnya yang tetap harus diikuti
(ta’at asas).
material. Alat bukti yang bersifat oral merupakan kata-kata yang diucapkan
alat bukti yang bersifat oral. Surat termasuk alat bukti yang bersifat
berdasarkan HIR), hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah, yang berarti
6
bukti dalam acara perdata yang disebutkan oleh undang-undang, diatur dalam
Pasal 164 HIR, 284 RBg dan 1866 BW, sedangkan alat bukti dalam acara
Pasal 164 HIR/284 RBg mengatur secara limitatif mengenai alat bukti
dalam perkara perdata, yaitu: alat bukti tertulis, pembuktian dengan saksi,
setempat (descente) yang diatur dalam Pasal 153 HIR/180 RBg. dan
kebterangan ahli/saksi ahli (expertise) yang diatur dalam Pasal 154 HIR/181
RBg. Demikian pula Pasal 184 KUHAP menentukan bahwa alat bukti dalam
acara pidana adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan
keterangan terdakwa.
seperti misalnya rekaman radio kaset, VCD/DVD, foto, faximili, hasil rekaman
dapat dijadikan alat bukti karena dapat saja merupakan hasil rekayasa
7
sehingga tidak dapat membuktikan apa yang sebenarnya terjadi, namun
informasi dan telekomunikasi, asli atau tidaknya suatu foto dan hasil rekaman
digunakan dalam hubungan surat menyurat jarak jauh dalam waktu yang
untuk menyimpan data, apakah dapat dianggap sebagai alat bukti tertulis.
tahun 1976 (yurisprudensi) di atas, maka fax, dan microfilm atau microfische
kekuatan pembuktian surat sebagai alat bukti tertulis terletak pada aslinya,
oleh karena itu baik fax maupun microfilm atau microfische harus sesuai
dengan aslinya. Kalau aslinya hilang maka harus disertai dengan keterangan
atau dengan jalan apapun secara sah menyatakan bahwa fax atau microfilm
bahwa microfilm atau microfiche dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang
8
ditelusuri kembali dari registrasi maupun berita acara. Terhadap perkara
Jika pendapat MARI itu sudah dapat diterima, maka sesuai dengan
evidence yaitu alat bukti yang berupa material dan barang fisik lainnya seperti
bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah, yaitu antara lain dalam: Undang
Tahun 1999 Tentang Pers, Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang
Korupsi, Undang Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Undang
12
Sudikno Mertokusumo, ibid. Hukum Acara Perdata Indonesia, hlm.158. Mohon dilihat
juga: Hari Sasangka, op.cit.,hlm. 41.
13
Hari Sasangka, loc.cit.
9
Konstitusi, dan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
dikatakan bahwa hukum acara Indonesia (baik perdata maupun pidana) telah
pengaturan alat bukti elektronik yang telah dilakukan ini berada dalam
Mengingat sifat dari hukum acara itu mengikat bagi pihak-pihak yang
di Indonesia pembuktian itu baru sah bila didasarkan pada bukti-bukti yang
bukti elektronik dalam hukum formal (hukum acara), baik hukum acara
kepastian hukum.
terhadap dokumen elektronik sebagai alat bukti yang sah, misalnya dengan
dikenalnya online trading dalam bursa efek dan pengaturan microfilm serta
10
sarana elektronik sebagai media penyimpan dokumen perusahaan yang
Perusahaan.
bentuk elektronik (paperless) tersebut dapat dijadikan sebagai alat bukti yang
menentukan dalam Pasal 36 ayat (1) mengenai alat-alat bukti yang dapat
- surat / tulisan
- keterangan saksi
- keterangan ahli
- petunjuk
11
- alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima,
atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa
dengan itu.
surat tercatat, telegram, teleks, faksimili, e-mail, atau buku ekspedisi, kepada
termohon berlaku”.
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang secara khusus mengatur
bahwa informasi dan atau dokumen elektronik dan atau hasil cetaknya
merupakan alat bukti yang sah dan memiliki akibat hukum yang sah.
perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara
12
(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah
untuk:
harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat
secara umum bentuk dari alat bukti elektronik itu adalah berupa Informasi
13
Batasan mengenai Dokumen Elektronik, sebagaimana diatur pada
untuk memberikan koridor hukum yang jelas dan terarah serta menyikapi
Dengan adanya Undang Undang ITE, maka bukti elektronik diakui secara
peradilan didasarkan pada hukum acara sebagai hukum formal yang bersifat
mengikat, maka pengaturan bukti elektronik (sebagai alat bukti yang sah
hukum formal yang merupakan tata cara atau aturan main untuk berperkara
14
ke Pengadilan yang bersifat memaksa dan mengikat bagi Hakim maupun
para pihak yang berperkara, haruslah secara tegas mengatur dan mengakui
menentukan lain”.
peradilan bahwa hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan memutus
jelas atau tidak ada, dan asas bahwa hakim wajib menggali nilai-nilai hukum
ITE yang telah mengatur bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah, dapat
digunakan sebagai dasar untuk mejadikan bukti elektronik sebagai alat bukti
E. Kesimpulan
diajukan ke pengadilan dan diakui sah sebagai alat bukti, sudah dilakukan
15
perusahaan dapat diajukan sebagai alat bukti di Pengadilan bila kelak timbul
tegas dan mengakuinya sebagai alat bukti yang sah diajukan ke Pengadilan.
Dengan demikian saat ini bukti elektronik diakui sebagai alat bukti hukum
yang sah, dan merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan
sah di dalam Undang Undang ITE ini merupakan pengaturan dalam bentuk
Demi kepastian hukum dalam penegakan hukum oleh hakim, perlu dilakukan
pengaturan bukti elektronik sebagai alat bukti dalam Hukum Acara baik
E. Saran
16
F. Daftar Pustaka
Apeldoorn L.J., Pengantar Ilmu Hukum (Inleiding tot de Studie ven het
Yogyakarta, 1996.
Maret 2008.
17